REAKSI TRANSFUSI
OLEH :
PRODI S1 3A
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Makalah Keperawatan Sistem Imun dan Hematologi Reaksi Transfusi dengan
tepat waktu.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Penulis
4. Reaksi demam
Orang yang menerima darah mengalami demam mendadak selama
atau dalam waktu 24 jam sejak transfuse. Sakit kepala, mual, menggigil,
atau perasaan umum ketidaknyamanan mungkin bersamaan dengan
demam. Acetaminophen (Tylenol) dapat merdakan gejala-gejala ini.
Reaksi-reaksi tersebut terjadi sebagai respon tubuh terhadap sel-sel
darah putih dalam darah yang disumbangkan. Hal ini lebih sering terjadi
sebagai respon tubuh terhadap sel-sel darah putih dalam darah yang
disumbangkan. Hal ini lebih sering terjadi pada orang yang pernah
mendapat transfuse sebelumnya dan pada wanita yang pernah beberapa
kali mengalami kehamilan. Jenis-jenis reaksi juga dapat menyebabkan
demam, dan pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan untuk
memastikan bahwa reaksi ini hanya demam.
Pasien yang mengalami reaksi demam atau yang beresiko terhadap
reaksi transfuse lainnya biasanya diberikan produk darah yang
leukositnya telah dikurangi. Artinya, sel-sel darah putih telah hilang
setelah melalui filter atau cara lainnya.
5. Reaksi Penularan Penyakit
Transfusi dapat diikuti infeksi berbagai mikroorganisme, hanya
sebagian dapat dideteksi dengan metode skrining yang ada. Risiko
penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada
berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan
skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit
darah. Saat ini dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko
transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C,
hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini
berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat
window period (periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah
infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).
Diagnosa diperkuat dengan pemeriksaan kultur darah dari sisa
darah yang diberikan dan dari darah penderita. Pada darah yang
mengalami kontaminasi berat akan menyebabkan sepsis akut dan syok
endotoksin dengan didahului demam, menggigil, berkeringat, mual,
muntah, takikardi disusul penurunan tekanan darah. Mikroorganisme yang
bisa didapati dalam komponen darah yaitu: Virus Hepatitis C, Virus
Hepatitis B, Virus Hepatitis G, HIV, Cytomegalo virus, Human T
lymphotrophic virus, Parvovirus B-19, bakteri sifilis, parasit malaria.
Saat ini seluruh darah donor di PMI di Indonesia diperiksa virus hepatitis
C, antigen virus hepatitis B, HIV, dan sifilis.
Untuk mengurangi potensi penularan penyakit, dilakukan
penapisan faktor risiko donor berdasarkan riwayat medis dan pemeriksaan
dengan serangkaian uji laboratorium. Telah digunakan teknik sterilisasi
untuk beberapa komponen plasma dan produk fraksional, namun belum
diciptakannya metode untuk melakukan sterilisasi terhadap komponen sel.
C. Manifestasi Klinik
1 Reaksi segera yang mengancam nyawa terjadi pada ketidakcocokan
ABO. Manifestasinya antara lain adalah:
2 Kemerahan pada wajah yang segera timbul
3 Rasa hangat di vena yang menerima darah
4 Demam dan menggigil
5 Nyeri dada dan pinggang
6 Nyeri abdomen disertai mual dan muntah
7 Penurunan tekanan darah disertai peningkatan kecepatan denyut
jantung
8 Sesak napas (dispnea)
9 Reaksi transfusi terhadap sel darah putih bersifat lebih ringan dan
biasanya berupa demam dan kadang-kadang menggigil.
D. Komplikasi
1. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh overload sirkulasi
2. Reaksi imunologis, dapat terjadi pada transfuse komponen darah yang
berasal dari sel dan plasma. Transfuse sel darah merah yang ABO nya
tidak kompatibel dapat menyebabkan hemolysis intravascular yang
mengancam jiwa pada sel-sel yang ditransfusikan dengan demam, rigor,
hemoglobinuria, hipotensi, dan gagal ginjal. Antibody atipikal yang
berasal dari transfuse sebelumnya atau kehamilan dapat menyebabkan
hemolysis intravascular atau, yang lebih sering, hemolysis ekstravaskular
yang lambat dengan anemia, icterus, splenomegali, dan demam.
3. Reaksi hipersensitivitas, terhadap komponen plasma mungkin
menyebabkan urtikaria, mengi, edema wajah, dan pireksia, tetapi dapat
menyebabkan syok anafilaktik terutama pada orang-orang dengan
defisiensi IgA.
E. Penatalaksanaan
1. Reaksi pirogen
Pasien harus diselimuti dan bila mungkin berikan air hangat (minum).
Reaksi pirogen biasanya tidak begitu berbahaya.
2. Reaksi alergi
a. Transfusi segera dihentikan.
b. Berikan epinefrin 1:1.000 sebanyak 0,5-1 ml subkutan (bila
perlu berikan 0,5-0,2 ml IV setelah diencerkan dulu).
c. Berikan antihistamin, misalnya difenhidramin 50 mg IM.
d. Preparat kortikosteroid parenteral.
3. Reaksi hemolitik
a. Hentikan transfusi.
b. Berikan diuretik untuk mencegah terjadinya nekrosis tubular
akut.
c. Manitol 10% 10-15 menit diberikan sebanyak 1.000 ml.
d. Jika terdapat anuria, kemungkinan besar terjadi gagal ginjal.
Pengobatan dilakukan terhadap gagal ginjal akut. Penting
diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Lakukan pemeriksaan ulang darah donor dan resipien (cross-
matched).