Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PANSITOPENIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Stase Keperawatan


Medikal Bedah

DI SUSUN OLEH :
RODIAHWATI
071221006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN 2022/2023
A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Pansitopenia adalah kondisi hematologi dimana terjadi
penurunan dari 3 sel darah yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit.
Pansitopenia ditandai dengan kadar hemoglobin kurang dari
11,5g/dL pada wanita dan 13,5g/dL pada pria, trombosit kurang dari
150.000/mcL, dan leukosit kurang dari 4000/ml (atau hitung
neutrofil absolut kurang dari 1500-1800/ml (Chiravuri & Jesus,
2021). Pansitopenia bisa merupakan hasil dari berkurangnya
produksi dari sel-sel darah atau peningkatan dari penghancuran sel-
sel tersebut.
2. Etiologi
Secara garis besar penyebab dari pansitopenia dapat dibagi
menjadi 2 kategori, yaitu tipe sentral yang menyebabkan kelainan
produksi dan tipe perifer yang menyebabkan peningkatan destruksi.
Penurunan produksi (tipe sentral) :
a) Pansitopenia yang terjadi oleh sebab sekunder dari defisiensi
nutrisi
b) Pansitopenia akibat kegagalan sumsum tulang yang dikenal
sebagai anemia aplastik. Anemia aplastik dapat terjadi karena
idiopatik/autoimun atau sekunder karena infeksi (parvovirus
B19, hepatitis, HIV, cytomegalovirus, atau epstein-barr virus),
setelah keracunan obat, atau pengobatan kemoterapi
(methotrexate, dapson, carbimazole, carbamazepin,
kloramfenikol)
c) Pansitopenia dapat dihubungkan dengan kurang konsumsi
(eating disorders dan alkoholik) atau malabsorbsi
d) Pansitopenia akibat keganasan sumsum tulang (lymphoma,
leukemia, multiple myeloma) atau karena metastasis ke sumsum
tulang.
Peningkatan destruksi (tipe perifer) :
a) Kondisi autoimun (SLE, rheumatoid arthritis)
b) Splenic sequestration (darah terjebak di dalam limpa) dapat
disebabkan oleh sirosis hepar, HIV, tuberkulosis, malaria)
c) Hipersplenism yang sering berpengaruh pada tombosit dan
eritrosit daripada leukosit.
3. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui tiga
faktor berikut ini : 1. Kerusakan sel hematopoetik 2. Kerusakan
lingkungan mikro sumsum tulang 3. Proses imunologik yang
menekan hematopoesis Bukti klinis yang menyokong teori gangguan
sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada
60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel
induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien
anemia aplastik (Sukman, 2006). Kerusakan sel induk telah dapat
dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan transplantasi
sumsum tulang pada penderita anemia aplastik, yang berarti bahwa
pergantian sel induk dapat memperbaiki proses patologik yang
terjadi. Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus
percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini
dibuktikan secara tidak langsung melalui keberhasilan pengobatan
imunosupresif. Pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin
atau metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%, dengan
ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi
sumsum tulang. Kelainan imunologik diperkirakan menjadi
penyebab dasar dari kerusakan sel induk atau lingkungan mikro
sumsum tulang. Karena terjadinya penurunan jumlah sel dalam
sumsum tulang, aspirasi sumsum tulang sering hanya menghasilkan
beberapa tes darah. Maka perlu dilakukan biopsi untuk menentukan
beratnya penurunan elemen sumsum normal dan pergantian oleh
lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem, prekusor
granulosit, eritrosit, dan trombosit akibatnya terjadi Pansitopenia.
Pansitopenia adalah menurunnya sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit. Penurunan sel darah merah (anemia) ditandai
dengan menurunnya tingkat hemoglobin dan hematokrit. Penurunan
hemoglobin menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang dikirim
ke jaringan, biasanya ditandai dengan kelemahan, kelelahan,
takikardia, ekstermitas dingin atau pucat. Kelainan kedua adalah
leukopenia atau menurunnya jumlah sel darah putih atau leukosit
kurang dari 4.500-10.000/mm3 , penurunan sel darah putih ini akan
menyebabkan agranulositosis dan akhirnya menekan respon
inflamasi. Respon inflamasi yang tertekan akan menyebabkan
infeksi dan penurunan sistem imunitas fisis mekanik dimana dapat
menyerang selaput lendir, kulit, silia, saluran nafas sehingga bila
selaput lendirnya yang terkena maka akan mengakibatkan ulserasi
dan nyeri pada mulut serta faring, sehingga mengalami kesulitan
dalam menelan dan menyebabkan penurunan masukan diet dalam
tubuh. Kelainan ketiga adalah trombositopenia, trombositopenia
didefinisikan jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3 . Akibat dari
trombositopenia antara lain ekimosis, petekie, epistaksis, perdarahan
saluran kemih, perdarahan susunan saraf dan perdarahan saluran
cerna. Gejala dari perdarahan saluran cerna adalah anoreksia, nausea,
konstipasi, atau diare dan stomatitis (sariawan pada lidah dan mulut),
perdarahan saluran cerna dapat menyebabkan hematemesis melena.
Perdarahan trombositopenia mengakibatkan aliran darah ke jaringan
menurun.
4. Manifestasi klinis
Anemia aplastik mungkin asimptomatik dan ditemukan pada
pemeriksaan rutin. Manifestasi klinis anemia aplastik terjadi sebagai
akibat adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Gejala yang
dirasakan berupa gejala sebagai berikut:
a) Lemah dan mudah lelah.
b) Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah
terkena infeksi bakteri.
c) Pucat
d) Pusing
e) Anoreksia
f) Peningkatan tekanan sistolik
g) Takikardia
h) Sesak nafas
i) Demam
j) Penglihatan kabur
k) Telinga berdenging
l) Nafsu makan berkurang
m) Sindrom anemia: gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan
sampai berat.
n) Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk
perdarahan kulit seperti petekie dan ekimosis. Perdarahan
mukosa dapat berupa epistaksis, perdarahan subkonjungtiva,
perdarahan gusi, hematemesis melena, dan pada wanita dapat
berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang
dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
o) Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau
tenggorokan, dan sepsis.
p) Organomegali dapat berupa hepatomegali dan splenomegali.
5. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah
masing- masing sel darah baik eritrosit, leukosit maupun
trombosit. Apakah mengalami penurunan atau pansitopenia.
Pasien dengan anemia aplastik mempunyai bermacam-macam
derajat pansitopenia. Tetapi biasanya pada stadium awal
penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia
dihubungkan dengan indeks retikulosit yang rendah, biasanya
kurang dari 1% dan kemungkinan nol walaupun eritropoetinnya
tinggi. Jumlah retikulosit absolut kurang dari 40.000/ µL (40 x
109/L) jumlah monosit dan netrofil rendah. Jumlah netrofil
absolut kurang dari (0,5 x 109/L) serta jumlah trombosit yang
kurang dari 30.000/ µL (30 x 109/L) mengindikasikan derajat
anemia yang berat dan jumlah netrofil dibawah 200/ µL (0,2 x
109/L) menunjukkan derajat penyakit yang sangat berat.
b) Pemeriksan sumsum tulang
Pada pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pemeriksaan biopsi
dan aspirasi. bagian yang akan dilakukan biopsi dan aspirasi dari
sumsum tulang adalah tulang pelvis, sekitar 2 inchi disebelah
tulang belakang. pasien akan diberikan lokal anastesi untuk
menghilangkan nyerinya. Kemudian akan dilakukan sayatan
kecil pada kulit, sekitar 1/8 inchi untuk memudahkan masuknya
jarum. Untuk aspirasi digunakan jarung yang ukuran besar untuk
mengambil sedikit cairan sumsum tulang (sekitar 1 teaspoon).
Untuk biopsi, akan diambil potongan kecil berbentuk bulat
dengan diameter kurang lebih 1/16 inchi dan panjangnya 1/3
inchi dengan menggunakan jarum. Kedua sampel ini diambil di
tempat yang sama, di belakang dari tulang pelvis dan pada
prosedur yang sama. Tujuan dari pemeriksaan ini untuk
menyingkirkan factor lain yang menyebabkan pansitopenia
seperti leukemia atau myelodisplastic syndrome (MDS).
pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan secara tepat
jenis dan jumlah sel dari sumsum tulang yang sudah ditandai,
level dari sel-sel muda pada sumsum tulang (sel darah putih
yang imatur dan kerusakan kromosom (DNA pada sel-sel dari
sumsum tulang yang biasa disebut kelainan sitogenik. pada
anaplastik didapat, tidak ditemukan adanya kelainan kromosom.
pada sumsum tulang yang normal, 40-60% dari ruang sumsum
secara khas diisi dengan sel-sel hematopoetik (tergantung umur
dari pasien). pada pasien anemia aplastik secara khas akan
terlihat hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih banyak
diisi oleh sel-sel stroma dan lemak. pada leukemia atau
keganasan lainnya juga menyebabkan penurunan jumlah sel-sel
hematopoetik namun dapat dibedakan dengan anemia aplastik.
pada leukemia atau keganasan lainnya terdapat sel-sel leukemia
atau sel-sel kanker. Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler
jika ditemukan kurang dari 30% sel pada individu berumur
kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 23 pada indi"idu yang
berumur lebih dari 60 tahun. International Aplastic Study Group
mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum
tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang
dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.
c) Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluoresence In Situ
Hybridizatio)
Kedua pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan spesifik. Pada
pemeriksaan flow cytometry, sel-sel darah akan diambil dari
sumsum tulang, tujuannya untuk mengetahui jumlah dan jenis
selsel yang terdapat di sumsum tulang. pada pemeriksaan FISH,
secara langsung akan disinari oleh cahaya pada bagian yang
spesfik dari kromosom atau gen. Tujuannya untuk mengetahui
apakah terdapat kelainan genetic atau tidak.
d) Tes fungsi hati dan virus
Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis pada
pemeriksaan serologi anemia aplastik post hepatitis kebanyakan
sering negatif untuk semua jenis virus hepatitis yang telah
diketahui. Onset dari anemia aplikasi terjadi 2-7 bulan seelah
episode akut hepatitis dan kebanyakan sering pada anak laki-
laki. Darah harus di tes antibodi hepatitis A, antibodi hepatitis C,
antigen permukaan hepatitis B, dan virus Epstein-Barr (EBV)
dan tes serologi virus lainnya harus dinilai jika
mempertimbangkan dilakukannya BMT (Bone Marrow
Transplantasi).
e) Level vitamin B-12 dan Folat
Level vitamin B-12 diukur untuk menyingkirkan anemia
megaloblasik yang mana ketika dalam kondisi berat dapat
menyebabkan pansitopenia
f) Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiologis umumnya tidak
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei
skletelal khususnya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum
tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya
memperlihatkan abnormalitas skeletal
1) Pemeriksaan J-ray rutin dari tulang radius untuk
menganalisa kromosom darah tepi untuk menyingkirkan
diagnosis dari anemia fanconi.
2) USG abdominal. Untuk mencari pembesaran dari limpa dan
atau pembesaran kelenjar limpa yang meningkatkan
kemungkinan adanya penyakit keganasan hematologi
sebagai penyebab dari pansitopenia. Pada pasien yang
muda, letak dari ginjal yang salah atau abnormal merupakan
penampakan dari anemia Fanconi.
3) Nuclear Magnetic Resonance Imaging. Pemeriksaan ini
merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya
perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara
daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum tulang
berselular.
4) Radionuclide Bone Marrow Imaging Kelainan sumsum
tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah disuntik
dengan koloid radoaktif technetium sulfur yang akan terikat
pada makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang
akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum
tulang dapt ditentukan daerah hemopoesis aktif untuk
memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau kultur
sel-sel induk.
6. Penatalaksanaan
Berdasarkan penyebab dan gejala yang dialami pasien, ada
beberapa pengobatan lain yang dapat dilakukan oleh dokter, yaitu :
a) Transfusi darah, untuk menggantikan sel darah merah, sel darah
putih, serta trombosit yang kurang.
b) Obat antibiotik, untuk mengatasi infeksi, karena pasien
pansitopensia rentan terserang infeksi.
c) Obat imunosupresan, jika pansitopenia disebabkan oleh penyakit
autoimun.
d) Obat stimulan sumsum tulang, untuk meningkatkan produksi sel
darah yang baru di sumsum tulang.
e) Transplantasi sumsum tulang, untuk menggantikan sel sumsum
tulang yang rusak dengan sel yang sehat.
Selama pengobatan, pasien juga akan dianjurkan untuk
melakukan beberapa hal berikut :
a) Mencuci tangan secara rutin agar terhindar dari infeksi.
b) Menghindari konsumsi obat-obatan yang dapat memicu
perdarahan, seperti aspirin atau Obat Anti-Inflamasi Non-
Steroid (OAINS).
c) Menggunakan sikat gigi berbulu lembut.
d) Tidak berolahraga terlalu berat.
e) Beristirahat yang cukup.
f) Menghindari kontak dengan orang sakit.
g) Mengonsumsi makanan yang dimasak matang.
7. Komplikasi
Komplikasi pansitopenia termasuk peningkatan risiko infeksi,
anemia yang mengancam jiwa, dan perdarahan. Pasien yang
mengalami demam akan membutuhkan antibiotik spektrum luas dan
antijamur, dengan kultur. Transfusi suportif dengan sel darah merah
dan trombosit harus dimulai segera jika terjadi anemia berat atau
trombositopenia dengan perdarahan. Komplikasi lain termasuk
sindrom lisis tumor terlihat pada pasien yang menerima kemoterapi
untuk tumor substansial seperti limfoma derajat tinggi dan leukemia
akut (Bagheri et al, 2020).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Merupakan tahap paling awal yang dilakukan dalam tindakan
proses asuhan keperawatan. Pengkajian meliputi proses yang
sistematis yaitu meliputi pengumpulan, verifikasi serta komunikasi
data dari sumber primer yaitu klien, dan data sekunder yaitu
keluarga dari pasien. Perolehan data dari sumber klien dan keluarga
sendiri bersifat data subyektif adapun proses pengkajian meliputi:
a) Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, jenis kelamin, umur, tanggal
lahir, suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat,
nomor register, tanggal datang ke rumah sakit, dan tanggal
pengkajian.
b) Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :
1) Diagnosa medik

Sebuah diagnosa yang diangkat atau ditegakkan oleh


dokter yang menangani kasus penyakit tersebut dengan
penjelasan dari singkatan- singkatan atau biasa disebut
dengan istilah medis.
2) Keluhan Utama

` Merupakan perasaan atau keadaan yang paling pertama di


keluhkan oleh klien akibat perasaan yang tidak nyaman
dan paling mengganggu aktivitas. Keluhan yang timbul
pada klien dengan pansitopenia yaitu klien sering
mengeluh badannya terasa lemah dan letih.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien


yang sekarang dialami sejak klien mengalami keluhan
pertama kalinya sampai klien memutuskan ke rumah sakit.
Kronologis kejadian yang harus diceritakan meliputi waktu
kejadian, cara/proses, tempat, suasana, manifestasi klinis,
riwayat pengobatan, persepsi tentang penyebab dan
penyakit. Jika terdapat keluhan nyeri maka disertai
pengkajian nyeri PQRST. Biasanya
tanda yang awal muncul pada klien dengan pansitopenia
yaitu klien mengalami lemah, letih, malaise, kehilangan
produktivitas, penurunan semangat kerja.
4) Riwayat Kesehatan terdahulu

Sebuah keadaan dimana berhubungan dengan masalah


kesehatan klien terdahulu sebelum muncul masalah
kesehatan terbaru. Pada anema aplastik biasanya adanya
perdarahan, malnutrisi, obat-obatan, infeksi, luka bakar,
dan gangguan sistem imun.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga merupakan faktor bawaan


yang ada hubungannya dengan riwayat penyakit keluarga.
Pada pansitopenia seperti anak dengan pansitopenia diduga
dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah atau
sedang menderita penyakit yang sama.Akibat dari penyakit
yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi
rentan terhadap penyakit pansitopenia. Selain ituterdapat
kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu
terjadinya penyakit pansitopenia.

2. Pola Kesehatan Fungsional (12 Pola Gordon)


a) Pola Persepsi Sehat

Pola persepsi sehat berarti pemahaman orang tua/pasien


terkait kesehatan dan masalah kesehatan yang meliput
pengalaman, fungsi kognitif dan nilai-nilai yang dianut.
Diharapkan setelah sembuh klien/ keluarga dapat mengubah
presepsi kesehatan yang mungkin saja masih kurang tepat
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
b) Manajemen Kesehatan
Pengelolaan manajemen kesehatan harus dikaji sebelum
maupun sesudah klien ditangani. Setelah dilakukan
pengkajian manajemen kesehatan, perawat dapat melakukan
pendampingan berupa pemberian informasi yang dapat
membantu klien melakukan hal yang tepat ketika gejala-
gejala abnormal yang berkaitan dengan pansitopenia muncul.
c) Pola Nutrisi Metabolik

Lakukan pengukuran status nutrisi pada klien. Tujuan dari


pengkajian ini adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan
prosedur. Pola nutrisi pada anak dengan pansitopenia ditandai
dengan mual, muntah, dan mengalami perubahan selera,
gangguan menelan, penurunan BB, membrane mukosa
kering,turgor kulit buruk, dan inflamasi bibir..
d) Pola Eliminasi

Pola eliminasi pada klien pansitopenia pada umumnya


terdapat distensi abdomen yang ditandai dengan penurunan
haluaran urin, diare dan kontipasi.
e) Pola AktivitasFisik

Aktivitas fisik pada klien pansitopenia biasanya mengalami


keletihan, kelemahan, malaise umum, toleransi terhadap
latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih
banyak, yang ditandai dengan takikardi, takipnea, dipsnea
saat beristirahat, apatis, lesu, kelemahan otot, ataksia, berjalan
lambat.
f) PolaTidur-Istirahat

Pada klien dengan pansitopenia umumnya kadang mengalami


masalah tidur karena kadang anak gelisah, rewel.
g) PolaPersepsi-Kognitif

Fokus pengkajian aspek ini adalah mengenai pengetahuan


orang tua terhadap penyakit yang diderita klien.
h) Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri

Masalah yang sering muncul pada pasien adalah bagaimana


persepsi orang tua dan/atau anak terhadap pengobatan dan
perawatan yang akan dilakukan.
i) Pola Hubungan

Pada umumnya anemi aplastik tidak sampai mengganggu


pola hubungan sesorang. Biasanya peran orang tua sangat
dibutuhkan dalam perawat dan mengobati anak dengan
pansitopenia.
j) Pola AktivitasSeksual

Klien dengan pansitopenia umumnya tidak mengalami


gangguan dalam pola ativitas seksual.

k) Pola Stress danKoping

Klien dengan pansitopenia umumnya akan mengalami


gangguan dalam pola stress dan koping. Keluarga perlu
memberikan dukungan lebih dan semangat sembuh bagi anak
dengan anemia aplatik.
l) Pola Keyakinan

Perlu dikaji adanya nilai-nilai keyakinan yang bertentangan


dengan nilai- nilai keperawatan modern dalam pemberian
intervensi keperawatan. Jika ditentukan keyakinan yang dapat
memperburuk klien, perawat harus memberikan penjelasan
dengan konflik minimal dan menanamkan bina hubungan
saling percaya sehingga pasien dan keluarga mampu
mencapai tujuan yang sama.

3. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan Umum
Keadaan Umum klien dengan pansitopenia biasanya terlihat
lemas dan kelelahan
b) TTV
c) Kepala
Pada klien dengan pansitopenia biasaya tidak mengalami
masalah, pada kulit kepala nampak tidak kotor dan tidak
berbau, rambut nampak hitam, penyebaran rambut merata
dan bersih.
d) Mata
Pada klien dengan pansitopenia yang sudah berat pada
pengkajian konjungtiva anemis, mukosa pucat.
e) Telinga
Pada klien dengan pansitopenia tidak ada masalah dengan
telinga sehingga keadaan telinga simetris, pendengaran baik,
bentuk dan ukuran telinga normal, telinga dalam keadaan
bersih, tidak ditemukan pembengkakan. Ketika di palpasi
tidak ada nyeri tekan.
f) Hidung
Pada klien dengan pansitopenia ketika dilakukan
inspeksitidak ada lesi
g) Mulut
Pada klien dengan pansitopenia terdapat membrane mukosa
kering, turgor kulit buruk, inflamasi bibir.
h) Leher
Pada klien dengan pansitopenia tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
i) Thorax
Pada klien dengan pansitopenia umumnya pada auskultasi
bunyi nafas dipsnea, bunyi jantung takikardia kompensasi
j) Abdomen
Pada klien dengan pansitopenia umumnya terdapat
hepatomegali, ada nyeri tekan, perkusi bunyi redup, distensi
abdomen.
k) Ekstremitas
Pergerakan bebas tidak ada kelainan
l) Kulit kulit pucat, serta petekie
m) Genitalia
Pada klien dengan pansitopenia umumnya tidak ada lesi
4. Diagnosa keperawatan yang muncul
a) Perfusi jaringan tidak efektif d.d penurunan konsentrasi
hemoglobin
b) Defisit pengetahuan tentang pansitopenia b.d kurang terpapar
informasi
c) Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahan tubuh sekunder
(penurunan hemoglobin)
d) Resiko jatuh b.d anemia
e) Nyeri akut b.d agen pencedera biologis
f) Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
g) Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
5. Perencanaan keperawatan

No. Diagnosa Tujuan (SLKI) Rencana Tindakan Rasional


keperawatan
DP (SIKI)

1. Perfusi Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia (I.03116) 1. Untuk mengetahui


jaringan Tindakan adanya tanda-
tidak efektif keperawatan Observasi tanda dehidrasi
b.d selama 3 x 24 jam dan mencegah
1. Periksa tanda dan gejala syok hipovolemik
penurunan diharapkan
hipovolemia (mis: frekuensi 2. Untuk
konsentrasi perfusi perifer
nadi meningkat, nadi teraba mengumpulkan
haemoglobin (L.02011)
lemah, tekanan darah menurun, dan menganalisis
(D.0009) meningkat dengan
tekanan nadi menyempit, turgor data pasien untuk
kriteria hasil : mengatur
kulit menurun, membran
- warna kulit keseimbangan
mukosa kering, volume urin
pucat dari 1 cairan.
menurun, hematokrit meningkat,
menjadi 4 3. Untuk memberikan
haus, lemah)
- Akral dari 2 hidrasi cairan
2. Monitor intake dan output cairan
menjadi 4 tubuh secara
- kelemahan otot Terminasi parenteral
dari 1 menjadi 4 4. Untuk
1. Hitung kebutuhan cairan
- tekanan darah 2. Berikan posisi modified mempertahanka
sistolik dari 2 n cairan
Trendelenburg
menjadi 5 3. Berikan asupan cairan oral
- tekanan darah
diastolic dari 2 Edukasi
menjadi 5
1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis: NaCL, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis: glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk
darah

2. Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan (I.12383) 1. Membantu agar


pengetahuan tindakan pasien lebih memahami
tentang Observasi tentang penyakit nya
pansitopenia keperawatan dan perawatan selama
selama 3x24jam, 1. Identifikasi kesiapan dan
b.d kurang di rumah.
kemampuan menerima informasi
terpapar
diharapkan
informasi 2. Identifikasi faktor-faktor yang
tingkat
(D.0111) dapat meningkatkan dan menurunkan
pengetahuan
(D.12111) motivasi perilaku hidup bersih dan
meningkat dengan sehat
kriteria hasil :
Terapeutik
1. perilaku
1. Sediakan materi dan media
sesuai anjuran
pendidikan kesehatan
dari 2 menjadi
4 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan
2. verbalisasi sesuai kesepakatan
minat dalam
beajar dari 2 3. Berikan kesempatan untuk
menjadi 4 bertanya
3. kemampuan
menjelaskan Edukasi
pengetahuan 1. Jelaskan faktor risiko yang dapat
tentang suatu mempengaruhi kesehatan
topic dari 2
menjadi 4 2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan
4. pertanyaan sehat
tentang
masalah yang 3. Ajarkan strategi yang dapat
dihadapi dari digunakan untuk meningkatkan
2 menjadi 4 perilaku hidup bersih dan sehat

3. Resiko Setelah dilakukan 1. adanya peningkatan


infeksi b.d tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539) suhu menunjukkan
ketidakadeku keperawatan Observasi adanya tanda- tanda
atan pertahan selama 3x24jam, 1. Monitor tanda dan gejala infeksi infeksi.
tubuh diharapkan lokal dan sistemik
sekunder tingkat infeksi 2. angka leukosit yang
Terapeutik
(penurunan (L.14137) menurun tinggi, melebihi batas a
1. Batasi jumlah pengunjung ormal menunjukkan
hemoglobin) dengan kriteria 2. Berikan perawatan kulit pada area tanda-tanda terjadinya
(D.0142) hasil : edema infeksi.
1. Demam dari 2 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
menjadi 4 kontak dengan pasien dan 3. untuk menurunkan
2. Kemerahan lingkungan pasien terjadinya penyebaran
dari 2 menjadi 4. Pertahankan teknik aseptic pada organisme.
4Nyeri pasien berisiko tinggi
menurun Edukasi
3. Bengkak dari 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2 menjadi 4 2. Ajarkan cara mencuci tangan
4. Kadar sel dengan benar
darah putih 3. Ajarkan etika batuk
dari 2 menjadi 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
4 luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu

4. Resiko jatuh Setelah dilakukan 1. Mengenal keadaan


b.d anemia tindakan Pencegahan Jatuh (I.14540) lingkungan sekitar yang
(D.0143) keperawatan berkontribusi terhadap
selama 3x24jam, Observasi resiko jatuh
diharapkan 1. Identifikasi faktor lingkungan
tingkat jatuh yang meningkatkan risiko jatuh 2. Mengawasi aktivitas
(L.14138) menurun (mis: lantai licin, penerangan pasien menghindari
dengan kriteria kurang) kemungkinan cidera
hasil : 2. Hitung risiko jatuh dengan jatuh dan kelelahan
menggunakan skala (mis: fall morse yang berlebihan
1. Jatuh dari scale, humpty dumpty scale), jika
tempat tidur 3. Alat penting
perlu
digunakan untuk
dari 3 menjadi 3. Monitor kemampuan berpindah mempertahankan
5 dari tempat tidur ke kursi roda dan mobilisasi optimal dan
2. Jatuh saat sebaliknya keamanan pasien
berdiri 3 Terapeutik
4. Menurunkan resiko
menjadi 5 1. Orientasikan ruangan pada pasien
terjatuh
3. Jatuh saat dan keluarga
duduk 3 2. Pastikan roda tempat tidur dan 5. Pagar tempat tidur
menjadi 5 kursi roda selalu dalam kondisi memberi keamanan dari
4. Jatuh saat terkunci resiko jatuh dan dapat
berjalan 3 3. Pasang handrail tempat tidur digunakan untuk
menjadi 5 4. Atur tempat tidur mekanis pada membantu pasien
posisi terendah mengubah posisi
5. Tempatkan pasien berisiko tinggi
jatuh dekat dengan pantauan 6. Bel untuk
perawat dari nurse station mengurangi kejadian
6. Gunakan alat bantu berjalan (mis: resiko cidera lebih awal
kursi roda, walker)
7. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk
berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas kaki
yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
4. Anjurkan melebarkan jarak kedua
kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Ajarkan cara menggunakan bel
pemanggil untuk memanggil
perawat

5. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Mengetahui keadaan


b.d agen sejauh mana
pencedera tindakan Observasi
biologis keperawatan nyeri terjadi pada
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, pasien
(D.0077)
selama 3 x 24 jam
durasi, frekuensi, kualitas, 2. Mengetahui skala
diharapkan nyeri yang
tingkat nyeri intensitas nyeri
(L.08066) timbul pada pasien
2. Identifikasi skala nyeri
menurun dengan 3. Membantu
3. Identifikasi respon nyeri non
kriteria hasil : mengevaluasi derajat
- Keluahn nyeri verbal nyeri dan perubahannya
dari skala 1 4. Identifikasi faktor yang 4. Memberikan rasa
nyaman pada
(meningkat) memperberat dan memperingan
pasien dengan
menurun ke nyeri mengurangi faktor
skala 5 5. Identifikasi pengetahuan dan pemicu nyeri
(menurun) keyakinan tentang nyeri 5. Membantu pasien
terhadap memberi
- Meringis dari 6. Identifikasi pengaruh budaya
keberhasilan terapi
skala 1 terhadap respon nyeri
nyeri yang telah
(meningkat) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada diberikan pada

menurun ke kualitas hidup pasien

skala 5 8. Monitor efek samping penggunaan 6. Mengetahui pengaruh


analgetik nyeri pada pasien
(menurun) bagaimana berespon
Terapeutik terhadap nyeri atau
- Gelisah dari berperilaku dalam
1. Berikan teknik non farmakologis berespon terhadap nyeri
skala 1
untuk mengurangi rasa nyeri Nyeri mempengaruhi
(meningkat) pengalaman nyeri dan
(mis.TENS, hipnosis, akupresur, secara seseorang
menurun ke skala beradaptasi dalam
5 terapi musik, biofeedback, terapi berespon terhadap nyeri
(menurun) pijat, aromaterapi, teknik 8. Mengetahui fungsi
analgetik untuk
- Kesulitan tidur imajinasi terbimbing, kompres
menurunkan nyeri dan
dari skala 1 hangat/ dingin, terapi bermain)
Menghentikan
(meningkat) 2. Kontrol lingkungan yang perkembangan bakteri
yang ada didalam tubuh
menurun ke memperberat rasa nyeri (mis.
9. Melakukan tindakan
skala 5 Suhu ruangan, pencahayaan, non farmakologis dapat
mengurangi rasa nyeri
(menurun) kebisingan)
10. Memanajemen
3. Fasilitasi istirahat dan tidur lingkungan supaya
4. Pertimbangkan jenis dan sumber kondisi pasien segera
pulih
nyeri dalam pemilihan strategi
11. Istirahat yang cukup
meredakan nyeri dapat mengurangi nyeri
Edukasi pada pasien
1. Jelaskan penyebab periode, dan 12. Mengetahui
perkembangan nyeri
pemicu nyeri dan menentukan lokasi
intervensi selanjutnya
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
13. Mengetahui
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
keadaan pasien secara
Mandiri umum.

Edukasi 14. Menjelaskan kepada


pasien tentang dampak
1. Anjurkan menggunakan nyeri dan cara
mengatasinya
analgetik secara tepat
6. Mendorong pasien
15. Ajarkan teknik nonfarmakologi melakukan
untuk mengurangi rasa nyeri tindakan mengurangi
Kolaborasi nyeri

1. Kolaborasi pemberian analgetik, 7. Menurunkan rasa


nyeri pada pasien
jika perlu
yang disebabkan oleh
suatu kondisi
medis tertentu.
8.Teknik
nonfarmakologi dapat
mengalihkan perhatian
pasien
sehingga dapat
menurunkan nyeri
9. Pemberian analgetik
untuk menghilangkan
nyeri dan
mempermudah kerj

6. Hipovolemia Setelah dilakukan 1. Untuk mengetahui


b.d tindakan adanya tanda-tanda
kehilangan keperawatan
Manajemen hipovolemia dehidrasi dan mencegah
cairan aktif selama 3x24jam, (I.03116) syok hipovolemi
(D.0025) diharapkan :
2. Untuk
Keseimbangan mengumpulkan dan
Observasi menganalisis data
cairan
pasien untuk mengatur
meningkat  Periksatanda dan gejala keseimbangan cairan
(L.03020) hipovolemia (mis:
membaik dengan 3. Untuk memberikan
kriteria hasil : frekuensi nadi hidrasi cairan tubuh
meningkat, nadi teraba secara parenteral
1. Asupa lemah, tekanan darah
n 4. Asupan cairan oral
menurun, tekanan nadi untuk mempertahankan
cairan menyempit, turgor kulit cairan
dari 2 menurun, membran
fmenja mukosa kering, volume
di 5 urin menurun,
2. Output hematokrit meningkat,
urin haus, lemah)
dari 2  Monitor intake dan
menja output cairan
di 4
3. Memb Terapeutik
rane  Hitung kebutuhan cairan
mukos  Berikan posisi modified
a Trendelenburg
lemba  Berikan asupan cairan
b dari oral
2
menja Edukasi
di 4
 Anjurkan memperbanyak
4. Edema
asupan cairan oral
dari 2
 Anjurkan menghindari
menja
perubahan posisi
di 4
mendadak
5. Dehidr
asi Kolaborasi
dari 2
 Kolaborasi pemberian
menja
di 4 cairan IV isotonis (mis:
6. Tekan NaCL, RL)
 Kolaborasi pemberian
an
darah cairan IV hipotonis
dari 3 (mis: glukosa 2,5%,
menja NaCl 0,4%)
di 5  Kolaborasi pemberian
7. Frekue cairan koloid (albumin,
nsi plasmanate)
nadi  Kolaborasi pemberian
dari 3 produk darah
menja
di 5
8. Kekuat
an
nadi
dari 3
menja
di 5
9. Tekan
an
arteri
rata-
rata
dari 3
menja
di
7. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.09265) 1. mengetahui penyebab
pola tidur b.d tindakan pasien tidak dapat tidur
hambatan keperawatan Observasi
lingkungan selama 3x24jam, 2. membantu pasien
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur untuk meningkatkan
(D.0055)
diharapkan : kualitas tidur agar
2. Identifikasi faktor pengganggu
sesuai jadwal dan
Pola Tidur tidur (fisik atau psikologis) rutinitas tidur selama di
(L.05045) RS
3. Identifikasi makanan dan minuman
membaik dengan
yang mengganggu tidur (mis. kopi,
kriteria hasil : 3. Menambah kualitas
teh, alkohol, makan mendekati waktu
tidur pasien agar sesuai
1. Kemampuan tidur, minum banyak air sebelum dengan kebiasaan saat
beraktivitas dari 2 tidur) dirumah.
menjadi 5
4. Identifikasi obat tidur yang
4. Membantu pasien
2.Keluhan sulit dikonsumsi agar dapat tidur.
tidur sari 2
Terapeutik
menjadi 5 1. Modifikasi lingkungan (mis.
3.Keluah sering 2. pencahayaan, kebisingan, suhu,
terjaga dari 2 matras, dan tempat tidur)
menjadi 5
3. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
4.Keluah tidak
puas tidur dari 2 4. Fasilitasi menghilangkan stress
menjadi 5 sebelum tidur

5. Keluhan pola 5. Tetapkan jadwal tidur rutin


tidur berubah dari
6. Lakukan prosedur untuk
2 menjadi 5
meningkatkan kenyamanan (mis.
6.Keluhan pijat, pengaturan posisi, terapi
istirahat dari 2 akupresur)
menjadi 5
7. Sesuaikan jadwal pemberian obat
atau tindakan untuk menunjang siklus
tidur terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan
atau minuman yang mengganggu
tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis.
psikologis, gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot autogenik
atau cara nonfarmakologi lainnya
DAFTAR PUSTAKA

AA Wiradewi Lestari, dkk. (2021). Diagnosis, Diagnosis Differensial dan


Penatalaksanaan Immunosupresif dan Terapi Sumsum Tulang
pada Pasien Anemia Aplastik. Jurnal Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.
Anggun Dyah Pramita. (2020). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawtan
Pada Klien Dengan Pansitopenia Di Ruang Igd Rumah Akit
Baladhika Husada (Dkt) Jember. Fakultas Keperawatan
Universitas Jember.
Bagheri Z, Labbani-Motlagh Z, Mirjalili M, Karimzadeh I, Khalili H.
(2020). Types and outcomes of cytopenia in critically ill patients. J
Comp Eff Res. 2020 Jun; 9(9):627-637
Chiravuri, S., & Jesus, O.D. (2021). Pancytopenia. StatPearls Publishing.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563146/
Irmawati. (2019). Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus “Asuhan Keperawatan
Pada Tn. Y.B Dengan Pansitopenia Di Ruang Teratai Rsud. Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang”. Politeknik Kesehatan Kemenkes
Kupang Jurusan Keperawatan Program Studi D-Iii Keperawatan.
Tim Pokja SDKI DPP P P N I .   ( 2 0 1 7 ) . Standar Diagnosa
Keperawatan Indonesia Defnisi dan Indikator  Diagnosa
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI D P P   P P N I . ( 2 0 1 7 ) . Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Defnisi dan Tindakan Keperawatan
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI D P P   P P N I .(2017).
Standar Luaran Keperawatan Indonesia Defnisi dan Kriter
ia Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai