Disusun Oleh :
Kelompok 4
Disusun Oleh:
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayahp-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
desain inovatif keperawatan jiwa mengenai “Penerapan Art Terapi Menggambar
Terhadap Penurunan Gejala Halusinasi pada Pasien Skizofrenia Di Ruang Tiung
RSJD Atma Husada Mahakam”
Kelompok 4
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
di kalimantan timur sebesar 0,3 per mil.
2
dengan orang lain. Banyak dari mereka merasa mendengar suara / bisikan
dan halusinasi yang bisa mempengaruhi mereka menjadi pemarah,
melakukan kekerasan, dan bahkan bisa melakukan bunuh diri. Gambar-
gambar yang dihasilkan para pasien adalah representasi dari memori,
perasaan, dan imajinasi para pasien yang biasanya mereka sulit untuk
ungkapkan dengan bahasa verbal.
3
bersinerginya peran psikolog, tenaga medis dan pengajar seni, akan
memberikan dampak yang positif bagi proses penyembuhan pasien
gangguan jiwa.
B. Tujuan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
5
2. Simtom Klinis Skizofenia
a. Simtom positif
Simtom-simtom positif mencakup hal-hal yang berlebihan dan
distorsi, seperti halusinasi dan waham. Simtom-simtom ini, sebagian
terebesarnya, menjadi ciri suatu episode akut skizofrenia.
1) Delusi (waham)
Waham (delusi), yaitu keyakinan yang berlawanan dengan
kenyataan, semacam itu merupakan simtom-simtom positif yang
umum pada skizofrenia. Waham memiliki bentuk lain. Ada
beberapa jenis delusi, yaitu :
a) Grandeur (waham kebesaran)
Pasien yakin bahwa mereka adalah seseorang yang sangat luar
biasa, misalnya seorang artis terkenal, atau seorang nabi atau
merasa diri sebagai Tuhan.
b) Guilt (waham rasa bersalah)
Pasien merasa bahwa mereka telah melakukan dosa yang
sangat besar.
c) Health (waham penyakit)
Pasien yakin bahwa mereka mengalami penyakit yang sangat
serius.
d) Jealously (waham cemburu)
Pasien yakin bahwa mereka telah berlaku tidak setia.
e) Passivity (waham pasif)
Pasien yakin bahwa mereka dikendalikan atau dimanipulasi
oleh berbagai kekuatana dari luar, misalnya oleh sesuatu
pancaran sinar radio makhluk mars.
f) Persecution (waham kejar)
Paisen merasa dikejar-kejar oleh pihak-pihak tertentu yang
ingin mencelakainya.
6
g) Poverty (waham kemiskinan)
Pasien takut mereka mengalami kebangkrutan, dimana pada
kenyataanya tidak demikian.
h) Reference (waham rujukan)
Pasien meras dibicarakan oleh orang lain secara luas, misalnya
menjadi pembicaraan masyarakat atau disiarkan di televise.
2) Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah dimana
tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya.
Halusinasi dapat berwujud penginderaan kelima indera yang
keliru, tetapi yang paling sering adalah halusinasi dengar
(auditory) dan halusinasi penglihatan (visual). Contoh
halusianasi: pasien merasa mendengar suara-suara yang
mengajaknya bicara padahal kenyataannya tidak ada orang yang
mengajaknya bicara; atau pasien merasa melihat sesuatu yang
pada kenyataannya tidak ada.
b. Simtom negative
Simtom-simtom negative skizofrenia mencakup berbagai deficit
behavioral, seperti avolition, alogia, anhedonia, afek datar, dan
asosialitas. Simtom-simtom ini cenderung bertahan melampaui satu
episode akut dan memiliki efek parah terhadap kehidupan para pasien
skozofrenia. Simtom-simtom ini juga penting secara prognostic;
banyaknya simtom negative merupakan predictor kuat terhadap
kualitas hidup yang rendah (ketidak mampuan kerja, hanya memiliki
sedikit teman) dua tahun setelah dirawat rumah sakit (Ho dkk., 1998).
Ketika mengukur simtom-simtom negative, penting untuk memilah
mana yang merupakan simtom-simtom skizofrenia yang sesungguhnya
dan simtom-simtom yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
(Carpenter, Heinrichs & Wagman, 1988, dalam Gerald, 2012).
1) Avolition
7
Apati atau avolution merupakan kondisi kurangnya energy dan
ketiadaan minat atau ketidak mampuan untuk tekun untuk
melakukan apa yang biasanya merupakan aktivitas rutin. Pasien
daoat menjadi tidak tertarik untuk berdandan dan menjaga
kebersihan diri, dan rambut yang tidak tersisir, kuku kotor gigi
yang tidak disikat dan pakaian yang berantakan.
2) Alogia
Merupakan suatu gangguan pikiran negative, alogia dapat
terwujud dalam beberapa bentuk. Dalam miskin percakapan,
jumlah total percakapan yang sangat jauh berkurang, jumlah
percakapan memadai, namun hanya mengandung sedikit informasi
dan cenderung membingungkan serta diulang-ulang.
3) Anhedonia
Ketidak mampuan untuk merasakan kesengangan. Ini
tercermin dalam kurangnya minat dalam berbagai aktivitas
rekreasional gagal untuk mengembangkan hubungan dekat denga
orang laindan kurangnya minat dalam hubungan seks.
4) Afek datar
Pada pasien yang memiliki afek datar hampir tidak ada yang
dapat memunculkan respon emosional. Pasien menatap dengan
pandangan kosong, otot-otot wajah meraka kendur dan mata
mereka tidak hidup. Ketika diajak bicara, pasien menjawab dengan
suara datar dan tanpa nada. Konsep afek datar hanya merujuk pada
ekspresi emosi yang tampak dan tidak pada pengalaman diri
pasien, yang bisa saja sama sekali tidak mengalami pemiskinan.
5) Asosialitas
Yaitu mengalami ketidakmampuan parah dalam hubungan
social. Mereka hanya memiliki sedikit teman, keterampilan social
yang rendah, dan sangat kurang berminat untuk bekumpul bersama
orang lain.
8
c. Simtom disorganisasi
Simtom disorganisasi mencakup disorganisai pembicaraan dan
perilaku aneh (bizarre).
1) Disorganisasi pembicaraan (Disorganized Speech)
Juga dikenal sebagai gangguan berpikir formal, merujuk pada
masalah dalam mengorganisasi berbagai pemikiran dan dalam
berbicara sehingga pendengar dapat memahaminya. Bicara juga
dapat terganggu karena suatu hal yang disebut asosiasi longgar atau
keluar jalur (derailment) yang merupakan suatu aspek gangguan
pikiran dimana pasien mengalami kesulitan untuk tetap berada
pada satu topik dan terhanyut dalam serangkaian asosiasi yang
dimunculkan oleh suatu pemikiran dari masa lalu. Asosiasi mental
tidak diatur oleh logika, tetapi oleh aturan-aturan tertentu yang
hanya dimiliki oleh pasien.
2) Perilaku aneh
Perilaku aneh terwujud dalam banyak bentuk. Pasien dapat
meledak dalam kemarahan atau konfrontasi singkat yang tidak
dimengerti, memakai pakaian yang tidak biasa, bertingkah laku
seperti anak-anak atau dengan gaya yang konyol dan lain-lain.
Mereka tampak kehilangan kemampuan untuk mengatur perilaku
mereka dan menyesuaikannya dengan berbagai standar
masyarakat. Mereka juga mengalami kesulitan melakukan tugas
sehari-hari dalam hidup.
d. Simtom lain
Dua simtom penting dalam kelompok ini adalah :
1) Katatonia
Beberapa abnormalitass motoric menjadi ciri katatonia. Para pasien
dapat melakukan suatu gerakan berulang kali, menggunakan urutan
yang aneh dan kadang kompleks antara gerakan jari, tangan, dan
lengan yang sering kali tampaknya memiliki tujuan tertentu.
Beberapa pasien menunjukkan peningkatan yang tidak biasa pada
9
keseluruhan kadar aktivitas, termasuk sangat riang, menggerakkan
anggota badan secara liar, dan pengeluaran energy yang sangat
besar. Di ujung lain spectrum ini adalah imobilitas katatonik :
pasien menunjukkan berbagai postur yang tidak biasa dan tetap
dalam waktu yang lama. Pasien katatonik juga memiliki
fleksibiltas lilin-orang lain dapat menggerakkan anggota badan
seorang pasien dalam posisi aneh dalam waktu yang lama.
2) Afek yang tidak sesuai
Afek yang tidak sesuai merupakan respon-respon emosional yang
berada diluar konteks, misalnya tertawa ketika mendengar berita
duka.
3. Etiologi Skizofrenia
10
dan sistem limbik, yang dapat mengakibatkan meningkatnya aktivitas DA
sentral (Lumbantobing, 2007).
c. Biokimiawi
Saat ini didapat hipotese yang mengemukan adanya peranan
dopamine, kateklolamin, norepinefrin dan GABA pada skf
(Lumbantobing, 2007).
4. Terapi Skizofrenia
a. Penanganan Biologis
1) Terapi Kejut dan Psychosurgery
Diawal tahun 1930-an praktik menimbulkan koma dengan
memberika insulin dalam dosis tinggi diperkenalkan oleh Sakel
(1938), yang mengklaim bahwa ¾ dari para pasien skizofrenia yang
ditanganinya menunjukkan perbaikan signifikan. Berbagai temuan
terkemudian oleh para peneliti lain kurang mendukung hal tersebut,
dan terapi koma-insulin –yang beresiko serius terhadap kesehatan,
termasuk koma yang tidak dapat disadarkan dan kematian– secara
bertahap ditinggalkan. Pada tahun 1935, Moniz, seorang psikiater
memperkealkan lobotomy prefrontalis, suatu proses pembedahan
yang membuang bagian-bagian yang menghubungkan lobus
frontalis dengan pusat otak bagian bawah.
2) Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia
disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi,
delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien
mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-
benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50
tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang
efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat
antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional,
newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
11
a) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif,
antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping
yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain
(1) Haldol (haloperidol)
(2) Mellaril (thioridazine)
(3) Navane (thiothixene)
(4) Prolixin (fluphenazine)
(5) Stelazine (trifluoperazine)
(6) Thorazine (chlorpromazine)
(7) Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan
oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih
merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan
(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli
merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum
pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam
jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4
minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh
lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation
ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsychotic.
b) Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal
karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek
samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
12
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia,
antara lain :
(1) Risperdal (risperidone)
(2) Seroquel (quetiapine)
(3) Zyprexa (olanzopine)
c) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan
antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ±
25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana
pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan
jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini
artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan
kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan. Clozaril bila paling sedikit 2
dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Sediaan
Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No Nama Generik Sediaan Dosis
13
7 Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat
penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat.
Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat
menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita
berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral
dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu.
Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat
sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat
14
diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic
diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi
cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
15
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive
dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional
dengan antipsikotik atipikal.
b. Penanganan psikologis
1) Terapi Psikodinamika
Psikoanalisis seperti Harry Stack Sullivan dan Frieda Fromm-
Reichmann, mengadaptasi teknik psikoanalisis secara spesifik untuk
perawatan skizofrenia. Namun, penelitian gagal menunjukan
efektivitas terapi psikoanalisis maupun psikodinamika untuk
skizofrenia. Dengan keterangan tentang penemuan-penemuan
negatif, beberapa kritik mengemukakan bahwa penggunaan terapi
psikodinamika untuk menangani skizofrenia tidaklah terjamin.
Namun hasil yang menjanjikan dilaporkan untuk sebuah bentuk
terapi individual yang disebut terapi personal yang berpijak pada
model diatesis-stres. Tetapi personal membantu pasien beradaptasi
secara lebih efektif terhadap stres dan membantu mereka
membangun keterampilan sosial, seperti mempelajari bagaimana
menghadapi kritik dari orang lain. Bukti-bukti awal menjelaskan
16
bahwa terapi personal mungkin mengurangi rata-rata kambuh dan
meningkatkan fungsi sosial, setidaknya di antara pasien skizofrenia
yang tinggal dengan keluarga (Bustillo dkk., 2001; Hogarty dkk.,
1997a, 1997b).
2) Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau
hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi
perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat
diturunkan.
3) Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan
kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas
mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk
melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif
dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan
17
angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi
keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
4) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada
rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok
mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif
dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia
5) Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual
dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi
alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu
konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien
sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat
dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan
pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh
pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan
terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas
yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah
18
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
c. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan
bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan
dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien
dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan.
19
5. Alat Ukur Skizofrenia
1. Pengertian
20
penyakit gangguan jiwa seperti halusinasi. Melalui terapi ini pasien dapat
melepaskan emosi, mengekspresikan diri melalui cara-cara non verbal dan
membangun komunikasi.
2. Manfaat
21
4. Hormon Yang Berperan
22
BAB III
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
A. Pengertian
Art therapy atau terapi menggambar telah banyak di lingkungan medis,
salah satunya untuk pengobatan penyakit gangguan jiwa seperti halusinasi.
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca
indra. Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa yang dimana
seseorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta merupakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan penciuman. Seseorang
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Yusuf, Rizki & Hanik, 2015).
Melalui terapi ini pasien dapat melepaskan emosi, mengekspresikan diri
melalui cara-cara non verbal dan membangun komunikasi. Terapi
menggambar selain untuk penyembuhan juga dapat untuk meningkatkan
kreativitas pasien. Terapi menggambar adalah bentuk psikoterapi yang
menggunakan media seni untuk berkomunikasi. Media seni dapat berupa
pensil, kapur bewarna, warna, cat, potongan-potongan kertas dan tanah liat
(Adriani & Satiadarma, 2011).
B. Jenis Intervensi
Penatalaksanaan terapi seni menggambar (menggambar pemandangan,
ruangan dalam rumah,
C. Tujuan
1. Untuk mengendalikan halusinas
2. Melatih pasien untuk berkumpul
3. Melatih pasien untuk menggunakan alat tulis
4. Melatih pasien umtuk megekspresikan pikirannya
5. Melatih pasien untuk mengambar
23
D. Kriteria Responden
1. Inklusi
a. Bersedia menjadi responden
b. Mengalami halusinasi
2. Eksklusi
a. Pasien yang gelisah
E. Waktu
1. Tanggal : 10 dan 11 Februari 2020
2. Jam : 10.00 WITA
F. Setting Tempat
Ruang Tiung RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda
Keterangan :
: Leader
: Klien
: Fasilitator
: Observer
: Meja
24
G. Media / Alat Yang Digunakan
1. Buku gambar A4
2. Alat tulis (pensil, penghapus)
H. Pelaksana
Sesi 1
Yang bertugas dalam TAK pada sesi 1, sebagai berikut :
1. Leader : Hazelelfoni Efraim Pangi
2. Fasilitator 1 : Adhan Azhari Rauf
3. Fasilitator 2 : Agus Imam Kusairi
4. Fasilitator 3 : Hasbullah
5. Fasilitator 4 : M. Husaini
6. Fasilitator 5 : Ummi Rusiana
7. Observer : Dyan Nitarahayu
Sesi 2
Yang bertugas dalam TAK pada sesi 2, sebagai berikut
1. Leader : Adhan Azhari Rauf
2. Fasilitator 1 : Hazelelfoni Efraim Pangi
3. Fasilitator 2 : Dyan Nitarahayu
4. Fasilitator 3 : Hasbullah
5. Fasilitator 4 : M. Husaini
6. Fasilitator 5 : Ummi Rusiana
7. Observer : Agus Imam Kusairi
25
2. Fasilitator
a. Ikut serta dalam kegiatan kelompok
b. Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk
aktif mengikuti jalannya terapi.
3. Observer
a. Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang
tersedia)
b. Mengawasi jalannya aktivitas kelompok (TAK) dari mulai
persiapan, proses, hingga penutupan.
26
sesuai dengan kriteria dan telah disepakati oleh anggota kelompok
lainnya
b. Apabila dalam pelaksanaan ada anggota kelompok yang tidak
menaati tata tertib yang telah disepakati, maka berdasarkan
kesepakatan ditegur terlebih dahulu dan bila masih tidak cooperative
maka dikeluarkan dari kegiatan
c. Bila ada anggota kelompok yang melakukan kekerasan, leader
memberitahukan kepada anggota TAK bahwa perilaku kekerasan
tidak boleh dilakukan.
27
K. Instrument PANSS
Tidak Agak Sangat
Minimal Ringan Sedang Berat
ada Berat Berat
P1 Khayalan 1 2 3 4 5 6 7
Disorganisasi
P2 1 2 3 4 5 6 7
/konseptual
Perilaku
P3 1 2 3 4 5 6 7
halusinasi
P4 Rasa gembira 1 2 3 4 5 6 7
Rasa percaya
P5 1 2 3 4 5 6 7
diri yang besar
P6 Kecurigaan 1 2 3 4 5 6 7
Rasa
P7 1 2 3 4 5 6 7
permusuhan
N1 Afek tumpul 1 2 3 4 5 6 7
Rasa emosi yang
N2 1 2 3 4 5 6 7
hilang
Hubungan yang
N3 1 2 3 4 5 6 7
buruk /lemah
N4 Sikap apatis 1 2 3 4 5 6 7
Kesulitan
N5 1 2 3 4 5 6 7
berpikir abstrak
Kurangnya
spontanitas dan
N6 1 2 3 4 5 6 7
alur
pembicaraan
Cara berpikir
N7 1 2 3 4 5 6 7
stereotype
Perhatian
somatik/fokus
G1 1 2 3 4 5 6 7
terhadap
somatik
G2 Kegelisahan 1 2 3 4 5 6 7
28
Perasaan
G3 1 2 3 4 5 6 7
bersalah
G4 Ketegangan 1 2 3 4 5 6 7
Sikap dan
G5 1 2 3 4 5 6 7
perilaku
G6 Depresi 1 2 3 4 5 6 7
Hambatan
G7 1 2 3 4 5 6 7
motorik
Tidak
kooperatif/ tidak
G8 1 2 3 4 5 6 7
mampu bekerja
sama
Cara berpikir
G9 1 2 3 4 5 6 7
tidak biasa
G10 Disorientasi 1 2 3 4 5 6 7
Perhatian
buruk/daya
G11 1 2 3 4 5 6 7
perhatian yang
kurang
Kurang
penilaian dan
G12 1 2 3 4 5 6 7
wawasan
(pandangan)
Ganggun
G13 1 2 3 4 5 6 7
kemauan
Kurangnya
G14 1 2 3 4 5 6 7
kendali impuls
Rasa khawatir
G15 1 2 3 4 5 6 7
berlebih
Menghindari
G16 1 2 3 4 5 6 7
aktivitas sosial
29
Keterangan:
1 = tidak ada Sakit ringan = ≤ 61
2 = minimal Sakit sedang = 62 - 78
3 = ringan Terlihat nyata sakit = 79 - 96
4 = sedang Sakit berat = 97 - 118
5 = agak berat Sakit sangat berat = ≥ 119
6 = berat
7 = sangat berat.
30
L. Alur Pelaksanaan (SOP)
POLITEKNIK SPO
KESEHATAN TERAPI MENGGAMBAR UNTUK MENGENDALIKAN
KEMENKES HALUSINASI
KALTIM No. Halaman Ditetapkan Oleh Direktur Waktu
Dokumen 1/3 Poltekkes Kemenkes Kaltim
3 1. Buku menggambar
2. Alat tulis
31
dapat menggunakan alat tulis serta dapat mengekspresikan
pikiran melalui gambar yang telah dibuat”
4. Membuat kontrak dan kesepakatan untuk dilakukan 3 kali
pertemuan selama 2 hari.
”Jadi kegiatan ini akan kita laksanakan selama 3 kali.
Untuk hari senin sebanyak 1 kali dan untuk hari selasa
sebanyak 2 kali yaitu pagi dan siang setelah makan”
5. Menjelaskan aturan selama kegiatan:
“bapak-bapak harus mengikuti kegiatan ini sampai selesai
jika dalam kegiatan bapak terlihat gelisah maka bapak
boleh untuk tidak melanjutkan kegiatan ini, jika ingin ke
toilet nanti akan ditemani dengan perawat”.
6. Perkenalan
“Sekarang kita akan berkenalan ya, bapak ibu
menyebutkan nama dan tugasnya khusus untuk perawat.
Dimulai dari saya lalu bapak yang disamping kanan saya
lalu disebelahnya dan seterusnya”
“Jadi perawat yang duduk disebelah bapak adalah perawat
yang akan membantu bapak selama kegiatan ini jika bapak
merasa bingung bapak dapat bertanya kepada perawat
yang ada disebelahnya”
“Sebelum kita mulai apakah bapak - bapak ingin
bertanya?”
B. Fase kerja 25
1. Membagikan buku gambar, pensil dan perawat kepada menit
klien
“Jadi ini adalah buku gambar untuk bapak bapak
menggambar, ini ada pensil dan penghapus”
2. Menjelaskan tema gambar dan memberikan contoh
“Pertemuan pertama ini bapak – bapak akan menggambar
sesuai tema dan ini contohnya ya..’
3. Meminta klien untuk menjelaskan gambar yang telah
dibuat
“Semua sudah selesai menggambarnya? Nah sekarang
coba bapak jelaskan apa yang bapak gambar ini”
4. Perawat memberikan reinforcement kepada klien setelah
klien selesai menjelaskan isi gambarnya
“wah semua sudah selesai menggambar ya gambarnya
bagus – bagus dan bapak mampu menjelaskan
gambarnya”
32
C. Fase Terminasi 5 menit
1. Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah menggambar tadi?
2. Kontrak yang akan datang
Bagaimana kalau besok pagi dan siang kita akan
menggambar lagi dengan tema yang berbeda di ruang
makan ini lagi ya bapak – bapak.
M. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
a. Leader menjelaskan aturan main dengan jelas
b. Fasilitator menempatkan diri di tengah-tengah klien
c. Observer menempatkan diri di tempat yang memungkinkan untuk
dapat mengawasi jalannya permainan
d. 100% klien yang mengikuti permainan dapat mengikuti kegiatan
dengan aktif dari awal sampai selesai.
2. Evaluasi Hasil
Mengikuti Berperan Aktif
Menyelesaikan Menjelaskan
Nama Klien Keseluruhan dalam TAK
Gambar Gambar
TAK
Tn. A. S √ √ √ √
Tn. A.H √ √ √ √
Tn. S √ √ √ √
Tn. H. B √ √ √ √
Tn. M √ √ √ √
33
BAB IV
LAPORAN KEGIATAN
A. Pelaksanaan Kegiatan
1. Identitas Pasien
No Nama No. TMRS Umur Dx. Medis Dx.Kep
pasien RM (tahun)
1. Tn. A.S 2020.0 28-01-2020 27 Skizofrenia Halusinasi
1.0087 dan
Waham
Kegiatan :
34
Sesi 2
Kegiatan :
35
C. Evaluasi Kegiatan
Evaluasi pada hari Senin, 10 Februari 2020 pukul 11.00 WITA didapatkan hasil ;
Sebelum Setelah
No. Nama Pasien
Skor PANSS Respon Skor PANSS Respon
1. Tn. A. S DS : Pasien mengatakan tidak mendengar suara-suara DS : Pasien mengatakan
lagi perasaannya menjadi lebih baik
setelah menggambar
36 34
DO :Pasien kooperatif, penampilan rapi, kontak mata
baik DO : Afek sesuai stimulus
36
5. Tn. M DS : Pasien mengatakan tidak mendengar suara-suara DS : Pasien mengatakan lebih
lagi senang setelah menggambar
48 48
DO :Pasien kooperatif, penampilan rapi, kontak mata DO : Afek sesuai stimulus
baik
Evaluasi pada hari Selasa, 11 Februari 2020 pukul 11.00 WITA didapatkan hasil ;
Sebelum Setelah
No. Nama Pasien
Skor PANSS Respon Skor PANSS Respon
1. Tn. A. S DS : Pasien mengatakan tidak pernah mendengar DS : Pasien mengatakan lebih
suara-suara lagi senang setelah menggambar
34 33
DO :Pasien kooperatif, penampilan rapi, kontak mata DO : Afek sesuai stimulus
baik
2. Tn. A. H DS : Pasien mengatakan tidak ada mendengar suara- DS : Pasien mengatakan senang
suara lagi diajak menggambar karena ada
kegiatan jadi tidak bosan
47 42
DO :Pasien kooperatif, penampilan rapi, kontak mata
baik DO : Afek sesuai stimulus
37
4. Tn. H. B DS : Pasien mengatakan tidak mendengar suara-suara DS : Pasien mengatakan
lagi perasaannya lebih baik setelah
menggambar
45 42
DO :Pasien kooperatif, penampilan kurang rapi,
kontak mata baik DO : Afek sesuai stimulus
38
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Art therapy atau terapi menggambar merupakan salah satu pengobatan
penyakit gangguan jiwa seperti halusinasi. Terapi menggambar adalah
bentuk psikoterapi yang menggunakan media seni untuk berkomunikasi.
Media seni dapat berupa pensil, kapur bewarna, warna, cat, potongan-
potongan kertas dan tanah liat.
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh panca
indra. Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa yang dimana
seseorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta merupakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan penciuman. Seseorang
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Melalui terapi ini pasien dapat melepaskan emosi, mengekspresikan diri
melalui cara-cara non verbal dan membangun komunikasi sehingga
diharapkan dapat mengontrol halusinasi yang dialami pasien. Terapi
menggambar selain untuk penyembuhan juga dapat untuk meningkatkan
kreativitas pasien. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penerapan intervensi
terapi menggambar memiliki pengaruh dalam mengontrol perilaku
halusinasi.
B. Saran
Diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat, dapat menjadikan
terapi menggambar (art therapy) menjadi salah satu bagian dari terapi aktivitas
kelompok yang rutin dilakukan sebagai tindakan mandiri perawat dalam
mengelola pasien dengan masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Wiyono, A.P., & Susanti, H. 2011. Manajemen kasus gangguan
jiwa: MHN (intermediate course). Jakarta: EGC.
40
Sadock, BJ., Sadock, V,A. dan Kaplan & Sadock’s., 2010. Retradasi Mental.
Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : EGC
Sinaga, B.R. 2007. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
41
LAMPIRAN
42
43
Tema Menggambar : Pemandangan
44