Oleh Kelompok II
Dosen Pembimbing
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
e. Mahasiswa keperawatan memahami Manifestasi Klinik Pertusis.
f. Mahasiswa keperawatan memahami Pemeriksaan Penunjang Pertusis.
g. Mahasiswa keperawatan memahami Penatalaksanaan Medis Pertusis.
h. Mahasiswa keperawatan memahami Komplikasi Pertusis.
i. Mahasiswa keperawatan memahami Konsep Asuhan Keperawatan
Pertusis mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
2
BAB II
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
3
2. Etiologi / Faktor Risiko
Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan
Gengou, kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat
dikembangkan dalam media buatan. Genus Bordetella mempunyai
beberapa spesies yaitu Bordetella pertusis, Bordetella Parapertusis,
Boredetella Bronkiseptika, dan Bordetella Avium.
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri
gram negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab
pada daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou.
(Arif Mansjoer, 2000).
4
3. Patofisiologi
5
menimbulkan plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.
Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenasi
pada saat ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat
perbedaan pendapat mengenai kerusakan susunan saraf pusat, apakah
akibat pengaruh langsung toksin ataukah sekunder sebagai akibat anoksia.
Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak
apabila sel mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa
kurangnya efek antibiotic terhadap proses penyakit. Namun terkadang
Bordetella pertusis hanya menyebabkan infeksi yang ringan, karena tidak
menghasilkan toksin pertusis.
Cara penularan pertusis, melalui:
a. Droplet infection
b. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
c. Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui
percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin.
d. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang
dicemari kuman-kuman penyakit tersebut.
6
4. Pathway
Bordetella pertusis
Inhalasi droplet
Reaksi antigen-antibodi
Eksudasi
Akumulasi sekret Kurang nafsu
makan
Fibrosis jaringan
paru Asupan nutrisi
kurang
Iskemia jaringan
paru Obstruksi Bersihan
jalan jalan nafas
nafas tidak
efektif
Merangsang
reseptor syaraf
untuk
mengeluarkan Penurunan berat
neurotransmiter badan
bradikinin,
serotonin dan Batuk sesak
histamin
7
5. Manifestasi Klinik
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006), periode inkubasi pertusis berkisar
antara 3-12 hari. Pertussis merupakan penyakit 6 minggu (a 6-week
disease) yang dibagi menjadi: stadium catarrhal, paroxysmal, dan
convalescent.
a. Stadium I
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga
catarrhal phase, stadium kataralis, stadium prodromal, stadium pre-
paroksismal. Stadium ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi saluran
pernafasan bagian atas dengan common cold, kongesti nasal, rinorea,
dan bersin, dapat disertai dengan sedikit demam (low-grade fever),
tearing, dan conjunctival suffusion.
Pada stadium ini, pasien sangat infeksius (menular) namun pertusis
dapat tetap menular selama tiga minggu atau lebih setelah onset batuk.
8
paroksismal, stadium spasmodik. Penderita pada stadium ini disertai
batuk berat yang tiba-tiba dan tak terkontrol (paroxysms of intense
coughing) yang berlangsung selama beberapa menit. Bayi yang berusia
kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas namun dapat
disertai episode apnea (henti nafas sementara) dan berisiko kelelahan
(exhaustion).
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
1) Whoop (batuk yang berbunyi nyaring), sering terdengar pada saat
penderita menarik nafas di akhir serangan batuk.
2) Batuk 5-10 kali, selama batuk anak tidak dapat bernafas, dan di akhir
serangan batuk anak menarik nafas dengan cepat dan dalam sehingga
terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
3) Selama serangan (batuk), muka penderita menjadi merah atau
sianosis, mata tampak menonjol, lidah menjulur keluar, dan gelisah.
Juga tampak pelebaran pembuluh darah yang jelas di kepala dan leher,
petekie di wajah, perdarahan subkonjungtiva dan sclera, bahkan
ulserasi frenulum lidah.
4) Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan lendir kental.
5) Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin menghebat
c. Stadium III
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga stadium
konvalesens.
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006) dan Garna H., et.al. (2005), pada
stadium konvalesens, batuk dan muntah menurun. Namun batuk yang
terjadi merupakan batuk kronis yang dapat berlangsung selama
berminggu-minggu. Dapat terjadi petekie pada kepala/leher,
perdarahan konjungtiva, dapat terjadi ronki difus.
9
2) Batuk biasanya masih menetap dan segera menghilang setelah 2-3
minggu.
3) Beberapa penderita akan timbul serangan batuk paroksismal
kembali dengan whoop dan muntah-muntah. Episode ini terjadi
berulang dalam beberapa bulan bahkan hingga satu atau dua tahun,
dan sering dihubungkan dengan infeksi saluran nafas bagian atas
yang berulang.
6. Pemeriksaan penunjang
10
h. Foto toraks
Infiltrat perihiler (perihilar infiltrates), edema (atau mild interstitial
edema) dengan berbagai tingkat atelektasis yang bervariasi, mild
peribronchial cuffing, atau empiema. Konsolidasi (consolidation)
merupakan indikasi adanya infeksi bakteri sekunder atau pertussis
pneumonia (jarang). Adakalanya pneumothorax, pneumomediastinum,
atau udara di jaringan yang lunak dapat terlihat.
Radiography tidak diindikasikan pada pasien dengan tanda-tanda vital
(vital signs) yang normal. Vital signs ini meliputi: tekanan darah, nadi,
heart rate, respiration rate, dan suhu tubuh.
7. Penatalaksanaan
Guinto-Ocampo (2006) mengusulkan penatalaksanaan pertusis sebagai
berikut :
a. Antibiotik
1) Erytromycin
2) Azitromycin
3) Clarithromycin
4) Trimethoprin-sulfamethoxazole
b. Vaksin
Imunisasi aktif meningkatkan kekuatan melawan (resistance) infeksi.
Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang
bertindak sebagai antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi
antibodi dengan specific protective properties.
Semua anak berusia kurang dari 7 tahun haruslah menerima vaksin
pertusis. Di Amerika Serikat, vaksin pertusis acellular
direkomendasikan dan biasanya dikombinasikan dengan diphtheria
and tetanus toxoids (DTaP).
11
8. Komplikasi
a. Sistem Pernafasan
Dapat terjadi bronkhitis, bronchopneumonia, atelektasis yang
disebabkan sumbatan mukus, emfisema, bronkietaksis, dan
tuberculosis yang sudah ada menjadi bertambah berat.
b. Sistem pencernakan
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasis (anak
menjadi kurus sekali), prolapsus rectum atau hernia yang mungkin
timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung
lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan
batuk, juga stomatitis.
c. Sistem persyarafan
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat
muntah-muntah, kadang-kadang terdapat kongesti dan edema pada
otak, mungkin pula terjadi perdarahan otak.
d. Lain-lain
Dapat terjadi perdarahan seperti epistaksis, hemoptisis dan perdarahan
subkonjungtiva. Dapat pula terjadi otitis media.
12
3) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit menular.
d. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari
1) Pola nafas
Sebelum sakit normal, saat dikaji terasa sedikit sesak karena
diselingi batuk.
2) Nutrisi
Sebelum sakit normal, saat dikaji hanya menghabiskan separuh
dari biasanya.
3) Eleminasi
Sebelum sakit dan saat dikaji normal.
4) Pola istirahat tidur
Sebelum sakit tidur normal, saat dikaji ibu pasien mengatakan
istirahat sering terganggu karena batuk.
5) Pola aktivitas
Sebelum sakit normal, saat dikaji malas melakukan aktivitas.
6) Personal hygiene
Sebelum sakit dan saat dikaji normal.
7) Komunikasi
Sebelum sakit pasien aktiv bermain bersama temannya, saat sakit
menjadi lebih diam.
e. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Kepala dan leher
3) Thorak
4) Abdomen
5) Ekstremitas
13
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
(nyeri).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).
14
3. Konsep Perencanaan
15
Ortopnea
Sulit bicara
Sianosis
Gelisah
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun
Indikator 1 2 3 4 5
Prekuensi
nafas
Pola nafas
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik
16
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis pola nafas tidak efektif
17
5= menurun
Indikator 1 2 3 4 5
Frekuensi
nafas
Kedalaman
nafas
Ekskursi dada
Ventilasi
semenit
Kapasitas
vital
Diameter
thoraks
anterior-
posterior
Tekanan
ekspirasi
Tekanan
Inspirasi
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik
18
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis defisit nutrisi
19
tentang Hentikan pemberian makan melalui selang
pemilihan nasogastrik jika asupan oral dapat
makanan ditoleransi.
yang sehat 16 Edukasi
Pengetahuan 17 Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
tentang Ajarkan diet yang diprogramkan.
pemilihan 18 Kolaborasi
minuman Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
yang sehat 19 makan, jika perlu.
Pengetahuan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tentang menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
standar yang dibutuhkan, jika perlu.
asupan nutrisi
yang tepat
Sikap
terhadap
makanan/
minuman
sesuai dengan
tujuan
kesehatan
Keterangan :
1= menurun
2= cukup menurun
3= sedang
4= cukup meningkat
5= meningkat
20
Indikator 1 2 3 4 5
Perasaan
cepat
kenyang
Nyeri
abdomen
Sariawan
Rambut
rontok
diare
Keterangan
1= meningkat
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun
Indikator 1 2 3 4 5
Berat badan
Indeks masa
tubuh (IMT)
Frekuensi
makan
Nafsu makan
Bising usus
Tebal lipatan
kulit trisep
Keterangan
21
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik
22
4= cukup meningkat yang sudah diberikan.
5= meningkat 8 Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
Indikator 1 2 3 4 5 9 Terapeutik
Keluhan Berikan teknik non farmakologis untuk
nyeri 10 mengurangi rasa nyeri.
Meringis Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Sikap 11 nyeri.
protektif 12 Fasilitasi istirahat dan tidur.
Gelisah Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Kesulitan dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.
tidur 13 Edukasi
Menarik diri Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
Berfokus 14 nyeri.
pada diri 15 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
sendiri 16 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
Diaforesis 17 Anjurkan penggunaan analgetik secara
Perasaan tepat.
depresi Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
Perasaan 18 mengurangi rasa nyeri.
takut Kolaborasi
mengalami Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
cedera
berulang
Ketegangan
otot
Keterangan
1= meningkat
23
2= cukup meningkat
3= sedang
4= cukup menurun
5= menurun
Indikator 1 2 3 4 5
Frekuensi
nadi
Pola nafas
Tekanan
darah
Proses
berpikir
Fokus
Perilaku
Pola tidu
Keterangan
1= memburuk
2= cukup memburuk
3= sedang
4= cukup membaik
5= membaik
24
Rencana/Intervensi Keperawatan dengan diagnosis hipertermi
25
4. Konsep Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.
5. Konsep Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien Pertusis disesuaikan dengan criteria
hasil yang telah ditentukan pada intervensi.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah
sebagai berikut :
1. Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Bordotella pertusis.
2. Pertusis dapat mengenai semua golongan umurdan terbanyak mengenai
anak 1-5 tahun Tiga tahapan dari penyakit pertusis adalah tahap kataralis,
paroksimal dan konvelesensi.
3. Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah
menjaga kebersihan jalan napas agar terbebas dari bakteri pertusis.
B. Saran
Begitu berbahayanya pertusis maka di sarankan kepada profesional di bidang
keperawatan untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya tentang pertusis dan perlu kecermatan dan ketelitian dalam
melakukan asuhan keperawatan. Dengan efektifnya vaksinasi terhadap
penyakit pertusis, maka perlu ditingkatkan promker tentang manfaat vaksinasi
atau imunisasi sehingga akan meningkatkan cakupan keberhasilan program
imunisasi yang menjadi program unggulan pemerintah.
27
DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Ranuh IGN.,dkk (2008). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Ketiga. Satgas
Imunisasi – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta:Info Medika
28