Anda di halaman 1dari 15

RESUME KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An “S” DENGAN


GANGGUAN HEMOFILLIA DI RUANG 7A
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun oleh:

RISTA AGUS KURDANI


NPM: 019.02.0997

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MATARAM
2019
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An “S” DENGAN


GANGGUAN HEMOFILLIA DI RUANG 7A
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Telah dibaca dan disetujui pada:


Hari :
Tanggal :

Disusun oleh:

Mahasiswa

Rista Agus Kurdani


NPM: 019.02.0997

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(_____________ __________) (_ )
NIP: NIP:
TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah seseorang


sukar membeku di waktu terjadinya luka. Biasanya darah orang normal bila keluar dari
luka akan membeku dalam waktu 5-7 menit, namun pada orang hemofilia, darah akan
membeku antara 50 menit sampai 2 jam, sehingga menyebabkan orang meninggal dunia
karena kehilangan banyak darah (Suryo, 1986).

Hemofilia adalah kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah yang


abnormal (diathesis hemoragis) yang bersifat herediter akibat defisiensi faktor VIII
koagulasi dan ditandai dengan perdarahan intramuskular dan subkutis spontan/traumatik,
perdarahan dari mulut, gusi, bibir, dan lidah, hematuria dan hemartrosis (Dorland, 1994).

Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius
yang berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya terdapat
pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif (Mansjoer, 2000).

Hemofilia adalah gangguan koagulasi yang bermanisfestasi sebagai episode


perdarahan intermitten yang disebabkan oleh mutasi gen faktor VII atau faktor IX (Price,
2003).

Jadi hemofilia adalah kelainan koagulasi darah yang disebabkan oleh tidak adanya
salah satu faktor pembekuan darah terutama pada faktor VIII, IX atau XI yang hampir
seluruhnya penyakit ini timbul pada laki-laki.

B. Etiologi

1. Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah menurun dari generasi ke
generasi lewat wanita pembawa sifat (carrier) dalam keluarganya, yang bisa secara
langsung maupun tidak. Di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang
kromosom dengan berbagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan
sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan
sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang
menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom
X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus
hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor
VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar
pembeku darah (fibrin) (Price, 2006)

2. Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan
kekurangan faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang
fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktivasi reduksi dapat menurunkan jumlah
protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi
kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif,
fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktivasi faktor
X yang kompleks (”Xase”), sehingga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini
dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktivitas faktor X yang aktif
dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin
mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan
mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka
(Price, 2006).

C. Patofisiologi

Gangguan perdarahan herediter dapat timbul pada defisiensi atau gangguan


fungsional pada faktor pembekuan plasma yang manapun kecuali faktor XII, prekalikrein,
dan kininogen dengan berat molekul tinggi (HMWK). Bila adanya ketiga faktor ini
walaupun PTT mamanjang, tidak akan menyebabkan perdarahan klinis gangguan
perdarahan yang sering dijumpai terkait dengan X-resesif.

Tanpa faktor VIII, jalur koagulasi intrinsik terganggu dan terjadi perdarahan
hebat hanya dari luka kecil atau robekan mikrovaskuler. Perdarahan biasanya terjadi di
persendian dan dapat menimbulkan nyeri hebat serta ketidakmampuan. (Corwin, 2009)

Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada jaringan


yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena gangguan
pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan pada tahap
pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme
pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B.

Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan


pembekuan, di awali ketika seseorang berusia ± 3 bulan atau saat – saat akan mulai
merangkak maka akan terjadi perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan
keluhan-keluhan berikutnya. Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan
berakibat fatal. Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka
pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh) → darah
keluar dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil → Keping darah (trombosit)
akan menutup luka pada pembuluh→Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna→darah tidak berhenti
mengalir keluar pembuluh → perdarahan (normalnya: Faktor-faktor pembeku darah
bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga
darah berhenti mengalir keluar pembuluh)

Mekanisme Pembekuan : Bahan yang turut serta dalam pembekuan dinamakan


faktor pembekuan dan diberi tanda dengan angka romawi I sampai XIII. Faktor-faktor
tersebut adalah faktor I (fibrinogen), II (protrombin), III (tromboplastin), IV (kalsium
dalam bentuk ion), V (prokaelerin, faktor labil), VII (Prokonvertin, faktor stabil), VIII
(AHG=Antihemofilic Globulin), IX (PTC= Plasma Tromboplastin Component, faktor
Christmas), X (Faktor Stuart-Prower), XI (PTA=Plasma Thromboplastin Antecedent),
XII (faktor Hageman), dan XIII (faktor stabilisasi fibrin). Mekanisme pembekuan dibagi
dalam tiga tahap dasar:

1. Tahap Pertama: Pembentukan tromboplastinDimulai dengan pekerjaan trombosit,


terutama TF 3 (faktor trombosit 3) dan faktor pembekuan lain pada permukaan asing
atau pada sentuhan dengan kolagen. Faktor pembekuan tersebut ialah faktor IV, V,
VIII, IX, X, XI, XII kemudian faktor III dan VII.

2. Tahap Kedua: Perubahan protrombin menjadi thrombin. Tahap ini dikatalisasi oleh
tromboplastin, faktor IV, V, VII dan X.

3. Tahap Ketiga: Perubahan fibrinogen menjadi fibrin Tahap ini dikatalisasi trombin,
TF 1 dan TF 2
D. Pathway
E. Manifestasi klinis

Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah adanya
perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan, nyeri, dan
kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak. Hematuria spontan
dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani,
Wiwik, 2008).

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan
terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan
dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan
spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam.
Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya
penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun.
Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut,
pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di
dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) dalam


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling sering ditemukan
(85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki,
bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami hemartrosis
dibandingkan dengan sendi peluru karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar
dan menyudut pada saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru
lebih mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.

Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar, khususnya pada
otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah. Hematoma
ini sering menyebabkan kehilangan darah yang nayata. Pendarahan intracranial bisaterjadi
secara spontan atau trauma yang menyebabkan kematian. Retriperitoneal dan
retrofaringeal yang membhayakan jalan nafas dan mengancam kehidupan.Kulit mudah
memar, Perdarahan memanjang akibat luka, Hematuria spontan, Epiktasis, Hemartrosis
(perdarahan pada persendian menyebabkannyeri, pembengkakan, dan keterbatasan gerak,
Perdarahan jaringan lunak. Pembengkakan, keterbatasan gerak, nyeri dan kelainan
degenerative pada persendian yang lama kelamaan dapat mengakibatkan kecacatan (Aru
et al, 2010).

F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial Tromboplastin


Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT memanjang, memberi
kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas satu atau lebih factor
koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan perdarahan
yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif
terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a. Jumlah trombosit
b. Masa protombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional factor VIII dan IX

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada klien ini adalah sebagai berikut:

1. Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan aktif
atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan.
2. Penggantian faktor VIII. Faktor VIII mungkin dari konsentrat plasma beku yang
didonasi dari ayah anak yang terkena atau mungkin dihasilkan dari teknik antibodi
monoklonal. Ekstrak plasma faktor VIII dari donor multipel tidak lagi digunakan
karena resiko penyebaran infeksi virus seperti HIV, Hepatitis B, dan hepatitis C
(Corwin, 2009).
3. Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang dimulai pada
usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami defisiensi berat untuk
mencegah penyakit sendi kronis.
4. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM. Aspirin adalah obat antikoagulan
selain itu pemberian obat melalui suntikan memperbesar resiko perdarahan.
5. Perawatan terhadap pasien dengan hemofilia harus selalu waspada jangan sampai
pasien terjatuh/terbentur, atau bila selesai menyuntik dan mengambil darah bekas
jarum harus ditekan lebih lama. Jika tidak segera berhenti dipasang pembalut penekan
atau ditindih dengan eskap. Jika terpaksa memasang kateter urine atau pipa lambung
harus hati-hati sekali. Perhatikan sesudah beberapa saat apakah terlihat perdarahan
(Ngastiyah; 2005).

Terapi Suportif yang Diberikan Pada Klien dengan Hemofilia

1. Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor antihemofilia


yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
2. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
3. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%.
4. Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama
seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
5. Kortikosteroid; pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis.
Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang menggangu aktivitas harian
serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
6. Analgetika; Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri
hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit
(harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan).
7. Terapi Pengganti Faktor pembekuan
8. Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari
kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas
normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor antihemofilia
(AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
9. Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan
memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah
yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian
biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik,
serta khususnya selama fisioterapi.

Health Education

1. Orang tua pasien perlu dijelaskan bahawa anaknya menderita penyakit darah sukar
membeku, jika sampai terluka atau terbentur/terjatuh dapat terjadi perdarahan di
dalam tubuh. Oleh karena itu orang tua diharapkan agar waspada terhadap anaknnya.
2. Bila anak sudah sekolah sebaiknya gurunya juga diberitahu bahawa anak itu
menderita hemofilia. Bila perlu diberikan label seperti gelang sehingga bila anak
tersebut mengalami perdarahan segera mendapat pertolongan.
3. Selama masa awal kehidupan, tempat tidur dan mainan harus diberi bantalan, anak
harus diamati seksama selama belajar berjalan (Ngastiyah; 2005).

H. Komplikasi

Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B diantaranya :

1. Pendarahan dengan menurunnya perfusi.


2. Dapat terjadi perdarahan intrakranium.
3. Timbulnya Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai
benda asing yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsetrat faktor diberikan
tubuh akan melawan dan akan menghilangnya. Suatu inhibitor terjadi jika sistem
kekebalan tubuh melihat konsetrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan
menghancurkanya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsetrat
faktor, reaksi penolakkan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskan. Ini berarti
konsetrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pendarahan.
4. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang
didalam dan disekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat di sebabkan oleh
satu kali pendarahan yang berat ( Hemarthrosis ).
5. Infeksi yang ditularkan oleh darah Misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C
yang ditularkan melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
I. Konsep Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Pengkajian data dasar


1) Tanyakan kepada keluarga mengenai riwayat keluarga dengan kelainan
perdarahan.
2) Tanyakan kepada keluarga tentang perdarahan yang tidak seperti biasanya,
manifestasi hemofilia meliputi perdarahan lambat dan menetap setelah
terpotong atau trauma kecil, perdarahan spontan dan petekie tidak terjadi pada
hemofilia. Penyakit didiagnosis awal pada bayi baru lahir, bila perdarahan
lama menetap terjadi setelah sirkumsisi.
3) Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan perdarahan selama periode eksaserbasi:
a) Pembentukan hematoma (subkutan atau intramuskular).
b) Neuropati perifer karena kompresi saraf perifer dan hemoragi
intramuskular.
c) Hemoragi intracranial: sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan
pada tingkat kesadaran, peningkatan TD dan penurunan frekuensi nadi,
serta ketidaksamaan pupil.
d) Hematrosis/perdarahan pada sendi.
e) Hematuria.
f) Epitaksis.

b. Pengkajian pola fungsi kesehatan


1) Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas.
Tanda : kelemahan otot.
2) Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : kulit dan membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/tanda
perdarahan serebral.
3) Eliminasi
Gejala : hematuria.
4) Integritas Ego
Gejala : perasaan tak ada harapan, tak berdaya.
Tanda : depresi menarik diri, ansietas.
5) Nutrisi
Gejala : anoreksia, penurunan BB.
6) Nyeri
Gejala : nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot.
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
7) Keamanan
Gejala : riwayat trauma ringan, perdarahan spontan
Tanda : hematoma
2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut b.d perdarahan sendi dan kekauan ekstremitas akibat adanya hematom
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
c. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen ditandai dengan perubahan karakteristik kulit, warna kulit pucat, dan
kelemahan
3. Intervensi

Diagnosa keperawatan
No SLKI SIKI
(SDKI)
1. Nyeri akut berhubungan Tujuan: Setelah diberikan Manajemen nyeri
dengan perdarahan sendi dan asuhan keperawatan, Observasi
kekauan ekstremitas akibat diharapkan nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi,
adanya hematom dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
Ditandai dengan: 1. Keluhan nyeri menurun nyeri.
1. mengeluh nyeri, 2. Tampak meringis 2. Identifikasi skala nyeri
2. tampak meringis menurun 3. Identifikasi respons nyeri
3. bersikap protektif (mis. 3. Sikap protektif menurun non verbal
waspada, menghin dari 4. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
nyeri), 5. Kesulitan tidur menurun memperberat dan
4. gelisah, 6. Frekuensi nadi memperingan nyeri
5. frekuensi nadi membaik 5. Identifikasi pengaruh budaya
meningkat, 7. Tekanan darah terhadap respon nyeri
6. sulit tidur, membaik 6. Identifikasi pengaruh nyeri
7. tekanan darah meningkat 8. Pola napas membaik pada kualitas hidup
8. pola napas berubah 7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang suda
diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik
9. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemelihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
13. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
14. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
15. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
16. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. Ajarkan teknis
nonfarmakologi untuk
meredakan nyeri.

Kolaborasi
18. Kolaborasi pemberian
analgetik,
19. Pemberian konsentrat factor
VIII dan IX
20. Asam tranexamic
2. Gangguan pertukaran gas Tujuan: Setelah diberikan Pemantauan respirasi
berhubungan dengan asuhan keperawatan, 1. Monitor frekuensi irama,
Ketidakseimbangan diharapkan pertukaran gas kedalaman dan upaya napas
ventilasi-perfusi pasien meningkat 2. Monitor pola napas
3. Moitor adanya produksi
Ditandai dengan: kriteria hasil: spuntum
1. Dyspnea, 4. Atur interval pemantauan
2. PCO2 menurun, 1. Tidak ada dyspnea respirasi sesuai kondisi klien
3. PO2 menurun, 2. PCO2 meningkat 5. Dokumentasikan hasil
4. takikardia, 3. PO2 normal Pemantauan
5. pH arteri 4. Tidak ada takikardia 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
6. meningkat, 5. pH arteri menurun pemantauan
7. adanya bunyi napas 6. Airway clear 7. Informasikan hasil
tambahan, 7. Tidak pusing Pemantauan
8. pusing, 8. Penglihatan tidak Kabur Terapi oksigen
9. penglihatan kabur 9. Tidak ada sianosis 8. Monitor kecepatan aliran
10. sianosis, 10. Tidak ada Diaforesis oksigen
11. diaforesis, 11. Tidak gelisah 9. Monitor posisi alat terapi
12. gelisah, 12. Tidak terjadi napas oksigen
13. napas cuping hidung, cuping hidung 10. Monitor efektifitas terapi
14. pola napas abnormal 13. Warna kulit tidak Pucat oksigen
15. warna kulit pucat 14. Kesadaran 11. Bersihkan secret pada mulut
16. kesadaran Menurun composmentis hidung dan trakea
12. Pertahankan kepatenan jalan
napas
13. Kalaborasi penentuan dosis
oksigen
14. Kalaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas/ tidur
Dukungan ventilasi
15. Identifikasi adanya kelelahan
otot bantu napas
16. Identifikasi efek perubahan
posisi terhadap status
pernapasan
17. Monitor status respirasi dan
oksigenasi
18. Pertahankan kepatenan jalan
napas
19. Berikan posisi semi fowler
20. Ajarkan melakukan tehnik
relaksasi napas dalam.

3. Perfusi jaringan perifer tidak Tujuan: Setelah diberikan Perawatan sirkulasi


efektif berhubungan dengan asuhan keperawatan, 1. Awasi tanda tanda vital,
kerusakan transportasi diharapkan perfusi jaringan pengisian kapiler, wama
oksigen ditandai dengan meningkat kulit, membran mukosa,
perubahan karakteristik dasar kuku.
kulit, warna kulit pucat, dan kriteria hasil: 2. Catat keluhan rasa dingin,
kelemahan. pertahankan suhu lingkungan
1. Tanda vital stabil dan tubuh hangat sesuai
2. Membran mukosa indikasi.
warna merah muda 3. Awasi pemeriksaan
3. Pengisian kapiler baik laboratorium misalnya Hb/Ht
4. Haluaran urin adekuat dan jumlah SDM dan GDA.
5. Status mental normal 4. Kelola pemberian darah
lengkap/packed, produk
darah sesuai indikasi. Awasi
ketat untuk komplikasi
transfusi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
2. Doenges, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta: EGC.
3. Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
4. Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4.
Jakarta: EGC.
5. Suryo. 1986. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
6. PPNI (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: Definisi dan indicator
diagnostic, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
7. PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
8. PPNI (2019). Standar intervensi keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai