Anda di halaman 1dari 35

1

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL


BEDAH

HEMOFILIA

Dosen : Dr. Hj. Nunung H, S.Kp, Mpd

Di Susun Oleh :

1. Almarifa Nur Afifa

2. Amalia Novi Yanti

3. Ana Safitri

4. Auliya Fitri

5. Ayu Hariani

6. Besse Nur Aisiah

7. Dwi Rahayu

8. Fatimah az zahra

9. Hanny Anggraini
2

10. Jihan Febrianti

11. Muhammad Ramadhana Syahid

12. Nopia Kanadita

13. Nur Hasanah

14. Putri Pujia Astuti

15. Safitriani

16. Sonia Wilan Oktaviani

17. Sukria

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI

2018
3

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin banyak nikmat yang Allah berikan


tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk
Allah atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga kami dapat menyeselaikan tugas makalah
yang membahas tentang Hemofilia
Dalam penyusunannya, kami mengucapkan terimakasih kepada
Dr. Hj. Nunung H, S.kp, Mpd selaku Dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah yang telah memberikan dukungan, dan kepercayaan
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami
sangat menerima kritik dan saran yang membangun agar penyusunan
makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Samarinda, Oktober 2018

Penyusun
4

Daftar Isi
Kata Pengantai
Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hemofilia.................................................................................................... 5

B. Klasifikasi Hemofilia .......................................................................................................... 6

C. Etiologi Hemofilia .............................................................................................................. 8

D. Patofisiologi Hemofilia......................................................................................................... 10

E. Manifestasi Klinis Hemofilia ................................................................................................ 12

F. Pemeriksaan Penunjang Hemofilia ...................................................................................... 14

G. Penatalaksanaan Hemofilia ................................................................................................. 16

H. Komplikasi Hemofilia ........................................................................................................... 17

I. Asuhan keperawatan ........................................................................................................... 18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................34

B. Saran .....................................................................................................35
5

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................36

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam
kehidupan manusia. Dalam mencapai manusia yang sehat secara fisik,
manusia harus tahu bahwa sistem imunlah yang bekerja dalam
menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh kita. Di dalam
melindungi tubuh kita, sistem imun memiliki kelainan-kelainan yang
ada baik akibat keturunan ataupun akibat penyakit. Salah satu kelainan
tersebut adalah hemofilia.
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked
recessive pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan
penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat
6

keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi


mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen.
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan
secara sex-linked recessive yaitu :
 Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defesiensi atau
disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc).
 Hemofilia B (Christmas disease) akaibat defesiensi atau
disfungsi F IX (faktor Christmas)
Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahn akibat
kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada
kromosom 4q32q35.
Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu
sekita abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19
sejarah baru hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya silsilah
keluarga Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh Otta (1803).
Sejak itu hemofilia dikenal dengan kelainan pembekuan darah yang
diturunkan secara X-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum
hukum Mandel diperkenalkan. Selanjutnya legg pada tahun 1872
berhasil membedakan hemofilia dari penyakit gangguan pembekuan
darah lainnya berdasarkan gejala klinis, yaitu berupa kelainan yang
diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang
berlangsung seumur hidup. Pada permulaan abad 20 hemofilia masih
didiagnosis berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan
darah. Pada tahun 1940-1950 para ahli baru berhasil mengidentifikasi
defisiensi F VIII dan F IX pada hemofilia A dan Hemofilia B. pada
tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein pembawanya di
plasma, yitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat
dibedakan kelainan perdarahan akibat hemofilia A dan penyakit van
Willebrand. Memasuki abad 21, pendekatan diagnostik dengan
teknologi yang maju serta pemberian faktor koagulasi yang diperlukan

1
7

mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas seperti orang


lainnya tanpa hambatan.
Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka
kejadian hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar
1:25.000-30.000 orang. Belum ada angka mengenai kekerapan di
Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai disbanding
kasus hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-15%
tanpa memandang ras, geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi
gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada
pasien tanpa riwayat keluarga (Ilmu Penyakit Dalam, 2010).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of
Hemofilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257.182 penderita
kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125.049
penderita hemofilia A dan 25.160 penderita hemofilia B. Penderita
hemofilia mencakup 63% seluruh penderita dengan kelainan
perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis kelainan
perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia
yaitu sebesar 39.9%.
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita harus memahami
konsep dasar tentang penyakit hemofilia ini agar dapat menjadi acuan
kita dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
hemofilia dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan hemofilia
agar tetap dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami buat maka muncul
keinginan kami sebagai calon perawat untuk membahas masalah
penyakit hemofilia guna untuk memperdalam ilmu pengetahuan
mengenai penyakit hemofilia agar dapat menjadi acuan dan konsep
8

dasar kami untuk melakukan asuhan keperawatan pasien dengan


hemofilia.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberi
tahu kepada pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar
mengetahui apa itu hemofilia dan apa saja asuhan keperawatan
pasien dengan hemofilia.
2. Tujuan khusus
Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah penulis
bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah sistem imun &
hematologi yang telah diberikan oleh dosen pembimbing serta
mahasiswa dapat mampu :
a. Mengetahui definisi hemofilia
b. Mengetahui klasifikasi hemofilia
c. Mengetahui etiologi hemofilia
d. Mengetahui patofisiologi hemofilia
e. Mengetahui manifestasi klinis hemofilia
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang hemofilia
g. Mengetahui penatalaksanaan hemofili
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau
didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode
perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor
VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia
A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2008). Oleh
karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita
hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena.
Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki kemungkinan
50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita
homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi
keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki
riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand,
Pettit, 1993).
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat
faktor resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan
esensial yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X (Wiwik
Handayani, 2008)
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked
10

recessive pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan


penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat
keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi
mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al,
2010).
Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang
diturunksn dengan karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah.
Hemofilia adalah kelainan perdarahan kongenital terkait kromosom X
dengan frekuensi kurang lebih satu per 10.000 kelahiran. Jumlah orang
yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang lebih 400.000.
Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang
merupakan 80-85% dari keseluruhan (Dorland’s Ilustrated Medical
Dictionary, 29/E. 2002).

B. Klasifikasi
Menurut Hadayani (2008) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu
sebagai berikut.
1. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk
paling umum yang ditemukan, terutama pada pria.
2. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama
ditemukan pada pria.
3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada
perlekatan trombosit dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria
dan wanita.
Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F
VIIIC) dapat karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC
dangan struktur abnormal.
2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX .
11

F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan


mengaktifkan F X. defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsic
sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukkan fibrin.
Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi. Hemofilia diturunkan
secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia tidak
disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan (I Made
Bakta, 2006).
Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2
bentuk: hemofiia A, defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B,
defisiensi faktor koagulasi IX. Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah
gen mutan dekat telomer lengan panjang kromosom X (Xq), tetapi
pada lokus yang berbeda, dan ditandai oleh pendarahan intramuskular
dan subkutis; perdarahan mulut, gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta
hemartrosis.
1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan
terkait –X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII.
Disebut juga hemofilia klasik
2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan
terkait-X yang disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX.
Disebut juga chrismast disease. Hemofilia B Leyden, bentuk
peralihan defisiensi faktor koagulasi IX, tendensi perdarahan
menurun setelah pubertas.
3. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh
kekurangan faktor koagulasi XI, terutama terlihat pada orang
turunan Yahudi Aohkenazi dan ditandai dengan episode berulang
perdarahan dan memar ringan, menoragia, perdarahan pascabedah
yang hebat dan lama, dan masa rekalsifikasi dan tromboplastin
parsial yang memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin
antecedent deficiency. PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome.
(Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002).
12

Derajat penyakit pada hemofilia :


1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia
berat dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan.
Kadang-kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang
jelas.
2. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia
sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia
berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu
berat, seperti olahraga yang berlebihan.
3. Ringan : 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia
ringan mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti
operasi, cabut gigi, atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily
Lynn. 2009).

C. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh factor gen atau keturunan. hemofilia
A dan B, kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga
termasuk penyakit resesif terkait –X. Oleh karna itu semua anak
perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier
penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari
perempuan yang kerier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita
penyakit hemofilia dapat terjadi pada wanita homozigot dengan
hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier) tetapi keadaan ini sangat jarang
terjadi .kira-kira 30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan
mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).
Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. (Muscari,
Mary E. 2005)
Menurut Robbins (2007) 70-80% penderita Hemofilia
mendapatkan mutasi gen resesif X-linked dari pihak Ibu. Gen F VIII
dan F IX terletak pada kromosom X dan bersifat resesif., maka
13

penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasi


klinis pada laki-laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada
perempuan bila kromosom X pada perempuan terdapat kelainan
(XhXh). Penyebab hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor
yang diperlukan untuk koagulasi darah akibat kekurangna faktor VIII
atau XI, terjadi hambatan pembentukan trombin yang sangat penting
untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional yang normal dan
pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas
vaskular. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII, sedangkan
hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX.
Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat
keluarga dari duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk
bawaaan resesif terkait-x. Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi
pada 1 dari 5000 laki-laki. Hemofilia B ( defisiensi faktor IX) terjadi
pada seperlimanya.

D. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital
karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau
faktor IX (hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital
ini diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam F
IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang yang
diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan
untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular (Cecily
Lynn Betz, 2009)
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit
dan pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons
pembuluh darah, adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan
bekuan darah, stabilisasi bekuan darah, pembatasan bekuan darah
14

pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan pemulihan aliran


darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah dan terpaparnya darah terhadap
matriks subendotelial. Faktor von Willebrand (vWF) akan teraktifasi
dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine
diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan
granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi
trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada
pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan
darah dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan
trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan
Ratnoff pada tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini
menggambarkan jalur intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin.
Meskipun memiliki beberapa kelemahan, kaskade ini masih dipakai
untuk menerangkan uji koagulasi yang lazim dipakai dalam praktek
sehari-hari.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX
maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh
karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya
perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti
dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun
pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan
masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan
perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau
trauma ringan.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8
dan F9. Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio
15

Xq28, sedangkan gen F9 terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih


dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi, namun inversi 22 dari gen F8
merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 50%
penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan
secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari
pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi
spontan dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga
penderita hemofilia pada kasus demikian.
Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala
perdarahan walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika
Serikat menemukan bahwa 5 di antara 55 orang penderita hemofilia
ringan adalah wanita (Muscari, Mary E. 2005).

Gambar.1

E. Manifestasi Klinis
16

Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan


hemofilia adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah
luka ringan, pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife
pada sendi, serta keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan
perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat kerusakan
sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang
terjadi dan perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada
hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma
ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering
terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam.
Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses
persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah
mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di
mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan
kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah.
Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna
yang masif dapat mengancam jiwa.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia (2006) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan
bahwa Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi
berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki,
bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena
ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada
saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih
mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramaskuler terjadi pada otot – otot fleksor besar,
khususnya pada otot betis, otot-otot region iliopsoas (sering pada
panggul) dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan
17

kehilangan darah yang nayata. Pendarahan intracranial bisaterjadi


secara spontan atau trauma yang menyebabkan kematian.
Retriperitoneal dan retrofaringeal yang membhayakan jalan nafas dan
mengancam kehidupan.Kulit mudah memar, Perdarahan memanjang
akibat luka, Hematuria spontan, Epiktasis, Hemartrosis (perdarahan
pada persendian menyebabkannyeri, pembengkakan, dan keterbatasan
gerak, Perdarahan jaringan lunak. Pembengkakan, keterbatasan gerak,
nyeri dan kelainan degenerative pada persendian yang lama kelamaan
dapat mengakibatkan kecacatan (Aru et al, 2010).
Tabel.1 Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan
manifestasi klinis perdarahan.
Berat Sedang Ringan
Aktivitas F VIII/F IX <0,01 (<1) 0,01-0,05 (1-5) >0,05 (>5)
U/ml (%)
Frek Hemofilia A (%) 70 15 15
Frek Hemofilia B (%) 50 30 20
Usia awitan ≤ 1 tahun 1-2 tahun  2 tahun
Gejala neonates Sering PCB Sering PCB Tak pernah PCB
Kejadian ICB Jarang ICB Jarang sekali
ICB
Perdarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup
kuat
Perdarahan SSP Resiko tinggi Resiko sedang Jarang
Perdaran post-op Sering dan fatal Butuh bebat Pada operasi
besar
Perdarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi
(trauma, cabut gigi)
PCB : post circumsional bleeding
ICB : intracranial hemorrhage
18

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated
Partial Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil
normal dan APPT memanjang, memberi kesan adanya defisiensi
(kurang dari 25%) dari aktivitas satu atau lebih factor koagulasi
plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien
dengan perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu
dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX
untuk memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a. Jumlah trombosit
b. Masa protombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional factor VIII dan IX

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan
kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada
sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
19

e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri


hebat, hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara
komprehensif dan holistic dalam sebuah tim karena
keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan
ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan
edukasi. Rehabilitasi medic atritis hemofilia meliputi : latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi
psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.

2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan,
kosentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup
banyak factor pembekuan tersebut. Hal ini berfungsi untuk
profilaktif/untuk mengatasi episode perdarahan. Jumlah yang
diberikan bergantung pada factor yang kurang.
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan
hemofili A ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan
pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari
mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis)
yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas
hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami
perdarahan otak dan sendi (Hadayani, Wiwik, 2008)
20

H. Komplikasi
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus
imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial,
kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal,
serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemofilia (Cecily
Lynn Betz, 2009) :
1. Arthritis
2. Sindrom kompartemen
3. Atrofi otot
4. Kontraktur otot
5. Paralisis
6. Perdarahan intracranial
7. Kerusakan saraf
8. Hipertensi
9. Kerusakan ginjal
10. Splenomegali
11. Hepatitis
12. Sirosis
13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
16. Anemia hemolitik
17. Thrombosis
18. Nyeri kronis
21

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
memiliki 1 kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya
menjadi pembawa sifat saja (carrier)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada
jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral,
ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Focus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering
terjadi infeksi pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi
akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila sering terjadi
perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan
mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak
adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku.
Pada sendi engsel mempunyai sedikit perlindungan terhadap
tekanan, akibatnya sering terjadi perdarahan.Sedangkan pada
sendi peluru seperti panggul dan bahu, jarang terjadi
perdarahan karena pada sendi peluru mempunyai perlindungan
yang baik. Apabila terjadi perdarahan, jarang menimbulkan
kerusakan sendi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter
seperti kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan
IX yang:
 Kurang dari 1% tergolong berat
 Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
22

 Kurang dari 5%-10% tergolong ringan


Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter
lainnya yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien
saat ini.
e. Riwayat Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang
dapat menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien
f. Pola Aktifitas
Klien sering mengalami nyeri dan perdarahan yang
memungkinkan dapat mengganggu pola aktifitas klien. Pola
istirahat akan terganggu dengan adanya nyeri anak sering
menangis.

2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini
mencakup yang berikut :
a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat
adanya hematom
b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan
proses pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan
resiko trauma
c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran
d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit
3. Rencana Intervensi
a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekauan ekstremitas
akibat adanya hematom
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respon
nyeri dada
23

Kriteria hasil : secara subjektif klien menyatakan penurunan


rasa nyeri, secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam
batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi
perifer.
Intervensi :
1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan
penyebarannya
R/ variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
terjadi sebagai temuan pengkajian
2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
 Atur posisi fisiologis
R/ posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke
jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia

 Istirahatkanlah klien
R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan
perifer, sehingga kebutuhan demand oksigen jaringan
 Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi
pengunjung
R/ lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
ekternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang beradaa di ruangan
 Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
R/ meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan nyeri
sekunder dari iskemia jaringan
 Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
R/ distraksi (pengalihan perhatian ) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan
produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok
24

reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri,


sehingga menurukan persepsi nyeri
 Beri kompres es
R/ pemeberian es secara local efektif diberikan setelah
terjadi trauma jaringan dan menurunkan respons nyeri
dari efek vasokontriksi
 Lakukan manajemen sentuhan
R/ menejemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan
dengan otomatis membantu suplai darah dan oksigen ke
area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri

3) Kolaborasi pemberian terapi :


 Analgesic
R/ digunakan untuk mengurangi nyeri sehubungan
dengan hematoma otot yang besar dan perdaarahan
sendi yang analgetika oral dan opioid diberikan untuk
menghindari ketergantungan terhadaap narkotika pada
nyeri kronis
 Pemberian konsentrat factor VIII dan IX
R/ konsentrat diberikan apabila klien mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan
sebelum pencabutan gigi atau pembedahan. Klien dan
keluarganya harus diajar cara memberikan konsentrat
dirumah, setiap ada tanda perdarahan. Beberapa klien
membentuk antibody terhadap konsentrat, sehingga
kadar factor tersebut tidak dapat dinaikkan.
 Asam tranexamic
25

R/ penghambat enzim fibrinolitik. Obat ini dapat


memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang
terbentuk, dan dapat digunakan setelah pembedahan
mulut klien dengan Hemofilia.
b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik,
kelainan proses pembekuan darah, ketidaktahuan
manajemen penurunan resiko trauma
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria hasil : klien dan keluarga mau berpartisipasi terhadap
pencegahan trauma, mengenal factor-faktor yang potensial
meningkatkan resiko trauma, mengenal manajemen aktifitas
Intervensi :
1) Kaji kemampuan mobilisasi : catat factor yang potensial
meningkatkan cidera
R/ menjadi data dasar dan meminimalkan resiko cidera
2) Kaji adanya tanda dan gejala perfusi jaringan
R/ deteksi seperti hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas,
pucat, kulit dingin, lembab, nyeri dada, dan penurunah
curah urine.
3) Ajarkan manajemen aktifitas
R/ klien didorong untuk bergerak perlahan dan mencegah
stress pada sendi yang terkena.
4) Ajarkan cara pemantauan dan pencegahan komplikasi
R/ pemantauan dan pencegahan komplikasi pada klien
hemofilia sangat penting diketahui klien atau orang tua
dengan tujuan menurunkannya pemantauan dan pencegahan
komplikasi tersebut meliputi :
 monitor tekanan darah, denyut nadi, respirasi, tekanan
vena sentral dan tekanan arteri pumonal harus dipantau,
26

begitu juga hemoglobin dan hematocrit, waktu


perdarahan dan pembekuan, serta angka trombosit
 monitor adanya pedarahan dari kulit, membrane mukosa
dan luka, serta adanya perdaarahan internal
 istirahat selama terjadinya episode perdarahan
 kompres dingin diberikan pada tempat pendarahan
 obat parenteral diberikan dengan jarum ukuran kecil
untuk mengurangi trauma dan resiko perdaarahan
 lingkungan dijaga agar bebas dari rintangan yang dapat
menyebabkan jatuh, klien dipindah dan digeser dengan
sangat hati-hati
 darah dan komponen darah diberikan sesuai kebutuhan
dan diusahakan untuk mencegah terjainya komplikasi
 kompres panas harus dihindari selama episode
perdarahan karena dapat mengakibatkan perdarahan
lebih lanjut.
 pemberian alat bantu, bidai tongkat, kruk sangat
berguna untuk memindahkan beban tubuh pada sendi
yang sangat nyeri
5) Lakukan pencegahan perdarahan
R/ pecegahan perdaarahan pada klien hemofilia sangat
penting di ketahui klien atau orang tua dengan tujuan
menurunkannya. Pencegahan tersebut, meliputi hal-hal
berikut :
 klien dan keluarganya diberi informasi mengenai resiko
perdarahan dan usaha pengamanan yang perlu
 anjurkan untuk mengubah lingkungan rumah
sedemikian rupa, sehingga dapat mencegah terjadinya
trauma fisik
27

 mencukur harus dilakukan dengan cukur listrik dan


menggosok gigi dengan sikat yang lembut untuk
menjaga kebersihan mulut
 hindari mengeluarkan ingus dengan kuat, batuk, dan
mengejan saat buang air besar harus dihindari
 pemberian laxantia
 hindari pemberian aspirin atau obat yang mengandung
aspirin harus dihindari
 anjurkan lakukan aktivitas fisik, ttp dengan keamanaan
yang baik
 olahraga tanpa kontak seerti berenang, mendaki gunung,
dan golf merupakan aktifitas yang dapat diterima,
sementara olahraga dengan kontak harus dihindari
 berikan latihan penguatan tungkai untuk rehabilitasi
setelah hemartosisi akut jelaskan pentingnya control
yang teratur dan pemeriksaan laboratorium
6) Kolaborasi pemberian atibiotika
R/ antibiotic bersifat bakteriosida/baktiostatika untuk
membunuh/menghambat perkembangan kuman
7) Evaluasi tanda atau gejala perluasan cidera jaringan
(peradangan, lokasi/sistemik, seperti peningkatan nyeri,
edema, dan demam)
R/ menilai perkembangan masalah klien
c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam klien atau keluarga mampu
mengembangkan koping yang positif
Kriteria hasil : klien kooperatif pada setiap intervensi
keperawatan, mampu menyatakan atau mengkomunikasikan
dengan orang terdekat tentang situasi yang sedang terjadi,
28

mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situai, mengakui


dan menggabungkan perubahan kedalam konsep diri dengan
cara yang akurat tanpa harga diri yang negative
Intervensi
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan
dengan derajat ketiadakmampuan
R/ menentukan bantuan individual dalam menyusun
rencana perawatan atau pemilihan intervensi
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien
R/ beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan
fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri,
sedangkan yang lain mempunyai kesulitan membandingkan
mengenal dan mengatur kekurangan.
3) Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk,
permushan dan kemarahan
R/ menunjukan penerimaan membantu klien untuk
mengenali dan mulai menyesuaikan dengan perasaan
tersebut
4) Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat
atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian
R/ mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau
perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan
kemampuan yang menunjukan kebutuhan dan intervensi
serta dukungan emosional
5) Berikan informasi status kesehatan pada klien dan keluarga
R/ klien dengan hemofilia sering memerlukan bantuan dala
menghadapi kondisi kronis, keterbatasan ruang kehidupan,
dan kenyataan bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit
yang akan diturunkan ke generasi berikutnya
6) Dukung mekanisme koping efektif
29

R/ sejak masa kanak-kanak, klien dibantu menerima dirinya


sendiri dan penyakitnya serta mengidentifikasi aspek positif
dari kehidupan mereka. Mereka harus di dorong untuk
merasa berarti dan tetap mandiri dengan mencegah trauma
yang dapat menyebabkan episode perdarahan akut dan
mengganggu kegiatan normal
7) Hidari factor peningkatan stress emosional
R/ perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut
secara professional dan personal serta menggali semua
sumber dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk
klien dan keluargnya
8) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan perbaiki
kebiasaan
R/ membntu meningkatkan perasaan harga diridan
mengontrol lebih dari satu area kehidupan
9) Anjurkan orang yang terdekat untuk mneginzinkan klien
melakukan sebanyak-banyaknya untuk dirinya
R/ menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi
proses rehabilitasi
10) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minta atau
partisipasi dalam aktifitas rehabilitasi
R/ klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
pengertian tentang peran individu masa mendatang
11) Dukung pengguaan alat-alat yang dapat mengadaptasikan
klien, tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter
R/ meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan
kebutuhan fisik dan menunjukan posisi untuk lebih aktif
dalam kegiatan sosial
30

12) Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi,


letargi, dan rendah diri
R/ dapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya
terjadi sebagai pengaruh dari stroke dimana memerlukan
intervensi dan evaluasi lebih lanjut
13) Kolaborasi : rujuk pada ahli neuro
R/ dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk
perkembangan perasaan
d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang
Kriteria hasil : klien menyatakan kecemasan berkurang,
mengenal perasaannya dapat mengidentifikasi penyebab atau
factor yang mempengaruhinya, koperatif terhadap tindaka,
wajah rileks
Intervensi
1) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, dampingi
klien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku
merusak.
R/ reaksi verbal atau non verbal dapat menunjukkan rasa
agitasi marah dan gelisah
2) Hindari konfrontasi.
R/ konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
3) Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat .
R/ mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
4) Tingkatkan control sensasi klien.
R/ control sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan)
dengan cara memberikan informasi tentang keadaan klien,
31

menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber


koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan
relaksasi, dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan
respon balik yang positif.
5) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan.
R/ orientasi dapat menurunkan kecemasan.
6) Beri kesempatan kepada klien untuk engungkapkan
ansietasnya.
R/ dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran
yang tidak diekspresikan.
7) Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.
R/ memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani
aktivitas dan pengalihan (membaca akan menurunkan
perasaan terisolasi).
8) Kolaborasi berikan anti cemas sesuai indikasi, contohnya
diazepam.
R/ meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
32

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau
didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode
perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor
VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia
A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X,
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX
maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh
karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya
perdarahan sulit berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti
dalam sendi, proses perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun
pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan
33

masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan
perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau
trauma ringan.
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan
hemofilia adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah
luka ringan, pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife
pada sendi, serta keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan
perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat kerusakan
sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus
imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial,
kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal,
serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini
mencakup yang berikut :
28
e. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat
adanya hematom
f. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan
proses pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan
resiko trauma
g. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran
h. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit

B. Saran
Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah maka
untuk penderita hemophilia kami sarankaan agar tetap sabar dan
berusaha untuk pengobatan rutin. Dan berusahasa agar menjaga
kesehatan dan mencegah dampak dari hemofilia.
34

DAFTAR PUSTAKA
Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
Hoffard, A.V. 2005. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC
I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia
Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
World federation of Hemophilia, Canada.2005.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Ed.8.
Jakarta: EGC.
Doenges, E Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:
EGC.
35

Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Yogyakarta : Media
Action Publishing.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai