Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transfusi darah hanya dilakukan atas dasar indikasi dan kedaruratan, jika
dilakukan secara tidak tepat dan tidak rasional dapat menimbulkan berbagai akibat
yang fatal. Reaksi transfusi adalah semua kejadian ikutan yang terjadi karena transfusi
darah. Setiap respon negatif terhadap komponen transfusi darah dianggap sebagai
reaksi transfusi. Kebanyakan reaksi transfusi terjadi dalam waktu 15 menit di awal
pemberian transfusi karena itu pemantauan ketat tanda-tanda dan status vital dapat
mencegah reaksi yang lebih parah. Reaksi transfusi membutuhkan pengenalan gejala
yang cepat, penyelidikan laboratorium, dan manajemen klinis. Jika diduga terjadi
reaksi transfusi selama pemberian darah, penanganan pertama yang paling aman
adalah menghentikan transfusi dan menjaga jalur intravena terbuka dengan infus
cairan natrium klorida 0,9% (normal saline). Sebelum dilakukan transfuse, informasi
pada label darah dan identitas pasien harus disesuaikan, hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa unit darah diberikan kepada pasien tepat.
Secara umum reaksi transfusi dapat dibagi dalam beberapa cara, yaitu menurut
jenis dan waktu terjadinya. Berdasarkan jenisnya, reaksi transfusi dibagi menjadi 1).
reaksi imunologi dan reaksi non imunologi, 2). reaksi infeksius dan non infeksius.
Berdasarkan waktu terjadinya, reaksi transfusi dibedakan menjadi reaksi akut dan
reaksi lambat. Reaksi hemolitik akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas
(ketidakcocokan) sel darah merah dimana eritrosit donor lisis karena adanya antibodi
pada resipien. Reaksi ini terjadi ketika antibodi resepien berikatan dengan antigen
eritrosit donor dan mengaktifkan komplemen, membentuk membrane attack complex
(C5-C9) dan melisiskan eritrosit donor. Berbagai kompenen yang dilepaskan selama
hemolisis seperti interleukin (IL-1, IL-6) dan tumor necrosis factor (TNF)-α menjadi
perantara terjadinya demam, hipotensi dan aktivasi endotelial. Meskipun volume
darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi
berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin
meningkatkan risiko.
Reaksi lambat dapat didefinisikan sebagai reaksi yang terjadi antara 24 jam
sampai 2 minggu setelah transfusi. Tidak ada perbedaan mutlak antara reaksi akut dan
lambat, dapat terjadi reaksi tumpang tindih. Sebagai contoh pasien mungkin

1
mengalami demam beberapa jam setelah menyelesaikan transfusi sel darah merah.
Pada reaksi hemolitik lambat, adanya reaksi hemolitik sering diketahui saat dilakukan
evaluasi laboratorium tentang respons antibodi setelah terpapar dengan antigen berupa
eritrosit donor. Antibodi tidak dikenali pada saat dilakukan tes silang donor dan
resipien (crossmatch) sebelum transfusi karena interaksi antigen-antibodi merupakan
respons imun sekunder yang diketahui setelah 3 sampai 7 hari. Angka kejadiannya
lebih tinggi dari reaksi hemolitik akut, diperkirakan 1 dari 300 sampai 1 dari 11.000
transfusi sel darah merah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi reaksi tranfusi?
2. Bagaimana etiologi reaksi tranfusi?
3. Apa saja gejala reaksi tranfusi?
4. Bagaimana reaksi tranfusi yang disebabkan oleh leukosit?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi reaksi tranfusi.
2. Untuk mengetahui etiologi reaksi tranfusi.
3. Untuk mengetahui gejala reaksi tranfusi.
4. Untuk mengetahui reaksi tranfusi yang disebabkan oleh leukosit.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI REAKSI TRANSFUSI


Reaksi transfusi didefinisikan sebagai efek samping yang terkait
dengan transfusi darah lengkap atau salah satu komponennya. Tingkat
keparahannya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai yang mengancam
jiwa. Reaksi dapat terjadi selama transfusi (reaksi transfusi akut) atau berhari-
hari hingga berminggu-minggu kemudian (reaksi transfusi tertunda) dan dapat
bersifat imunologis atau non-imunologis.
Reaksi mungkin sulit untuk didiagnosis karena dapat muncul dengan
gejala yang tidak spesifik dan sering tumpang tindih. Tanda-tanda dan gejala
yang paling umum termasuk demam, kedinginan, urtikaria (gatal-gatal).
Beberapa gejala sembuh dengan sedikit atau tanpa pengobatan. Namun,
gangguan pernapasan, demam tinggi, hipotensi (tekanan darah rendah), dan
urin merah (hemoglobinuria) dapat menunjukkan reaksi yang lebih serius.

2. ETIOLOGI REAKSI TRANSFUSI


Reaksi transfusi yang dimediasi imun biasanya terjadi karena
ketidakcocokan produk yang ditransfusikan dengan penerima. Antibodi yang
terjadi secara alami dalam penerima darah (seperti anti-A, anti-B yang
biasanya bertanggung jawab untuk reaksi transfusi hemolitik akut) serta
antibodi yang dibuat dalam menanggapi antigen asing (aloantibodi).
Aloantibodi ini menyebabkan banyak reaksi termasuk alergi ringan,
demam non-hemolitik, hemolitik akut dan anafilaksis. Antibodi yang ada
dalam donor darah juga dapat menyebabkan reaksi dan diduga terlibat dalam
cedera paru terkait transfusi (TRALI).
Reaksi non-imunologis biasanya disebabkan oleh efek fisik komponen
darah atau penularan penyakit. Kontaminasi bakteri misalnya, menghasilkan
reaksi transfusi septik dan disebabkan oleh kontaminasi bakteri dan / atau
endotoksin dari produk darah. Hal ini dapat terjadi pada saat pengumpulan
darah karena desinfeksi lengan donor darah yang tidak memadai, adanya
bakteri dalam sirkulasi donor pada saat pengumpulan darah, atau karena
penanganan produk yang tidak tepat setelah pengumpulan darah.

3
3. GEJALA REAKSI TRANSFUSI
Diagnosis reaksi transfusi akut dimulai dengan mengenali tanda dan gejala di
samping tempat tidur. Tanda dan gejala umum serta diagnosis banding
tercantum di bawah ini :
a. Urtikaria / Gatal
Urtikaria (gatal-gatal) dan / atau gatal-gatal dapat menjadi tanda
penyajian reaksi alergi ringan, tetapi juga dapat dikaitkan dengan
timbulnya reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa. Transfusi harus
dihentikan, dan pasien harus dipantau secara cermat untuk
perkembangan gejala.
b. Demam / Menggigil
Demam dan / atau kedinginan paling sering dikaitkan dengan
demam, reaksi non-hemolitik; mereka juga bisa menjadi tanda pertama
dari reaksi hemolitik akut yang lebih serius, TRALI, atau reaksi
transfusi septik. Jika suhu naik 1 C atau lebih tinggi dari suhu pada
awal transfusi, transfusi harus dihentikan. Reaksi hemolitik akut atau
kontaminasi bakteri harus dicurigai jika ada kenaikan suhu yang lebih
besar, atau gejala yang lebih serius (misalnya, kekakuan).
c. Gangguan Pernafasan / Dispnea
Dyspnea, atau sesak napas, adalah tanda memprihatinkan yang
sering dapat dilihat dengan reaksi yang lebih parah termasuk
anafilaksis, TRALI, dan TACO. Itu juga bisa dilihat dengan sendirinya
tanpa disertai gejala.
d. Hipotensi
Hipotensi dapat dilihat dengan reaksi hemolitik akut, reaksi
transfusi septik, anafilaksis, dan TRALI. Mereka juga telah dilaporkan
tanpa adanya reaksi transfusi terkait lainnya.
e. Hipotermia
Hipotermia dapat dilihat dengan transfusi volume besar dari produk
yang didinginkan. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah
menghangatkan pasien atau menghangatkan produk darah.

4
4. REAKSI TRANSFUSI YANG DISEBABKAN OLEH LEUKOSIT
a. Febrile nonhaemolytic transfusion reactions (FNHTRs)
Reaksi transfusi nonhaemolytic demam (FNHTRs) ditandai dengan
kenaikan suhu setidaknya 1 ° C yang tidak dapat dijelaskan selama atau
segera setelah transfusi. Premedikasi antipiretik dapat menutupi
demam, tetapi mereka biasanya tidak mencegah kedinginan dan
kekakuan, yang disebabkan oleh respons inflamasi sistemik yang
dimediasi sitokin. Penyebab lain demam harus dikecualikan sebelum
membuat diagnosis FNHTR. Pengobatan demam ini asimtomatik.
Leucoreduction laboratorium prestorage berguna dan lebih efektif
daripada leucoreduction samping tempat tidur.
b. Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI)
TRALI sekarang menjadi penyebab utama kematian terkait
transfusi. Ini disebabkan paling sering ketika plasma donor
mengandung human leukocyte antigen (HLA) atau leukosit (biasanya
granulosit) antibodi spesifik. Leukosit penerima dapat 'dipersiapkan'
oleh penyakit yang mendasari untuk menjadi lebih patuh terhadap
epitel alveolar paru. Pengenalan antibodi donor ke penerima
menyebabkan enzim granulosit dilepaskan, meningkatkan
permeabilitas kapiler dan mengakibatkan gangguan pernapasan
mendadak akibat edema paru, biasanya dalam waktu 6 jam setelah
tranfusi. Leukopenia dapat terjadi sementara. Sebagian besar kasus
membaik dalam 2 hari. TRALI paling sering terjadi dengan pemberian
produk darah dengan plasma, seperti FFP.

BAB III

5
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Reaksi transfusi mungkin sulit untuk didiagnosis karena dapat muncul dengan
gejala yang tidak spesifik dan sering tumpang tindih. Tanda-tanda dan gejala yang
paling umum termasuk demam, kedinginan, urtikaria (gatal-gatal). Beberapa gejala
sembuh dengan sedikit atau tanpa pengobatan. Namun, gangguan pernapasan, demam
tinggi, hipotensi (tekanan darah rendah), dan urin merah (hemoglobinuria) dapat
menunjukkan reaksi yang lebih serius.
Transfusi darah atas indikasi yang tidak tepat tidak akan memberi keuntungan
bagi pasien, bahkan memberi risiko yang tidak perlu. Keputusan melakukan transfusi
harus selalu berdasarkan penilaian yang tepat dari segi klinis penyakit dan hasil
pemeriksaan laboratorium.Transfusi dapat mengakibatkan penyulit akut atau lambat
dan membawa risiko transmisi infeksi. Reaksi transfusi yang disebabkan oleh leukosit
antara lain:Febrile nonhaemolytic transfusion reactions (FNHTRs) ditandai dengan
kenaikan suhu setidaknya 1 ° C yang tidak dapat dijelaskan selama atau segera setelah
transfusi. Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI sekarang menjadi penyebab
utama kematian terkait transfusi. Ini disebabkan paling sering ketika plasma donor
mengandung human leukocyte antigen (HLA) atau leukosit (biasanya granulosit)
antibodi spesifik.

B. SARAN
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan, harapan kami
makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena keterbatasan
pengetahuan dan referensi, kami menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna,
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar laporan ini
dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai