Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PERTUSIS

Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Oleh Kelompok II

Ana Lirung Luhau NIM A1911144011055


Jufriani Kamasi Herman NIM A1911144011067
Suhardi NIMA1911144011079

Dosen Pembimbing

M. Norsanah, S.Kep., M.Kes.

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

STIKES DIRGAHAYU SAMARINDA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum


ditemukannya vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis
cukup tinggi. Ternyata 80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah
terserang penyakit pertusis, sedangkan untuk orang dewasa sekitar 20% dari
jumlah penduduk total.
Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi
maka mortalitas dan morbiditas penyakit ini mulai menurun. Namun demikian
penyakit ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan terutama
mengenai bayi-bayi dibawah umur.
Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memiliki kekebalan.
Penyakit ini mudah menyebar ketika si penderita batuk. Sekali seseorang
terinfeksi pertusis maka orang tersebut kebal terhadap penyakit untuk
beberapa tahun tetapi tidak seumur hidup, kadang-kadang kembali terinfeksi
beberapa tahun kemudian. Pada saat ini vaksin pertusis tidak dianjurkan bagi
orang dewasa. Walaupun orang dewas sering sebagai penyebab pertusis pada
anak-anak, mungkin vaksin orang dewasa dianjurkan untuk masa depan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan memahami asuhan keperawatan anak dengan
Pertusis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa keperawatan memahami pengertian Pertusis.
b. Mahasiswa keperawatan memahami Etiologi / Faktor Risiko Pertusis.
c. Mahasiswa keperawatan memahami Patofisiologi Pertusis.
d. Mahasiswa keperawatan memahami Pathway Pertusis.

1
e. Mahasiswa keperawatan memahami Manifestasi Klinik Pertusis.
f. Mahasiswa keperawatan memahami Pemeriksaan Penunjang Pertusis.
g. Mahasiswa keperawatan memahami Penatalaksanaan Medis Pertusis.
h. Mahasiswa keperawatan memahami Komplikasi Pertusis.
i. Mahasiswa keperawatan memahami Konsep Asuhan Keperawatan
Pertusis mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

2
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian

Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh


bakteri Bordetella pertusis. Nama lain penyakit ini adalah tussis quinta,
whooping cough, batuk rejan, batuk 100 hari. (Arif Mansjoer, 2000)
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang
saluran nafas yang menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi-
tubi, berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali, 2003)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang
sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk
yang bersifat spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi.
(Rampengan, 1993)
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai
setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak.
(Behrman, 1992)
Batuk adalah gejala khas  dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn
batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara
di dalam paru-paru terbuang keluar. Akibatnya saat napas berikutnya
pasien pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat,
suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur
kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak
terdengar. Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-
muntah dan penderita sangat kelelahan setelah serangan batuk.

3
2. Etiologi / Faktor Risiko
Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan
Gengou, kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat
dikembangkan dalam media buatan. Genus Bordetella mempunyai
beberapa spesies yaitu Bordetella pertusis, Bordetella Parapertusis,
Boredetella Bronkiseptika, dan Bordetella Avium.
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri
gram negatif, tidak  bergerak,  dan ditemukan  dengan  melakukan  swab 
pada  daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou.
(Arif Mansjoer, 2000).

Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain :


a. Berbentuk batang (coccobacilus).
b. Tidak dapat bergerak.
c. Bersifat gram negatif.
d. Ukuran panjang 0,5-1 um dan diameter 0,2-0,3 um.
e. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
f. Mati pada suhu  55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º-
10ºC).
g. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar
metakromatik.
h. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi
resisten terhdap penicillin.
i. Menghasilkan 2 macam toksin, yaitu: toksin tidak tahan panas (Heat
Labile Toxin) dan endotoksin (lipopolisakarida).
j. Melekat ke epitel pernafasan melalui hemaglutinasi filamentosa  dan
adhesin yang dinamakan pertaktin.
k. Menghasilkan beberapa antigen , antara lain : Toksin Pertusis (PT),
Filamentous hemagglutinin (FHA), Pertactine 69-kDa OM,
Aglutinogen fimbriae, Adenylcyclase, Endotoksin (pertusis
lipopolysaccharide), Tracheal cytotoxin.

4
3. Patofisiologi

Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara


pernafasan kemudian melekat pada silia epitel saluran pernafasan.
Mekanisme pathogenesis infeksi oleh Bordetella pertusis terjadi melalui
empat tingkatan yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme
pertahanan pejamu, kerusakan local dan akhirnya timbul penyakit
sistemik. Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan
Bordetella pertusis pada silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella
pertusis, kemudian bermultiplikasi dan menyebar ke seluruh permukaan
epitel saluran nafas. Proses ini tidak invasif oleh karena pada pertusis tidak
terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Bordetella pertusis, maka akan
menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal
dengan whooping cough.
Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan
karena pertusis toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan
B. Toksin sub unit B selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target
kemudian menghasilkan sub unit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim
membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke
daerah infeksi.
Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek
mengatur sintesis protein dalam membrane sitoplasma, berakibat terjadi
perubahan fungsi fisiologis dari sel target termasuk lifosit (menjadi lemah
dan mati), meningkatkan pengeluaran histamine dan serotonin, efek
memblokir beta adrenergic dan meningkatkan aktifitas insulin, sehingga
akan menurunkn konsentrasi gula darah.
Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia
jaringan limfoid peribronkial dan meningkatkan jumlah mukos pada
permukaan silia, maka fungsi silia sebagai pembersih terganggu, sehingga
mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh Streptococcus pneumonia,
H. influenzae dan Staphylococcus aureus). Penumpukan mucus akan

5
menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.
Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenasi
pada saat ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat
perbedaan pendapat mengenai kerusakan susunan saraf pusat, apakah
akibat pengaruh langsung toksin ataukah sekunder sebagai akibat anoksia.
Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak
apabila sel mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa
kurangnya efek antibiotic terhadap proses penyakit. Namun terkadang
Bordetella pertusis hanya menyebabkan infeksi yang ringan, karena tidak
menghasilkan toksin pertusis.
Cara penularan pertusis, melalui:
a. Droplet infection
b. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
c. Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui
percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin.
d. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang
dicemari kuman-kuman penyakit tersebut.

6
4. Pathway

Bordetella pertusis

Inhalasi droplet

Reaksi antigen-antibodi

Peradangan paru Hipertermi

Tuberkel pecah Peningkatan Peningkatan


produksi sekret aktifitas seluler

Eksudasi
Akumulasi sekret Kurang nafsu
makan
Fibrosis jaringan
paru Asupan nutrisi
kurang

Iskemia jaringan
paru Obstruksi Bersihan
jalan jalan nafas
nafas tidak
efektif
Merangsang
reseptor syaraf
untuk
mengeluarkan Penurunan berat
neurotransmiter badan
bradikinin,
serotonin dan Batuk sesak
histamin

Pola nafas tidak Defisit nutrisi


Nyeri akut efektif

7
5. Manifestasi Klinik
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006), periode inkubasi pertusis berkisar
antara 3-12 hari. Pertussis merupakan penyakit 6 minggu (a 6-week
disease) yang dibagi menjadi: stadium catarrhal, paroxysmal, dan
convalescent.
a. Stadium I
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga
catarrhal phase, stadium kataralis, stadium prodromal, stadium pre-
paroksismal. Stadium ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi saluran
pernafasan bagian atas dengan common cold, kongesti nasal, rinorea,
dan bersin, dapat disertai dengan sedikit demam (low-grade fever),
tearing, dan conjunctival suffusion.
Pada stadium ini, pasien sangat infeksius (menular) namun pertusis
dapat tetap menular selama tiga minggu atau lebih setelah onset batuk.

Menurut Rampengan (2008), masa inkubasi pertusis 6-10 hari (rata-


rata 7 hari), perjalanan penyakitnya berlangsung antara 6-8 minggu
atau lebih. Adapun manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
1) Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu dengan
timbulnya rinore dengan lendir yang cair dan jernih.
2) Infeksi konjungtiva, lakrimasi.
3) Batuk dan panas yang ringan.
Batuk yang timbul mula-mula pada malam hari, lalu siang hari, dan
menjadi semakin hebat. Sekret banyak, menjadi kental dan lengket.
Pada bayi, lendir mukoid sehingga menyebabkan obstruksi jalan
nafas, dimana bayi terlihat sakit berat dan iritabel
4) Kongesti nasalis
5) Anoreksia
b. Stadium II
Stadium ini berlangsung 2-4 minggu atau lebih. Stadium ini disebut
juga paroxysmal phase, stadium akut paroksismal, stadium

8
paroksismal, stadium spasmodik. Penderita pada stadium ini disertai
batuk berat yang tiba-tiba dan tak terkontrol (paroxysms of intense
coughing) yang berlangsung selama beberapa menit. Bayi yang berusia
kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas namun dapat
disertai episode apnea (henti nafas sementara) dan berisiko kelelahan
(exhaustion).
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
1) Whoop (batuk yang berbunyi nyaring), sering terdengar pada saat
penderita menarik nafas di akhir serangan batuk.
2) Batuk 5-10 kali, selama batuk anak tidak dapat bernafas, dan di akhir
serangan batuk anak menarik nafas dengan cepat dan dalam sehingga
terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
3) Selama serangan (batuk), muka penderita menjadi merah atau
sianosis, mata tampak menonjol, lidah menjulur keluar, dan gelisah.
Juga tampak pelebaran pembuluh darah yang jelas di kepala dan leher,
petekie di wajah, perdarahan subkonjungtiva dan sclera, bahkan
ulserasi frenulum lidah.
4) Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan lendir kental.
5) Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin menghebat
c. Stadium III
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga stadium
konvalesens.
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006) dan Garna H., et.al. (2005), pada
stadium konvalesens, batuk dan muntah menurun. Namun batuk yang
terjadi merupakan batuk kronis yang dapat berlangsung selama
berminggu-minggu. Dapat terjadi petekie pada kepala/leher,
perdarahan konjungtiva, dapat terjadi ronki difus.

Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini


adalah:
1) Whoop dan muntah berhenti.

9
2) Batuk biasanya masih menetap dan segera menghilang setelah 2-3
minggu.
3) Beberapa penderita akan timbul serangan batuk paroksismal
kembali    dengan whoop dan muntah-muntah. Episode ini terjadi
berulang dalam beberapa bulan bahkan hingga satu atau dua tahun,
dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran nafas bagian atas
yang berulang.

6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnose pertusis yaitu :
a. Pemeriksaan sputum
b. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis
c. ELISA
Elisa dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum
terhadap “filamentous hemoaglutinin (FHA)” dan toksin pertussis
(TP). nilai IgM-FHA dan IgM-TP serum tidak bernilai dalam
penentuan seropositif oleh karena menggambarkan respon imun primer
dan dapat disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi. IgG langsung
terhadap toksin pertussis merupakan test yang paling sensitif dan
spesifik untuk infeksi akut. IgA-FHA dan IgA-TP kurang sensitif
daripada IgG-TP tetapi sangat spesifik untuk infeksi natural dan tidak
terlihat sesudah imunisasi pertussis.
d. Leukositosis (15.000-100.000/mm3) dengan limfositosis absolut
selama stadium 1 (catarrhal) dan stadium 2 (paroxysmal).
e. Didapatkan antibodi (IgG terhadap toksin pertusis)
f. Diagnosis pasti dengan ditemukannya organisme Bordetella pertussis
pada apus nasofaring posterior (bahan media Bordet-Gengou).
g. Polymerase chain reaction (PCR) assay memiliki keuntungan
sensitivitasnya lebih tinggi daripada kultur pertusis konvensional.

10
h. Foto toraks
Infiltrat perihiler (perihilar infiltrates), edema (atau mild interstitial
edema) dengan berbagai tingkat atelektasis yang bervariasi, mild
peribronchial cuffing, atau empiema. Konsolidasi (consolidation)
merupakan indikasi adanya infeksi bakteri sekunder atau pertussis
pneumonia (jarang). Adakalanya pneumothorax, pneumomediastinum,
atau udara di jaringan yang lunak dapat terlihat.
Radiography tidak diindikasikan pada pasien dengan tanda-tanda vital
(vital signs) yang normal. Vital signs ini meliputi: tekanan darah, nadi,
heart rate, respiration rate, dan suhu tubuh.
7. Penatalaksanaan
Guinto-Ocampo (2006) mengusulkan penatalaksanaan pertusis sebagai
berikut :
a. Antibiotik
1) Erytromycin
2) Azitromycin
3) Clarithromycin
4) Trimethoprin-sulfamethoxazole
b. Vaksin
Imunisasi aktif meningkatkan kekuatan melawan (resistance) infeksi.
Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang
bertindak sebagai antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi
antibodi dengan specific protective properties.
Semua anak berusia kurang dari 7 tahun haruslah menerima vaksin
pertusis. Di Amerika Serikat, vaksin pertusis acellular
direkomendasikan dan biasanya dikombinasikan dengan diphtheria
and tetanus toxoids (DTaP).

11
8. Komplikasi
a. Sistem Pernafasan
Dapat terjadi bronkhitis, bronchopneumonia, atelektasis yang
disebabkan   sumbatan   mukus,   emfisema,   bronkietaksis, dan
tuberculosis yang sudah ada menjadi bertambah berat.
b. Sistem pencernakan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasis (anak
menjadi kurus sekali), prolapsus rectum atau hernia yang mungkin
timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung
lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan
batuk, juga stomatitis.
c. Sistem persyarafan
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat
muntah-muntah, kadang-kadang terdapat kongesti dan edema pada
otak, mungkin pula terjadi perdarahan otak.
d. Lain-lain
Dapat terjadi perdarahan seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan
subkonjungtiva. Dapat pula terjadi otitis media.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Konsep Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Keluhan utama
Batuk rejan atau batuk terus menerus.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengalami batuk keras yang terus-menerus, berat badan
menurun, mual/muntah, tidak selera makan, nyeri tenggorokan.
2) Riwayar kesehatan sebelum sakit
Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.

12
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit menular.
d. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari
1) Pola nafas
Sebelum sakit normal, saat dikaji terasa sedikit sesak karena
diselingi batuk.
2) Nutrisi
Sebelum sakit normal, saat dikaji hanya menghabiskan separuh
dari biasanya.
3) Eleminasi
Sebelum sakit dan saat dikaji normal.
4) Pola istirahat tidur
Sebelum sakit tidur normal, saat dikaji ibu pasien mengatakan
istirahat sering terganggu karena batuk.
5) Pola aktivitas
Sebelum sakit normal, saat dikaji malas melakukan aktivitas.
6) Personal hygiene
Sebelum sakit dan saat dikaji normal.
7) Komunikasi
Sebelum sakit pasien aktiv bermain bersama temannya, saat sakit
menjadi lebih diam.
e. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Kepala dan leher
3) Thorak
4) Abdomen
5) Ekstremitas

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.

13
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
(nyeri).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).

14
3. Konsep Perencanaan

Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis bersihan jalan nafas tidak efektif

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas
nafas tidak efektif keperawatan Observaasi
berhubungan selama ................................jam, 1 Monitor pola nafas
dengan sekresi maka Bersihan Jalan Nafas 2 Monitor bunyi nafas
yang tertahan. Meningkat dengan kriteria hasil : 3 Monitor sputum
Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Batuk 4 Pertahankan kepatenan jalan nafas
efektif 5 Posisikan semi-Fouler atau Fowler
Keterangan : 6 Berikan minum hangat
1= menurun 7 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
2= cukup menurun 8 Berikan oksigen, bila perlu
3= sedang Edukasi
4= cukup meningkat 9 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
5= meningkat tidak kontraindikasi
Indikator 1 2 3 4 5 10 Ajarkan teknik batuk efektif
Produksi Kolaborasi
sputum 11 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
Ronkhi ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Wheezing
Dispnea

15
Ortopnea
Sulit bicara
Sianosis
Gelisah
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun
Indikator 1 2 3 4 5
Prekuensi
nafas
Pola nafas
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

16
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis pola nafas tidak efektif

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan nafas
efektif keperawatan Observaasi
berhubungan selama ................................jam, 1 Monitor pola nafas
dengan hambatan maka Pola Nafas Membaik dengan 2 Monitor bunyi nafas
upaya nafas (nyeri) kriteria hasil : 3 Monitor sputum
Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
Dispnea 4 Pertahankan kepatenan jalan nafas
Penggunaan 5 Posisikan semi-Fouler atau Fowler
otot bantu 6 Berikan minum hangat
nafas 7 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Pemanjangan 8 Berikan oksigen, bila perlu
fase ekspirasi Edukasi
Ortopnea 9 Anjurkan perbanyak asupan cairan, jika
Pernafasan tidak kontraindikasi
pursed-lip 10 Ajarkan teknik batuk efektif
Pernafasan Kolaborasi
cuping 11 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
hidung ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun

17
5= menurun
Indikator 1 2 3 4 5
Frekuensi
nafas
Kedalaman
nafas
Ekskursi dada
Ventilasi
semenit
Kapasitas
vital
Diameter
thoraks
anterior-
posterior
Tekanan
ekspirasi
Tekanan
Inspirasi
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

18
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis defisit nutrisi

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi
berhubungan keperawatan Observasi
dengan kurangnya selama ................................jam, 1 Identifikasi status nutrisi.
asupan makanan. maka Status Nutrisi Membaik 2 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
dengan kriteria hasil : 3 Identifikasi makanan yang disukai.
4 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Indikator 1 2 3 4 5 nutrien.
Porsi 5 Identifikasi perlunya penggunaan selang
makanan nasogastrik.
yang 6 Monitor asupan makanan.
dihabiskan 7 Monitor berat badab.
Kekuatan otot 8 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
mengunyah Terapeutik
Kekuatan otot 9 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
menelan perlu.
Serum 10 Fasilitasi menentukan pedoman diet.
albumin 11 Sajikan makanan secara menarik dan suhu
Perbalisasi yang sesuai.
keinginan 12 Berikan makanan tinggi serat untuk
untuk mencegah konstipasi.
meningkatkan 13 Berikan makanan tinggi kalori tinggi
nutrisi 14 protein.
Pengetahuan 15 Berikan suplemen makanan, jika perlu.

19
tentang Hentikan pemberian makan melalui selang
pemilihan nasogastrik jika asupan oral dapat
makanan ditoleransi.
yang sehat 16 Edukasi
Pengetahuan 17 Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
tentang Ajarkan diet yang diprogramkan.
pemilihan 18 Kolaborasi
minuman Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
yang sehat 19 makan, jika perlu.
Pengetahuan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tentang menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
standar yang dibutuhkan, jika perlu.
asupan nutrisi
yang tepat
Sikap
terhadap
makanan/
minuman
sesuai dengan
tujuan
kesehatan
Keterangan :
1= menurun
2= cukup menurun
3= sedang
4= cukup meningkat
5= meningkat

20
Indikator 1 2 3 4 5
Perasaan
cepat
kenyang
Nyeri
abdomen
Sariawan
Rambut
rontok
diare
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun

Indikator 1 2 3 4 5
Berat badan
Indeks masa
tubuh (IMT)
Frekuensi
makan
Nafsu makan
Bising usus
Tebal lipatan
kulit trisep
Keterangan

21
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis nyeri akut

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan Observasi
dengan agen selama ................................jam, 1 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera maka Tingkat Nyeri Menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
fisiologis. dengan kriteria hasil : 2 Identifikasi skala nyeri.
3 Identifikasi respon nyeri non verbal.
Indikator 1 2 3 4 5 4 Identifikasi faktor yang memperberat dan
Kemampuan memperingan nyeri.
menuntaskan 5 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
aktifitas tentang nyeri.
Keterangan : 6 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
1= menurun respon nyeri. Identifikasi pengaruh nyeri
2= cukup menurun terhadap kualitas hidup.
3= sedang 7 Monitor keberhasilan terapi komplementer

22
4= cukup meningkat yang sudah diberikan.
5= meningkat 8 Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
Indikator 1 2 3 4 5 9 Terapeutik
Keluhan Berikan teknik non farmakologis untuk
nyeri 10 mengurangi rasa nyeri.
Meringis Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Sikap 11 nyeri.
protektif 12 Fasilitasi istirahat dan tidur.
Gelisah Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Kesulitan dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.
tidur 13 Edukasi
Menarik diri Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
Berfokus 14 nyeri.
pada diri 15 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
sendiri 16 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Diaforesis 17 Anjurkan penggunaan analgetik secara
Perasaan tepat.
depresi Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
Perasaan 18 mengurangi rasa nyeri.
takut Kolaborasi
mengalami Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
cedera
berulang
Ketegangan
otot
Keterangan
1= meningkat

23
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun

Indikator 1 2 3 4 5
Frekuensi
nadi
Pola nafas
Tekanan
darah
Proses
berpikir
Fokus
Perilaku
Pola tidu
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik

24
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis hipertermi

Hari/ Diagnosa Rencana Tindakan Nama


Tujuan Keperawatan
Tanggal Keperawatan No Tindakan & Ttd
Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermi
berhubungan keperawatan Observasi
dengan proses selama ................................jam, 1 Identifikasipenyebab hipertermi.
penyakit (infeksi). maka Termo Regulasi Membaik 2 Monitor suhu tubuh.
dengan kriteria hasil : 3 Monitor kadar elektrolit.
4 Monitor haluaran urin.
Indikator 1 2 3 4 5 5 Monitor komplikasi akibat hipertermi.
Suhu tubuh Terapeutik
Suhu kulit 6 Sediakan lingkungan yang dingin.
Pengisian 7 Longgarkan atau lepaskan pakaian.
kapiler 8 Basahi dan kipasi permukaan tubuh.
Ventilasi 9 Berikan cairan oral.
Keterangan : 10 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
1= memburuk mengalami hiperhidrasi.
2= cukup memburuk 11 Lakukan pendinginan eksternal.
3= sedang 12 Berikan oksigen, jika perlu.
4= cukup membaik Edukasi
5= membaik 13 Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi
14 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit,
jika perlu.

25
4. Konsep Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.
5. Konsep Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien Pertusis disesuaikan dengan criteria
hasil yang telah ditentukan pada intervensi.

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah
sebagai berikut :
1. Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Bordotella pertusis.
2. Pertusis dapat mengenai semua golongan umurdan terbanyak mengenai
anak 1-5 tahun Tiga tahapan dari penyakit pertusis adalah tahap kataralis,
paroksimal dan konvelesensi.
3. Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah
menjaga kebersihan jalan napas agar terbebas dari bakteri pertusis.
B. Saran
Begitu berbahayanya pertusis maka di sarankan kepada profesional di bidang
keperawatan untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya tentang pertusis dan perlu kecermatan dan ketelitian dalam
melakukan asuhan keperawatan. Dengan efektifnya vaksinasi terhadap
penyakit pertusis, maka perlu ditingkatkan promker tentang manfaat vaksinasi
atau imunisasi sehingga akan meningkatkan cakupan keberhasilan program
imunisasi yang menjadi program unggulan pemerintah.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et al. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th


edition. 2013
Hadinegoro Sri Rejeki.(2011). Panduan Imunisasi Anak Edisi. Jakarta : IKD

Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,  Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Ranuh IGN.,dkk (2008). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Ketiga. Satgas
Imunisasi – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Staf  Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta:Info Medika

28

Anda mungkin juga menyukai