Anda di halaman 1dari 46

DESAIN INOVATIF

PENERAPAN PENGGUNAAN MEDIA AUDIOVISUAL TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN SAAT PROSEDUR INJEKSI
PADA ANAK PRASEKOLAH DI RUANG DAHLIA
RS.PUPUK KALTIM BONTANG

Disusun Oleh:

HERVINA BARRANG
NIM.P07220421060

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan Berkatnya sehingga penulisan laporan desain inovatif “Penerapan
Penggunaan Media Audiovisual Terhadap Tingkat Kecemasan Saat Prosedur
Injeksi Pada Anak Prasekolah Di Ruang Dahlia RS.Pupuk Kaltim Bontang ” dapat
saya selesaikan.
Laporan desain inovatif ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
praktik klinik keperawatan medikal bedah. Selain itu, agar pembaca dapat
memperluas ilmu yang berkaitan dengan judul laporan, yang saya sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber dan hasil kegiatan yang telah
dilakukan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama
kepada perseptor klinik dan akademik yang telah memberikan bimbingan dan
pengajaran dalam penyelesaian laporan ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan saya menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
laporan ini. Oleh karena itu, saya memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk kedepannya.

Bontang, 17 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
B. Mekanisme
BAB III STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
A. Jenis Intervensi
B. Tujuan
C. Waktu
D. Setting
E. Media / Alat yang Digunakan
F. Prosedur Operasional Tindakan yang Dilakukan
BAB IV LAPORAN KEGIATAN
A. Pelaksanaan Kegiatan
B. Faktor Pendukung
C. Faktor Penghambat
D. Evaluasi Kegiatan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Prevalensi hospitalisasi pada anak usia prasekolah menurut data

World Health Organisation (WHO) pada tahun 2015 adalah sebanyak 45%

dari keseluruhan jumlah pasien anak usia pra sekolah yang di hospitalisasi.

Hasil survei UNICEF tahun 2013, prevalensi anak yang mengalami

perawatan hospitalisasi sebanyak 84%. Survei Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) tahun 2013, didapatkan data rata-rata anak yang menjalani

rawat inap di rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 2,8% dari total jumlah

anak 82.666 orang. Angka kesakitan anak pra sekolah di Indonesia 2,1 juta

atau sekitar 8%. Pada anak usia pra sekolah merasakan sakit dan harus

dihospitalisasi merupakan hukuman baginya dan 1/3 anak usia pra sekolah

mengalami hospitalisasi.

Hospitalisasi anak usia prasekolah merupakan suatu proses yang

karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak tersebut

untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pulih

atau pemulangannya kembali ke rumah. Adapun penyebab dari kecemasan

dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari petugas (perawat, dokter, dan

tenaga medis lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang

mendampinginya (Sarfika, R. dkk, 2015). Menurut Stuart & Sundeen (2008),

Dampak dari hospitalisasi pada anak usia pra sekolah ada dua yaitu distress

psikis seperti : (cemas, takut, marah, kecewa, sedih, malu, rasa bersalah), dan
distres fisik seperti : imobilisasi, kurang tidur karena nyeri, bising, silau

karena pencahayaan yang terlalu terang, sehingga anak akan mengalami rasa

traumatik yang berlebihan dan tidak mau lagi dirawat di rumah sakit bila

tenaga kesehatan tidak mendengarkan dan mengidentifikasi persepsi perasaan

anak tersebut ketika dimasa perawatannya. Kecemasan pada anak usia

prasekolah ditunjukkan dengan reaksi anak yang ketakutan akibat kurangnya

pengetahuan dari anak akan penyakit, cemas karena pemisahan, takut akan

rasa sakit, kurang kontrol, marah, dan menjadi regresi (James & Sharma,

2012). Dampak jangka panjang pada anak usia pra sekolah yang mengalami

kecemasan akibat hospitalisasi adalah terhambatnya tumbuh kembang anak.

(Apriany, 2013). Karena pada masa ini, anak sedang dalam masa golden age

atau usia keemasan, Perkembangan ini akan terhambat jika anak mengalami

kecemasan akibat hospitalisasi (Haryadi, 2015). Keterlambatan

perkembangan tersebut diantaranya dapat menyebabkan anak usia pra sekolah

mempunyai kemampuan membaca yang buruk, kenakalan pada anak, sangat

trauma setelah mengalami hospitalisasi, menurunnya kemampuan intelektual,

sosial, dan fungsi imunitas pada anak (Hidayat, A.A, 2012). Hal ini selaras

dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rennick dkk tahun (2002 dalam

Twycross, 2009), pada 120 pasien anak di PICU dan bangsal bedah anak.

Dimana 17,5% pasien menunjukkan kecemasan dan ketakutan pada tindakan

medis 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit dan 14 % menunjukkan

ketakutan pada tindakan medis yang berkelanjutan pada 6 bulan kemudian.

Sudah menjadi tugas perawat untuk memilih metode yang tepat dan
menciptakan lingkungan yang nyaman ketika melakukan tindakan pada

pasien anak dalam perawatan hospitalisasi (James & Sharma, 2012).

Mengatasi hal tersebut dibutuhkan suatu terapi yang merupakan bagian dari

atraumatic care. Atraumatik care adalah asuhan keperawatan yang tidak

menimbulkan rasa trauma baik fisik maupun psikis pada anak dan keluarga

akibat setting, personel dan penggunaan intervensi tertentu seperti prosedur

perawatan atau setting menyangkut tempat pemberian perawatan, misal di

rumah, rumah sakit, ataupun tempat kesehatan yang lain (Fradianto I, 2014).

Personel menyangkut hal orang yang terlibat langsung dalam pemberian

terapi. Dirumah sakit anak harus menghadapi lingkungan yang asing dan

menerima asuhan keperawatan yang belum dikenal seperti mengalami

tindakan injeksi, minum obat, sehingga intervensi yang harus diberikan pada

anak usia sekolah tersebut harus melingkupi cakupan psikologi juga seperti

contoh intervensi kejiwaan, yang mengijinkan orang tua dan anak dalam satu

ruangan atau lebih dikenal dengan pendekatan family center care.

Beberapa tindakan yang pernah dilakukan untuk menurunkan tingkat

kecemasan pada anak antara lain: bermain boneka, bermain clay, bermain

puzzle, aktivitas mewarnai, terapi musik, juga tehnik komunikasi terapeutik,

serta tehnik pengalihan perhatian (distraksi). Kombinasi antara distraksi

pendengaran (audio) dan distraksi penglihatan (visual) disebut distraksi

audiovisual, yang digunakan untuk mengalihkan perhatian pasien terhadap

sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, cemas atau takut dengan cara

menampilkan tayangan favorit berupa gambar-gambar bergerak dan bersuara


ataupun animasi dengan harapan pasien asik terhadap tontonannya sehingga

mengabaikan rasa tidak nyaman dan menunjukkan respon penerimaan yang

baik.

Audiovisual yang digemari oleh anak-anak usia prasekolah adalah

kartun atau gambar bergerak, merupakan media yang sangat menarik bagi

anak-anak terutama anak usia prasekolah yang memiliki daya imajinasi

tinggi. Anak juga dapat mengeksplorasi perasaan, emosi, dan daya ingat

melalui audio visual, audio visual juga dapat membantu perawat dalam

melaksanakan prosedur infus dan injeksi, memudahkan perawat dalam

mendistraksi agar anak kooperatif dalam pelaksanaan prosedur terapi

(Tamsuri, 2007). Cara yang dilakukan yaitu dengan memfokuskan perhatian

pada suatu hal yang disukai oleh anak, misalnya menonton film kartun

(Maharezi, 2014 dalam Hapsari 2016).

Berdasarkan latar belakang diatas saya tertarik untuk melakukan

penerapan penggunaan media audiovisual terhadap tingkat kecemasan saat

prosedur injeksi pada anak prasekolah.

B. TUJUAN

Mengetahui pengaruh pemberian terapi inovasi keperawatan

penerapan media audiovisual dalam mengatasi kecemasan pada anak

prasekolah yang di rawat di ruang Dahlia RS.Pupuk Kaltim Bontang.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

1. Anak Usia Prasekolah

a. Definisi
Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga
sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995:23). Anak prasekolah adalah
pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu
dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang
secara optimal. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi-
potensi itu akan mengakibatkan timbulnya masalah. Taman kanak-
kanan adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang
menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai
memasuki pendidikan dasar (Supartini, 2004:34).
Anak usia prasekolah adalah masa keemasan (golden age)
yang mempunyai arti penting dan berharga karena masa ini
merupakan pondasi bagi masa depan anak. Masa ini anak memiliki
kebebasan untuk berekspresi tanpa adanya suatu aturan yang
menghalangi dan membatasinya. Menurut Biecher dan Snowman
(dalam Patmonodewo, 2003 : 16), anak prasekolah adalah mereka
yang berusia 3-6 tahun.

b. Ciri-Ciri Anak Usia Prasekolah


Snowman, dalam (Patmonodewo, 2003:32) mengemukakan
ciri-ciri anak prasekolah (4-5 tahun) yang biasanya ada di TK. Ciri-
ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif
anak.
1) Ciri Fisik Anak Usia Prasekolah
Penampilan maupun gerak-gerik usia prasekolah mudah
dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya
(Patmonodewo, 2003:32). Ciri-ciri fisik anak usia prasekolah
dapat dikemukakan sebagai berikut:
(a) Anak prasekolah umumnya sangat aktif.
(b) Mereka telah memiliki penguasaan (kontrol) terhadap
tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan
sendiri.
(c) Berikan kesempatan kepada anak untuk lari, memanjat, dan
melompat.
(d) Usahakan kegiatan-kegiatan tersebut di atas sebanyak
mungkin sesuai dengan kebutuhan anak dan selalu di bawah
pengawasan guru.
(e) Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak
membutuhkan istirahat yang cukup.
(f) Seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus
beristirahat cukup.
(g) Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari
kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya
anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang
rumit misalnya, mengikat tali sepatu.
(h) Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus
memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil
ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan dan matanya
masih kurang sempurna.
(i) Walaupun tubuh anak ini lentur, tetapi tengkorak kepala yang
melindungi otak masih lunak.
(j) Walaupun anak lelaki lebih besar, dan anak perempuan lebih
terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam
tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengeritik anak
lelaki apabila ia tidak terampil. Jauhkanlah dari sikap
membandingkan lelaki dan perempuan.
2) Ciri Sosial Anak Usia Prasekolah

Anak prasekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan

orang disekitarnya, ciriciri sosial anak usia prasekolah dapat

dikemukakan sebagai berikut:

(a) Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua

sahabat, tetapi sahabat ini biasanya cepat berganti. Mereka

umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial,

mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih

biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian

berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang

berbeda.

(b) Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu

terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok tersebut

cepat berganti-ganti.

(c) Anak yang lebih muda seringkali bermain bersebelahan

dengan anak yang lebih besar.

3) Ciri Emosional Anak Usia Prasekolah

Anak usia prasekolah biasanya mengekspresikan emosi nya

dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh

anak pada usia tersebut dan iri hati pada anak usia prasekolah

sering terjadi. Mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.

4) Ciri Kognitif Anak Usia Prasekolah


Anak prasekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa,

sebagian dari mereka senang bicara, khususnya dalam

kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara,

sebagian dari mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang

baik. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi,

minat, kesempatan, mengagumi, dan kasih sayang

(Patmonodewo, 2003:35)

2. Kecemasan

a. Definisi

Kecemasan atau dalam bahasa inggrisnya “anxiety” berasal

dari bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang

berarti mencekik . Kecemasan merupakan perasaan subyektif yang

dialami oleh individu. Hal ini disebabkan oleh situasi-situasi yang

mengancam sehingga menyebabkan ketidakberdayaan individu

(Pratiwi, 2010). Cemas (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak

jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas individu

merasa tidak nyaman takut dan memiliki firasat akan ditimpa

malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang

mengancam tersebut terjadi. (Videbeck, 2008).

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk

menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (Stuart,

2007):
1) Teori Psikoanalitik

Menurut pandangan psikoanalitik kecemasan terjadi karena

adanya konflik yang terjadi antara emosional elemen kepribadian,

yaitu id dan super ego. Id mewakili insting, super ego mewakili

hati nurani, sedangkan ego berperan menengahi konflik yang

tejadi antara dua elemen yang bertentangan. Cemas merupakan

hal alamiah sebagai respon tubuh untuk mengendalikan kesadaran

terhadap stimulus tertentu (Videbeck, 2008)

2) Teori Interpersonal

Kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan

interpersonal, dan berkaitan erat dengan kemampuan seseorang

utnuk berkomunikasi (Videbeck, 2008). Cemas muncul karena

adanya perasaan takut terhadap penolakan dan tidak adanya

penerimaan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan

perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan.

3) Teori Perilaku

Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan

produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu

kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan.

4) Teori Prespektif Keluarga

Kajian keluarga menunjukan pola interaksi yang terjadi

dalam keluarga. Kecemasan menunjukan adanya pola interaksi

yang mal adaptif dalam sistem keluarga.


5) Teori Perspektif Biologis

Kajian biologis menunjukan bahwa otak mengandung

reseptor khususnya yang mengatur kecemasan, antara lain :

benzodiazepine, penghambat asam amino butirik-gamma

neroregulator serta endorfin.

Sementara itu, Stuart & Laraia (2005) juga menyebutkan

faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan, antara lain:

1) Faktor Eksternal

(a) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas

fisiologis yang akan terjadi atau penurunan kemampuan

untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari (penyakit,

trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan).

(b) Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan

identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada

individu.

2) Faktor Internal

(a) Usia

Usia erat kaitannya dengan tingkat perkembangan seseorang

dan kemampuan koping terhadap stres. Seseorang yang

mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami

gangguan kecemasan.

(b) Jenis Kelamin

Secara umum, gangguan psikis dapat dialami oleh perempuan


dan laki-laki secara seimbang. Namun kemampuan dan

ketahanan dalam menghadapi kecemasan dan mekanisme

koping secara luas lebih tinggi pada laki-laki. Oleh karena

itu, perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi

daripada laki-laki dikarenakan bahwa perempuan lebih peka

dengan emosinya yang pada akhirnya peka juga terhadap

perasaan cemasnya.

(c) Tingkat Pengetahuan

Dengan pengetahuan yang dimiliki, akan membantu

seseorang dalam mempersepsikan suatu hal, sehingga

seseorang dapat menurunkan perasaan cemas yang dialami.

Pengetahuan ini sendiri biasanya diperoleh dari informasi

yang didapat dan pengalaman yang pernah dilewati individu.

(d) Tipe Kepribadian

Orang dengan tipe kepribadian A dengan ciri-ciri tidak sabar,

kompetitif, ambisius, dan ingin serba sempurna lebih mudah

mengalami gangguan kecemasan daripada orang dengan tipe

kepribadian B.

(e) Lingkungan dan Situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih

mudah mengalami kecemasan dibandingkan bila dia berada

di lingkungan yang biasa dia tempati.

c. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2007) ada empat tingkat kecemasan yang

dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

1) Kecemasan Ringan

Tingkat kecemasan ringan adalah cemas yang normal yang

biasa menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang

menjadi waspada dan meningkatkan perhatian, tetapi individu

masih mampu memecahkan masalah. Cemas ringan dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreatifitas yang ditandai dengan terlihat tenang, percaya diri,

waspada, memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar,

ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit

gelisah.

2) Kecemasan Sedang

Tingkat kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan

yang tidak penting atau bukan menjadi prioritas yang ditandai

dengan perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, tidak

sabar, mudah tersinggung, ketegangan otot sedang, tanda-tanda

vital meningkat, mulai berkeringat, sering mondar-mandir, sering

berkemih dan sakit kepala.

3) Kecemasan Berat

Tingkat kecemasan berat sangat mengurangi persepsi

individu, dimana individu cenderung untuk memusatkan


perhatian pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat

berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk

mengurangi ketegangan. Individu memerlukan banyak arahan

untuk dapat memusatkan pada suatu area lain ditandai dengan

sulit berfikir, penyelesaian masalah buruk, takut, bingung,

menarik diri, sangat cemas, kontak mata buruk, berkeringat

banyak , bicara cepat, rahang menegang, menggertakkan gigi,

mondar mandir dan gemetar.

d. Kecemasan dan stres anak yang menjalani hospitalisasi

Hospitalisasi akan menimbulkan respon yang kurang

menyenangkan bagi anak, baik menimbulkan stress ataupun takut

(Tsai, 2007). Pemberi pelayanan kesehatan harus memberikan

perhatian pada respon kecemasan anak dan riwayat medis anak.

Pemberi pelayanan dirumah sakit juga harus memberikan pelayanan

yang komprehensif yang menunjang kebutuhan personal anak dan

kebutuhan tumbuh kembang anak (Stubbe, 2008). Respon emosional

dari stres anak dapat disebabkan karena perpisahan, lingkungan asing

dan prosedur yang menyakitkan (Li & Lopez, et all 2006).

Stres dan kecemasan anak yang menjalani hospitalisasi

dipengaruhi oleh karakteristik personal anak, yang meliputi umur,

jenis kelamin, budaya, pengalaman hospitalisasi dan pengalaman

medis sebelumnya (Mahat & Slocoveno, 2003; Brewer, Gleditsch,

Syblik, Tietjens & Vacik, 2006 dalam,Tsai 2007).


3. Media Audiovisual

Menurut Anderson (1994:99), media audio visual adalah

merupakan rangkaian gambar elektronis yang disertai oleh unsur suara

audio juga mempunyai unsur gambar yang dituangkan melalui pita video.

Kombinasi antara distraksi pendengaran (audio) dan distraksi penglihatan

(visual) disebut distraksi audiovisual, yang digunakan untuk mengalihkan

perhatian pasien terhadap sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, cemas

atau takut dengan cara menampilkan tayangan favorit berupa gambar-

gambar bergerak dan bersuara ataupun animasi dengan harapan pasien asik

terhadap tontonannya sehingga mengabaikan rasa tidak nyaman dan

menunjukkan respon penerimaan yang baik.

Audiovisual yang digemari oleh anak-anak usia prasekolah adalah

kartun atau gambar bergerak, merupakan media yang sangat menarik bagi

anak-anak terutama anak usia prasekolah yang memiliki daya imajinasi

tinggi. Anak juga dapat mengeksplorasi perasaan, emosi, dan daya ingat

melalui audio visual, audio visual juga dapat membantu perawat dalam

melaksanakan prosedur infus dan injeksi, memudahkan perawat dalam

mendistraksi agar anak kooperatif dalam pelaksanaan prosedur terapi

(Tamsuri, 2007).

Terapi menonton animasi kartun juga merupakan salah satu terapi

yang digunakan untuk mendistraksikan anak dari rasa ansietasnya (Lee,

Jeongwoo, 2012). Terapi ini merupakan mengalihkan perhatian anak ke

hal yang lain sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri,


bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Maharezi, S., 2014).

Sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan anak. Perawat dapat

mengkaji aktivitas-aktivitas yang dinikmati klien sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai distraksi. Aktivitas tersebut dapat meliputi kegiatan

menyanyi, berdoa, menceritakan foto atau gambar dengan suara keras

(Santoso, Tatik, Nanik, 2009), mendengarkan musik, dan bermain.

Sebagian besar distraksi dapat digunakan di rumah sakit, di rumah, atau

pada fasilitas perawatan jangka panjang (Tamsuri, 2007). Film kartun

animasi mengandung unsur gambar, warna, dan cerita sehingga anak-anak

menyukai menonton film kartun animasi (Windura, 2008). Ketika anak

lebih fokus pada kegiatan menonton film kartun, hal tersebut membuat

anak fokus pada kegiatan menonton sehingga ketika hendak dilakukan

tindakan keperawatan, kecemasan anak teralihkan.

B. MEKANISME

1. Identifikasi Pertanyaan
a. Analisa PICOT

P ( Problem and Patient ) : An. R, 4 tahun dengan Typoid Fever

dan An. W denga Obs. Febris hari

ke 5

I ( Intervention ) : Penerapan media audiovisual pada

anak prasekolah yang dirawat di

ruang dahlia (menonton film)

C ( Comparation ) : Tidak ada perbandingan


O (Outcame) : Mengetahui efektivitas penereapan

media audiovisual

T ( Time ) : Dilakukan selama 3 hari

pada tanggal 7 Januari s.d 9 Februari

2022

b. Pertanyaan Klinis

Apakah media audiovisual bermanfaat dalam menangani kecemasan

pada anak prasekolah yang mendapat prosedur injeksi?


NO Desain/seleksi Hasil temuan/ Level Komentar Rivewer (Kekuatan dan
Penelitian Sampel Intervensi
responden kesimpulan Penelitian keterbatasan penelitian)
1 Lilis Populasinya adalahPenelitian Pengaruh
ini Audiovisual Hasil analisis statistik IIB Kekuatan :
Fatmawati, seluruh anak menggunakan Menonton Film Kartun didapatkan nilai sig (p = Penelitian ini merupakan penelitian
(2019) usia desain Terhadap Tingkat 0.001, t = 11,71) yang berarti eksperimen membahas mengenai terapi
prasekolah praexperimental Kecemasan Saat ada pengaruh audiovisual non farmakologis dalam pemeberian
yang masuk di
dengan rancang Prosedur Injeksi Pada menonton film kartun intervensi media audiovisual dengan latar
Ruang Anak terhadap tingkat kecemasan
Rumah Sakit bangun onegrup Anak Prasekolah belakang, tujuan, metode, sampel yang
saat prosedur injeksi pada menbuat kriteria inklusi dan esklusi
Semen Gresik pra-post test
anak prasekolah.
design. Kelemahan :
Uji statistik Tidak dijelaskan variable perancu dalam
menggunakan penelitian, tidak dijelaskan yang menjadi
uji Paired penghambat dalam penelitian.
Sample T-Test
Pengambilan
sampel
menggunakan
teknik
purposive
sampling,
sebanyak 28
responden
2 G
Sampel dalam PPengaruh Teknik Berdasarkan hasil penelitian Kekuatan :
D II

Penelitian ini edistraksi film kartun didapatkan hasil terdapat IIB Penelitian ini merupakan penelitian
(20 anak. nterhadap tingkat pengaruh teknik distraksi eksperimen membahas mengenai
ekecemasan anak usia 4-6 visual film kartun terhadap terapi non farmakologis dalam
II

ltahun , pre sirkumsisi di tingkat kecemasan anak usia pemeberian intervensi media
iklinik 4-6 tahun pre sirkumsisi di audiovisual dengan latar belakang,
t klinik. tujuan, metode, sampel yang menbuat
i kriteria inklusi dan esklusi
a
n Kelemahan :
Tidak dijelaskan variable perancu dalam
i penelitian, tidak dijelaskan yang
n menjadi penghambat dalam penelitian.
i Tempat penelitian tidak disebutkan secara
jelas.
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

m
e
t
o
d
e

P
r
e

E
k
s
p
e
r
i
m
e
n
t

D
e
s
i
g
n

(
n
o
n
d
e
s
i
g
n
)

d
e
n
g
a
n
o
n
e

g
r
o
u
p

p
r
a
-
p
o
s
t

t
e
s
t

d
e
s
i
g
n
.
Uji
y
a
n
g

d
i
g
u
n
a
k
a
n

y
a
i
t
u

u
j
i

W
i
l
c
o
x
o
n
S
i
g
n
e
d

R
a
n
k
s

T
e
s
t
De
n
g
a
n

t
e
k
n
i
k

a
c
c
i
d
e
n
t
a
l

s
a
m
p
l
i
n
g
e
s
i
g
n

(
n
o
n
d
e
s
i
g
n
)

d
e
n
g
a
n

o
n
e

g
r
o
u
p

p
r
a
-
p
o
s
t

t
e
s
t

d
e
s
i
g
n

d
e
n
g
a
n

t
e
k
n
i
k

a
c
c
i
d
e
n
t
a
l
s
a
m
p
l
i
n
g

3 Jumlah
R sampel Pengaruh atraumatic Berdasarkan hasil Kekuatan :
Penerapan evidence based nursing pemberian IIB
a
u
d
i

IIB
o

v
i
s
u

pada penelitian care : audiovisual implementasi keperawatan di Penelitian ini merupakan penelitian
a
l

d
e
n
g
a
n

(ini adalah 26 dengan portable DVD ruang Teratai lantai 3 selatan eksperimen membahas mengenai
o
r
t
a
b
e
l

D
V
D

anak yang terhadap hospitalisasi didapatkan hasil bahwa terapi non farmakologis dalam
p
l
a
y
e
r

i
n
i

dirawat. pada anak penggunaan audio visual pemeberian intervensi media


d
i
l
a
k
u
k
a
n

Kriteria inklusi sebagai salah satu teknik audiovisual dengan latar belakang,
m
e
n
g
g
u
n
a
k
a
n

anak yang atraumatic care dapat tujuan, metode, sampel yang menbuat
m
e
t
o
d
e

p
e
n

menjadi menghilangkan kecemasan kriteria inklusi dan esklusi


e
l
i
t
i
a
n

q
u
a

responden pada anak yaitu 84,62% Kelemahan :


s
i

e
k
s
p
e
r
i
m

pada penelitian Tidak dijelaskan variable perancu dalam


e
n

d
e
n
g
a
n

ini adalah anak penelitian, tidak dijelaskan yang


e
k
n
i
k

p
e
n
g
a

usia kurang menjadi penghambat dalam penelitian.


m
b
i
l
a
n

s
a
m
p

dari 18 tahun
e
l

s
e
c
a
r
a

dan telah
o
n
s
e
c
u
t
i
v
e

mendapatkan
s
a
m
p
l
i
n
g

tindakan Penerapan
keperawatan evidence based
sebelumnya nursing
dan kriteria pemberian audio
eksklusinya visual ini
adalah anak dilakukan
yang menggunakan
mengalami metode
penurunan penelitian quasi
kesadaan dan eksperimen
24 jam pasca dengan teknik
operasi. pengambilan
sampel secara
consecutive
sampling
4 OneL hundred thirty
Randomized trialOne hundred and thirty Allowing the viewing of IIB Kekuatan:
(children aged 3 examined the children, aged 3 to 7 animated cartoons by Penelitian ini merupakan penelitian
to 7 years with effects of 2 years, ASA physical pediatric surgical patients is a eksperimen, dengan pembagian sampel
ASA physical behavioral status I or II, were very effective method to nya disertai groub pengeontrol.
status I or II interventions enrolled. Children alleviate preoperative anxiety. Dijelaskan inklusi dan ekslusi
were enrolled. on preoperative having emergency
Subjects were anxiety in surgery and those with Kelemahan :
randomly children previous anesthetic Tidak disertai variable perancu
assigned to 1 undergoing experience,
of 3 groups: general developmental delays,
group 1 anesthesia for mental retardation, or
(control), elective surgery chronic illnesses were
group 2 (toy), excluded from the study.
and group 3 Subjects were randomly
(animated assigned by computer-
cartoon).  generated random
number to 1 of 3 groups:
group 1 (control), group
2 (toy), and group 3
(animated cartoon).
H S
Pampel diambil Teknik distraksi kelompok perlakuan IIB Kekuatan
menggunakan audiovisual ini memberikan respons Penelitian ini merupakan penelitian
( teknik quota digunakan untuk penerimaan yang baik eksperimen, dengan pembagian sampel
sampling. Uji mengalihkan respons sebesar 86.7 % sedangkan nya disertai groub pengeontrol.
statistik yang penerimaan buruk anak kelompok kontrol sebesar
digunakan selama dilakukan 26.7 %. Analisis pengaruh Kelemahan:
yaitu chi square tindakan injeksi di dapatkan P value = 0.001 Tidak dijelaskan variable perancu dalam
( = 0.05), intravena. yang berarti ada pengaruh penelitian, tidak dijelaskan yang
kekuatan distraksi audiovisual menjadi penghambat dalam penelitian.
pengaruh dengan respons penerimaan
dihitung anak dengan odd ratio
dengan odd 17.875 yang berarti setiap
ratio. pasien anak yang diberikan
Desain yang distraksi audiovisual
digunakan memiliki kecenderungan
Quasy memberikan respons baik
Experimental sebesar 17.875 lebih besar
Design dengan dibandingkan anak yang
rancangan post tidak diberikan distraksi
test only design audiovisual.
with control
C. MANAJEMEN
Penulis akan menjelaskan prosedur kepada responden dan juga orang

tua kemudian melakukan intervensi penerapan audioivisual

1. Kriteria Pasien

Inklusi

 Pasen dengan umur 3-6 tahun.

 Pasien dengan hari rawat ke minimal 3 hari.

 Pasien yang mendapat terapi intravena.

 Pasien dengan tanda-tanda hemodinamik stabildan kesadaran

compos mentis

Eklusi

 Pasien atau orang tua pasien yang tidak bersedia menjadi

responden.

2. Waktu Pelaksanann

Waktu pelaksanaan intervensi penerapan audiovisual yaitu mulai

tanggal 7 Februari - 9 Februari 2022.

3. Teknik/Cara

Perawat yang akan melakukan tindakan invasif datang keruangan

pasien kemudian memberikan edukasi dengan memperlihatkan video

pada folder video edukasi selama 5 menit. Untuk mengefisienkan waktu

perawat mempersiapkan alat-alat untuk prosedur tindakan pada saat anak

menonton video edukasi. Selanjutnya setelah 5 menit perawat menukar

video dengan video hiburan dan menanyakan kepada anak video apa

yang akan dilihat oleh pasien. Biarkan pasien menonton selama 2 menit,
ketika pasien terlihat terdistraksi dengan video yang diputar perawat

mulai melakukan tindakan invasif. Setelah tindakan selesai biarkan

pasien tetap menonton selama 2 menit. Selanjutnya lakukan evaluasi

dengan menanyakan kepada pasien langsung atau kepada orang tua

bagaimana perbedaan setelah pasien menonton video.


BAB III

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

A. RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian Quasy Experiment dan

rancangan penelitian yang digunakan adalah Pre Test And Post Test Without

Control Group. Pengkajian tingkat kecemasan dilakukan sebelum dan

sesudah perlakuan intervensi penerapan media audiovisual diberikan.

B. RESPONDEN

An. R, 4 tahun dengan Typoid Fever, lama rawat inap 3 hari dan An.

W ,5 tahun dengan Obs. Febris hari ke 5, lama rawat 3 hari

C. JENIS INTERVENSI

Penerapan media audiovisual pada anak denagan

kecemasan(Hospitaslisasi) saat prosedur injeksi

D. TUJUAN
1. Mengurangi tingkat kecemasan pada anak selama di rawat di rumah sakit.

2. Meminimalkan dampak hospitalisasi dalam jangka pendek, maupun

jangka panjang.

3. Mendistraksikan anak dari rasa ansietasnya

4. Membantu meningkatkan rasa kepercayaan dari pasien maupun orang tua


pasien sehingga memudahkan pelaksanaan asuhan keperawatan.

E. WAKTU
Desain inovatif ini di lakukan selama 3 hari, pada tanggal 7 Februari s.d 9
Februari 2022 di ruang Dahlia kamar 3 dan kamar 4

F. SETTING
Di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang, ruang Dahlia , kamar 3 klien An. R
Typoid Fever. Kamar 4 klien An. W dengan Observasi Febris hari ke 5.

G. MEDIA/ALAT YANG DIGUNAKAN


1. Pulpen
2. Lembar penialain tingkat kecemasan
3. Box Steril
4. Medicine (sesuai)
5. Kapas alkohol
6. Handphone
H. PROSEDUR OPERASIONAL TINDAKAN YANG DILAKUKAN
DISTRAKSI MEDIA AUDIOVSIUAL
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN
KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR PROFESI NERS
KEPERAWATAN
No Dokumen No Revisi Halaman
1-
Tanggal Terbit Ditetapkan Ketua Prodi
(SOP)
STANDAR Profesi Ners
OPERASIONAL
PROSEDUR

Rangkaian gambar elektronis yang disertai oleh unsur suara audio juga
PENGERTIAN mempunyai unsur gambar yang dituangkan melalui pita video. Kombinasi
antara distraksi pendengaran (audio) dan distraksi penglihatan (visual)
disebut distraksi audiovisual
1. Mengurangi tingkat kecemasan pada anak selama di rawat di
TUJUAN rumah sakit.
2. Meminimalkan dampak hospitalisasi dalam jangka pendek,
maupun jangka panjang.
3. Mendistraksikan anak dari rasa ansietasnya
4. Membantu meningkatkan rasa kepercayaan dari pasien maupun
orang tua pasien sehingga memudahkan pelaksanaan asuhan
keperawatan.

Indikasi
Diterapkan pada anak prasekolah (3-6 tahun) yang mengalami kecemasan
(hospitalisasi), yang dapat mengganggu/menghambat pelaksanaan asuhan
INDIKASI/ keperawatan.

KONTRAINDIKASI Kontraindikasi
1. Klien atau orang tua pasien yang tidak berkenan
2. Klien dengan penyakit kronik atau kesadaran tidak compos
mentis.

PERSIAPAN 1. Pulpen
2. Lembar penilain tingkat kecemasan
ALAT 3. Box Steril
4. Medicine (sesuai)
5. Kapas alkohol
6. Handphone
A. Pra Interaksi
1. Mengumpulkan data tentang klien.
2. Menciptakan lingkungan yang nyaman
3. Membuat rencana pertemuan tindakan keperawatan
4. Lakukan cuci tangan menggunakan hand rub/hand wash
5.

B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam kepada klien dengan menyapa nama
pasien dan perawat memperkenalkan diri
2. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada
klien/orang tua klien
3. Menjelaskan kontrak waktu dan tempat kepada klien atau
orang tua klien
4. Menanyakan persetujuan dan persiapan klien sebelum
kegiatan dilakukan

C. Tahap Kerja
1. Atur posisi klien dengan nyaman.
2. Memberikan edukasi dengan memperlihatkan video pada
folder video edukasi selama 5 menit.
PROSEDUR
3. Perawat menyiapkan obat
4. Perawat menukar video dengan video hiburan selama 2
menit. Sambil mengevaluasi
5. Jika klien terlihat terdistraksi dengan video yang sedang
dilihat, perawat melakukan Tindakan invasive
6. Biarkan klien tetap menonton selama 2 menit
7. Evaluasi kepada klien ataupun kepada orang bagaimana
respon klien sebelum dan sesudah menonton video.

D. Terminasi
1. Merapikan alat
2. Kontrak tindak lanjut
3. Salam
4. Dokumentasi
BAB 1V
LAPORAN KEGIATAN

A. PELAKSANAAN KEGIATAN

Pelaksanaan intervensi penerapan media audiovisual pada anak prasekolah

yang mengalami kecemasaan saat tindakan invasif di ruang Dahlia RS.

Pupuk Kaltim Bontang :

Pasien 1

Nama : An. R

DOB :

No. Reg : 01.12.xx

Ruang : Dahlia kamar 43

Pelaksanaan : Tanggal 8 Februari 2022

Pasien 2

Nama : An. W

DOB :

No. Reg : 01.11xx

Ruang : Dahlia kamar 4

Pelaksanaan : Tanggal 8 Februari 2022

Kegiatan ini dilakukan mulai tanggal 7-9 Februari 2022, dengan penerapan

media audiovisual dalam penanganan kecemasan pada saat pemberian

tindakan invasif pada An. R. D dan An. W


An. R An. W
Hari/
Tanggal Kegiatan Evaluasi Kegiatan Evaluasi

Senin  Memperkenalkan diri,  Pasien dan keluarga  Memperkenalkan diri,  Pasien dan keluarga
7/02/22 menjelaskan maksud Kooperatif. menjelaskan maksud Kooperatif.
dan tujuan intervensi, dan tujuan intervensi,
mengontrak pasien mengontrak pasien
untuk diberikan untuk diberikan
intervensi yang akan intervensi yang akan
dilakukan. dilakukan.

 Meminta persetujuan  Pasien dan keluarga  Meminta persetujuan  Pasien dan keluarga
Informed Consent. setuju. Informed Consent. setuju.

 Melakukan pengkajian  DS :  Melakukan pengkajian  DS :


tingkat kecemasan Pada pasien An. R, tingkat kecemasan Pada pasien An. W,
pada klien. orang tua mengatakan pada klien. orang tua
(menganamnese dan anaknya rewel selama (menganamnese dan mengatakan anaknya
orang tua mengisi sejak sakit, susah orang tua mengisi sedikit rewel sejak
SCAS Scale) makan. SCAS Scale) masuk rumah sakit,
DO : Bila perawat atau
 Klien akan langsung dokter dating akan
menangis bila meminta ibunya
perawat sudah untuk dekat dengan
masuk ke kamarnya. klien.
 Klien terlihat selalu DO :
ingin dekat dengan  klien
ibunya. menghindar
 Klien menangis bila jikadiperiksa
akan diberikan terapi dokter.
baik oral maupun  klien memegang
injeksi erat ibunya, jika
 Skoring SCAS….. akan diperiksa
dan bila
diberikan obat
injeksi.
terkadang
menangis
 Membuat kontrak  Pasien dan keluarga  Membuat kontrak  Pasien dan keluarga
waktu untuk menyetujui kontrak waktu untuk menyetujui kontrak
pertemuan. waktu. pertemuan waktu
Selasa,  Menerapkan media  Saat perawat  Menerapkan media  Saat perawat
8/02/22 audiovisual : mendekat klien audiovisual : mendekat klien
 Perawat menangis dipangkuan  Perawat langsung memanggil
memberikan ibunya kurang lebih 1 memberikan ibunya.
tontonan tentang menit. tontonan tentang  Setelah menonton
anak sakit( klien  Setelah menonton anak sakit( klien film edukasi tentang
menonton selama 5 film edukasi tentang menonton selama Kesehatan, anak
menit;Film animasi Kesehatan, anak diam 5 menit; “Periksa diam dan fokus
“Periksa Kesehatan dan fokus dengan film Kesehatan ke dengan film yang
ke Dokter Yuk”) yang ditonton. Dokter Yuk”) ditonton.
 Perawat  klien terdistraksi  Perawat  klien terdistraksi
menyiapkan obat dengan film barby menyiapkan obat dengan film barby
 Perawat memberi yang ditonton.  Perawat memberi yang ditonton.
tontona film barby  obat injeksi dapat tontona film barby  obat injeksi dapat
selama 2 menit diberikan, tanpa ada selama 2 menit diberikan, tanpa ada
( Dancing penolakan atau (Dancing penolakan atau
Princesses) rengekan dari klien. Princesses) rengekan dari klien.
 Jika klien tampak  klien tampak
terdistraksi dengan terdistraksi
film, perawat ddengan film.
memberiakan terapi
injeksi.

Rabu  Menerapkan media  Saat perawat mendekat  Menerapkan media  Saat perawat
9/02/22 audiovisual : klien tenang, tapi tetap audiovisual : mendekat klien
 Perawat memberikan ingin ibunya ada  Perawat memberikan tenang, tapi tetap
tontonan tentang dekatnya. tontonan tentang ingin ibunya ada
periksa kesehatan  Klien focus dengan periksa kesehatan dekatnya.
(klien menonton film yang ditonton, (klien menonton  Klien focus dengan
selama 5 menit; Film klien tersenyum dan selama 5 menit; Film film yang ditonton,
animasi“Dokter Kecil senang. etelah animasi“Dokter Kecil klien tersenyum dan
Periksa kesehatan”)  klien terdistraksi Periksa kesehatan”) senang. etelah
 Perawat menyiapkan dengan film animasi  Perawat menyiapkan  klien terdistraksi
obat “Putri Sofia” yang obat dengan film animasi
 Perawat memberi ditonton.  Perawat memberi “Putri Sofia” yang
tontona film Putri  obat injeksi dapat tontona film Putri ditonton.
Sofiaselama 2 menit diberikan, tanpa ada Sofiaselama 2 menit  obat injeksi dapat
 Jia klien tampak penolakan atau  Jia klien tampak diberikan, tanpa ada
terdistraksi dengan rengekan dari klien. terdistraksi dengan penolakan atau
film, perawat film, perawat rengekan dari klien
memberikan terapi memberikan terapi
injeksi injeksi
B. FAKTOR PENDUKUNG

1. Pasien dan keluarga sangat kooperatif.

2. Perseptor klinik dan segenap perawat ruang Dahlia mendukung

intervensi inovatif ini.

3. Perseptor akademik yang selalu memberi masukan dan saran.

C. FAKTOR PENGHAMBAT

1. Pendekatan awal kepada klien membutuhkan waktu

2. Keterbatasan waktu dalam melakukan intervensi

D. EVALUASI KEGIATAN

1. Evaluasi Proses

Pada saat dilakukan pengkajian pasien sangat kooperatif, dan

pendokumentasian dapat dilakukan dengan lancar.

2. Evaluasi hasil

Penerapan intervensi media audiovisual memiliki pengaruh dalam

mengatasi kecemasan anak prasekolah saat pemberian prosedur injeksi .

E. PEMBAHASAN

Hasil penerapan media audiovisual pada anak prasekoalah dengan

kecemasan saat pemberian terapi injeksi, didapatkan bahwa tindakan

tersebut dapat mengatasi kecemasan pasien saat pemberian injeksi.


Hasil penerapan tersebut sesui dengan penelitian Lilis Fatmawati

(2019) menyimpulkan bahwa ada pengaruh audiovisual menonton film kartun

terhadap tingkat kecemasan saat prosedur injeksi pada anak prasekolah. Rifka Putri

(2019) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa penggunaan audio visual

sebagai salah satu teknik atraumatic care dapat menghilangkan kecemasan pada

anak yaitu 84,62%.


BAB V

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dipaparkan oleh penulis

mengenai kecemasan pada pasien yang mendapat terapi injeksi yang telah

dilakukan terapi diterapkan media audiovisual. Setelah dilakukan tindakan

selama 3 hari setiap pagi dan sore dalam waktu ±15 menit, didapatkan hasil,

bahwa tingakat kecemasan An. W dan An. A dapat diatasi dengan menonton

video kartun.

B. SARAN

1. Bagi Pasien/Orang Tua Klien

Diharapkan setelah dilakukan penerapan media audiovisual

dapat membantu orang tua klien dalam mengatasi tingkat kecemasan

anak presekolah saat pemberian terapi injeksi saat anak dalam kondisi

sakit dan membutuhkan perawatan di rumah sakit

2. Bagi Pelayanan Kesehatan/rumah sakit

Dengan adanya hasil dari implementasi media audio visual

pada pasien anak prasekolah yang dirawat dan mendapat terapi

injeksi yang dapat menimbulkan kecemasan pada klien di ruang

Dahlia dan ruang perawatan RS. PKT Bontang, diharapkan bisa

diterapkan didalam intervensi asuhan keperawatan untuk

mendapatkan hasil yang optimal, sebagai tindakan keperawatan

mandiri sebagai seorang perawat.


3. Bagi Penulis

Refleksi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penulis

sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya terkait dengan intervensi

keperawatan non farmakologi atau komplementer pada pasien anak

prasekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Lilis Fatmawati, 2019, Pengaruh Audiovisual Menonton Film Kartun Terhadap


Tingkat
Kecemasan Saat Prosedur Injeksi Pada Anak Prasekolah. 996-Article Text-2617-
1-10-20190731 (1).pdf

Hidayat, A.A. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak; Jilid 2. Jakarta:


Salemba Medika.

Supartini. (2014). Konsep Dasar Keperawatan Anak : Jakarta: EGC.

Wong, D.L., et al. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, vol 1. Jakarta: EGC.
. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, vol 2. Jakarta: EGC.

Shadia Abd Elmoniem Syan,dkk.(2021). Effect of Storytelling Versus Cartoon on


Pain and Fear Relief amongChildrenUndergoing Venipuncture. A LiteEgyptian
Journal of Health Care, 2021 EJHVol. 12. no.4.

Lee, Jeongwoo MD, dkk. 2012. Cartoon Distraction Alleviates Anxiety in


Children During Induction of Anesthesia. A Journal : PEDIATRIC ANESTHESIOLOGY .
Lilis Fatmawati, Yuanita Syaiful, D. R. (2019) ‘Pengaruh Audiovisual Menonton Film
Kartun Terhadap Tingkat Kecemasan Saat Prosedur Injeksi Pada Anak Prasekolah, 12,
pp. 15–29. 996-Article Text-2617-1-10-20190731 (1).pdf.

Utami, Y. (2014) ‘Dampak hospitalisasi terhadap perkembangan anak’, 2


Lampiran 1: Skala Kecemasan SCAS Preschool

ALAT UKUR KECEMASAN

Skala Kecemasan SCAS (Spence Children’s Anxiety Scale) Preschool

Kode responden:

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan anak prasekolah apakah


ringan, sedang, berat, berat sekali, dengan menggunakan alat ukur yang dikenal
dengan nama Spence Children’s Anxiety Scale (SCAS) Preschool. Alat ukur ini
terdiri dari 28 item kecemasan, tetapi dimodifikasi oleh peneliti menjadi 19 item
untuk keperluan penelitian.
Masing-masing nilai score dari ke-19 item tersebut dijumlahkan dan dari
hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu:
Total nilai ≤15 : Tidak ada kecemasan
16-30 : Kecemasan ringan
31-45 : Kecemasan sedang
Adapun petunjuk pengisian lembar observasi kecemasan (Spence
Children’s Anxiety Scale Preschool) yaitu dengan melingkari salah satu angka
pada masing-masing item kecemasan dengan skor antara lain tidak (0), jarang (1),
kadang-kadang (2), sering (3), dan sangat sering (4).
Kadang- Sangat
Tidak Jarang Sering
Pernyataan kadang sering
0 1 2 3 4

1. Memberontak didepan orang banyak 0 1 2 3 4

2. Melakukan sesuatu hal dengan


0 1 2 3 4
benar/sesuai.

3. Tegang, gelisah atau marah-marah. 0 1 2 3 4

4. Tidak mau tidur tanpa orang tua. 0 1 2 3 4

5. Takut pada tempat yang tinggi 0 1 2 3 4

6. Susah tidur 0 1 2 3 4

7. Suka mencuci tangan berulang kali. 0 1 2 3 4

8. Takut keramaian atau tempat tertutup. 0 1 2 3 4

9. Takut bertemu/bicara dengan orang


0 1 2 3 4
yang tak dikenal
10. Takut bicara dengan teman
0 1 2 3 4
sebayanya.

11. Gugup 0 1 2 3 4

12. Memiliki posisi tertentu untuk


menghentikan hal buruk yang terjadi
0 1 2 3 4
padanya (misal: pada saat akan
disuntik)

13. Malu didepan banyak orang. 0 1 2 3 4

14. Takut pada serangga 0 1 2 3 4

15. Merasa stress/tertekan bila bersama


0 1 2 3 4
perawat dan ditinggal orang tua
16. Takut melakukan kegiatan bersama
0 1 2 3 4
dengan anak lain.

17. Takut pada binatang 0 1 2 3 4

18. Memiliki taktik khusus untuk


menghentikan hal buruk yang terjadi 0 1 2 3 4
padanya.
19. Suka mencari perhatian orang tuanya
0 1 2 3 4
saat orang tua nampak sibuk
Total Skor:
Sumber: Ridayanti (2014)

Anda mungkin juga menyukai