Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL DESAIN INOVATIF

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)


RSUD AWS SAMARINDA RUANG FLAMBOYAN

“PENERAPAN BUERGER ALLEN EXERCISE UNTUK


MENINGKATKAN ANKLE BRAKHIAL INDEKS TERHADAP
PASIEN LUKA KAKI DIABETES”

Oleh :

Sri Rahayu
NIM. P07220418038

PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh
beberapa etiologi, diantaranya ditandai dengan hiperglikemia yang dapat menimbulkan
komplikasi mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati. Sedangkan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein menyebabkan pankreas tidak mampu
mengsekresi insulin, sehingga insulin tidak efektif atau keduanya (Bansal et al., 2014).
Salah satu komplikasi yang berbahaya DM adalah luka kaki diabetes (LKD),
yang dapat menyebabkan infeksi pada luka nekrosis jaringan, kelainan bentuk kaki
sampai dengan amputasi anggota tubuh. Sehingga LKD menyumbang angka kematian
sekitar 25%. (Jannaim, 2018).
International Diabetes Federation (IDF) (2015), menyatakan bahwa prevalensi
DM di dunia tahun 2015 mencapai 7,3 milyar orang dan di prediksi akan meningkat
pada tahun 2040 menjadi 9 milyar orang. IDF menyebutkan Indonesia saat ini berada
pada posisi 7 dengan DM di dunia dengan jumlah sebanyak 10 juta jiwa dan di prediksi
akan meningkat pada posisi 6 tahun 2040 dengan jumlah sebanyak 16,2 juta jiwa yang
berpotensi akan komplikasi LKD.
Secara kusus International Working Group on Diabetic Foot (IWGDF) (2016),
pada tahun 2013 sekitar 382 juta orang menderita DM,8,3% pada populasi dunia dan
sekitar 80% di negara berkembang, selanjutnya tahun 2030 diperkirakan DM akan
meningkat lebih dari 552 juta 9,9% pada orang dewasa,peningkatan penyakit DM
tersebut meyebabkan LKD dan berakhir dengan amputasi yang sering ditemukan di
area plantar, sedangkan neuropati perifer diabetik yang tidak terdiagnosis adalah
penyebab paling umum terjadinya ulserasi dan charcot arthropathy pada kaki.
Sedangkan Cancellierem (2016), meyebutkan epidemiologi dan implikasi LKD terjadi
disetiap 20 detik di dunia. Diabetik neuropati mempengaruhi hampir 50% dan
meningkatkan morbiditas terjadinya LKD, serta amputasi dan kematian lebih cepat
sampai 85%.
Sampai saat ini LKD dianggap sebagai sumber morbiditas utama dan penyebab
utama rawat inap pada pasien DM sekitar 20% di Rumah Sakit. Masalah lain yang
dapat disebabkan oleh penyakit LKD diantaranya adalah gangren, infeksi bahkan
amputasi. Tingkat amputasi anggota ektremitas bawah pada pasien DM adalah 15 kali
lebih tinggi daripada pasien tanpa diabetes dengan perkiraaan sekitar 50%-70%
(Yazdanpanah, Nasiri,&Adarvishi, 2015). Seseorang dengan penyakit DM memiliki
risiko 12-25% terkena LKD, dengan semangkin meningkatnya prevalensi diabetes di
dunia diperkirakan dari 71 juta jiwa pada tahun 2000 (prevalensi 2,8%) menjadi 366
juta (prevalensi 4,4%) pada tahun 2030, maka beban LKD akan meningkat. Kenaikan
yang diprediksi ini akan berdampak signifikan pada penyediaan perawatan LKD dan
amputasi ekstremitas meningkatkan biaya finansial yang signifikan. Dinas Kesehatan
Nasional di Taiwan memperkirakan biaya untuk LKD dan amputasi terkait diabetes
adalah 244 juta milliar, belum termasuk dampak psikologis karena penyakit seperti
aktivitas terbatas dan kecemasan dan stress (Jannaim, 2018).
Di Negara Amerika Serikat (AS), lebih dari US $ 3 miliar dihabiskan setiap
tahun untuk pengobatan luka kaki kronisatau LKD yang disebabkan oleh kembalinya
darah vena yang tidak adekuat dari kaki terkait dengan sejumlah penyakit, seperti
vaskular perifer dan insufisiensi vena kronis. Sekitar 70% sampai 80% ulkus vena
berhubungan dengan insufisiensi vena kronis penyakit DM. Ulkus vena adalah
komplikasi paling parah dengan tingkat prevalensi dan kekambuhan yang tinggi
berkisar antara 60% sampai 72% menunjukkan rasa sakit sebagai gejala pertama yang
dialami oleh pasien dengan LKD (Rocha, Lucia, &Salome, 2016). Sedangkan menurut
Langi (2014) pasien DM memiliki risiko 15%-25% selama hidupnya akan mengalami
kaki DM, sekitar 40-80% kasus berkembang menjadi LKD. Insidens LKD di Amerika
Serikat sekitar 3% setiap tahunnya. Di negara maju lainya seperti di Inggris berkisar
10%, penyakit ini sering dikaitkan dengan amputasi ekstremitas bagian bawah yang
menyebabkan lebih dari 50% amputasi nontraumatik.
Menurut penelian Iunes, Pereira dan Carvalho (2014) prevalensi di Asia penyakit
DM diperkirakan meningkat dari 4% di tahun 1995 menjadi 5,4% pada tahun
2025.World Health Organization(WHO)(2016), menyatakanbeban besar akan terjadi di
negara berkembang prevalensikomplikasi mikrovaskuler karena diabetik di Asia 44,2%-
66,4%, dan populasi di Eropakomplikasi mikrovaskuler sekitar 27,8%semua itu
berkontribusi untuk terjadinya LKD. Sedangkan menurut Chang, Chang, dan Chen
(2015) diNegara Taiwan penyebab kematian paling umum nomor empat dengan angka
kematian 26,9 per 100.000 orang setiap tahunnya adalah pada pasien DM, diantaranya
disebabkan oleh LKD dengan neurofati perifer 30%-50%. Neuropati perifer
mempengaruhi semua komponen dari sistem saraf perifer yaitu (sensorik, motorik, dan
otonom)yang berkontribusi untuk terjadinya LKD.
Prevalensi LKD di Indonesia masuk dalam sepuluh besar di dunia, di Indonesia
prevelensi 2014 meningkat bahkan dari tahun ke tahun berpotensi lebih tinggi dari data
yang ada, studi sebelumnya menyimpulkan bahwa komplikasi utama penyakit DM di
Indonesia adalah neuropati perifer 13%-78%, komplikasi mikrovaskular 16%-53% dan
LKD 7,3%-24% (Bansal et al., 2014).
Perawat mempunyai peran yang komplek terhadap gangguan sirkulasi pada
pasien LKD, menentukan faktor risikomemberi edukasi, informasi, kontrol gula darah
dan perawatan luka. Latihan senam yang terarur dan intervensi lainnya yang lebih
terintegrasi merupakan kunci yang sangat pentingbagi pasien LKD, salah satu
intervensi yang dapat diajarkan dan dilakukanpada pasien LKD akibat gangguan
sirkulasivena atau arteri adalah dengan melakukan senam kaki salah satunya adalah
buerger allenexerciseyang teratur (Purwanti et al., 2016).
Senam kaki atau metode latihan buerger allen merupakan salah satu variasi
gerakan pada area plantar kaki yang memenuhi kriteria kontanius, interval, progresif
dan gaya gravitasi sehingga setiap tahapan gerakan harus dilakukan dengan teratur.
Latihanini dilakukan membantu kebutuhan oksigen dan nutrisi ke dalam pembuluh
darah arteri dan vena, memperkuat dan memaksimalkan kerja otot-otot kecil, mencegah
terjadinya kelainan bentuk kaki dan memperlancar sirkulasi sehingga membantu proses
penyembuhan LKD serta meningkatkan produksi insulin yang dipakai dalam transport
glukosa ke sel. Sehingga membantu menurunkan glukosa darah pada pasien
diabetes(Chang et al., 2015). Sedangan gerakan yang baik dan teratur membantu
meningkatan aliran darah arteri dan vena dengancara pembukaan kapiler (pembuluh
darah kecil diotot), gerakan ini meningkatkan vaskularisasi pembuluh darah sehingga
meningkatkan penyediaan darah dalam jaringan (Salindeho, Mulyadi dan Rottie 2016).
Buerger allen exercise pertama kali dilakukan oleh Buerger tahun 1926,
selanjutnya diubah oleh Allen tahun 1930 dalam bentuk latihan buerger allen dengan
gaya gravitasi yang diterapkan dalam posisi berbeda untuk otot-otot halus dan sistem
vascular. Jackson tahun 1972 menjelasakan bahwagaya gravitasi terbukti membantu
untuk mengosongkan dan mengisi kolom darah secara bergantian yang akhirnya
mampu meningkatkan transportasi pembuluh darah vena (C. F. Chang et al., 2015).
Disisi lain, para terapis mencatat bahwa keefektifan buerger allen exercise dengan
beberapa dasar fisiologis,dalam penggunaannya pada pasien DM dengan skin perfusion
pressures (SPP), peripheral arterial disease (PAD) dan neuropati disebabkan oleh
aterosklerosis. Melalui latihan ini dengan perubahan-perubahan posisi dan kontraksi
otot, latihan postural dapat menjamin meningkatkan sirkulasi pembuluh darah vena
serta sirkulasi perifer ke ektremitas, sehingga meningkatkan kebutuhan nutrisi ke
jaringan dan suplai ke area plantar kaki (Hassan & Mehani, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Mellisha dan Selmar (2016) menemukan bahwa,
untuk menilai efektivitas buerger allen exercise terhadap gangguan perfusi perifer
dannyeri ekstremitas bawah pasien DM, maka evaluasi dapat dilakukan pada hari
keenam. Hasil pretest pada tingkatnyeri dari 4,33 (SD 1,88) post test menjadi
1,30(SD1,34) dengan nilai statistik (pvalue = 0,001), dan nilai awal pada tingkat perfusi
ekstremitas dari 44,50 (SD 4,61) nilai akhir menjadi 52,00 (3,31) dengan (pvalue =
0.001). Sedangkan penelitian John dan Rathiga (2015), menunjukkan latihan buerger
allen exercise dengan durasi latihan 10-15 menit 2 kali sehari dilakukan selama5 hari
dapat meningkatkan sirkulasi. Selanjutnya posttest dilakukan padahari ke 5
menggunakan alat ankle brakhial indeks (ABI). Dimana, pada kelompok eksperimen
terdapat perbedaan signifikan antara nilai rata-rata ABI awal 0,92 (SD 0,05) dan akhir
0,98 (SD 0,40), dengan nilai (pvalue = <0.05). Sedangkan kelompok kontrol didapatkan
nilai rata-rata awal 0,84 (SD 0,07) dan akhir 0,83 (SD 0,06) dengan nilai yang tidak
signifikan (pvalue = <0.05).
Penelitian Chang-cheng Chang et al, (2016) menunjukan bahwa sebelum
intervensi buerger allen exercise pada pasien yang mengalami iskemia sedang
didapatkan nilai rata-ratase belum intervensi 42,2 mmHg dan setelah dilakukan
intervensi nilai rata-ratanya 64,4 mmHg (pvalue =0.001). Sedangkan pada pasien yang
mengalami iskemia berat nilai rata-rata sebelum intervensi 22,1 mmHg dan setelah
intervensi 37,3 mmHg (pvalue = 0.043).
Penelitian yang dilakukan Lamkang (2017), menunjukkan bahwa nilai awal
latihan buerger allen exercise pada ekstremits untuk kelompok eksperimen 0,68 (SD
0,14) dan nilai rata-rata akhir 0,84 (SD 0,11) dengan (pvalue = 0.001). Sedangkan pada
kelompok control nilai awal perfusi ekstremitas bawah 0,68(SD 0,12) dan nilai rata-rata
akhir 0,68 (SD 0,13) dengan pvalue =0.096. Artinya buerger allen exercise efektif
untuk pengelolaan peripheral arterial disease ekstremitas bawah pasien DM.
Berdasarkan literatur sebelumnya yang penulis temukan terapi non farmakologi
atau modalitas yang sudah ada referensinya, dan berdasarkan beberapa penelitian
sebelumnya yaitu buerger allen exercise efektif dilakukan pada pasien DM dalam
memperbaiki gangguan sirkulasi ektremitas dan menurunkan nyeri. Maka berdasarkan
fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan peneltian tentang buerger allen
exercise untuk meningkatkan ABI terhadap pasien LKD, sehingga nantinya bisa
memberikan intervensi dan manfaat dalam penanganan yang tepat.
B. Tujuan
Untuk memperlancar dan meningkatkan sirkulasi darah pada luka kaki diabetik
dengan gangguan peredaran darah perifer
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Luka Kaki Diabetik (LKD)


1. Pengertian

Luka kaki diabetic (LKD) adalah istilah umum untuk menggambarkan luka
yang terdapat dibawah pergelangan kaki pada pasien diabetik terlepas dari
waktunya (Flanagan, 2013). LKD adalah hasil dari gabungan efek penyakit
vaskular terkait diabetes dan neuropati (American Orthopaedic Foot & Ankle
Society [AOFAS], 2016).

Penyakit LKD adalah kerusakan sebagian atau keseluruhan pada kulit yang
dapat meluas ke jaringan dibawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang
terjadi pada pasiendiabetik, LKD dapat menyebabkan infeksi, gangren, amputasi,
dan bahkan kematian jika tidak dilakukan perawatan (Jannaim, 2018).
2. Penyebab
Menurut Jannaim (2018) faktor resiko yang menyebabkan pengembangan
luka kaki diabetik yaitu jenis kelamin (pria), mengalami dibetes lebih dari 10 tahun,
usia lanjut, BMI tinggi, dan kormoditas lainnya seperti retinopati, kadar Hb
terglikasi (HbA1C), kelainan bentuk kaki, tekanan tinggi pada plantar, infeksi, dan
kebiasaan perawatan kaki yang tidak tepat. Lebih lanjut, Yazdanpanah, Nasiri, dan
Adarvishi menyatakan faktor resiko terkait penyakit diabetes yang menyebabkan
ulserasi dan amputasi pada ekstremitas bawah sebagian besar disebabkan terjadinya
iskemik, neuropatik, atau gabungan dari keduanya.
Sementara menurut Mclntosh dan Karen (2008) mengatakan bahwa luka
kaki pada pasien DM disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor
intrinsik meliputi neuropati perifer (disfungsi saraf pada tungkai bawah), iskemia
(berkurangnya suplai darah), dan hiperglikemia (kelebihan glukosa dalam darah).
Faktor ekstrinsik meliputi infeksi luka, tekanan kaki abnormal, dan formasi kalus.
Menurut Oguejiofor, Oli, Odenigbo, dan Benbow, (2009 dalam Tarwoto,
2013) menjelaskan bahwa penyebab LKD banyak disebabkan oleh neuropati
sensori perifer (sensorik, motorik, otonomik), trauma, deformitas, iskemia,
pembentukan kalus, infeksi dan edema, penyebab lain adalah : penyakit pembuluh
darah perifer (mikro dan makro angiopati). Faktor lain yang berkontribusi terhadap
kejadian LKD adalah : deformitas kaki (yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan pada plantar), usia tua, kontrol gula darah yang buruk, hiperglikemia yang
berkepanjangan dan kurangnya perawatan kaki.
3. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala dari LKD adalah : umumnya pada area plantar
kaki, hilang atau berkurangnya sensasi nyeri (baal), kering pada kulit kaki,
pembentukan kalus pada area kaki yang tertekan, eksudat luka sedang dan banyak,
luka yang berlubang dan dalam, sekeliling luka dapat terjadi selulitis, kelainan
bentuk kaki, berjalan yang tidak seimbang (Maryunani, 2013).

4. Klasifikasi
Menurut Tarwoto (2013) klasifikasi LKD dibagi menjadi kaki neuropati dan
kaki neuroiskemik. Pertama kaki neuropati yaitu: 1) kaki neuropati adalah kaki
yang hangat, perfusi kaki yang baik dengan denyut nadi dan pembesaran vena
dorsal yang disebakan oleh arterivenosa shunting; 2) kurangnya keringat pada kaki
menyebabkan kulit dan kallus keras dan kering serta mudah mengalami retak; 3)
ujung jari kaki melengkung dan lenkungan kaki menonjol; 4) ulserasi biasanya
berkembang pada telapak kaki, terkait dengan kalus yang diabaikan dan tekanan
tinggi pada plantar; 5) walaupun memiliki sirkulasi yang baik, nekrosis dapat
berkemang akibat infeksi berat; 6) kaki neuropati juga rentan terhadap masalah
tulang dan sendi yang sering disebut osteoarthropathy charcot.kedua kaki
neuroiskemikyaitu: 1) kaki neuroiskemik adalah kaki pulseless yang sejuk dengan
perfusi yang buruk dan hampir selalu menglami neuropati juga; 2) warna kaki
iskemik yang parah dapat mengecoh warna merah muda atau merah yang sehat
disebabkan oleh dilatasi kapiler dalam upaya memperbaiki perfusi; 3) kaki
neuriiskemik dapat juga dipersulit adanya edema, bersifat sekunder akibat gagal
jantung atau kerusakan ginjal; 4) ulkus biasanya terlihat disekitar tepi kaki,
termasuk irisan jari kaki dan bagian belakang tumit, dan berhubungan dengan
trauma atau memakai sepatu yang tidak sesuai; 5) dapat mengembangkan nekrosis
bila terjadi infeksi atau jika perfusi jaringan berkurang drastis; 6) bahkan jika ada
neuropati dan tekanan plantar tinggi, ulserasi plantar jarang terjadi. ini mungkin
karena kaki tidak mengembangkan kalus yang berat, yang membutuhkan aliran
darah yang baik.
Menurut Edmonds, Foster, dan Sanders (2008) berdasarkan riwayat alami
kaki, ada enam stage kaki diabetes yaitu: 1) kaki normal; 2) kaki resiko tinggi; 3)
kaki ulkus; 4) kaki infeksi; 5) kaki nekrotik; 6) kaki unsalvageable.
Menurut Wagner (1981) klasifikasi pasien dengan LKD dibagi atas enam
grade yaitu: 1) grade 0: tidak ada luka terbuka pada kulit, meskipun tampak ada
luka yang sembuh; 2) grade 1: ada ulkus pada superfisial tanpa penetrasi kelapisan
yang lebih dalam. Deformitas tulang mungkin ada dan tonjolan tulang sering kali
menyebakan ulkus; 3) grade 2: ulkus lebih dalam dan mencapai tendon, tulang, atau
sendi. Tonjolan tulang biasanya ada pada tingkat tertentu; 4) grade 3: mencakup
jaringan yang lebih dalam dan adanya abses, osteomielits, atau tendinitis, biasanya
dengan perluasan disepanjang kompartemen kaki tengah selubung tendon. Tanda-
tanda infeksi eksternal mungkin kurang sampai tingkat infeksi terpapar saat
operasi; 5) grade 4: ada gangren dari beberapa bag ian jari kaki, kaki, dan/atau kaki
depan (gangren lokal); 6) grade 5: gangren terjadi pada seluruh kaki.

Gambar 2.1 Klasifikasi luka kaki diabetikum (Wagner, 1981)

5. Patofisiologi
Penyakit neuropati dan vaskularisasi adalah faktor utama yang berkontribusi
terjadinya luka. Masalah yang terjadi pada pasien dengan diabetik kaitanya dengan
adanya pengaruh pada syaraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai
neuropati perifer. Pada pasien diabetik sering kali mengalami gangguan pada
sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah berhubungan dengan peripheral vascular
diseases (PVD) efek sirkulasi ini yang menyebabkan kerusakan pada saraf.
Diabetik neuropati berdampak pada sistem saraf autonomi, yang mengontrol fungsi
otot–otot halus, kelenjar dan organ visceral. Dengan adanya gangguan pada saraf
autonomi pengaruhnya adalah terjadi perubahan tonus otot yang menyebabkan
abnormalitas aliran darah, akibatnya kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun
dalam pemberian antibiotik tidak mencukupi atau tidak mencapai jaringan perifer,
demikian pula untuk kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut, efek pada
neuropati autonomi akan menimbulkan kulit menjadi kering, yang memudahkan
kulit menjadi rusak dan luka sulit sembuh dan menyebabkan infeksi berkontrobusi
terjadinya gangrem. Neuropati perifer juga mempengaruhi saraf sensori dan sistem
motor yang mengakibatkan hilangnya sesasi rasa nyeri, tekanan dan perubahan
temperatur (Suriadi, 2015).
Selain itu pada peripheral vascular diseases terjadi karena arteriosklerosis
dan eterosklerosis. Arteriosklerosis adalah menurunya elastisitas dinding arteri,
sedangkan eterosklerosis adanya akumulasi “plaqus” pada dinding arteri dapat
berupa kolestrol, lemak, sel-sel otot halus, monosit, pagosit dan kalsium.
Eterosklerosis merupakan proses yang komplek yang melibatkan proses endotel,
gangguan lipid, aktivasi platelet, trombosis, aktivasi otot-otot pembuluh darah
perubahan metabolisme matrik dan peradangan. Eterosklerosis sering berkembang
di arteri percabangan (Arisanty, 2013). Sedangkan menurut MendesdanNeves
(2012) LKD dihasilkan oleh interaksi kompleks dari dua faktor resiko utama yaitu
neuropati dan penyakit pembuluh darah perifer.Mendes dan Neves juga
menyatakan neuropati simetris dan bilateral merupakan penyebab utama terjadinya
LKD dengan berbagai tingkat perubahan pada fungsi otonom, sensorik, dan
motorik. Sementara penyakit perifer vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis
merupakan penyebab sekunder dari penyakit LKD.
Penderita DM mengalami kejadian aterosklerosis yang tinggi, terjadi
penebalan membrane basal kapiler, arteri hyalinosis, dan proliferasi endotel.
Arterosklerosis dapat berkembang pada arteri yang berukuran besar dan sedang,
seperti pembuluh darah aortoiliak dan femoropoplite, namun arterosklerosis sangat
umum terjadi pada segmen infrapoplite. Kombinasi dengan penyakit arteri digital,
ulkus dapat berkembang dan sangat cepat menjadi gangren karena aliran darah
yang tidak adekuat (AOFAS, 2016).
Dampak dari aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan yang menurun sehingga
kaki menjadi atropi, dingin dan kuku menebal, kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Pada pasien DM kadar gula darah tidak terkendali menyebaban abnormalitas
leukosit sehingga fungsi kemotoksis dilokasi radang terganggu, demikian pula
fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi
mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intra
seluler. Pasien dengan LKD 50% akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa
darah yang tinggi karena merupakan media pertumbuhan bakteri yag subur, bakteri
yang menyebabkan infeksi pada LKD yaitu kuman aerobik staphylococcus atau
streptococcus serta kuman anaerob yaitu clostridium perfringens, clostridium novy,
dan clostridium septikum (Waspadji, 2009).
Lesi kulit dapat terjadi karena gangguan pembuluh darah arteri dan vena,
ulkus terlebih di area kaki atau telapak kaki dapat terjadi karena hipertensi vena,
gangguan arteri, neuropati atau kombinasi dari gangguan tersebut. Makanan yang
dihantarkan oleh pembuluh darah ke sel sangat mempengaruhi kualitas kulit.
Pembuluh darah arteri yang terhambat dapat menurunkan asupan nutrisi dan
oksigen ke sel untuk mendukung penyembuhan luka sehingga luka cendrung
nekrotik. Gangguan pembuluh darah vena dapat menghambat pengembalian darah
ke jantung sehingga terjadi pembengkakan atau penumpukan cairan yang berlebih
dan mengganggu proses penyembuhan pada luka (Arisanty, 2013).
Neuropati perifer terjadi pada 60% pasien diabetes dan 80% pasien yang
mengalami ulkus kaki. Neuropati adalah proses multifaktor dan diperkirakan
berasal dari kombinasi penyakit vascular yang meliputi vasa nervorum, disfungsi
endotel, defesiensi myelinositol, mengubah sintesis myelin dan aktivitas
natriumpotassium adenine triphospate yang berkurang, hiperosmolaritas yang
kronis, dan efek peningkatan sorbitol dan fruktosa. Penurunan sensasi pada kaki
menjadi predisposisi pasien diabetes terhadap luka dan fraktur yang tidak ketahuan
yang membebani kulit dan menyebabkan ulkus (AOFAS, 2016).

Gambar 2.2 Patofisiologi luka kaki diabetik (Mendes & Neves, 2012).

6. Gangguan pembuluh darah luka kaki diabetik


Menurut Clayton, Warren, dan Elasy (2009 dalam Tarwoto 2013) gangguan
pembuluh darah pada LKD dapat terjadi antara lain gangguan pembuluh darah
arteri dan vena. Gangguan pembuluh darah arteri perifer merupakan faktor yang
berkonstribusi terhadap perkembangan LKD sampai 50% kasus. Kondisi ini akan
berpengaruh pada arteri tibialis dan arteri peroneal otot betis. Disfungsi sel endotel
dan abnormalitas sel otot polos berkembang pada pembuluh darah arteri sebagai
konsekuensi status hiperglikemia yang persisten. Terjadi penurunan fungsi matriks
ekstraseluler pembuluh darah yang memicu terjadinya stenosis lumen arteri
akhirnya mengakibatkan iskemia pada ekstremitas bawah dan meningkatkan risiko
terjadinya LKD.
Menurut Bryant dan Nix (2007 dalam Tarwoto 2013) menyatakan bahwa
selain adanya gangguan pembuluh arteri perifer pasien LKD disebabkan oleh
bendungan akibat aliran stasis pada vena berkisar antara 70–90 %. Stasis vena
biasanya timbul diakibatkan fungsi fisiologi pengembalian darah dari ekstremitas
bawah menuju jantung terganggu. Mekanisme pengembalian darah kembali
kejantung meliputi adanya tonus otot polos pada dinding vena, adanya kontraksi
pada otot-otot betis (otot gastroknemius). Sedangkan menurut Carville (2012)
menyatakan evaluasi status vaskuler pasien dengan LKD dapat dilakukan dengan
pemeriksaan non invasif seperti menggunakan doppler vaskuler untuk menilai ABI
(ankle brachial index) sirkulasi pembuluh darah arteri dan vena. Untuk
pemeriksaan non invasif adalah venography dan arteriography.
B. Sirkulasi Luka Kaki Diabetes
Sirkulasi darah kaki ialah aliran darah yang dipompakan oleh jantung melalui
pembuluh darahkearea kaki. Sirkulasi ini dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
viskositas (kekentalan darah), panjang pembuluh dan diameter pembuluh darah
(Wahyuni & Arisfa, 2016).
Penyakit pembuluh darah perifer pheripheral vascular disease (PVD) adalah
gangguan yang terjadi pada pembuluh darah arteri, vena,sistem pembuluh limfatik,
kondisi ini akan mempengaruhi arteri tibialis dan arteri peroneal pada otot betis. Disfungsi
sel endotelial dan abnormalitas sel otot polos berkembang pada pembuluh arteri sebagai
konsekuensi status hiperglikemia yang persisten dan akan menghambat kontribusi terhadap
perkembangan ulserasi kaki (Black & Hawks, 2014). Pasien dengan kaki
diabetikmemiliki potensi terjadinya risiko patologis, seperti, ulserasi, infeksi,
kerusakan jaringan yang berhubungan dengan kelainan neurologis, penyakit pada
pembuluh darah perifer, dan komplikasi metabolik diabetes pada ekstremitas bawah
(Frykberg et al., 2006; Lepantalo et al., 2011).
Sirkulasi pada pasien DM bisa mengalami aterosklerosis, ditandai dengan
penyempitan lumen pada pembuluh darah yang diakibatkan oleh endapan seperti
kolesterol, plak, pembekuan darah pada dinding pembuluh darah. Pada penyakit DM
berat pembuluh darah dapat mengalami sumbatan yang total sehingga mengganggu
sirkulasi. Sehingga mengakibatkan vaskularisasi dan oksigenasi ke jaringantidak
seimbang dapat menyebabkan luka pada kaki (Han, 2015). Masalah pada sirkulasi
arteri perifer merupakan faktor yang berkonstribusi pada perkembangan LKD sampai
50% pasien, situasi ini akan mempengaruhi arteri tibialis dan arteri peroneal otot betis.
Disfungsi sel endotel dan abnormalitas sel otot polos berkembang pada
pembuluh darah arteri perifer sebagai konsekuensi kondisi hiperglikemia yang
persisten. Adanya penurunan vasodilator endotelium ini menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Hiperglikemia pada DM berkaitan dengan peningkatan tromboksan,
agonis vasokonstriktor serta platelet agregasi, yang mengarah pada peningkatan
risikohiperkoagulabilitas plasma.Penurunan fungsi matriks ekstraseluler pembuluh
darah yang memicu terjadinya stenosis lumen arteri. Faktor umum lain seperti
merokok, hipertensi, serta hiperlipidemiapada pasien DM akhirnya mengakibatkan
iskemia pada ekstremitas bawah dan meningkatkan risiko LKD (Clayton & Elasy,
2009). Gangguan pembuluh arteri perifer pada pasien LKD disebabkan oleh bendungan
akibat aliran stasis pada vena berkisar70–90 %. Stasis aliran vena adalah adanya ganguan
pada pembuluh arteri perifer, penderita DM dapat mengalami ulkus kaki diabetik yang
disebabkan oleh bendungan akibat aliran stasis pada vena. Adanya stasis aliran vena
ditandai dengan adanya edema. Stasis vena biasanya timbul diakibatkan fungsi fisiologi
pengembalian darah dari ekstremitas bawah menuju jantung terganggu. Mekanisme primer
pengembalian darah kembali ke jantung meliputi adanya tonus otot polos pada dinding
vena, adanya kontraksi pada otot-otot betis (otot gastrocnemius dan soleus) dan tekanan
negatif intratorak selama inspirasi, dari ketiga mekanisme tersebut kontraksi dari pompa
otot betis sejauh ini merupakan yang paling kritis (Bryant&Nix, 2007).
Tujuan sirkulasi pembuluh darah vena adalah untuk mengembalikan aliran
darah ke jantung agar terjadinya reoksigenasi. Perpindahan aliran darah dalam sirkulasi
vena tergantung pada perbedaan tekanan di atrium antara 4 dan 7 mmHg, dalam posisi
telentang tekanan vena pada pergelangan kaki adalah antara 12 sampai 18 mmHg dan
dalam posisi berdiri tekanan hidrostatik pada pergelangan kaki adalah 94 mmHg. Pada
pembuluh vena mempunyai katup satu arah yang bertindak agar memastikan aliran
arah kembali ke jantung, sedangkan otot betis berkerja sebagai pompa dan
mengeluarkan lebih dari 60% dari total volume vena setiap kali berkontraksi.
Kontraksinya otot betis yang berulang dapat membantu sirkulasi aliran darah dengan
baik, LKD biasanya disebabkan katup vena yang tidak kompeten atau penurunan
fungsi kontraksi otot betis yang tidak baik atau sumbatan sirkulasi (Sussman & Bates-
Jensen, 2012).
Sussman dan Bates-Jensen (2012) juga menyatakan tanda-tanda gangguan
vaskuler yang sering ditemukan yaitu 1) klaudikasio (nyeri betis setelah berjalan)
karena perfusi yang tidak memadai ke otot-otot betis, biasanya nyeri akan berkurang
setelah istirahat atau istirahat; 2) nyeri kaki saat istirahat terutama akibat perubahan
posisi kaki; 3) kelelahan atau pembengkakan atau keduanya.
Mclntosh dan Karen (2007) menyatakan penilaian gangguan vaskular secara
menyeluruh meliputi: 1) observasi tanda-tanda gangguan pembuluh darah; 2)
pemeriksaan fisik; 3) pemeriksaan khusus vaskuler. Sussman dan Bates-Jensen (2012)
selanjutnya menjelaskan pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup ukuran dan
kesimetrisan kedua tungkai, edema, periksa tekstur kulit, kuku, pengisian kapiler,
kerontokan rambut pada kaki, pengecilan otot,varises, bekas luka, ruam dan perubahan
pigmentasi pada kulit serta palpasi denyut nadi radial, brakhialis, karotis, femoralis,
popliteal, dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior.
Pemeriksaan vaskuler dengan DM dapat dilakukan dengan pemeriksaan invasif
dan non-invasif. Pemeriksaan invasif dengan menggunakan venography dan
arteriography. Sedangkan pemriksaan non-invasif seperti pengukuran transcutaneus
oksigen (tcPO2), doppler vaskuler digunakan untuk menilai ankle brachial index (ABI)
sirkulasi pembuluh darah arteri dan vena, selain itu dopler juga digunakan untuk
mengukur toe brachial index (TBI) (Carville, 2012).

C. Ankle Brachial Index (ABI)


Ankle Brachial Index (ABI) merupakan pemeriksaan non invasif pembuluh
darah yang berfungsi untuk mendeteksi tanda dan gejala klinis dari iskemia,
penurunan perfusi perifer yang dapat mengakibatkan angiopati dan neuropati
diabetik. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengukur tekanan darah pada
daerah ankle (kaki) dan brachial (lengan) dengan memerlukan probe doppler
(Antono & Hamonangani, 2014; Aboyans, 2012). Menurut Carville (2012) nilai ankle
brachial indek (ABI) dapat dihitung dengan membagi nilai sistolik ankle dengan hasil
sistolik brakhial.
Ankle Brachial Pressure Index (ABPI) adalah tes non invasive untuk
mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik
lengan (brachial). Tekanan darah sistolik diukur dengan menggunakan alat yang
disebut simple hand held vascular doppler ultrasound probe dan tensimeter
(manometer mercuri atau aneroid). Pemeriksaan Ankle Brachial Pressure Index
sebaiknya dilakukan pada pasien yang mengalami luka pada kaki untuk mendeteksi
adanya insufisiensi arteri sehingga dapat menentukan jenis luka apakah arterial ulcer,
venous ulcer atau mixed ulcer, sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz untuk ukuran
lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki obesitas atau edema (Udjianti,
2007; Vowden & Vowden , 2001).
Gangguan aliran darah pada kaki dapat dideteksi dengan mengukur ankle
brachial index (ABI) yaitu mengukur rasio dari tekanan sistolik di lengan dengan
tekanan sistolik kaki bagian bawah (Nussbaumerová et al., 2011; Sato et al., 2011).
Ankle brachial index dihitung dengan membagi tekanan sistolik di pergelangan kaki
dengan tekanan darah sistolik di lengan. Pemeriksaan ankle brachial index sangat
berguna untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer (PAP) (Bundó et al., 2013;
Le Faucheur et al., 2006).
Dengan Rumus:

Ankle Brachial Index (ABI)


merupakan pemeriksaan non invasive pada pembuluh darah yang berfungsi untuk
mendeteksi tanda dan gejala klinis dari iskhemia, penurunan perfusi perifer yang
dapat mengakibatkan angiopati dan neuropati diabetik. Ankle brachial index
adalah metode sederhana dengan mengukur tekanan darah pada daerah ankle
(kaki) dan brachial (tangan) dengan menggunakan probe doppler. Hasil
pengukuran ankle brachial index menunjukkan keadaan sirkulasi darah pada
tungkai bawah dengan rentang nilai 0,90-1,2 menunjukkan bahwa sirkulasi ke
daerah tungkai normal. Nilai ini didapatkan dari hasil perbandingan tekanan
sistolik pada daerah kaki dan tangan (Gitarja, 2015).
Tabel. 2.1 Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index menurut American Diabetes
Association (2014)
Nilai ABI Interpretasi
˃ 1,3 Dugaan kalsifikasi arteri
0,91 – 1.30 Normal
0,90 – 0,81 Ringan
0,78 – 0,50 Sedang
˂ 0,50 Berat

Pasien DM umumnya mengalami peningkatan insiden dan prevalensi bising


karotis, intermittent claudication, tidak adanya nadi pedis, dan penurunan nilai ankle
brachial index dan ganggren ischemia (Sudoyo, 2006). Pasien DM tipe 2 juga
cenderung mengalami perubahan elastisitas kapiler pembuluh darah, penebalan
dinding pembuluh darah, dan pembentukan plak atau thrombus yang disebabkan oleh
keadaan hiperglikemia sehingga menyebabkan vaskularisasi ke perifer terhambat. Hal
ini menyebabkan pasien DM cenderung memiliki nilai ankle brachial index yang lebih
rendah dari rentang normalnya 0,9(Alfiyah & Virgianti, 2011).
Bryant dan Nix (2007); Maryunani (2013) menyatakan tahapan dari
pemeriksaan ABI sebagai berikut: 1) tempatkan pasien pada posisi terlentangselama 10
menit sebelum test; 2) pasang manset spigmomanometer sekitar lengan atas pasien; 3)
oleskan gel ultrasonik pada daerah denyut nadi brakhial; 4) tempatkan dopler probe dan
kembangkan/pompa manset sampai tidak terdengar lagi denyut nadi; 5) dengan pelan-
pelan, kempiskan manset sampai terdengar bunyi tekanan sistolik brakhial; 6) periksa
pada kedua lengan dengan metode yang sama. Untuk menghitung ABI gunakan
tekanan yang lebih tinggi; 7) untuk tekanan pada pergelangan kaki (ankle) pasangkan
manset pada ekstremitas bawah 2 cm diatas pergelangan kaki (maleolus); 8) pasang gel
ultrasonik pada dorsalis pedis atau arteri tibial posterior; 9) tempatkan dopler probe
pada dorsalis pedis atau tibial posterior; 10) dengan perlahan-lahan, kempiskan manset
sampai terdengar bunyi tekanan sistolik ankle.

D. Buerger Allen Exercise


1. Definisi
Buerger allen exerciseadalah latihan postural aktif pada kakiuntuk mencegah
penyakit pembuluh darah perifer dan untuk meningkatkan sirkulasi ekstremitas
bawah(Mellisha & Sc, 2016).
Buerger allen adalah latihan untuk memperlancar sirkulasi arteri dan
mengembalikan aliran darah vena kaki ke jantung, perawat memiliki peran penting
untuk mengkaji dan mendiagnosa komplikasi vaskular pada pasien LKD. Pada tahap
awal pasien LKD latihan buerger allen untuk mengembalikan dan memperbaiki
sirkulasiektremitas bawah (John, Jemcy, & Hospital, 2015).
Latihan Buerger allen pertama kali temukan oleh Buerger tahun 1926 dan
kemudian diubah oleh Allen tahun 1930, dalam latihan buerger allen teknik
diterapkan dalam posisi yang berbeda untuk merangsang otot-otot halus dan sistem
vaskular, selanjutya disempurnakan Jackson tahun 1972, menjelasakan bahwa efek
gaya gravitasi terbukti membantu untuk mengosongkan dan mengisi kolom darah
secara bergantian yang akhirnya mampu meningkatkan transportasi dan sirkulasi
darah vascular. Latihan ini dijelaskan dalam buku keperawatan Bottomley,Sommers,
dan Berry (2007 dalam Chang et al., 2015).
2. Tahapan latihan
Menurut Allen (1930)Buerger allen exercise dilakukan dalam beberapa
langkah, yaitu: 1) langkah pertama: ekstremitas bawah diangkat ke atas dengan sudut
45°-90°dan disanggah dengan papan selama 2-3 menit atau sampai kulit terlihat
menjadi (putih pucat atau kesemutan); 2) langkah kedua: pasien duduk disamping
tempat tidur dengan kaki menggantung kebawah. Pasien secara sistematis melakukan
fleksi dan ekstensi kaki, kemudian pronasi dan supinasi serta fleksi dan ekstensi jari-
jari kaki. Fase ini berlangsung selama selama 5-10 menit sampai kulit terlihat
kemerahan kembali; 3) langkah ketiga: pasien berbaring selama 10 menit dengan
kedua kaki beristirahat ditempat tidur dalam selimutselama beberapa menit untuk
memperlancar sirkulasi. Ketiga posisi diatas dapat dilakukan 2-3 siklus dalam setiap
pertemuan dengan jumlah latihan 2-4 kali pertemuan dalam sehari pada pasien LKD
Bottomley,Sommers, dan Berry (2007 dalam Chang et al., 2015).
3. Manfaat
Manfaat latihan pada LKD sangat menguntungkan untuk membantu pasien
dalam meningkatkan vaskularisasi dan membantu dalamsehingga dapat
meningkatkan prosespenyembuhan luka. Salah satu latihan yang dapat digunakan
untuk meningkatkan vaskularisasi dan proses penyembuhan luka yaitu buerger allen
exercise(Vijayabarathi & Hemavathy, 2014). Latihan kaki extremitas bawah ini dapat
membantu meningkatkan sirkulasi darah, memaksimalkan kerja otot betis dan
memperkuat otot-otot kecil dalam sirkulasi ektremitas bawah, mencegah terjadinya
kelainan bentuk kaki serta dapat membantu proses penyembuhan luka kaki diabetik
danmemaksimalkan insulin yang dipakai dalam transport glukosa ke sel sehingga
membantu menurunkan glukosa darah (Wahyuni & Arisfa, 2016).
4. Tujuan
Buerger allen exercise bertujuan untuk memperlancar dan meningkatkan
sirkulasi darah pada luka kaki diabetik dengan gangguan peredaran darah perifer.
Metode ini efektif meningkatan status hemodinamik kaki pada pasien yang
mengalami masalah pada ekstremitas bawah (Kawasaki et al., 2013). Selanjutnya
Chang et al (2016), menjelaskan tujuan buerger allen exercise adalahuntuk
meringankan gejala pada pasien dengan ektremitas bawah karena insufisiensi arteri,
latihan buerger mengosongkan pembuluh darah yang besar dengan menggunakan
perubahan postural dan merangsang peredaran darah perifer dengan memodulasi
gravitasi dan menerapkan kontraksi otot.
Pergerakan pergelangan kakidapatmeningkatkan kekuatan otot sendi ankle
dan dapat meningkatkan kontraksi otot-otot kecil pada betis sehingga terjadi
pemompaan vena yang dapat meningkatkan aliran balik vena kejantung. Sebuah
kontraksi yang terjadi pada otot-otot kecil dibetisdapat meningkatkan suplai darah
yang mengandung oksigen danzat nutrisi dalam sirkulasi oleh jantung ke pembulu-
pembuluh darah kaki pasien LKD (Francia et al.,2015; Tantawy & Zakaria, 2010).
Sedangkan menurut Craven dan Hirnle (2007) latihan yang dilakukan terdapat
pergerakan dan kontraksi otot memiliki keuntungan yaitu meningkatkan fungsi
kardiopulmonal dan aliran darah mencegah terjadinya kontraktur dan membangun
kekuatan dan massa otot. Latihan pada kaki (leg exercise) pada pasien dengan gangguan
sirkulasi dilakukan untuk mencegah komplikasi serta untuk meningkatkan sirkulasi.
Latihan yang dilakukan berupa latihan pompa otot betis (calf pumping exercise):
dorsifleksi dan plantar fleksi.
5. Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi latihan ini dapat diberikan kepada seluruh penderita diabetik dan
pada pasien dengan luka kaki diabetik yang mengalami gangguan sirkulasi perifer
dan gangguan neuropati. Kontraindikasi pada klien yang mengalami perubahan
fungsi fisiologis seperti dipsnea atau nyeri dada, depresi, khawatir atau cemas dan
pada pasien yang activity daily living (ADL) yang kurang baik atau bergantung,
pasien dengan luka kaki dengan diabetik yang tidak mampu melakukan range of
motion (ROM) secara aktif atau mandiri (Chang, Chang, & Chen, 2015).
Gambar 2.3 tahapan buerger allen excercise

E. Mekanisme
1. Identifikasi Pertanyaan
b. Analisa PICOT
P ( Problem and Patient ) : Pasien luka kaki diabetes
I ( Intervention ) : Latihan Buerger allen
C ( Comparation ) : Tidak ada perbandingan
O (Outcame) : untuk memperlancar dan meningkatkan sirkulasi
darah pada luka kaki diabetik dengan gangguan
peredaran darah perifer
T ( Time ) : Dilakukan selama 2 kali dalam sehari selama 1
minggu dari tanggal 9 Mei – 16 Mei 2019
c. Pertanyaan Klinis
Apakah buerger allen exercise untuk meningkatkan sirkulasi ektremitas
bawah terhadap pasien LKD?
1. Ekstraksi Data dan Critical Appraisal

Sampel
Level
No Penelitian (karakteristik,ukuran, Desain/seleksi responden Intervensi Hasil temuan/kesimpulan Komentar reviewer
penelitian
setting)
1. Jannaim , Ridha Penentuan jumlah Penelitian ini menggunakan metode prosedurnya ada tiga tahap Hasil penelitian Level 3
Dharmajaya , sampel dalam penelitian kuantitatif dengan desain pre yaitu: 1) ekstremitas bawah menunjukkan perbedaan nRCT
Asrizal ( 2018) ini dengan menggunakan experiment pre dan post tanpa atau kaki diangkat pada posisi signifikan antara nilai rata-
power analisis. Jumlah kontrol. Pengolahan data diproses 45–900 dengan kaki rata ABI sebelum 0,84 dan
Pengaruh sampel yang didapatkan dengan menggunakan bantuan sistem disanggah oleh bantal, sesudah 0,95 intervensi
buerger allen dari power 0,8, effect program komputer. Hasil penelitian selanjutnya kaki melakukan Buerger allen exercise
exercise size 0,5, dan α= 0,05 dianalisis dengan mengunakan gerakkan fleksi dan ekstensi dengan nilai p= 0,000.
terhadap adalah 43 responden. analisis univariat dan bivariat. selama 2–3 menit atau sampai Buerger allen exercise
Sampel dalam penelitian Analisis univariat dilakukan pada kulit terlihat menjadi pucat; 2) efektif untuk
sirkulasi
yaitu pasien yang data karakteristik responden (Jenis Pasien duduk dalam posisi meningkatkan sirkulasi
ektremitas menjalani perawatan kelamin, umur, lama menderita luka santai dengan posisi kaki LKD karena perubahan
bawah pada modern dresing pada kaki diabetik, mengkonsumsi obat tungkai kaki digantungkan di posisi dan gaya gravitasi
pasien luka kaki luka kaki diabetik di gula darah, kadar gula darah sewaktu bawah tempat tidur atau kursi, membantu mengosongkan
diabetik Klinik A Wound Care dan nilai ankle brachial index), selanjutnya kaki pasien dan mengisi kolom darah,
Medan berjumlah 43 sedangkan analisis bivariat dilakukan melakukan gerakan fleksi dan sedangkan kontraksi
Jurnal responden LKD. Teknik pada hasil pengukuran nilai sirkulasi ekstensi, dan berikutnya muskulus gastrocnemius
Keperawatan pengambilan sampel ankle brachial index sebelum dan melakukan gerakan pronasi sebagai muscle pump
Indonesia yang digunakan dalam sesudah pemberian intervensi dan supinasi atau gerakan kaki mengaktivasi pembuluh
penelitian ini yaitu menggunakan uji Wilcoxon signed ke dalam dan keluar, gerakan darah vena dan arteri untuk
consecutive sampling ranks test. Kriteria inklusi penelitian ini dilakukan selama 5–10 membuka jalur sirkulasi
ini yaitu: 1) pasien yang di diagnosa menit sampai kulit terlihat collateral lokal.
medis menderita LKD kemerahan kembali; 3) pasien
mengkonsumsi obat oral gula darah; berbaring ditempat tidur
2) berusia antara 21–65 tahun; 3) dengan tenang selama 104
pasien menderita LKD dalam proses menit dengan kedua kaki
perawatan dengan teknik modern pasien beristirahat serta
dresing; 4) dapat berkomunikasi diselimuti kain selama
dengan baik; 5) pasien LKD dengan beberapa menit.
ulkus arteri dan ulkus vena; 6) pasien
yang memiliki skor ABI kurang dari
0,9 mmHg.
2 Sandra Pebrianti Pengambilan sampel Penelitian ini menggunakan True Latihan buerger allen exercise Berdasarkan hasil pada Level 2 RCT
( 2018) menggunakan rumus Eksperimental dengan metode studi pada kelompok intervensi penelitian ini didapatkan
power analysis dengan pre dan post, Randomized Control selama 15 menit sebanyak 2 selisih rata-rata nilai ABI
Buerger allen teknik consecutive Trial (RCT) Pengukuran dilakukan kali sehari yaitu pada pukul kelompok intervensi dan
exercise dan sampling. Jumlah sampel penyamaran (blinding) dengan 09.00 dan pukul 15.00. kontrol setelah perlakuan
ankle brachial sebanyak 54 responden penyamaran double blind. dengan Sebelum dan sesudah 0.1148 dengan taraf
index (abi) pada yang dibagi menjadi dua menggunakan random sampling dilakukan intervensi signifikansi 0.00 yang
yaitu 27 untuk responden asisten peneliti menentukan responden di ukur nilai Ankle berarti lebih kecil dari
pasien ulkus
kelompok intervensi dan kelompok responden (kelompok Brachial Indeks (ABI) setiap 0.05. Dapat disimpulkan
kaki diabetik di 27 untuk responden intervensi dan kelompok kontrol) hari pada hari ke- 1 sampai bahwa setelah perlakuan
rsu dr. slamet kelompok kontrol. sesuai kriteria inklusi dan ekslusi hari ke-5, pengukuran terlihat bahwa selisih rata-
garut Karakteristik responden sensitifitas kaki dan perbaikan rata nilai ABI pada
rerata usia adalah 52 luka dilakukan pada hari ke-1 kelompok intervensi lebih
Indonesian tahun, Lama DM 6 tahun dan hari ke-5. Pada proses tinggi dari pada selisih
Journal of dan lama luka 7 hari, penelitian kelompok kontrol rata-rata ABI kelompok
Nursing responden pada peneltian mendapatkan buerger allen kontrol. Jadi, selisih rata-
Sciences and ini mayoritas memiliki exercise hanya saja dibedakan rata nilai ABI kelompok
Practice riwayat hipertensi beradasrakan lama waktu intervensi berbeda secara
sebanyak 37 (74%) pelakuan yaitu 3 menit. signifikan dengan selisih
orang, merokok 29 rata-rata nilai ABI
(52%) orang dan kelompok kontrol. Selisih
memiliki luka paling rata-rata nilai sensitifitas
banyak pada daerah jari- kaki kelompok intervensi
jari kaki 28 (48%). dan kontrol setelah
perlakuan 0.185 dengan
taraf signifikansi 0.16 yang
berarti lebih besar dari
0.05. Dapat disimpulkan
bahwa setelah perlakuan
pada kelompok intervensi
dan kontrol meskipun
terdapat perbedaan selisih
ratarata nilai sensitifitas
kaki antara kedua
kelompok, namun
perbedaan tersebut bukan
merupakan perbedaan
yang signifikan. Selisih
rata-rata skore MUNGS
kelompok intervensi dan
kontrol setelah perlakuan
-1.963 dengan taraf
signifikansi 0.00 yang
berarti lebih kecil dari 0.05
dapat disimpulkan bahwa
setelah perlakuan terlihat
bahwa selisih rata-rata
skore perbaikan luka pada
kelompok intervensi lebih
tinggi dari pada selisih
rata-rata perbaikan luka
kelompok kontrol.

3 Vipir Patidar Teknik pengambilan Metode yang digunakan pada Burger allen exercise Hasil penelitian Level 3
(2018) sampel yang digunakan penelitian ini yaitu Quasy menunjukan bahwa nilai nRCT
A study to assess dalam penelitian ini rata-rata sebelum
adalah non probability
Eksperiment Design dengan
the effectiveness diberikan Buerger Allen
of burger allen purposive sampling, one group Pretest-posttest
exercise pada sirkulasi
exercise on dengan jumlah sampel 30 design. Data yang terkumpul
perifer pada pasien
improving pasien yang terkena dianalisis dengan uji statistik dengan Diabetes Militus
peripheral Diabetes Militus tipe 2 di Paired T test. Teknik pengambilan
circulation among Rumah Sakit Kota tipe 2 pada kaki kanan
sampel yang digunakan dalam
type 2 Diabetes Nadiad. Karakteristik dan kaki kiri masing-
penelitian ini adalah non probability
Mellitus patients responden pada purposive sampling, masing adalah 4.93 dan
in selected penelitian ini adalah laki- 4.9. setelah diberikan
hospitals of laki berjumlah 18 orang Buerger Allen exercise
Nadiad city dan perempuan 12 orang pada sirkulasi perifer
dengan usia 50-60 tahun pada pasien dengan
Open access berjumlah 8 orang, 60-70 Diabetes Militus tipe 2
journal tahun berjumlah 15
pada kaki kanan dan
orang dan usia 70-80
tahun berjumlah 7 orang. kaki kiri masing-masing
Dengan pasien yang adalah 2.76 and 2.63
menderita Diabetes
Militus tipe 2 selama < 5
tahun berjumlah 4 orang,
5-10 tahun berjumlah 18
orang, 10-15 tahun
berjumlah 6 orang dan >
5 tahun berjumlah 2
orang. Dengan kebiasaan
mengkonsumsi alkohol
berjumlah 4 orang,
merokok 1 orang,
mengkonsumsi narkotika
berjumlah 2 orang dan
yang tidak
mengkonsumsi alkohol,
rokok dan narkotika
berjumlah 23 orang
4 Chyong-Fang Dari 9 penelitian Disaring dari 18 database elektronik Latihan buerger dengan waktu Meskipun sebagian besar Level 1,
Chang1, Chang- melibatkan peserta melalui bahasa inggris dan china dari intervensi dari 4 penelitian penelitian yang dipilih systematic
Cheng Chang, dengan total 592 peserta tahun 1937- maret 2013 berdasarakan berkisar 3-14 hari, 3 penelitian tidak berfokus pada kaki review/
Mei-Yen Chen kebanyakan dirawat di kriteria intervensi buerger allen dari 28 hari hingga satu bulan. pasien diabetes, penelitian metaanalisis
(2015) rumah sakit (66,7%) excercise. Dari 95 jurnal yang Kesembilan penelitian tersebut ini telah menemukan
pasien. 4 penelitian didapatkan hanya 9 jurnal yang memuat beragam program bahwa latihan Buerger
Effect of terkait dengan Peripheral sesuai dengan kriteria peneliti. Dari 9 latihan, seperti intensitas, dapat bermanfaat bagi
Buerger’s Arterial Occlusive Disease jurnal , 6 jurnal randomized durasi, frekuensi, dan pasien PAOD, pasien pasca
Exercises on (PAOD), 4 penelitian controlled trials, 2 jurnal pre-test prosedur. Sebagian besar operasi dengan masalah
Improving tentang ortopedi, dan 1 studies with control group, dan 1 latihan yang dilakukan setiap ortopedi dan ginekologi
Peripheral untuk masalah jurnal prospective control study. hari (n = 6), intensitas mulai dengan meningkatkan
Circulation: A ginekologi. Dua dari Enam dari penelitian dilakukan di 2-4 bagian sehari, dengan sirkulasi lokal, meskipun
Systematic penelitian ini termasuk Cina, dan 3 lainnya masing-masing setiap bagian diulang 3 - 10 penelitian ini memiliki
Review pasien diabetes. ukuran dari Denmark, Amerika Serikat dan kali. Mengenai durasi untuk keterbatasan metodologi.
sampel berkisar antara 14 Taiwan. Lima penelitian dilakukan setiap langkah, 6 penelitian Kami telah menemukan
Open Journal of sampai 233. Tujuh studi oleh perawat terdaftar, 3 oleh dokter yang digunakan 1 -3 menit bahwa beberapa bukti yang
Nursing memberikan rentang usia dan satu oleh fisioterapi. dan 3 digunakan 1 - 5 menit. terkumpul mendukung
peserta 10-83 tahun. Sebagian besar prosedur manfaat dari latihan
Lima studi merekrut latihan Buerger tidak Buerger. Ini juga
peserta laki-laki dan konsisten, misalnya, sudut menunjukkan bahwa
perempuan, tetapi 2 tidak kaki, durasi setiap langkah dan latihan Buerger bisa
menyebutkan jenis setiap bagian. menjadi prosedur alternatif
kelamin. Hanya 2 untuk meningkatkan
penelitian yang sirkulasi perifer, tetapi
menyebutkan informed kebutuhan untuk
consent dan satu studi penyelidikan lebih lanjut
melaporkan angka drop- dari prosedur optimal
out latihan Buerger telah
disorot, terutama dengan
penelitian yg lebih
berkualitas tinggi dengan
prosedur standar yang
dioptimalkan sedang
digunakan
F. Manajemen
Peneliti terlebih dahulu menjelaskan tentang tujuan peneliti untuk
melalukukan penelitian pada pasien diabetes dengan LKD. Selanjutnya,
menjelaskan tentang prosedur penelitian yang akan dilakukan, tujuan penelitian,
manfaat penelitian sehingga responden bersedia mengisi lembar persetujuan
penelitian (informed concent). Pengumpulan data penelitian dilakukan selama 1
minggu dengan latihan buerger allen. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan lembar observasi ABI (ankle brachial index). Tahap pertama pasien
LKD diperiksa nilai ABI dengan menggunakan alat Sphygmomanometer dan
stetoskop untuk menilai pembuluh darahnya sebagai pretest.Tahap berikutnya
dilakukan perawatan luka dengan metode moist balance, kemudian dilakukan
latihan buerger allen.Latihan buerger allen dilakukan selama 17-20 menit 2 kali
sehari dalam waktu 1 minggu. Setelah intervensi dilakukan selanjutnya diperiksa
kembali nilai ABI sebagai posttest.
1. Kiteria pasien
Pasien yang didiagnosa secara medis menderita LKD dan mengkonsumsi obat
gula darah; berusia antara 21- 65 tahun; pasien menderita LKD dalam tahap
proses penyembuhan; dapat berkomunikasi dengan baik;pasien LKD dengan
ulkus arteri-vena; pasien yang memiliki skor ABI kurang dari 0,9 mmHg; pasien
tidak dengan komplikasi selain LKD; pasien dengan LKD mampu melakukan
range of motion (ROM) secara aktif.
2. Lama Pemberian
Lama pemberian dalam intervensi ini yaitu selama1 minggu di mulai dari tanggal
9 Mei 2019- 16 Mei 2019.
3. Pemberian intervensi lain
Tindakan lain dalam penelitian adalah merawat luka dengan metode perawatan
luka lembab.
4. Teknik/Cara
Tahap pelaksanaan peneliti melakukan tindakan pada responden dalam
pengukuran sirkulasi pretest dan posttest yaitu dengan membandingkan nilai ABI
sistol ankle dan sistol brakhial. Untuk pretest nilai ABI diukur terlebih dahulu
pada pertemuan pertama tanpa diberi intervensi. Untuk posttest dilakukan setelah
intervensi selama 1 minggu tindakan buerger allen exercise dan metode
perawatan luka.
Prosedur pengukuran dimulai dari intervensi, Langkah pertama : 1)
tempatkan pasien pada posisi terlentang selama 10 menit sebelum test; 2) pasang
manset spigmomanometer sekitar lengan atas pasien; 3) raba pada daerah denyut
nadi brakhial, 4) tempatkan stetoskop, dan kembangkan/pompa manset sampai
tidak terdengar lagi denyut nadi; 5) dengan pelan-pelan, kempiskan manset
sampai terdengar bunyi tekanan sistolik brakhial; 6) periksa pada kedua lengan
dengan metode yang sama. Untuk menghitung ABI gunakan tekanan yang lebih
tinggi; 7) untuk tekanan pada pergelangan kaki (ankle) pasangkan manset pada
ekstremitas bawah 2 cm diatas pergelangan kaki (maleolus); 8) raba pada dorsalis
pedis atau arteri tibial posterior; 9) tempatkan stetoskop pada dorsalis pedis atau
tibial posterior; 10) dengan perlahan-lahan, kempiskan manset sampai terdengar
bunyi tekanan sistolik ankle, lalu hasil pengukuran pada arteri dorsalis pedis
dibagikan dengan hasil pengukuran pada arteri brachialis, hasilnya adalah nilai ABI.
Langkah kedua : Setelah tindakan pemeriksaan nilai ABI yaitu merawat LKD
adapun prosedur perawatannya yaitu: 1) merawat luka dengan metode perawatan
luka lembab; 2) luka dicuci dengan bersih menggunakan cairan normal saline 0,9%;
3) membuang jaringan yang tidak berfungsi; 4) tutup lukaa dengan kassa steri; dan
lembab serta balut luka. Langkah ketiga : setelah dilakukan perawatan luka
dilanjutkan dengan melakukan latihan buerger allen. Adapun prosedur latihan
buerger allen adalah sebagai berikut:yaitu: 1) : Ekstremitas bawah diangkat ke
atas dengan sudut 45°-90°dan disanggah dengan papan atau bantal selama 2-3
menit atau sampai kulit terlihat menjadi (putih pucat atau kesemutan); 2) : Pasien
duduk dalam posisi santai dengan posisi kaki tungkai kaki digantungkan dibawah
tempat tidur atau kursi, selanjutnya kaki pasien melakukan gerakan fleksi dan
ekstensi, dan berikutnya melakukan gerakan pronasi dan supinasi atau gerakan
kaki kedalam dan keluar. Gerakan ini dilakukan selama 510 menit sampai kulit
terlihat kemerahan kembali.; 3) : Pasien berbaring ditempat tidur dengan tenang
selama 10 menit dengan kedua kaki pasien beristirahat serta diselimuti kain
selama beberapa menit.
BAB III
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

A. Jenis Intervensi
Penatalaksanaan buerger allen exercise.
B. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan buerger allen exercise selama 1 minggu di harapkan
memperlancar dan meningkatkan sirkulasi darah pada luka kaki diabetik dengan kriteria
hasil peningkatan nilai ABI.
C. Waktu
Selama 1 minggu, tanggal 9 s.d 16 Mei 2019
D. Setting
Individu pasien Tn. X x tahun dengan luka kaki diabetes
E. Media/Alat Yang Digunakan
1. Bantal
2. Selimut
3. Sphygmomanometer
4. Stetoskop
F. Prosedur Operasional Tindakan Yang Dilakukan
PROSEDUR PEMERIKSAAN
ANKLE BRAKHIAL INDEX (ABI)

1. Tempatkan pasien pada posisi terlentang selama 10 menit sebelum test


2. Pasang manset spigmomanometer sekitar lengan atas pasien
3. Raba dan pastikan denyut nadi brachial
4. Tempatkan stetoskop, dan kembangkan/pompa manset sampai tidak terdengar lagi
denyut nadi
5. Dengan pelan-pelan, kempiskan manset sampai terdengar bunyi tekanan sistolik
brachial
6. Periksa pada kedua lengan dengan metode yang sama. Untuk menghitung ABI
gunakan tekanan yang lebih tinggi
7. Untuk tekanan pada pergelangan kaki (ankle) pasangkan manset pada ekstremitas
bawah 2 cm diatas pergelangan kaki (maleolus)
8. Tempatkan stetoskop pada dorsalis pedis atau tibial posterior
9. Dengan perlahan-lahan, kempiskan manset sampai terdengar bunyi tekanan sistolik
ankle

PROSEDUR INTERVENSI BUERGER ALLEN EXERCISE

1. Ekstremitas bawah atau kaki diangkat pada posisi 45 0-900 dengan kaki disanggah
oleh bantal, selanjutnya kaki melakukan gerakkan fleksi dan ekstensi selama 2-3 menit

atau sampai kulit terlihat menjadi pucat.

2. Pasien duduk dalam posisi santai dengan posisi kaki tungkai kaki digantungkan

dibawah tempat tidur atau kursi, selanjutnya kaki pasien melakukan gerakan fleksi dan

ekstensi, dan berikutnya melakukan gerakan pronasi dan supinasi atau gerakan kaki

kedalam dan keluar. Gerakan ini dilakukan selama 5-10 menit sampai kulit terlihat

kemerahan kembali.

3. Pasien berbaring ditempat tidur dengan tenang selama 10 menit dengan kedua kaki

pasien beristirahat serta diselimuti kain selama beberapa menit.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai