Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

HEMOFILIA PADA ANAK

Disusun Oleh:

Rika Gustina 88170001

Harniati Saliu 88170010

Ida Nursolihah 88170013

Dwi Ayu Rizkia 88170019

Riska Nurvia 88170035

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


ARS UNIVERSITY BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tim penulis dapat menyusun
laporan mata kuliah Keperawatan Anak II yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Hemofilia pada Pasien Anak” tepat pada waktunya. Tidak lupa kami kirimkan
shalawat serta salam kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW karena
atas berkat dari beliaulah kita dapat merasakan alam yang penuh dengan
pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata,
semoga penyusunan makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua dan
siapa saja yang membacanya.

Bandung, Desember 2019

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................6
6.2 Tujuan................................................................................................................6
6.3 Manfaat..............................................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................7
PEMBAHASAN................................................................................................................7
A. Definisi...................................................................................................................7
C. Etiologi...................................................................................................................9
E. Tanda dan Gejala..................................................................................................10
F. Penatalaksanaan...................................................................................................11
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................13
H. Komplikasi...........................................................................................................13
BAB IV............................................................................................................................14
ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................................14
A. Pengkajian............................................................................................................14
BAB V.........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi anak-anak yang sehat, bermain adalah kegiatan yang paling
menyenangkan bagi mereka, tidak jarang, seorang anak mengalami trauma
akibat terjatuh, tergores, dan terluka yang di dapatnya saat sedang bermain.
Trauma tersebut bisa saja sampai mengakibatkan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada seseorang yang normal dan sehat, misalnya terluka, maka
dalam waktu yang tidak terlalu lama perdarahan tersebut akan berhenti
sendiri, apakah itu dengan bantuan penekanan pada tempat luka ataupun
tidak. Untuk mengatasi perdarahan yang terjadi pada anak tersebut
dibutuhkan sistem pembekuan darah yang baik. Disebut sebagai sistem
karena dalam proses pembekuan darah melibatkan banyak faktor yang saling
melengkapi sehingga perdarahan dapat terhenti. Apabila salah satu dari faktor
tersebut mengalami kelainan atau tidak ada pada seorang anak, maka
pembekuan darah menjadi terhambat atau tidak terjadi sama sekali. Keadaan
inilah yang disebut sebagai gangguan pembekuan darah dan hemofilia adalah
satu-satunya penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang disebabkan
karena adanya kelainan pada kromosom X (Xh) secara sex-linked recessive .
Oleh karena itu, pasien hemofilia lebih banyak dijumpai pada anak-anak dan
sangat sulit untuk di hindari kemunculannya. 

Angka kejadian hemofilia dapat mencapai satu kejadian diantara sepul
uhribu kelahiran bayi laki-laki hidup dan angka ini tidak boleh dianggap
remeh. Selain kasus hemofilia masih sering dijumpai dalam kehidupan sehari-
hari, juga karena manifestasi klinis yang berat yang dapat ditimbulkan oleh
penyakit hemofilia. Namun, hemofilia memiliki prevalensi kejadian yang
lebih jarang dari pada von Willebrand Disease (vWD), dimana prevalensi
kejadian von Willebrand Disease adalah 1% dari populasi. Pada pasien yang
mengidap vWD akan memiliki defisit pada von Willebrand faktor yang
disekresikan oleh sel endothelial ke dalam plasma. Fungsi dari von
Willebrand factor adalah melakukan inisiasi penempelan trombosit pada
tempat dimana terdapat kerusakan dinding pembuluh darah.

Hemofilia sendiri dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu hemofilia A,


hemofilia B, dan hemofilia C. Namun yang kejadiannya paling sering
ditemukan pada anak adalah hemofilia A dan hemofilia B. Penyakit hemofilia
merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak lama dan menurut
sumber yang ada, hemofilia sudah ada sejak dibuatnya kitab suci agama
(Injil). Haemophilia tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis
semata, namun juga mempunyai dampak psikososial yang dalam.
Pengaruh orang dengan hemofilia sebaiknya tidak hanya memperhatikan
masalah fisiologi saja, misal mengontrol perdarahannya dan mencegah
timbulnya disabilitas fisik, tetapi juga diharapkan mempunyai perhatian pada
berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak amannya,rasa terisolasi dan
masalah keluarga terdekatnya (orangtua, dan saudara kandung). Setiap orang
dengan hemofilia tumbuh kembang dalam suatu lingkungan keluarga dan
budaya yang unik / spesifik. Juga dengan berbagai variasi kebutuhan,
ketakutan,perhatian dan harapan yang berbeda-beda. Masalah psikososial
membutuhkan penanganan yang hati-hati. Setiap kasus mempunyai
permasalahn yang berbeda,akibat dari adanya perbedaan latar belakang
budaya, agama ataupun etnik, juga system penanggulangan kesehatan yang
tidak sama. Oleh karena itu dalam menolong seorang pasien hemofilia dan
keluarganya dibutuhkan pendekatan satu tim inter-disiplin, yang dapat
membina hubungan yang baik dengan anak dan keluarga.

Penelitian dan pengetahuan mengenai penyakit hemofilia ini sudah


ada sejak lama dan diketahui bahwa hemofilia memiliki komplikasi yang
cukup berat yang dapat menurunkan kualitas hidup anak tersebut, bahkan
dapat sampai menimbulkan kematian. Modalitas terapi yang tidak memakan
biaya yang besar dan berfungsi untuk mengurangi komplikasi akibat
hemofilia terhadap sistem musculoskeletal saat ini masih dalam tahap
penelitian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hemofilia ?
2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi dari hemofilia ?
3. Apa saja tanda dan gejala hemofilia ?
4. Bagaimana penatalaksanaan hemofilia ?
5. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada hemofilia ?
6. Bagaimana asuhan keperawatan anak dengan hemofilia ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan hemofilia.
2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi dari hemofilia.
3. Mengetahui tanda dan gejala hemofilia.
4. Mengetahui penatalaksanaan dari hemofilia.
5. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada hemofilia.
6. Mengetahui asuhan keperawatan anak dengan hemofilia.
.

D. Manfaat
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai
hemofilia pada anak
2. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai asuhan
keperawatan hemofilia pada anak
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang
diturunkan, hemofilia berasal dari bahasa Yunani yaitu haima yang artinya
darah dan philein yang artinya mencintai atau suka. Walau sebenarnya makna
tidak sesuai, tetapi kata hemofilia tetap dipakai (J, Smith dan OP, Smith, 2006
dikutip oleh Kosman, 2013).

Berdasarkan definisi lain, hemofilia adalah penyakit kelainan faktor


pembekuan yang diturunkan secara X-linked reccessive, terjadi akibat
pengurangan produksi salah satu faktor pembekuan, dan dapat dibagi menjadi
hemofilia A dan hemofilia B. Secara klinis hemofilia dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu ringan, sedang dan berat (Arkin dkk, 2005 dikutip oleh
Kosman, 2013).

Hemofilia merupakan penyakit genetik karena pengaruh gen lemah


(resesif) yang menempel pada kromosom X disebabkan oleh tidak adanya
protein tertentu yang diperlukan untuk penggumpalan darah. Para penderita
hemofilia mengalami pendarahan yang berlebihan ketika terluka (Aryulina
dkk, 2007).

Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor


pembekuan, pada hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic
Factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas
Factor). Hemofilia A mencakup 80%-85% dari keseluruhan penderita
hemofilia (Arkin dkk, 2005 dikutip oleh Kosman, 2013).

Perempuan yang homozigot resesif untuk gen ini merupakan penderita


(X X ), sedangkan perempuan yang heterozigot (XHXh) pembekuan darahnya
h h

normal. Seorang laki-laki penderita hanya memiliki satu gen resesif (XhY)
saja, karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, hal inilah yang
mengakibatkan mengapa penderita penyakit yang disebabkan oleh gen tertaut
seks lebih banyak diderita oleh laki-laki. Jika seorang ibu carrier hemofilia,
maka anak laki-lakinya pasti ada yang mewarisi penyakit tersebut, karena
anak laki-laki selalu mendapat kromosom X dari ibunya. Kromosom adalah
unit genetik yang terdapat dalam setiap inti sel pada semua makhluk hidup,
kromosom berbentuk deret panjang molekul yang disusun oleh DNA dan
protein-protein (Aryulina dkk, 2007).
Dalam kasus menurunnya penyakit hemofilia terhadap keturunan, ada
beberapa kemungkinan yang terjadi jika perkawinan dengan sifat gen yang
berbeda dilakukan, yaitu:

1. Perkawinan wanita normal (XHXH) dengan laki-laki penderita (XhY)


Dalam kasus ini kemungkinan persentase menurunnya penyakit untuk
keturunannya adalah 50% perempuan carrier (XHXh) dan 50% laki-laki
normal (XHY)
2. Perkawinan wanita carrier (XHXh) dengan laki-laki normal (XHY)
Kemungkinan persentase menurunnya penyakit untuk keturunannya yang
lahir adalah 25% wanita normal (XHXH), 25% wanita carrier (XHXh), 25%
lakilaki normal (XHY) dan 25% laki-laki (XhY) penderita.
3. Perkawinan wanita carrier (XHXh) dengan laki-laki penderita (XhY)
Kemungkinan persentase menurunnya penyakit untuk keturunan yang lahir
adalah 25% wanita carrier (XHXh), 25% wanita penderita (XhXh), 25% laki-
laki normal (XHY) dan 25% laki-laki (XhY) penderita.
4. Perkawinan wanita penderita (XhXh) dengan laki-laki normal (XHY) atau
dengan laki-laki penderita (XhY).
Kasus perkawinan dengan sifat gen wanita penderita (XhXh) sampai saat
ini belum pernah terjadi karena wanita yang membawa sifat gen letal atau
lemah tersebut tidak bisa bertahan hidup disebabkan kedua kromosom X
nya sudah rusak atau cacat (Rohmana, 2009).

B. Klasifikasi
Klasifikasi hemofilia dibagi sebagai berikut :

1. Hemofilia A : Disebabkan oleh defisiensi F VIII (Antihemophilic


Factor) dapat karena sintesis menurun atau pembekuan F VIII dengan
struktur abnormal. Bentuk paling umum yang ditemukan, terutama pada
pria, dan disebut juga hemofilia klasik
2. Hemofilia B : Disebabkan oleh defisiensi F IX (Christmas Factor) yang
terutama ditemukan pada pria. Hemofilia B Leyden, bentuk  peralihan
defisiensi faktor koagulasi IX, tendensi perdarahan menurun setelah
pubertas.
3. Hemofilia C : Gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan
faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi
Aohkenazi dan ditandai dengan episode berulang  perdarahan dan memar
ringan, menoragia, perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan
masa rekalsifikasi dan tromboplastin  parsial yang memanjang. Disebut
juga plasma tromboplastin antecedent deficiency. PTA deficiency, dan
Rosenthal syndrome (Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 2002;
Handayani, 2008; I Made Bakta, 2006)
Derajat penyakit pada hemofilia :
1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia  berat
dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-
kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang  jelas.
2. Sedang: 1% - 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang
lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia  berat.
Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu  berat,
seperti olahraga yang berlebihan.
3. Ringan : 6 % - 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan
mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut
gigi, atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2009).

C. Etiologi
Menurut Robbins (2007) 70-80% penderita Hemofilia mendapatkan
mutasi gen resesif X-linked dari pihak ibu. Gen F VIII dan F IX terletak pada
kromosom X dan bersifat resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan
(karier, XHXh) dan bermanifestasi klinis pada laki laki (X hY). dapat
bermanifestasi klinis pada perempuan bila kromosom X pada perempuan
terdapat kelainan (XhXh). Penyebab hemofilia karena adanya defisiensi salah
satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi darah akibat kekurangan faktor
VIII atau IX, terjadi hambatan pembentukan trombin yang sangat penting
untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional yang normal dan
pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas vaskular.
Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII, sedangkan hemofilia B
disebabkan karena defisiensi F IX.

Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat keluarga


dari dua pertiga anak-anak yang terkena menunjukan bentuk bawaan resesif
terkait –X. Hemofilia A (defisiensi F VIII) terjadi pada 1 dari 5000 laki-laki.
Hemofilia B (defisiensi F IX) terjadi pada seperlimanya.

D. Patofisiologi
Hemofilia merupakan kondisi yang di tentukan secara
genetik,terangkai seksresesif dimana terdapat defisiensi faktor VII, yaitu
globulin anti hemofilik. Secara klinik hanya mengenai laki-laki,tetapi wanita
dapat bertindak sebagai karier. Walaupun demikian, secara teoritis
memungkinkan bahwa perkawinan dari laki-laki yang hemofilik dan wanita
yang karier dapat memberikan anak, dimana satu dalam empat adalah wanita
hemofilik. Sebelumnya diduga bahwa kombinasi gen ini letal, tetapi dalam
beberapa kasus hemofilia wanita sebenarnya telah dikenali dewasa ini. Pada
umumnya, anak dari seorang laki-laki normal dan wanita karier secara rata-
rata 50 % normal 55%wanita karier dan 25% laki-laki hemofilik. Anak dari
seorang laki-laki hemofilik dan wanita normal adalah 50% laki-laki normal
dan 50% wanita karier.

E. Tanda dan Gejala


1. Terdapat perdarahan jaringan lunak, otot dan sendi, terutama sendi-sendi
yang menopang berat badan, disebut hematrosis (perdarahan sendi).
2. Perdarahan berulang ke dalam sendi menyebabkan degenerasi kartilago
artikularis disertai gejala-gejala arthritis.
3. Perdarahan timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai
sedang.
4. Dapat timbul saat bayi mulai merangkak.
5. Tanda perdarahan : hemartrosis, hematom subkutan / intramuscular,
perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis, hematuria.
6. Perdarahan berkelanjutan pasca operasi (sirkumsisi, ekstrasi gigi).
7. Hemofilia dicurigai pada bayi baru lahir dengan perdarahan berlebihan
dari tali pusat atau setelah sirkumsisi.
8. Pada hemofilia ringan, dengan karakteristik tingkat faktor 5% - 50%,
anak-anak mengalami perdarahan lama hanya ketika mereka terluka.
9. Pada hemofilia sedang, dengan karakteristik tingkat faktor 1% - 5%,
perdarahan lama terjadi akibat trauma atau pembedahan,tetapi
kemungkinan terdapat episode perdarahan spontan.
10. Pada hemofilia berat, dengan karakteristik tingkat faktor di bawah 1%,
perdarahan lama terjadi secara spontan tanpa cedera.

F. Penatalaksanaan
1. Terapi suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis
akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat,
hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medic, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistik dalam sebuah tim karena keterlambatan
pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik
fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medis
artritis hemofilia meliputi latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas,
penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta
edukasi.
2. Terapi faktor pembekuan
Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,
konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak
faktor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk
mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang diberikan bergantung pada
faktor yang kurang.
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofilia A
ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan F VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5 – 1 mg/kg/BB/hari selama 5-7 hari
mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang
mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien
hemofilia (Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodic dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan
otak dan sendi. (Handayani, Wiwik, 2008)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplastin) dan APPT (Activated Partial
Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan
APPT memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%)
dari aktivitas satu atau lebih faktor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F
VIII)
2. Pemeriksaan kadar faktor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan
perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan
assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnosa.
3. Uji skrining koagulasi darah:
a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah).
b. Masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik).
c. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
faktorkoagulasi intrinsik).
d. Masa pembekuan thrombin (normalnya 10-13 detik).
e. Assay fungsional F VIII dan IX (memastikan diagnosis).
4. HDL akan menyatakan hitung trombosit normal.
5. Uji DNA untuk hemofilia A akan mendeteksi carrier  penyakit.
6. Amnionsentesis akan mendiagnosis hemofilia pada waktu pranatal.
7. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan
untukpemeriksaan patologi dan kultur.
8. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi
adanyapenyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase
[SPGT], serumglutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase
alkali, bilirubin). (Betz &Sowden, 2002).
 
H. Komplikasi
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus
imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan
sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi
terkena AIDS akibat transfusi darah.

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemofilia (Cecily Lynn


Betz, 2009) :
1. Arthritis
2. Sindrom kompartemen
3. Atrofi otot
4. Kontraktur otot
5. Paralisis
6. Perdarahan intracranial
7. Kerusakan saraf
8. Hipertensi
9. Kerusakan ginjal
10. Splenomegali
11. Hepatitis
12. Sirosis
13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
16. Anemia hemolitik
17. Thrombosis
18. Nyeri kronis
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena
mereka hanya memiliki 1 kromosom X, sedangkan wanita umumnya
menjadi pembawa sifat saja (carrier)
2. Keluhan Utama
a. Perdarahan lama (pada sirkumsisi)
b. Epitaksis
c. Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai berjalan
dan terbentur pada sesuatu.
d. Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan jaringan
lunak dan hemoragi pada sendi
e. Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
f. Perdarahan sistem GI track dan SSP
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan utama.
Biasanya sering terjadi luka, pembengkakan, perdarahan pada jaringan
lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis subkutan di
atas tonjolan-tonjolan tulang.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya serta
apakah klien mempunyai penyakit menular atau menurun seperti
Dermatitis, Hipertensi, dan TBC.
Fokus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering terjadi
infeksi pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi akibat perdarahan
yang terus menerus dan apabila sering terjadi perdarahan yang terus-
menerus pada daerah sendi akan mengakibatkan kerusakan sendi, dan
sendi yang paling rusak adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan
kaki, dan siku. Pada sendi engsel mempunyai sedikit perlindungan
terhadap tekanan, akibatnya sering terjadi perdarahan. Sedangkan pada
sendi peluru seperti panggul dan bahu, jarang terjadi perdarahan karena
pada sendi peluru mempunyai perlindungan yang baik. Apabila terjadi
perdarahan, jarang menimbulkan kerusakan sendi.
5. Riwayat Penyakit Keluraga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti
kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang :
a. < 1% tergolong berat
b. < 1% - 5% tergolong sedang
c. < 5% - 10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya yang
ada kaitannya dengan penyakit yang diderita pasien saat ini.
6. Riwayat Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan ansietas dan ketegangan pada pasien.
7. Pola Aktivitas
Pasien sering mengalami nyeri dan perdarahan yang memungkinkan dapat
mengganggu pola aktivitas pasien. Pola istirahat akan terganggu dengan
adanya nyeri, anak sering menangis.
8. Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
            Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan sempurna.
9. ADL (Activity Daily Life)
1) Pola Nutrisi
            Anoreksia
2) Pola Eliminasi
            Hematuria, feses hitam
3) Pola personal hygiene
            Kurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan dini.
4) Pola aktivitas
            Kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam beraktivitas
5) Pola istirahat tidur terganggu karena nyeri
            Kebutuhan untuk tidur terganggu karena nyeri.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan perdarahan sendi dan keterbatasan sendi
sekunder akibat hemartosis/hematom.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak sendi
sekunder akibat hemartosis perdarahan pada sendi.
3. Resiko tinggi kekurangan volum cairan berhubungan mekanisme
pembekuan darah yang tidak normal.
4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perdarahan dan faktor utama.
5. Ketidakmampuan koping individu berhungan dengan prognosis penyakit,
gambaran diri yang salah, perubahan peran.
C. Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
No Diagnosa Intervensi Rasional
Hasil
1. Nyeri berhubungan Tujuan : dalam waktu a. Kaji dan catat karakteristik nyeri, a. Perdarahan jaringan lunak dan hemoragi
dengan perdarahan 3x24 jam terdapat lokasi, intensitas, serta lama dan pada sendi dapat menekan saraf
sendi dan penurunan respon nyeri penyebarannya
keterbatasan sendi b. Lakukan manajemen nyeri b. Untuk menurunkan nyeri
sekunder akibat Kriteria Hasil : secara keperawatan
hemartosis/hematom subjektif pasien 1) Atur posisi fisiologis 1) Posisi fisiologis akan meningkatkan
menyatakan penurunan asupan O2 ke jaringan yang
rasa nyeri, secara mengalami nyeri sekunder dari
objektif didapatkan iskemia
tanda-tanda vital dalam 2) Istirahatkanlan pasien 2) Istirahat akan menurunkan kebutuhan
batas normal, wajah O2 jaringan perifer, sehingga
rileks, tidak terjadi kebutuhan demand oksigen jaringan
penurunan perfusi 3) Manajemen lingkungan : 3) Lingkungan tenang akan menurunkan
perifer. lingkungan tenang dan batasi stimulus nyeri ekternal dan
pengunjung pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada di
ruangan
4) Ajarkan teknik relaksasi 4) Meningkatkan asupan O2 sehingga
pernapasan dalam menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia jaringan
5) Ajarkan teknik distraksi pada 5) Distraksi/pengalihan perhatian dapat
saat nyeri menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri,
sehingga menurunkan persepsi nyeri
6) Beri kompres es 6) Pemberian es secara lokal efektif
diberikan setelah terjadi trauma
jaringan dan menurunkan respon
nyeri dari efek vasokontriksi
7) Lakukan manajemen sentuhan 7) Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat menurunkan nyeri. Masase
ringan dapat meningkatkan aliran
darah dan dengan otomatis membantu
suplai darah dan oksigen ke area nyeri
dan menurunkan sensasi nyeri
c. Kolaborasi pemberian terapi : c. Membantu menurunkan nyeri
1) Analgesic 1) Digunakan untuk mengurangi nyeri
sehubungan dengan hematoma otot
yang besar dan perdarahan sendi
2) Pemberian konsentrat faktor 2) Konsentrat diberikan apabila pasien
VIII dan IX mengalami perdarahan aktif atau
sebagai upaya pencegahan sebelum
pencabutan gigi atau pembedahan.
3) Asam tranexamic 3) Penghambat enzim fibrinolitik. Obat
ini dapat memperlambat kelarutan
bekuan darah yang sedang terbentuk,
dan dapat digunakan setelah
pembedahan mulut pasien dengan
hemofilia.

2. Hambatan mobilitas Tujuan : dalam waktiu a. Ajarkan untuk melakukan latihan a. Meningkatkan kepercayaan diri pada
fisik berhubungan 3x24 jam terjadi rentang gerak aktif pada anggota klien
dengan keterbatasan peningkatan rentang gerak yang sehat
gerak sendi gerak sendi dan tidak b. Lakukan latihan rentang gerak b. Melatih persendian dan menurunkan
sekunder akibat ada tanda inflamasi pasif pada anggota gerak yang resiko perlukaan
hemartosis sakit
perdarahan pada Kriteria hasil : pasien c. Kolaborasi / konsultasi dengan c. Sangat membantu dalam membuat
sendi dan keluarga mau ahli terapi fisik / okupasi, program latihan / aktivitas individu dan
berpartisipasi untuk spesialisasi, rehabilitas menentukan alat bantu yang sesuai
berlatih rentang gerak

3. Resiko tinggi Tujuan : dalam waktu a. Observasi semua bayi laki-laki a. Pada genetalia terdapat banyak pembuluh
kekurangan volum 3x24 jam, episode dengan cermat setelah sirkumsisi darah
cairan berhubungan perdarahan anak b. Awasi tanda-tanda vital b. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi
mekanisme terkendali peningkatan kehilangan cairan
pembekuan mengakibatkan hipotensi dan takikardi
darah yang tidak Kriteria hasil : c. Instruksikan dan pantau anak c. Sikat gigi berbulu keras dapat
normal kebutuhan volume berkaitan dengan perawatan gigi menyebabkan perdarahan mukosa mulut
cairan terpenuhi yaitu menggunakan sikat gigi
berbulu anak
d. Kolaborasi pemberian produk d. Pemberian plasma untuk
plasma sesuai indikasi mempertahankan homeostatis

4. Resiko tinggi cidera Tujuan : dalam waktu a. Ciptakan lingkungan yang aman a. Anak yang aktif memiliki resiko cidera
berhubungan 3x24 jam, tidak terjadi seperti menyingkirkan benda- yang tinggi apabila tidak diawasi
dengan perdarahan perdarahan benda tajam, memberikan bantalan
dan faktor utama pada sisi keranjang bayi bila suatu
Kriteria hasil : pasien saat bayi aktif bergerak
dan keluarga dapat b. Tekankan bahwa olahraga kontak b. Kontak fisik dapat menyebabkan
mencegah terjadinya fisik dilarang perdarahan
cidera dan perdarahan c. Berikan tekanan setelah injeksi / c. Tekanan ini meminimalkan perdarahan
fungsi vena
d. Anjurkan orang tua untuk d. Agar anak tetap berada dalam pantauan
memberikan pengawasan pada saat orang tua bila terjadi sesuatu
bermain di luar rumah
5. Ketidakmampuan Tujuan : dalam waktu a. Kaji perubahan dari gangguan a. Menentukan bantuan individual dalam
koping individu 1x24 jam pasien dan persepsi dan hubungan dengan menyusun rencana perawatan atau
berhungan dengan keluarga mampu derajat ketidakmampuan pemilihan intervensi
prognosis penyakit, mengembangkan koping b. Identifikasi arti dari kehilangan b. Beberapa pasien dapat menerima dan
gambaran diri yang yang positif atau disfungsi pada pasien mengatur perubahan fungsi secara efektif
salah, perubahan dengan sedikit penyesuaian diri,
peran Kriteria hasil : pasien sedangkan yang lain mempunyai
kooperatif dalam setiap kesulitan membandingkan mengenal dan
intervensi keperawatan, mengatur kekurangan
mampu menyatakan c. Anjurkan pasien untuk c. Menunjukan penerimaan membantu
atau mengekspresikan perasaan pasien untuk mengenali dan mulai
mengkomunikasikan termsuk permusuhan dan menyesuaikan dengan perasaan tersebut
dengan orang terdekat kemarahan
tentang situasi yang d. Berikan informasi status d. Pasien dengan hemofilia sering
terjadi kesehatan pada pasien dan memerlukan bantuan dalam menghadapi
keluarga kondisi kronis, keterbatasan ruang
kehidupan, dan kenyataan bahwa kondisi
tersebut merupakan penyakit yang akan
diturunkan ke generasi berikutnya
e. Dukung mekanisme koping e. Sejak masa kanak-kanak, pasien dibantu
efektif menerima dirinya sendiri dan
penyakitnya serta mengidentifikasi aspek
positif dari kehidupan mereka.
   
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS
A. Kasus
Seorang pasien anak laki-laki berinisial An.A berusia 9 tahun dating ke
rumah sakit bersama ibunya dengan rujukan dari RSUD X dengan diagnosa
post evakuasi hematom genu kiri dan memiliki riwayat hemofilia. Pasien saat
ini mengeluh bengkak pada lutut kiri, terasa hangat dan nyeri.

Selama ini An.A sudah 3 kali jatuh dan mengalami trauma pada lutut kiri.
Pada trauma yang pertama dan kedua, lutut bengkak namun An.A masih
dapat berjalan. Pada trauma yang ketiga tanggal 5 januari 2014 lutut kiri
bertambah bengkak hingga tidak bisa berjalan. An.A dibawa berobat oleh
orang tuanya dan di RSUD X dilakukan operasi evakuasi hematom pada lutut
kiri tanggal 8 januari 2014. An.A memiliki riwayat penyakit hemofilia sejak
2010. Tanggal 11 januari pasien dirujuk ke RSUD Y untuk pemeriksaan dan
penanganan lebih lanjut.

Riwayat sakit sebelumnya, An.A sejak usia 3 tahun sering mengeluhkan


gusi berdarah, terkadang juga mengeluh lebam pada kulit dan mimisan. Pada
tahun 2010 An.A masuk rumah sakit untuk pemeriksaan darah dan
dinyatakan menderita hemofilia. An.A juga memiliki riwayat sirkumsisi
dengan pemberian koate (antihemofilia faktor VIII). Namun pada keluarga,
tidak memiliki keluhan serupa dan tidak memiliki penyakit hemofilia.

Riwayat prenatal, ibu An.A di periksa oleh bidan puskesmas dan tidak
memiliki penyakit kehamilan, serta tidak ada obat-obatan yang di minum.
An.A lahir di rumah dengan pertolongan bidan, lahir saat usia kehamilan 9
bulan 10 hari dan partus spontan. Setelah kelahiran An.A di periksa di
puskesmas dan keadaannya sehat. Berat badan lahir An.A 3300 gr dan berat
badan saat ini 25 kg, tinggi badan saat ini 130 cm. An.A setelah lahir tidak
mendapat ASI karena ibu An.A tidak dapat/ tidak ada produksi ASI yang
keluar. Imunisasi lengkap kecuali tifoid.

Saat dilakukan pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak sakit


sedang dengan kesadaran compos mentis (E4V5M6). Nadi 82 x/menit, regular,
kuat, frekuensi napas 20 x/menit dan teratur, suhu 37.2 oC, IMT 14.79 / baik
(BB 25 kg, TB 130 cm). Keadaan konjungtiva mata tidak anemis, tidak
ikterik, refleks cahaya (+/+), tidak terdapat edema pelpebra, tidak ada edem
wajah. Hidung bersih tidak tesumbat, tidak ada sekret, tidak ada napas cuping
hidung. Telinga simetris, bersih, tidak ada sekret. Keadaan mulut, bibir
lembab, lidah bersih, tidak terdapat hyperemesis faring, tidak ada pembesaran
tonsil, dan tidak ada perdarahan. Pada leher tidak terjadi kaku kuduk dan
tidak ada pembesaran kelenjar. Pada pemeriksaan thorax, gerakan simetris
saat bernapas, tidak ada retraksi, tidak ada bintik merah, fremitus dada dextra
sama dengan sinistra, tidak ada pelebaran ICS, perkusi paru sonor, batas paru
hepar ICS V MCL D, suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.
Sedangkan pada jantung, ictus cordis terlihat di ICS V sinistra MCL S bawah
papilla mammae, ictus cordis teraba di ICS V S 1 jari lateral MCL S, batas
jantung normal, suara jantung S1 S2 tunggal, reguler, tidak ada murmur dan
gallop. Pada pemeriksaan abdomen, abdomen flaat, turgor kulit normal, tidak
ada pelebaran vena, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa, H/L tak
teraba, suara timpani, tidak ada shifting dullness dan fluid wafe, bising usu
normal. Pada pemeriksaan ektremitas, terdapat genu dibagian eksremitas
bawah sinistra, ekstremitas superior teraba hangat, tidak ada edema, tidak ada
sianosis, tidak ada palmar eritema, ekstremitas inferior teraba hangat, terdapat
edema pada genu sinistra, hangat, nyeri, funtiolaesa, tidak ada sianosis dan
tidak ada palmar eritema.

Hasil pemeriksaan laboratorium An.A pada tanggal 5 Agustus 2010


terdapat hasil APTT 76 detik (kontrol 33 detik), faktor VIII 3 (kontrol 109),
faktor IX 65 (kontrol 73), kesimpulan terdapat kesan hemofilia A.

Hasil pemeriksaan laboratorium An.A pada tanggal 11 Januari 2014


terdapat hasil darah lengkap : leukosit 7.200 (normal 4.000-10.000),
hemoglobin 9.0 (normal 11-16), hematokrit 28.1 (normal 37-54), trombosit
200.000 (normal 150.000-450.000); hasil elektrolit : natrium 135 (normal
135-155), kalium 4.4 (normal 3,6-5,5), chloride 107 (normal 95-108); hasil
kimia darah : ureum 20.1 (normal 10-40), kreatinin 0.6 (normal 0.5-1.5),
GDS 98 (normal 60-150)

Hasil pemeriksaan laboratorium An.A pada tanggal 13 Januari 2014


terdapat hasil darah lengkap : leukosit 4.650, hemoglobin 10.2, hematokrit
29.5, trombosit 167.000, bleeding time 3’ (normal 1-6), clotting time 10’ (1-
15), APTT 48.3 detik (normal 28-34 detik), PT 14.1 detik (control 13.5
detik).

B. Pembahasan
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang
diturunkan. Penyakit ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor
pembekuan, pada hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic
Factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas
Factor).

Perempuan yang homozigot resesif untuk gen ini merupakan penderita


(XhXh), sedangkan perempuan yang heterozigot (XHXh) pembekuan darahnya
normal. Seorang laki-laki penderita hanya memiliki satu gen resesif (XhY)
saja, karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, hal inilah yang
mengakibatkan mengapa penderita penyakit yang disebabkan oleh gen tertaut
seks lebih banyak diderita oleh laki-laki.

Hemofilia sendiri dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu hemofilia A, hemofilia


B, dan hemofilia C. Namun yang kejadiannya paling sering ditemukan pada
anak adalah hemofilia A dan hemofilia B. Penyakit hemofilia merupakan
salah satu penyakit yang sudah ada sejak lama dan menurut sumber yang ada,
hemofilia sudah ada sejak dibuatnya kitab suci agama (Injil). Haemophilia
tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis semata, namun juga
mempunyai dampak psikososial yang dalam.

B.
DAFTAR PUSTAKA

Aru et al. (2010). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing.

Betz, Cecily L. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. (2002). Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Handayani, Wiwik. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

I Made Bakta. (2006). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Kosman, Andy Sance. (2013). Perbandingan Kemampuan Fungsional Anak


Penderita Hemofilia dengan Anak yang Normal,
http://repository.usu.ac.id /bitstream/123456789/35611/4/Chapter%20II.pdf

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Rohmana, Aden. (2009). Aplikasi Teori Peluang Diskrit Dalam Analisis


Penurunan Penyakit Genetik, http://informatika.stei.itb.ac.id/~rinaldi.muni
r/Matdis/2008-2009/Makalah2008/Makalah0809-029.pdf

Anda mungkin juga menyukai