BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.DEFINISI
Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi (Susan Martin T, 1997)
Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yangdapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen
dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth,
2001)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS ( Gagal nafas Akut
) merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam
darah sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel –sel tubuh.sehingga tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan
karbondioksida akan menjadi lebih besar.
2.2.ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan
dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar.
2.3.PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas
kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien
mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya.
Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat
karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
2.4.MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
6. Dispnea dengan kesulitan bernafas
7. Terdapat retraksi interkosta
8. Sianosis
9. Hipoksemia
10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
2.5.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan fungsi ventilasi
a. Frekuensi pernafasan per menit
b. Volume tidal
c. Ventilasi semenit
d. Kapasitas vital paksa
e. Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f. Daya inspirasi maksimum
g. Rasio ruang mati/volume tidal
h. PaCO2, mmHg.
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada
PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg,
PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum)
untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan,
disritmia.
10. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
a. Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi
b. Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
c. Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
d. Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
11. Pemeriksaan Rontgent Dada :
a. Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
b. Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
12. Tes Fungsi paru :
a. Pe ↓ komplain paru dan volume paru
b. Pirau kanan-kiri meningkat
2.6.PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancama kehidupan
dengan segera, antara lain :
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan secara potensial
mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa riwayat penyakit paru-paru tampak
toleran dengan oksigen 100% selama 24-72 jam tanpa abnormalitas fisiologi yang
signifikan.
2. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas ini
bertujuan untuk memmberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane
alveolakapiler kembali membaik. Dua tujuan tambahan adalah :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenisasi selama periode kritis hipoksemia
berat.
b. Mengatasi factor etiologi yang mengawali penyebab distress pernapasan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ARDS
3.1. PENGKAJIAN
Pengkajian primer
1. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c. Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d. Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Frekuensi pernapasan : cepat
c. Sesak napas atau tidak
d. Kedalaman Pernapasan
e. Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f. Reflek batuk ada atau tidak
g. Penggunaan otot Bantu pernapasan
h. Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i. Irama pernapasan : teratur atau tidak
j. Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
a. Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b. adanya trauma atau tidak pada thorax
c. Riwayat penyakit dahulu / sekarang
d. Riwayat pengobatan
e. Obat-obatan / Drugs
Pemeriksaan fisik
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
d. Edema
e. Edema periorbital
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger
4. Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernafas dengan mengerutkan mulut
5. Hidung
a. Pernapasan dengan cuping hidung
6. Vena leher : Adanya distensi/bendungan
7. Dada
a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan,
dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati saluran
/rongga pernafasan)
d. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub, /pleural
friction)
f. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8. Pola pernafasan
a. Pernafasan normal (eupnea)
b. Pernafasan cepat (tacypnea)
c. Pernafasan lambat (bradypnea)
3.2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
napas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan napas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi alveoli,
penumpukan cairan di alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,
peningkatan secret, penurunan kemampuan untuk oksigenasi, kelelahan.
3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
NO DX.KEP INTERVENSI RASIONAL
KRITERIA EVALUASI
1. I Mempertahankan jalan
1) Monitor fungsi
1)
napas efektif pernapasan, Frekuensi,
irama, kedalaman, bunyi
dan penggunaan otot-
otot tambahan.
3) Berikan terapi O2
4) Lakukan suction
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
ACUTE respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan
dari gagal napas akut yang ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-
paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang
menyebar. Selain itu, ARDS dikenal juga dengan nama ‘noncardiogenic
pulmonary edema’, ‘shock pulmonary’, dan lain-lain.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit
paru akut yang memerlukan perawatan di IntensiveCare Unit (ICU) dan
mempunyai angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%. Penyebab spesifik
ARDS masih belum pasti,banyak faktor penyebab yang dapat berperan
padagangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut paru dan menyebabkan
fibrosis. ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalamruang interstisiel alveolar
dan perubahan dalam jaring-jaringkapiler, terdapat ketidak seimbangan ventilasi
dan perfusi yang jelas akibat akibatkerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam
pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolapsalveolar. Komplians paru
menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadikakuakibatnya adalah penuruna
karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia beratdan hipokapnia.
Oleh karena itu, penanganan ARDSsangat memerlukan tindakan khusus dari
perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut
dikarenakan klien yangmengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat
mengancam jiwa klien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari ARDS ?
2. Apa Etiologi dari ARDS ?
3. Bagaimana Patofisiologi dari ARDS ?
4. Bagaimana Pathway dari ARDS ?
5. Apa Manifestasi Klinis dari ARDS ?
6. Apa saja pemeriksaan Diagnostik dari ARDS ?
7. Bagaimana penatalaksaan dari ARDS ?
8. Apa faktor resiko dari ARDS ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dari ARDS ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari ARDS
2. Untuk mengetahui apa Etiologi dari ARDS
3. Untuk mengetahui Bagaimana Patofisiologi dari ARDS
4. Untuk mengetahui Bagaimana Pathway dari ARDS
5. Untuk mengetahui Apa Manifestasi Klinis dari ARDS
6. Untuk mengetahui Apa saja pemeriksaan Diagnostik dari ARDS
7. Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksaan dari ARDS
8. Untuk mengetahui Apa faktor resiko dari ARDS
9. Untuk mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dari ARDS
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Adult respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan
dari gagal napas akut yang ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-
paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang
menyebar. Selain itu, ARDS dikenal juga dengan nama ‘noncardiogenic
pulmonary edema’, ‘shock pulmonary’, dan lain-lain.
Adult Respirator Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal
napas mendadak yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang
mendasari sebelumnya. Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena
patogenesinya belum jelas dan terdapat banyak faktor predisposisi seperti syok
karena perdarahan, sepsis, rudapaksa/trauma pada paru atau bagian tubuh lainnya,
pankreastitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau metadon (Arif
Muttaqin, 2009).
B. Etiologi
Faktor penting penyebab ARDS antara lain :
1. Syock (disebabkan banyak faktor ).
2. Trauma (memar pada paru-paru, fraktur multiple, cidera kepala).
3. Cidera sistem syaraf yang serius.
Cidera sistem syaraf yang serius seperti trauma CVA, tumor, dan peningkatan
teknan intra kranial dapat menyebabkan terangsangnya syaraf simpatis sehingga
mengakibatkan vasokonstriksi sistemik dengan distribusi sejumlah besar volume
darah kedalam paru-paru hal ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatk dan
kemudian akan menyebabkan cidera paru-paru (plum injury).
4. Gangguan metabolisme (pankreatitis, dan uremia).
5. Emboli lemak dan cairan amnion.
6. Infeksi paru-paru difus (bakteri, virus, jamur).
7. Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO 2, dan
ozon).
8. Aspirasi (sekresi gastrik , tenggelam dan keracunan hidrokarbon).
9. Menelan obat berlebih dan overdosis narkotik atau non narkotik (heroin, opioit,
aspirin).
10. Kelainan darah (DIC, Tranfusi darah multiple, dan bypass cardiopulmoner).
11. Operasi besar.
12. Renspons imunilogi terhadap antigen pejamu (sysdrom goospasture SLE).
C. Patofisiologi
Terlepas dari awal mula prosesnya, ARDS selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru-paru sehingga membentuk edema paru-paru.
Namun hal ini berbeda dengan edema paru-paru kardiogenik karena tekanan
hidrostaltik kapiler paru-paru tidak meningkat. Awalnya terdapat cidera pada
membrane alveola kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan, makro molekul,
dan komponen-komponen sel darah kedalam ruang interstisial. Seiring dengan
bertambah parahnya penyakit, kebocoran tersebut masuk ke dalam alveoli.
Peningkatn permeabilitas vascular terhadap protein membuat perbedaan
hidrostatik yang besar sehingga peningkatan tekanan kapiler yang ringanpun
dapat meningkatkan edema interstisial dan alveolar. Colaps alveolar terjadi
sekunder terhadap efek caira alveolar, terutama fibrinogennnya yang mengganggu
aktvitas surfaktan normal dan Karena kemungkinan gangguan produksi surfaktan
lanjutan oleh cidera pada pneumocyt granular. Kapasitas pengisian paru-paru
menjadi kurang yaitu menjadi kaku karena edema interstisial dan colaps alveoli.
D. Pathway
TIMBULNYA SERANGAN
TRAUMA ENDOTELIUM KERUSAKA
N TRAUMA TYPE LL
Paru Pneumocytis
Alveolar
surfacta
Edema
Pulmonal penurunan Atelektasis
Pengembangan paru
Alveoli
terendam Hipoksemia Abnormalitas
Ventilasi Perfusi
Sembuh Kematian
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis ARDS bervariasi tergantung dari penyebabnya. Pada
permulaan cidera dan selama beberapa jam pertama, pasien mungkin bebas dari
gejala-gejala dan tanda-tanda gangguan pernafasan. Seringkali tanda terdininya
adalah peningkatan frekuensi pernafasan yang segera diikuti dengan dipsnea .
Pengukuran analysis blood gasses (ABGs) lebih dini akan memperlihatkan
peningkatan PO2 meskipun PCO2 menurun, sehingga perbedaan oksigen alveolar
arteri meningkat. Pada stadium dini tersebut pemberian oksigen dengan masker
atau dengan kanula menyebabkan peningkatan bermakna dalam PO2 arteri.
Pada pemeriksaan fisik dapat juga di temukan suara ronchi basahi
saat inspirasi halus, meskipun tidak begitu jelas.
F. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium :
1. Pemeriksaan fungsi ventilasi
a. Frekuensi pernafasan per menit
b. Volume tidal
c. Ventilasi semenit
d. Kapasitas vital paksa
e. Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f. Daya inspirasi maksimum
g. Rasio ruang mati/volume tidal
h. PaCO2, mmHg.
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada
PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg,
PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum)
untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan,
disritmia.
10. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
a. Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi
b. Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
c. Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
d. Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
11. Pemeriksaan Rontgent Dada :
a. Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
b. Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
12. Tes Fungsi paru :
a. Pe ↓ komplain paru dan volume paru
b. Pirau kanan-kiri meningkat
G. Penatalaksaan
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancaman
dengan segera anAtara lain :
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan secara potensial
mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa riwayat penyakit paru-paru tampak
toleran dengan oksigen 100% selama 24-27 jam tanpa abnormalitas fisiologis
yang spesifik.
2. Vetilasi Mekanik
Aspek penting perwaatan ARDS adalah ventilasi mekanik. Terapi modalitas ini
bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membran
alveolakapiler kembali mmebaik. Dua tujuan tambahan adalah :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigen selema periode kritis hipoksemia
berat.
b. Mengatsi faktor etiologi yang mengawali penyebab distress pernafasan.
3. Positif and Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksegen adekuat diberikan melalui volume ventilator dengan
tekanan dan kemampuan alira yang tinggi, dimana PEEB dapat di tambahkan .
positif and expiratory breathing (PEEB) dipertahankan dalam alveoli melalui
siklus pernafasan untuk mecegah alveoli kolaps pada akhir ekpirasi.
Komplikasi utama PEEB adalah penurunan curah jantung da barotrauma. Hal
tersebut seringkali terjadi jika pasien diventilasi dengan tidal volume di atas
15ml/kg atau PEEB tingkat tinggi. Peralata selang dada torakstomi darurat harus
siap sedia.
4. Pemantauan oksigen Arteri Adekuat
Sebagian besar volume oksigen di transpor ke jaringan dalam bentuk
oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandunga oksigen dalam darah menurun.
Sebagian akibat efek ventialsi mekanik PEEB pengukuran seri hemoglobin perlu
dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan menetukan kebutuha
untuk ttarnsfusi sel darah mearah.
5. Terapi farmakologi
Penggunaan kortisteroid untuk terapi masih kontroversial. Rapi Sebealumnya
terapi antibiotik diberika untuk profilaksis, tetapi pengalaman menujukan bahwa
hal ini tidka dapat mencegah sepsis gram negatife yang berbahaya. Akhirnnya
antibiotik profilaksis tidak lagi digunakan.
6. Pemeliharaan jalan nafas
Selang endotracheal atau selang trakheostomi disediakan tidak hanya sebagai
jalan nafas, tetapi juga melindungi jalan nafas ( dengan cuff utuh), memberikan
dukuga ventilasi kontiu dan memberikan konsentrasi oksigen terus-menerus.
Pemeliharaan jalan nafas meliputi: menatahui waktu penghisapan, teknik
penghisapan, tekanan cuff adekuat, pencegahan nekrosis tekanan nasal dsan oral
untuk membuang secret, dan pemonitoran konstan terhadap jalan nafas bagian
atas.
7. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadapa sekresipada saluran pernafasan bagian atas dan bawah
serta pencegahan infeksi melalui teknik penghisapan yang tealh dilakukan. Infeksi
nosocomial adalah infeksi yang disapatkan di rumah sakit.
8. Dukungan Nutrisi
Malnutrisi merupakan masalh umu pada paseien dengan masalah kritis. Nutrisi
parental total (hiperalimentsi intravena) atau pemberian makanan melalui selang
dapat memperbaiki malnutrisi dan kemungkinan pasien untuk menghindari gagal
nafas sehubugan dengan nutrisi buruk pada otot inspirsi.
9. Monitor semua sistem terhadap respon tarapi dan potensial komplikasi
Rata-rata mortalita 50-70%, dapat menimbulkan gejal sisa saat penyembuhan.
Prognosis jangka panjag baik. Abnormalitas obstruksif terbatas, defek difusi
sedang dan hipoksemia selama latihan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN ARDS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Kaji nama, umur, jenis kelamin , status perkawinan, agama dan suku.
2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neurologis yaitu :
a. Distres pernafasan akut ; takipnea, dispnea , pernafsan menggunakan otot
aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c. Riwayat Keluhan Utama
P : Nyeri
Q : Terus menurus
R : seluruh persendian, dada, dan perut
S : 4 (0-5)
T : saat beraktivitas
3. Riwayat kesehatan sekarang
a. Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit yang
sama ketika kline masuk rumah sakit.
4. Riwayat kesehatan dahulu
a. Kaji apakah kline pernah menderita riwayat penyakit yang sama sebelumnya
5. Riwayat pemakaian obat-obatan
B. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway ( Jalan Napas)
a. Jalan nafas tidak normal
b. Terdengar adanya bunyi nafas ronchi
c. Tidak ada jejas badan daerah dada
2. Breathing
a. Peningkatan frekuensi nafas
b. Nafas dangkal dan cepat
c. Kelemahan otot pernafasan
d. Kesulitan bernafas (sianosis)
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung: Gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit Kepala
c. Pingsan
d. Berkeringat banyak
e. Pusing
f. Mata berkunang-kunang
g. Berkeringat banyak
4. Disability
a. Dapat terjadi penurunan kesabaran
b. Treage (Merah)
C. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Pengkajian fisik
a. B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah,
krekel halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
b. B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal
ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium
lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur
ataugallop.
c. B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
d. B4 (Bowel): -
e. B5 (Bladder): -
f. B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.
2. Pengelompokan data
a. Data subjektif
1) Klien mengeluh mudah lelah
2) Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
3) Klien mengatakan ingin sembuh dari penyakit
4) Klien mengatakan takut akan kondisinya
5) Klien mengatakan kesulitan untuk bernafas
6) Klien mengatakan merasa sesak
b. Data Objektif
1) Peningkatan kerja nafas (penggunaan otot pernafasan)
2) Bunyi nafas mungkin ronchi dan suara nafas bronchial
3) Nafas cepat
4) Penurunan dan tidak seimbangnya ekspansi darah
5) Adanya sputum encer, berbusa
6) Sianosis
7) Ketakutan akan kematian
8) Hipoksemia
9) Hipotensi pada stadium lanjut
10) Takikardi
11) Kulit membrane mukosa mungkin pucat atau dingin
12) Klien Nampak gelisah
13) Kelemahan otot
14) Mudah lelah saat beraktivitas
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d membran kapiler alveoli
2. Ketidak efektifan pola nafas b.d kelemahan otot-otot pernafasan
3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafar b.d mukus berlebih
E. INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC
TGL Nursing outcomes Nursin
clasification
1 Diagnosa : gangguan pertukaranSetelah dilakukan asuhan bantuan ventilasi:me
gasberhubungan dengan membrankeperawatan selama 2 hari. optimal dalam memaksi
kapiler alveoli ( 00030) Diharapkan klien dapat
Label: domain 3 eliminasi danmerasakan kenyamanan.
pertukaran Dengan KH :
Kelas: 4 fungsi pernafasan status pernafasan :pertukaran
Definisi kelebihan atau kekurangangas: pertukaran O2 dan CO2 di
oksigenasi atau eliminasialveoli untuk mempertahankan
karbondioksida di membran kapilerkonsentrasi gas darah alveoli
alveolar
Batasankarakteristik:
DS : Dispnea
DO : sianosis,hipoksia, hipoksemia
2 Diagnosa :ketidakefektifan polaSetelah dilakukan asuhan Manajemen jalan naf
nafas berhubungan dengankeperawatan selama 2 hari mefasilitasi kepatena
kelemahan otot-ototDiharapkan klien dapat Pengisapan jalannapa
pernafasan (00032) merasakan kenyamanan. jalan napasdengan caram
Label: domain 4 Aktivitas/istirahat Dengan KH: as oral atautrakea pasien
Kelas: 4 respons Status pernafasan : kepatenan Bantuanventilasi:men
kardiovaskular/pulmonal jalan nafas :jalan nafasoptimal sehinggamemak
Definisi : inspirasi dan/ atautrakeobronkial bersih dan
ekspirasi yang tidak memberiterbuka untuk pertukaran gas
ventilasi yang adekuat. Status respirasi :
Batasankarakteristik : ventilasi:pergerakan udara
DS : Dispnea kedalam dan keluar paru
DO : Takipnea,Penurunan
tekanan,inspirasi dan ekspirasi
3 Diagnosa : Ketidak efektifanSetelah dilakukan asuhanManajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas berhubungankeperawatan selama 2 hari Mefasilitasi kepa
dengan mukus berlebih (00031) Diharapkan klien dapat Pengaturan posis
Label: domain 11keamananmerasakan kenyamanan. secara sengaja untuk me
/perlindungan. Dengan KH: psikologis.
Kelas: 2. Cedera fisik . cedera atau Pengisapan jalan nafas Bantuanventilas
bahaya pada tubuh mengeluarkan sekret dari jalan optimal , yang memaksi
Definisi :ketidakmampuan untuknafas dengan memasukan
membersihkan sekret atau obstruksikateter pengisap jalan nafas oral
saluran pernafasan gunadan atau trakea .
mempertahankan jalan nafas yang Pencegahan aspirasi :
bersih tindakan personal untuk
Batasan karakteristik: mencegah masuknya cairan dan
DS : Dispnea partikel padat kedalam paru
DO : Sputum berlebih Status pernafasan
ventilasi: pergerakan udara
masuk dan keluar paru.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adult respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan
dari gagal napas akut yang ditandai dengan: hipoksemia, penurunan fungsi paru-
paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang
menyebar. Selain itu, ARDS dikenal juga dengan nama ‘noncardiogenic
pulmonary edema’, ‘shock pulmonary’, dan lain-lain.
Faktor penyebab yang dapat berperan padagangguan ini menyebabkan
ARDS tidak disebut paru dan menyebabkan fibrosis. ARDS terjadi sebagai akibat
cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan
kebocoran cairan kedalamruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-
jaringkapiler, terdapat ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat
akibatkerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru.
Sembuh ? Kematian
ASKEP ARDS
1. Identitas pasien
· Nama : Ny .
· Umur :
· Jenis Kelamin :
· Status Perkawinan :
· Agama :
· Suku :
2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neurologis yaitu :
·
· Distres pernafasan akut ; takipnea, dispnea , pernafsan menggunakan otot
aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
· Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
· Riwayat Keluhan Utama
P : Nyeri
Q : Terus menurus
R : seluruh persendian, dada, dan perut
S : 4 (0-5)
T : saat beraktivitas
B. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway ( Jalan Napas)
· Jalan nafas tidak normal
· Terdenganr adanya bunyi nafas ronci
· Tidak ada jejas badan daerah dada
2. Breathing
· Peningkatan frekuensi nafas
· Nafas dangakal dan cepat
· Kelemahan otot pernafasan
· Kesulitan bernafas (seanosis)
3. Cirkulation
· Penurunan curah jantung : Gelisa, letargi, takikardia
· Sakit kepala
· Pingsan
· Berkeringan banyak
· Pusing
· Mata berkunang-kunang
· Berkeringat banyak
4. Disability
· Dapat terjadi penurunan kesabaran
· Treage (merah)
C. PENGKAJIAN SEKUNDER
Ø Pengkajian fisik
· B1 (Breath):
o sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah, krekelshalus di
seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
· B2 (Blood):
o pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal ataumeningkat
(terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut(shock), takikardi
biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur ataugallop.
· B3 (Brain):
o kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
· B4 (Bowel): -
· B5 (Bladder): -
· B6 (Bone):
o kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.
a. Pengelompokan data
· Data Subjejtif
¾ Klien mengeluh mudah lelah
¾ Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
¾ Klien mengatakan ingin sempbuh dari penyakit
¾ Klien mengatakan takut akan kondisinya
¾ Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
¾ Klien mengatakn kesulitan untuk bernafas
¾ Klien mengatakan merasa sesak
· Data Objektif
¾ Peningkatan kerja nafas ( penggunaan otot pernafasan)
¾ Bunyi nafas mungkin ronci dan suara nafas bronkhial
¾ Nafas cepat
¾ Penurunan dan tidak seimbangnya ekspansi darah
¾ Adanya sputum encer, berbusa
¾ Ceanosis
¾ Ketakutan akan kematian
¾ Hipoksemia
¾ Hipotensi pada stadium lanjut
¾ Takikardi
¾ Kulit membran mukosa mungkin pucat atau dingin
¾ Klien nampak gelisa
¾ Kelemahan otot
¾ Mudah lelah saat beraktivitas
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. gangguan pertukaran gas
2. ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernafasan
3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebih
E. RENPRA
NO DIAGNOSA NOC NIC
TGL KEPERAWATAN Nursing Nursing intervention classifi
outcomes
clasification
1 Diagnosa : gangguan Setelah · bantuan ventilasi bantuan ventilasi :meningkatka
pertukaran dilakukan yang optimal dalam memaksimalkan pertukaran o
gas berhubungan dengan asuhan
membran kapiler alveoli keperawatan
( 00030) selama 2 hari
Label: domain 3 eliminasi Diharapkan
dan pertukaran klien dapat
Kelas: 4 fungsi pernafasan merasakan
Definisi kelebihan atau kenyamanan.
kekurangan oksigenasi atau Dengan criteria
eliminasi karbondioksida di hasil
membran kapiler alveolar status
Batasan karakteristik : pernafasan
Data Subyektif : :pertukaran
Dispnea gas:pertukaran
Data Obyektif : c02 dan o2 di
sianosis alveoli untuk
hipoksia mempertahanka
hipoksemia n konfdentrasi
gas darah
alveoli
2 Diagnosa : ketidakefektifa Setelah · Manjmen jalan nafas : mefasilitasi kepatenan ja
n pola nafas berhubungan dilakukan · Pengisapanjalannapas : mengeluarkan secret
dengan kelemahan otot-otot asuhan jalannapasdengancaramemasukankateterpengisap
pernafasan ( 00032) keperawatan atautrakeapasien
Label: domain 4 selama 2 hari · Bantuanventilasi:meningkatkanpolapernafasanspo
Aktivitas/istraha Diharapkan sehinggamemaksimalkanpertukaranoksigendanka
Kelas: 4 respons klien dapat ·
kardiovaskular/pulmonal merasakan
Definisi :inspirasi dan/ atau kenyamanan.
ekspirasi yang tidak Dengan criteria
memberi ventilasi yang hasil
adekuat. Status
Batasan karakteristik : pernafasan :
Data Subyektif : kepatenan jalan
Dispnea nafas :jalan
Data Obyektif : nafas
Takipnea trakeobronkial
Penurunan tekanan bersih dan
inspirasi dan ekspirasi terbuka untuk
pertukaran gas
Status
respirasi :
ventilasi
:pergerakan
udara kedalam
dan keluar paru
3 Diagnosa : Ketidak Setelah · Manjmen jalan nafas : mefasilitasi kepatenan ja
efektifan bersihan jalan dilakukan · Penganturan posisi: posisi pasien atau bagian tub
nafas berhubungan dengan asuhan untuk memfasilitasi kesejatraan fisiologi dan psik
mukus berlebih (00031) keperawatan Bantuanventilasi: meningkatkan pola nafas sponta
Label: domain 11 selama 2 hari memaksimalkan pertukaran oksigen dan carbon d
keamanan /perlindungan. Diharapkan
Kelas: 2. Cedera fisik . klien dapat
cedera atau bahaya pada merasakan
tubuh kenyamanan.
Definisi : ketidakmampuan Dengan criteria
untuk membersihkan sekret hasil
atau obstruksi saluran · Pengisapan
pernafasan guna jalan nafas
mempertahankan jalan mengeluarkan
nafas yang bersih sekret dari jalan
Batasan karakteristik : nafas dengan
Data Subyektif : memasukan
Dispnea kateter pengisap
Data Obyektif : jalan nafas oral
Sputum berlebih dan atau trakea .
· Pencegahan
aspirasi :
tindakan
personal untuk
mencegah
masuknya
cairan dan
partikel padat
kedalam paru
Status
pernafasan
ventilasi:
pergerakan
udara masuk
dan keluar paru.
DAFTAR PUSTAKA
A. DEFINISI
Adult respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan suatu bentuk dari gagal
napas akut yang ditandai dengan : hipoksemia, penurunan fungsi paru-paru,
dipsnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang
menyebar. Selain ARDS dikenal juga dengan nama “noncardiogenic pulmonary
edema”,shock pulmonary”, dan lain-lain.
B. ETIOLOGI
Faktor penting penyebab ARDS antara lain :
1. Shock (disebabkan banyak factor)
2. Trauma (memar pada paru-paru, fraktur multiple, dan cedera kepala)
3. Cedera sistem saraf yang serius
Cedera sistem saraf yang serius seperti trauma, CVA, tumor, dan
peningkatan tekanan intracranial dapat menyebabkan terangsangnya saraf
simpatis sehingga mengakibatkan vasokonstriksi sistemik dengan distribusi
sejumlah besar volume darah ke dalam paru-paru. Hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik dan kemudian akan menyebabkan cedera paru-
paru (lung injury).
4. Gangguan metabolisme (pankreatitis dan uremia).
5. Emboli lemak dan cairan amnion.
6. Infeksi paru-paru difus (bakteri,virus,dan jamur).
7. Inhalasi gas beracun (merokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, NO 2, dan
ozon ).
8. Aspirasi (sekresi genetic, tenggelam, dan keracunan hidrokarbon).
9. Menelan obat berlebihan dan overdosis narkotik/nonnarkotik (heroin, opoid, dan
aspirin).
10. Kelainan darah (DIC, tranfusi darah multiple, dan bypass kardiopulmoner).
11. Operasi besar.
12. Respons imunologik terhadap antigen pejemu (sindrom goodpasture dan SLE).
C. PATOFISIOLOGI
Terlepas dari awal mula prosesnya, ARDS selalu berhubungan dengan
penambahan cairan dalam paru-paru sehingga membentuk edema paru-paru.
Namun, hal ini berada dengan edema paru-paru kardiogenetik karena tekanan
hidrostatik kapiler paru-paru tidak meningkat. Awalnya, terdapat cedera pada
membran alveolar kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan, makromolekul,
dan komponen-komponen sel darah ke dalam ruang interstisial. Sering dengan
bertambah parahnya penyakit, kebocoran tersebut masuk ke dalam alveoli.
Peningkatan permeabilitas vaskuler terdapat protein membuat perbedaan
hidrostatik yang besar sehingga peningkatan tekanan kapiler yang ringan pun
dapat meningkatkan edema interstisial dan alveolar. Kolops alveolar terjadi
sekunder terhadap efek cairan alveolar, terutama fibrinogenya yang mengganggu
aktivitas surfaktan normal dank arena kemungkinan gangguan produksi surfaktan
lanjutan oleh cedera pada pneumocyt granular. Kapasitas pengisian paru-paru
menjadi kaku karena edema interstisial dan kolaps alveoli.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis ARDS bervariasi tergantung dari penyebabnya. Pada
permulaan cedera dan selama beberapa jam pertama, pasien mungkin bebas dari
gejala-grejala dan tanda-tanda gangguan pernapasan. Sering kali tanda terjadinya
adalah peningkatan frekuensi pernapasan yang segera diikuti dengan dyspnea.
Pengukuran analysis blood gasses (ABGs) lebih dini akan memperlihatkan
penekanan PO2 meskipun PCO2 menurun, sehingga perbedaan oksigen alveolar-
arteri meningkat. Pada stadium dini tersebut pemberian oksigen dengan masker
atau dengan kanul menyebabkan peningkatan bermakna dalam PO2 arteri.
Pada memeriksaan fisik dapat juga ditemukan suara napas ronchi basah saat
inspirasi halus, meskipun tidak begitu jelas.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS
1. Chest X-ray : pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrate yang terletak di tengah region perihilar paru-
paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di interstisial secara bilateral dan
infiltrate alveolar, menjadi pembesaran pada jantung.
2. ABGs : hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnia (penurunan nilai CO2 dapat
terjadi trauma pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi),
hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis
respiratori (pH >7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga
timbul padda stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan anatomical
dead space dan penurunan ventilasi alveor. Asidosis metabolism dapat timbul pada
stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai laktat darah.
3. Pulmonary Function Test : kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru
menurun, terutama FRC, peningkatan anatomical dead space dihasilkan oleh area
dimana timbul vasokontriksi dan mikroemboli
4. Asam Laktat : meningkat
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan :
a. Menurunya fungsi silia pada jalan napas (hipoperfusi)
b. Peningkatan jumlah/kekentalan secret pulmonal.
c. Peningkatan resistensi jalan udara (edema interstisial)
Kemungkinan data yang timbul
a. Pasien mengeluh dipsnea
b. Perubahan pada kedalaman /jumlah pernapasan dan penggunaan otot aksesori
pernapasan.
c. Batuk (efektif atau inefektif) dengan atau tanpa produksi sputum.
2. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan :
a. Akumulasi protein dan cairan pada ruang interstisial/alveolar.
b. Hipoventilasi alveolar.
c. Penurunan produksi surfaktan yang menyebabkannkolaps alveolar.
Kemungkinan data yang timbul :
a. Takipnea,penggunaan otot aksesori pernapasan.
b. Perubahan nilai ABGs
c. Ventilasi/perfusi mismatch dengan peningkatan anatomical dead space.
3. Resiko tinggi kurang volume cairan yang berhubungan dengan :
a. Penggunaan diuretic.
b. Perubahan bagian cairan.
4. Kecemasan atau ketakutan (spesifik) yang berhubungan dengan :
a. Krisis situasi
b. Perubahan status kesehatan dan ketakutan akan mati.
c. Faktor fisiologis (efek hipoksemia)
Kemungkinan data yang timbul
a. Peningkatan ketegangan dan tidak berdaya.
b. Ketakutan dan kelemahan.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancaman
kehidupan dengan segera, antara lain:
1. Terapi oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan secara potensial
mempunyai efek samping toksik. Pasien tanoa riwayat penyakit paru-paru tampak
toleran dengan oksigen 100% selama 24-72 jam tanpa abnormalitas psikologis
yang signifikan.
2. Ventilasi mekanik
Askep penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas ini
bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membran
aveolakapiler kembali membaik. Dua tujuan tambahan adalah:
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
berat.
b. Mengatasi factor etiologi yang mengawali penyebab distress pernapasan
3. Positif end espiratory breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigenasi adekuat diberikan melalui volume ventilator dengan
tekanan dan kemampuan aliran yang tinggi, dimana PEEB dapat
ditambahkan.Positif end expiratory breathing (PEEB dipertahankan dalam alveoli
melalui siklus pernapasan untuk mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
4. Pemantauan oksigenasi arteri adekuat
Sebagaian besar volume oksigen ditranspor ke jaringan dalam bentuk
oksihemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah menurun.
Sebagai akibat efek ventilasi mekanik PEEB pengukuran seri hemoglobin perlu
dilakukan untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan menentukan kebutuhan
untuk tranfusi sel darah merah.
5. Tirasi cairan
Efek pathogenesis dari peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler adalah dapat
mengakibatkan edema interstisial dan edema alveolar.Pemberian cairan yang
berlebihan pada orang normal dapat menyebabkan edema paru-paru dan gagal
pernapasan. Tujuan utama terapi ccairan adalah untuk mempertahankan parameter
fisiologik normal.
6. Terapi farmakologi
Penggunaan kartikosteroid untuk terapi masih kontroversial. Sebelumnya terapi
antibiotic di berikan untuk profilaksis, tetapi pengalaman menunjukan bahwa hal
ini tidak dapat mencegah sepsis gram negative yang berbahaya. Akhirnya
antibiotic profilaksis rutin tidak lagi digunakan.
7. Pemeliharaan jalan napas
Selang endotracheal atau selang trakheostomi disediakan tidak hanya sebagai
jalan napas,tetapi juga berarti melindungi jalan napas (dengan cuff utuh),
memberikan dukungan ventilasi kontinu dan membedakan konsentrasi oksigen
terus menerus. Pemeliharaan jalan napas meliputi : mengetahui waktu
penghisapan,teknik penghisapan, tekanan cuff adekuat,pencegahan nekrosis
tekanan nasal dan oral untuk membuang secret, dan pemonitoran konstan terhadap
jalan napas bagian atas.
8. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernapasan bagian atas dan bawah
serta pencegahan infeksi nosocomial adalah infeksi yang didapatakan di rumah
sakit.
9. Dukungan Nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan masalah kritis.
Nutrisi parenteral total atau pemberian makanan melalui selang dapat
memperbaiki malnutrisi dan memungkinkan pasien untuk menghindari gagal
napas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi.
10. Monitor semua sistem terhadap respons terapi dan potensial komplikasi.
Rata-rata mortalitas 50-70%, dapat menimbulkan gejala sisa saat penyembuhan.
Prognosis jangka panjang baik. Abnormalitas fisiologis dari ringan sampai sedang
yang telah dilaporkan adalah abnormalitas obstruksi terbatas, defek difusi sedang
dan hipoksemia selama latihan.
DAFTAR PUSTAKA
askep ARDS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses
akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru.
(Aryanto Suwondo,2006).
ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-
tiba ditandaidengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang
menyebar dikedua belah paru. ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru
dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000
sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien
yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalahsepsis. Kondisi pencetus
lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap
atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan
dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan
intubasi dan ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi
sebagai akibat cederaatau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalamruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbanganventilasi dan
perfusi yang jelas akibat akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam
pembentukan surfaktan, yangmengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru
menjadi sangat menurun atau paru-paru menjadikaku akibatnya adalah penuruna
karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia beratdan hipokapnia
(Brunner & Suddart 616).
Oleh karena itu, penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus
dari perawatuntuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut
dikarenakan klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat
mengancam jiwa klien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang ARDS dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus
ARDS.
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan tentang ARDS.
b. Menjelaskan tentang penyebab dari ARDS.
c. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari ARDS.
d. Menjelaskan tentang patofisiologi dari ARDS.
e. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk ARDS.
f. Menjelaskan tentang komplikasi ARDS.
g. Menjelaskan tentang penatalaksanaan ARDS.8.Menjelaskan tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan ARDS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru
total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal,
misalnya sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada,
syok yang berkepanjangan, terbakar, embolilemak, tenggelam, transfusi darah
masif, bypass
kardiopulmonal, keracunan O2 , perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun,
serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis
yang dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsungataupun tidak
langsung dengan kerusakan paru (Aryanto Suwondo, 2006)
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi
pada orang yangsebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau non-pulmonal( Hudak, 1997).
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block)
yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid
protein baik interseluler maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000)
B. Epidemiologi
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya
paru sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000
pasien tiap tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami
ARDS. Faktor resiko menonjol adalahsepsis. Kondisi pencetus lain termasuk
trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia,
gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat.
Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan
ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh
total, denganatau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang
menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk
jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu membaik beberapa bulan
setelah ventilator dilepas.
C. Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa
trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya
bisa penyakit apapun,yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-
paru:
1. Trauma langsung pada paru.
· Pneumonovirus, bakteri, funga.
· Aspirasi cairan lambung.
· Inhalasi asap berlebih.
· Inhalasi toksin.
· Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama.
2. Trauma tidak langsung.
· Sepsis.
· Shock, luka bakar hebat.
· DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
· Pankeatitis.
· Uremia.
· Overdosis Obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin.
· Idiophatic (tidak diketahui)
· Bedah Cardiobaypass yang lama.
· Transfusi darah yang banyak.
· PIH (Pregnand Induced Hipertension)
· Peningkatan TIK.
· Terapi radiasi.
· Trauma hebat, Cedera pada dada.
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau
cedera. SGPA (sindrom gawat pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan
dengan kegagalan organ lainnya, seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko
dari SGPA adalah merokok sigaret.Angka kejadian SGPA adalah sekitar 14
diantara 100.000 orang/tahun.Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang
dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah: Sistemik:
a. Syok karena beberapa penyebab.
b. Sepsis gram negative.
c. Hipotermia, Hipertermia.
d. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin)
e. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
f. Eklampsiag. Luka bakar Pulmonal :
· Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
· Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
· Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
g. Pneumositis Non-Pulmonal :
· Cedera kepala.
· Peningkatan TIK.
· Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia
D. Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yangmengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar
dan perubahan dalam jaring- jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi
dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan penurunandalam pembentukan
surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadisangat
menurun atau paru-paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalamkapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &
Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
1. Fase eksudatif.
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan
eksudasicairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif.
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast,
sel tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan
perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran hialin.
Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau
menjadi menetap, adaresiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
3. Fase Fibrotik/Recovery.
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan
fibrosis.Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan
sangat bervariasiantar individu, tergantung keparahan cederanya.Perubahan
patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal
sebagaiARDS (Philip etal, 1995):
a) Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif
yangselanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b) Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor
kedalam ruanginterstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam
ruang alveolar.
c) Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area
permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan
rendahnyan rasio ventilasi- perfusi dan hipoksemia.
d) Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkanhipokapnea dan alkalosis respiratorik.
e) Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel
yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan
pembukaan alveolar.ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah
mengalami trauma fisik,meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat
sangat sehat segera sebelum awitan,misalnya awitan mendadak seperti infeksi
akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru
sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat beragam dari
beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak sehat akan pulih dari
ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut
akibat serangansekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih. Hal
125). Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume
darah sampai 3 kalinormalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar
masuk ke jaringan interstisiel danterjadi edema paru. ( Jan Tambayog 2000, hal
109).
E. Manifestasi Klinis
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama
bernapas spontan. Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna
dengan ventilasi menit tinggi. Sianosis dapat atau tidak terjadi. Hal ini harus
diingat bahwa sianosis adalah tanda dini dari hipoksemia. Gejala klinis utama
pada kasus ARDS adalah:
a) Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot
aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b) Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.
c) Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing.
d) Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.
e) Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
(YasminAsih Hal 128).
Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah
kelainandasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya
berupa pernafasan yangcepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam
darah, kulit terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan
mengalami kelainan fungsi. Hilangnya oksigenkarena sindroma ini dapat
menyebabkan komplikasi dari organ lain segera setelah sindromaterjadi atau
beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak membaik.
Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi
serius sepertigagal ginjal. Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir
dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan
selamat. Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya
menderita pneumonia bakterial dalam perjalanan penyakitnya.Gejala lainnya yang
mungkin ditemukan:
a) Cemas, merasa ajalnya hampir tiba.
b) Tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan
organlain).
c) Penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat
sakit.
F. Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru
maupun dari pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya
ARDS dapat dicurigai ARDS bila didapatkan pemeriksaan radiologi infiltrat yang
luas dimana tidak terdapat pneumonia. Kadar FiO2 yang tinggi diperlukan untuk
mempertahankan PO2. Kecurigaan tergadap ARDS bila didapatkan sesak napas
yang berat disertai dengan infiltrat yang luas pada paru yang terjadi secara akut
sementara tidak terdapat faktor-faktor yang menyebabkanterjadinya dekompensasi
kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi,
yakni, bunyi gallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah
untuk dibedakanantara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop
tidak terdapat pada ARDS. Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian
tekanan jugular tidak didapatkan pada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS
infiltrat di perifer sementara pada edema jantung perihilar. Pada pemeriksaab
laboratorium cairan edema kristaloid pada ARDSkoloid. Salah satu perbedaan
antara edema jantung dan ARDS yang membawa dampak pada pemberian
oksigen dimana pada edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan PaO2oleh
karena shunt sedikit bertambah tapi pada ARDS tidak terdapat korelasi pada
FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh lebih banyak dari pada edema paru.
Kriteriayang digunakan untuk menyatakan ARDS bila terdapat difus infiltrat
bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik komplain paru (lung compliance)
dan bertambahnya shunt(QS/QT). PaO2/FiO2 < 200 sedangkan PCWP < 18mmHg
in Swan-Ganz Catheter.
G. Penatalaksanaan
1. Tujuan terapi
a) Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif .
b) Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang
adekuat.
c) Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi).
2. Farmakologi
a) Inhalasi NO2 dan vasodilator lain.
b) Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi
(eosinofilik)
c) Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesis leukotrienes→mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
Non-farmakologi
a) Ventilasi mekanis →dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator,
mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
b) Pembatasan cairan.
c) Pemberian surfaktan→tidak dianjurkan secara rutin.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Keadaan umum:
Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan menggunakan otot aksesoris
pernafasandan sianosis sentral.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering
dandemam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat
pucat atau biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam
DIC(Dissemineted Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah
Cardiobaypassyang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan
TIK, Trauma hebat(cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi, Fraktur
majemuk (emboli lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang seperti femur),
Riwayat merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga.
e. Riwayat Alergi.
2. Pemeriksaan Fisik.
§ B1 (Breath): sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi basah,
krekelshalus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
§ B2 (Blood): pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal
ataumeningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium
lanjut(shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa murmur
ataugallop.
§ B3 (Brain): kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi), tremor.
§ B4 (Bowel): -
§ B5 (Bladder): -
§ B6 (Bone): kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari dirawat.
3. Pemeriksaan Diagnostik.
a) LED : meningkat pada hampir semua kasus, jumlah eosinofilnya normal.
b) Tes fungsi paru : normal atau menunjukan defek restriktik disertai gangguan
pertukaran udara.
c) BGA : hasil BGA menunjukan adanya hipoksemia.
4. Bioksi darah : PaO2/FiO2< 200 = ARDSPaO2/FiO2< 300=ALI
5. Foto thorak dan CT: terdapat infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada region
perihilir paruyang biasanya multivokal. Pada tahap lanjut, interstisial bilatareral
difus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus
paru.Ukuran jantung normal, berbeda dari edema paru kardogenik. Gas darah
arteri seri membedakan gambarankemajuan hipoksemia, hipokapnea dapat terjadi
pada tahap awal sehubungan denganhiperventilasi. Alkalosis respiratorik dapat
terjadi pada tahap dini dan pada tahap lanjutterjadi asidosis metabolik. Tes fungsi
paru, Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat meningkat (Doenges1999 Hal 218
– 219 ).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai
dengan:dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan
atau tanpasputum, cyanosis.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukancairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli ditandaidengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,
cyanosis, perubahan ABGs,dan A-a Gradient.
3. Kelebihan volome cairan di paru-paru berhubungan dengan edema pulmonal
non Kardia.
C. Intervensi
Hari/ No. Dx Tujuan Tindakan Rasional
Tgl
Kamis Dx I Setelah diberikan
1. Catat perubahan dalam
1. Penggunaan
hasil dengan
3. Catat karakteristik dari suaraadanya cairan dapat m
Pasien dapat
4. Catat karakteristik dari batuk
3. Suara nafas terjadi ka
Tgl
Pasien bebas dari
6. Kaji kemampuan batuk,ketergantungan pada pe
tingkah laku
8. Berikan oksigen, cairan IV
6. ; Penimbunan sekret
peningkatan efisiensi
otot-otot pernafasan
bronchospasme,
Hari/ No. Dx Tujuan Tindakan Rasional
Tgl
viskositas sekret dan m
ventilasi.
Hari/ No. Dx Tujuan Tindakan Rasional
Tgl
Kamis Dx 2 Setelah diberikan
1. Kaji status pernafasan, catat
1. Takipneu adalah
ventilasi dan
4. Observasi adanya somnolen,membran alveoli – kapil
nilai ABGs
5. Berikan istirahat yang cukup
3. Selalu berarti bila diber
distress pernafasan dengan masker CPAP jika adadapat dinilai pada mulu
mengurangi penggunaan
Hari/ No. Dx Tujuan Tindakan Rasional
Tgl
Kamis Dx 3 Setelah diberikan
1. Monitor vital signs seperti
1. Berkurangnya volu
terpenuhi dengan
2. Amati perubahan kesadaran,
2. Penurunan cardiac
pemberian cairan
meningkatkan kongesti
Tgl
6. Elektrolit khususnya p
therapi deuritik.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block)
yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid
protein baik interseluler maupunintra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun,
yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti:
Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasicairan lambung, inhalasi
asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggidalam waktu lama,
Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanyamuncul dalam
waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindromgawat
pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya,
sepertihati atau ginjal.
B. Saran
1. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.
2. Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah sakit
terdekatuntuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi komplikasi
pada hati dan ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
gun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-
Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC. Jakarta.
DISTRESS SYNDROMA ( A R D S )
(AR DS )
1. Pengertian
ARDS merupakan suatu bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada
penderita kritis dan cedera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan
adanya inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas unit alveoli
kapiler yang mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat dan infiltrate luas.
2. Insiden Kasus
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan tingkat
mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar
50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan
injeksi obat 5 %
3. Etiologi
§ Syok karena berbagai sebab ( terutama hemorragik,pancreatitis acut hemorragik,
sepsis gram negative )
§ Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravascular diseminata (DIC )
§ Pneumonia virus yang berat
§ Trauma yang berat ( cedera kepala, cedera dada langsung, trauma pada berbagai
organ dengan syok hemorragik, fraktur majemuk dimana emboli lemak terjadi
berkaitan dengan fraktur femur )
§ Cedera aspirasi / inhalasi ( aspirasi isi lambung, hampir tenggelam, inhalasi asap,
inhalasi gas iritan )
§ Toksik O2 overdosis narkotika
§ Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonar
4. Patofisiologi
Mula – mula terjadi kerusakan pada membrane kapiler alveoli menyebabkan
terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli
mengakibatkan terjadi edema alveoli dan interstitial. Cairan yang berkumpul di
interstitium sehingga alveoli mulai terisi cairan menyebabkan atelektasis kongesti
yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru-paru menjadi kaku dan
keluwesan paru (compliance ) menurun, fungsional residual capacity juga
menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting ARDS, penyebabnya
adalah ketidakseimbangan ventilasi – perfusi, hubungan arterio – venous ( aliran
darah mengalir kealveoli yang kolaps ) dan kelainan difusi alveoli – kapiler sebab
penebalan dinding alveoli – kapiler.
5. Gejala Klinis
Bervariasi tergantung penyebab. Gejala yang paling menonjol adalah sesak nafas.
Dari pemeriksaan AGD didapat hipoksemia kemudian hiperkapnia dengan
asidosis respiratorik yang diawali dengan alkalosis respiratorik, sianosis, gelisah
dan mudah tersinggung, ronkhi terdengar hampir diseluruh paru.
6. Pemeriksaan Penunjang
§ Pemeriksaan AGD didapat adanya hipoksemia kemudian hiperkapni dengan
asidosis respiratorik
§ Pemeriksaan radiologis, mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada, setelah
12-24 jam akan tampak infiltrate alveolar tanpa batas yang tegas diseluruh paru
§ Biopsi paru , terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal dalam
parenkim paru
7. Penatalaksanaan
Penanganan ARDS ditujukan untuk memperbaiki syok, asidosis dan hipoksemia
yang menyertainya. Hampir semua pasien perlu ventilasi mekanis dan oksigen
kosentrasi tinggi untuk menghindari hipoksia jaringan yang berat. Karena
penimbunan cairan pada paru-paru merupakan masalah , maka pembatasan cairan
dan terapi diuretic sangat diperlukan. Antibiotika yang tepat diberikan untuk
mengatasi infeksi. PEEP (tekanan akhir ekspirasi positif) untuk menurunkan
obstruksi saluran nafas kecuali bila obstruksi nafas oleh karena paru-paru sudah
dalam keadaan hiperinflasi.
8. Woc ARDS…..!!!
Aspirasi, syok, infeksi, toksik trauma berat
membran
menurun
diinterstitium
tersebar kaku
ketidakefektifan bersihan oedem
jalan
capacity
hipoksemia
SSP Gas
Resiko cedera
Observasi kecendrungank
perhatian,gelisah, bingung,S
somnolen. li
Auskultasi frekwensip
tindakan IPPB m
diuretik. M
In
in
A
p
.
2 DX : 2 Setelah diberikan tindakanCatat perubahan upaya danP
napas m
kebutuhan. a
tepat. p
Berikan Bronkodilator/M
K
m
n
Identifikasi situasi yang
mendukung kecelakaan. A
jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/ tidak ada ronchi.