NIM
Yessita Hamber
121511324
Amelya C. Tamuntuan
14111101288
Junitha S. Rotty
14111101299
Juliana Y. Wehantouw
14111101308
Risye M. Pangalo
14111101312
Harianto K. J. Lumanaw
14111101329
Jhosua V. Malendes
14111101340
Ria A. Oley
14111101350
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber
kekuatan, hikmat, pengetahuan, dan kemampuan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya sebagai tugas Antropologi Kesehatan
dengan judul makalah Penyakit Filariasis
Makalah ini memuat tentang apa itu penyakit Filariasis, kapan penyakit Filariasis bisa
terjadi, di lingkungan seperti apakah penyakit Filariasis bisa terjadi, identifikasikan
penyebab, vector dan pejamu ( manusia ), mengapa penyakit itu bisa terjadi, dan
bagaimana cara pencegahan dan pengobatannya, dengan tujuan untuk penambahan
pengetahuan tentang Penyakit Filariasis serta dalam pembuatan tugas yang diberikan
dosen mata kuliah. Dalam penyusunan laporan ini kami mengalami banyak hambatan dan
kesulitan, namun berkat pertolongan Tuhan Yang Maha Esa serta dorongan dan bantuan
semua pihak, baik langsung maupun tidak langsung maka makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Segala upaya untuk menyajikan tulisan dengan baik telah di usahakan, namun kami
menyadari masih adanya kekurangan dan kelemahan dalam penulisan makalah ini. Untuk
itu, kami bersedia menerima kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Tuhan memberkati.
Manado,
Maret 2015
Tim Penyusun
Kelompok III
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN ...............................................................................
PERMASALAHAN ...........................................................................
PEMBAHASAN .................................................................................
BAB II
BAB III
PENUTUP .........................................................................................
11
4.1 Kesimpulan..................................................................................
11
11
12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Filariasis merupakan salah satu penyakit yang termasuk endemis di Indonesia. Seiring
dengan terjadinya perubahan pola penyebaran penyakit di negara-negara sedang
berkembang, penyakit menular masih berperan sebagai penyebab utama kesakitan dan
kematian. Salah satu penyakit menular adalah penyakit kaki gajah (Filariasis). Penyakit ini
merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria. Di dalam tubuh
manusia cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening(limfe), dapat
menyebabkan gejala klinis akut dan gejala kronis. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk. Akibat yang ditimbulkan pada stadium lanjut (kronis) dapat menimbulkan cacat
menetap seumur hidupnya berupa pembesaran kaki (seperti kaki gajah) dan pembesaran
bagian bagian tubuh yang lain seperti lengan, kantong buah zakar, payudara dan alat
kelamin wanita.
Di Indonesia penyakit kaki gajah pertama kali ditemukan di Jakarta pada tahun 1889.
Berdasarkan rapid mapping kasus klinis kronis filariasis tahun 2000 wilayah Indonesia yang
menempati ranking tertinggi kejadian filariasis adalah Daerah Istimewa Aceh dan Propinsi
Nusa Tenggara Timur dengan jumlah kasus masing-masing 1908 dan 1706 kasus kronis.
Menurut Barodji dkk (1990 1995) Wilayah Kabupaten Flores Timur merupakan daerah
endemis penyakit kaki gajah yangdisebabkan oleh cacing Wuchereria bancrofti dan Brugia
timori. Selanjutnya oleh Partono dkk (1972) penyakit kaki gajah ditemukan di Sulawesi. Di
Kalimantan oleh Soedomo dkk (1980) Menyusul di Sumatra oleh Suzuki dkk (1981)
Sedangkan penyebab penyakit kaki gajah yang ditemukan di Sulawesi, Kalimantan dan
Sumatra tersebut adalah dari spesies Brugia malayi.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya
sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis
khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie et al, 1997)
seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah
itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui bagaimana perkembangannya. Filariasis
tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei
pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231
Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233
orang.
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Masyarakat
juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme
penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya.
BAB II
PERMASALAHAN
5. Why
6. How
BAB III
PEMBAHASAN
waktu siang. Di daerah perkotaan , parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinque
fasciatus. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes.
3.3 Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup hospes, hospes
resevoar dan vector, merupakan hal yang sangat penting untuk epidemiologi filariasis. Jenis
filariasis yang ada di suatu daerah endemic dapat diperkirakan dengan melihat keadaan
lingkungan. Pencegahan filariasis, hanya dilakukan menghindari gigitan nyamuk. Untuk
mendapat infeksidi perlukan gigitan nyamuk yang banyak sekali. Di lingkungan yang tidak
sehat dapat menyebabkan penyakit filariasis.
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis dan mata rantai
penularannya. Biasanya daerah endemis B. malayi adalah daerah dengan hutan rawa,
sepanjang sungai atau badan air lain yang ditumbuhi tanaman air. Daerah endemis W.
bancrofti tipe perkotaan (urban) adalah daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat
penduduknya dan banyak genangan air kotor sebagai habitat dari vector yaitu nyamuk Cx
quinquefasciatus. Sedangkan daerah endemis W. bancrofti tipe pedesaan secara umum
lingkungannya sama dengan daerah endemis B. malayi. Lingkungan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk, dimana di Kabupaten Bangka Barat banyak terdapat lobang bekas
penambangan timah dan digenangi oleh air. Secara umum lingkungan dapat dibedakan
menjadi lingkungan fisik, lingkungan biologic dan lingkungan sosial, ekonomi dan budaya.
a) Lingkungan fisik
Lingkungan fisik mencakup antara lain keadaan iklim, keadaan geografis, struktur
geologi, suhu, kelembaban dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan
kehidupan vector, sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-sumber
penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakaan tempat-tempat perindukan
dan beritirahatnya nyamuk. Lingkunagn dengan tumbuhan air di rawa-rawa dan
adanya hospes reservoir (kera, lutung dan kucing) berpengaruh terhadap
penyebaran B. malayi periodic noktuma dan non periodic.
b) Lingkungan Biologik
Lingkungan biologic dapat menjadi faktor pendukung terjadinya penularan filariasis.
Contoh lingkungan biologic adalah adanya tanaman air, genangan air, rawa-rawa
dan semak-semak sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia spp.
c) Lingkungan Kimia
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari
tempat perkembangbiakan. Sebagai contoh An. Sundaicus tumbuh optimal pada air
rumah
Seseorang dapat tertular filariasis, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk
infektif, yaitu nyamuk yang mengandung larva infektif. Pada saat nyamuk infektif menggigit
manusi, maka larva L3 ( larva stadium 3 ) akan keluar dari proboscis dan tinggal di kulit
sekitar lubang tusukan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya, larva L3 akan
masuk melalui luka bekas gigitan nyamuk dan bergerak menuju ke sistem limfe.
Manusia yang mengandung parasit selalu mendapat menjadi sumber infeksi bagi
orang lain yang rentan. Biasanya pendatang baru ke daerah endemic ( transmigran ) lebih
rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari pada penduduk asli. Pada
umumnya, laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan
untuk mendapat infeksi. Juga gejala penyakit lebih nyata laki-laki, karena pekerjaan fisik
yang lebih berat. Tipe B. malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi
untuk manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan kera
terutama jenis Presbytis, meskipun hewan lain mungkin juga terkena infeksi.
Pada dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila ditusuk oleh nyamuk
infektif. Nyamuk infektif mendapat microfilaria dari pengidap, baik pengidap dengan gejala
klinis maupun pengidap yang tidak menunjukkan gejala klinis. Pada daerah endemis
filariasis, tidak semua orang terinfeksi filariasis dan tidak semua orang yang terinfeksi
menunjukkan gejala klinis. Seseorang yang terinfeksi filariaisis tetapi belum menunjukkan
gejala klinis biasanya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis di dalam tubuhnya.
Penduduk pendatang pada suatu daerah endemis filariasi mempunyai risiko
terinfeksi filariasis lebih besar disbanding penduduk asli. Penduduk pendatang dari daerah
non endemis ke daerah endemis, misalnya transmigran, walaupun pada pemeriksaan darah
jari belum atau sedikit mengandung microfilaria, tetapi sudah menunjukkan gejala klinis
yang berat.
Bila penderita penyakit kaki gajah ini digigit nyamuk dan nyamuk mengisap
darahnya, maka microfilaria di dalam tubuh vector nyamuk akan mengalami multiplikasi dan
nyamuk menjadi pejamu. Nyamuk adalah pejamu definitive dan manusia adalah pejamu
intermediate.
3.5 MengapaBisaTerjadiPenyakitFilariasis
Terjadi penyakit filariasis karena penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap
darah seseorang yang telah tertular sebelumnya.Darah yang terinfeksi dan mengandung
larva dan akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit atau
menghisap darah orang tersebut.
Selain itu terjadi karena disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial: Wuchereria Bancrofti,
Brugia Malayi, BrugiaTimori. Cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia
terutama dalam kelenjar getah bening dan darah.Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar
getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina
menghasilkan jutaan anak cacing ( microfilaria ) yang beredar Darah terutama Malam hari..
nyamuk
Memakai kelambu pada saat tidur juga dapat mencegah gigitan nyamuk
Menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk
Membersihkan pekarangan dan lingkungan di sekitar rumah
Mencegah berkembangnya nyamuk dengan cara menguras penampungan air
yang menjadi tempat berkembangnya nyamuk
Pengobatan
1. Massal :Dilakukan di daerah endemis dengan menggunakan obat Dicthyl
Carbamazine Citrate (DEC) dikombinasikan dengan Albendazole sekali setahun
selama 5 tahunberturut-turut untuk mencegah reaksi pengobatan seperti demam
tau pusing dapat diberikan paracetamol. Pengobatan missal diikuti oleh seluruh
penduduk yang berusia 2 tahun keatas, yang ditunda selain usia 2 tahun,
wanita hamil, ibu menyusui dan mereka yang menderita penyakit berat.
2. Selektif
Dilakukan kepada orang yang mengidap microfilaria serta anggota keluarga yang
tinggal serumah dan berdekatan dengan penderita di daerah dengan hasil survey
microfilaria 1% ( nonendemis ).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Filariasis atau penyakit kaki ( elephantiasis ) adalah penyakit menular yang
mengenai saluraan kelenjar limfe ( getah bening ) disebabkan oleh cacing filari dan
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini menyerang semua golongan umum dan
bersifat menahun. Jika seseorang terkena penyakit ini dan tidak mendapatkan pengobatan
sedini mungkin dapat menimbulkan cacat menetap beberapa pembesaran kaki, lengan,
buah dada dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Penyakit Filariasis disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial, yaitu : Wuchereria
Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. Cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam
tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Cacing ini dapat hidup
dalam kelenjar getah bening manusia selama 4-6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing
dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing ( microfilaria ) yang beredar dalam darah
terutama malam hari.
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan
melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan
Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan
dengan operasi.
4.2 Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena
penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik, sehingga akan menjadi
beban keluarga, masyarakat dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dadang. 2006. Subang Daerah Endemis Filariasis. Diakses dari situs http://
www. Subang. go. id
2.
3.