KEGAWATAN OBSTETRI
Disusun Oleh :
1. Dina Windiarti (141.0035)
2. Erlina Dwi Jayanti (141.0041)
3. Meilani Sita Dewi (141.0061)
4. Nasa Fasalino (141.0067)
5. Niko Catur S (141.0069)
6. Roy Allam F.N (141.0089)
Hari : Rabu
Tanggal : 11 April 2018
Mengetahui,
Surabaya, 5 April 2018
Dosen Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
tidak bisa kami sebutkan satu persatu karena Beliau banyak membantu dalam
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover
iii
BAB 3 PENUTUP................................................................................................................55
3.1 Simpulan..........................................................................................................................55
3.2 Saran..................................................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti bahwa di negara berkembang risiko
kematian maternal satudiantara 29 persalinan sedangkan di negara maju satu
diantara 29.000 persalinan.
Setiap kehamilan berpotensi mengalami risiko kedaruratan. Pengenalan
kasus kedaruratan obstetri secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat
dan tepat dapat dilakukan. Mengingat klinis kasus kedaruratan obstetri yang
berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas, setiap kasus sebaiknya ditangani
seyogyanya kasus gawat darurat lewat triase awal, sampai pemeriksaan
menunjukkan bahwa kasus tersebut bukan kedaruratan. Dalam menangani kasus
kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama (diagnosis) dan tindakan
pertolongan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan segera mungkin (Wantania,
2015).
Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar
pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Mengingat klinis kasus
kegawatdaruratan obstetri yang berbeda-beda dalam rentang yang cukup luas,
mengenal kasus tersebut tidak selalu mudah dilakukan, bergantung pada
pengetahuan, kemampuan daya pikir dan daya analisis, serta pengalaman tenaga
penolong. Kesalahan ataupun kelambatan dalam menentukan kasus dapat
berakibat fatal. Dalam prinsip, pada saat menerima setiap kasus yang dihadapi
harus dianggap gawatdarurat atau setidaknya dianggap gawatdarurat, sampai
setelah pemeriksaan selesai kasus itu ternyata bukan kasus gawatdarurat.
2.1 Definisi
Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan
persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya, membahas
tentang fonomena dan penatalaksanaan kehamilan, persalinan, peurperium baik
dalam keadaan normal, maupun abnormal. Neunatus adalah organisme yang
berada pada periode adaptasi kehidupan intra uterine. Masa neunatus adalah
periode selama 1 bulan (4 minggu atau 28 hari) (Masruroh, 2016 : 4).
Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua
pasien yang memerlukan perawatan yang tidak terencanakan dan mendadak atau
terhadap pasien dengan penyakit atau cedera akut untuk menekan angka
kesangkitan dan kematian pasien. Kegawatdaruratan maternal dan neonatal adalah
kejadian yang tidak terduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali merupakan
kejadian yang berbahaya jiwa ibu dan anak yang baru dilahirkan sampai dengan
umur 1 bulan. Kegawatdaruratan dapat juga didefinisikan sebagai situasi yang
serius dan mendadak serta harus cepat mendapatkan pelayanan dan penanganan
cepat (Masruroh, 2016 : 5).
Dari sisi obstetri 4 penyebab utama kematian ibu, janin, dan bayi baru lahir
menurut Setianingrum dan Sugiarti, 2017 : 151 ialah sebagai berikut
1. Pendarahan
2. Infeksi dan sepsis
3. Hipertensi dan preeklampsia atau eklampsia
4. Persalianan macet atau distosia
Selain keempat penyebab kematian utama tersebut, masih banyak kasus
gawatdarurat obstetri baik yang terkait langsung dengan kehamilan dan
persalinan, misalnya emboli air ketupan, maupun yang tidak terkait langsung
dengan kehamilan dan persalinan, misalnya luka bakar, syok anafilaktik karena
obat, dan cedera akibat kecelakaan lalu lintas.
4
5
5. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini
akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke
organ vitalnya.
6. Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung
(jika memungkin tinggikan tempat tidur pada bagian kaki)
2.3.3 Penanganan Khusus
1. Mulailah infus intravena (2 jika memungkinkan dengan menggunakan
kanula atau jarum terbesar no.6 ukuran terbesar yang tersedia). Darah
diambil sebelum pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan
darah dan uji kecocokan (cross match), pemeriksaan hemoglobin,dan
hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk
trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostasis, dan
uji pembukuan.
a. Segera berikan cairan infus (garam fisiologik atau ringer laktat)
awalnya dengan kecepatan 1 liter dalam 15-20 menit.
Catatan : hindari penggunaan pengganti plasma (seperti dekstran).
Belum terdapat bukti bahwa pengganti plasma lebih baik jika
dibandingkan dengan garam fisiologik pada resusitasi ibu yang
mengalami syok dan dekstran dalam jumalah banyak dapat berbahaya.
b. Berikan paling sedikit 2 liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini
melebihi cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan
yang sedang berjalan.
c. Setelah kehilangan dekoreksi, pada cairan infus dipertahankan dalam
kecepatan 1 liter/6-8 jam.
Catatan : infus dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin
dibutuhkan dalam penatalaksaan syok akibat perdarahan. Usahakan
untuk mengganti 2-3 kali lipat jumlah cairan yang diperkirakan hilang.
2. Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lakukan venous cut down.
3. Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang.
Apabila kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan
memberikan cairan. Napas pendek dan pipi yang bengkak merupakan
kemungkinan tanda kelebihan pemberian cairan.
15
4. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan
jumlah urin yang keluar. Produksi urine harus diukur dan dicatat.
5. Berikan oksigen dengan kecepatan dengan 6-8 liter/menit dengan sungkup
atau kanula hidung.
2.3.4 Penanganan Penyebab Syok
Jika perdarahan hebat dicurigai sebagai penyebab syok :
1. Ambil langkah-langkah secara berurutan untuk menghentikan
perdarahan (seperti oksitoksin, masasse uterus, kompresi bimanual,
kompresi aorta, persiapan untuk tindakan pembedahan).
2. Tranfusi sesegera mungkin untuk mengganti kehilangan darah. Pada
kasus syok karena perdarahan, tranfusidibutuhkan jika Hb <8 g%.
Biasanya darah yang diberikan ialah darah segar yang baru diambil
dari donor darah.
3. Tentukan penyebab perdarahan dan tata laksana
4. Jika perdarahan terjadi pada 22 minggu pertama kehamilan, curigai
abortus, kehamilan ektopik atau mola.
5. Jika perdarahan terjadi setelah 22 minggu atau pada daat persalinan
tetapi sebelum melahirkan, curigai plasenta previa, solusio plasenta
atau robekan dinding uterus (rupture uteri).
6. Jikaperdarahan terjadi setelah melahirkan, curigai robekan dinding
uterus, atonia uteri, robekan jalan lahir, plasenta tertinggal.
7. Nilai ulang keaaan ibu: dalam waktu 20-30 menit setelah pemberian
cairan, nilai ulang keadaan ibutersebut untuk melihat tanda-tanda
perbaikan.
8. Tanda-tanda bahwa kondisi pasien sudah stabil atau ada perbaikan
sebagai berikut antara lain.
a. Tekanan darah mulai naik, sistolik mencapai 100 mmHg
b. Denyut jantung stabil
c. Kondisi mental pasien membaik, ekspresi ketakutan berkurang
d. Produksi urine bertambah. Diharapkan produksi urin paling sedikit
100 ml/4 jam atau 30 ml/jam.
16
3. Mola Hidatidosa
a. Pengelolahan syok bila terjadi syok
1) Tranfusi darah bila kadar Hb <8 gr%.
2) Lakukan kuretase sebaiknya dengan vakum keretase, kemudian
lanjutkan dengan sendok kuret yang tumpul setelah terjadi
pengecilan uterus dan harus dilindungi dengan oksitosin 10 iu
dalam 500 ml dextrose 5% apabila sondase uterus > 12 cm.
3) Faska kuretase di berika ergo metrin tablet 3 x 1 tablet/hari.
b. Adanya penyulit pre-eklamsia dikelola sesuai dengan protokol pre-
eklamsia.
c. Adanya penyulit tiritoksikosis di kelola dengan konsultasi internis.
d. Pengamatan lanjut dilakukan untuk kemungkinan keganasan faska
mola hidatadosa, selama 1-2 tahun.
e. Untuk tidak mengacaukan pengamatan, pasien di anjurkan
menggunakan kotrasepsi kondom dan tidak hamil selama
prngawasan.
f. Saat melakukan rujukan selanjutnya dilakukan emasangan infus
sebagai pengganti darah yang hilang. Bila mungkin, ikuti atau antar
ke rumah sakit yang dapat memberikan pertolongan operasi.
4. Plasenta Previa
a. Pasang infus dengan cairan pengganti (chloret, laktat ringer, glukosa
ringer).
b. Jangan melakukan pemeriksaan dalam karena akan mengekibatkan
perdarahan bertambah banyak.
c. Segera melakukan tindakan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas
yang cukup untuk tindakan operasi dan sebagainya.
5. Solusio Plasenta
a. Tindakan yang dilakukan menghindari gangguan pembekuan darah
dengan tranfusi masif dan pemberian fibrinogen jumlah cukup.
b. Solusio plasenta ringan dan sedang diupayakan melkukan eksio
sesaria untuk menyelamatkan ibu dan janinnya.
20
2.5 Prinsip Umum Penanganan Infeksi Akut Kasus Obstetric, Sepsis, dan
Syok Septic
2.6.1 Obstetrik
1. Pengertian
Suatu keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan segera dan
intensif.
2. Penanganan
a. Nilai kegawatan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital.
b. Cegah hipotermi dan miringkan kepala/tubuh untuk mencegah
aspirasi
c. Bebaskan jalan napas, beri O2 6-8 L/menit.
d. Tinggikan tungkai untuk membentu beban kerja jantung.
Catatan : bila tak berhasil atau peralatan tidak memadai rujuk
(pasien/keluarga diberi tahu, buat surat rujukan, ada petugas menemani,
keluarga untuk donor).
2.6.2 Sepsis
1. Pengertian
Merupakan komplikasi sering pada perdarahan hamil muda dan
persalinan traumatik. Infeksi lokal pelvik akan cepat berkembang
menjadi sistemik bila penanganan tidak segera dan memadai.
23
2. Penanganan
a. Infeksi lokal dengan AB i.v/i.m. terhadap Gr +, Gr -, anaerob dan
klamidia
1) Pengobatan segera.
2) Bila telah stabil evakuasi sisa konsepsi.
3) Laparotomi pada trauma intra abdomen, abses pelvis, peritonitis.
4) Perhatikan khusus pada gas gangren/tetanus.
5) Pengamatan tanda-tanda vital, keseimbangan cairan, produksi
urin.
b. Sesuaikan pengobatan dengan kondisi pasien (O2, vasoaktif,
antibiotika)
2.6.3 Septic
1. Riwayat-riwayat ini kadang bersifat pribadi sehingga anamnesa harus
dengan empati :
a. Perdarahan lama > 7 hari.
b. APC.
c. Riwayat trauma atau manipulasi berlebihan organ genitalia/jalan lahir.
d. Demam/gejala seperti influensa
e. Nyeri perut bawah, spasme.
2. Penanganan
a. Lihat penatalaksanaan syok.
b. Bila restorasi cairan belum terjadi perbaikan tanda vital. Tambahkan
obat vasoaktif (dopamin) dengan dosis awal 2.5 ugr/kgBB dalam
garam isotonik. Dosis dinaikkan sampai optimal (maksimal 15-20
ugr/men) dan pertahankan dosis ini. Hentikan bila tanda vital dan
produksi urin normal.
c. Antibotika seperti trople drugs / kombinasi spektru luas.
d. Pada trauma intraabdomen perlu pengenalan dan penanganan segera
dan tepat stabilisasi, rujuk.
24
4. Penanganan
a. Pengobatan Medisinal
1) Istirahat dirumah, dengan tirah baring miring, 1 jam pagi hari, 1
jam siang hari.
2) Phenobarbital 3 x 30 mg diazepam 3 x 2 mg sebagai sedasi selama
1 minggu.
3) Bila dengan perawatan di atas tekanan darah diatolik temp diatas
90 mmHg, maka dapat diberi obat-obat hipertensi yaitu
Methyldopa 500-2000 mg/hari atau hydralazine 40-200mg/hari,
atau clonidine (terapi awal:1/2 tablet 2-3 kali sehari).
4) Bila tekanan darah belum turun, dapat ditambah propanolol
(Inderal). Dosis permulaan 10 mg, 4 x sehari, dinaikkan menjadi 40
mg 4 x sehari.
5) Bila terjadi pseudotoleransi terhadap obat-obat antihipertensi, dapat
diberikan HCT 50 mg oral 2 hari sekali.
6) Bila terjadi superimposed preeclampsia leclampsia, maka
pengobatan disesuaikan dengan pengobatan preeklamsia/eklamsia.
b. Pengobatan Obstetrik
Pengobatan hipertensi kronik maupun superimposed, disesuaikan
dengan pengobatan obstetrik pada preeklamsia/eklamsia. Obat anti
hipertensi yang diberikan diantaranya adalah:
1) Tekanan darah diastolik 110 mmHg
2) Tekanan darah sistolik 180 mmHg
3) Tekanan darah tetap > 160/110 mmHg setelah istirahat baring
(bedrest) dan diberi sedativa selama 12-48 jam.
4) Tekanan darah diastolik 90-100 mmHg pada kehamilan trimester
kedua.
5. Komplikasi
Gagal ginjal, gagal jantung, edema paru-paru, kelainan pembekuan darah,
perdarahan otak, kematian janin.
26
e. Nyeri epigastrium
f. Edema paru atau sianosis
g. Pertumbuhan janin intrauterin yang terlambat (IUFGR)
h. HELLP syndrom (H = Hymolisi; EL = Elevated Liver enzymes; LP =
Low Platelet Counts)
4. Penanganan
PE berat dengan kehamilan > 37 minggu
a. Pengobatan medisinalis :
1) Istirahat mutlak/isolasi
2) Diet rendah garam
3) Suntikan sulfas magnesikus
Loading dose: 4 g 20% iv. (20% dalam 20 ml) selama 4-5 menit (1
g/menit), dan 8 g 40% dalam 10 ml im., 4 g di bokong kiri dan 4 g di
bokong kanan (sebaiknya dicampur dengan lidonest untuk
mengurangi rasa sakit), yang diteruskan dengan 4 g tiap 4 jam
(maintenance dose)
4) Infus dextrose 5% 1 liter diselingi dengan Ranger laktat 500 ml (2:1)
5) Kateter menetap
6) Empat jam setelah pemberian MgSO4 tekanan darah dikontrol, jika
tekanan darah sistolik 180 mmHg atau diastolik 120 mmHg diberikan
suntikan Catapres* 1 ampul im. Tekanan darah tidak boleh diturunkan
secara drastis, sebaiknya tekanan diastolik berkisar antara 90-100
mmHg
7) Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :
1) Edema paru
2) Gagal jantung kongesti
3) Edema anasarka
4. Prognosis
Ditentukan oleh kriteria EDEN :
a. Koma yang lama (6 jam atau lebih)
b. Nadi di atas 120 x permenit
0 0
c. Suhu 30 C (103 F)
d. Tekanan darah sistolik di atas 200 mmHg
e. Proteinurea lebih 10 g/liter
f. Kejang lebih 10 hari
g. Tidak ada edema
h. Kegagalan sistem kardiovaskuler
2.6.5 Prinsip Umum, Penilaian dan Penanganan Persalinan Macet
1. Pengertian
Pertusi macet adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami
kecacatan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasiibu maupun
janin.
Partus macet adalah persalinan dengan tidak ada penurunan kepala > 1 jam
untuk nulipara dan multipara.
2. Prinsip Umum
a. Memberikan rehidrasi kepada ibu
b. Berikan antibiotika
c. Rujukan segera
d. Bayi harus dilahirkan
e. Selalu bertindak aseptik
f. Perhatikan perawatan kandung kencing
g. Perawatan nifas yang bermutu
3. Penilaian
Gejala dan tanda persalinan macet :
a. Ibu tampak kelelahan dan lemah
b. Kontraksi tidak teratur tetapi kuat
c. Dilatasi serveiks lambat atau tidak terjadi
d. Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksi
adekuat
33
pemberian 500 mg setiap 6 jam secara IM. Lalu 500 mg per oral setiap
6 jam setelah bayi lahir
k. Bila kondisi ibu/bayi buruk dan pembukaan sserviks sudah lengkap,
maka bantu kelahiran bayi dengan ekstraksi vakum
l. Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala lahir :
(1) Lakukan episiotomi
(2) Dengan ibu dalam posisi berbaring telentang, minta ibu melipat
kedua paaha, dan menekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin
(Manuver Mc Robert)
(3) Gunakan sarung tangan steril/DTT. Lakukan tarikan kepala curam
ke bawah untuk melahirkan bahu depan
(4) Pada saat melakukan tarikan pada kepala, minta seseorang untuk
melakukan tekanan supra pubis kebawa untuk membatu kelahiran
bahu
Jika bayi tetap tidak lahir :
(1) Dengan menggunakan sarung tangan steril/DTT, masukkan satu
tangan ke dalam vagina
(2) Berikan tekanan pada bahu anterior ke arah stratum bayi untuk
mengurangi diameter bahu
2000 mcg (4 amp) selama 1000 ml NaCl bila tidak timbul his
lagi, setengah jam sebelum pemberian parental dihentikan
(7,5 jam dalam dosis pemeliharaan), penderita boleh mulai
diberikan terbutalin oral (2,5 mg/tab) setiap 8 jam sampai 5
hari atau sampai ada tanda-tanda efek samping yang
membahayakan ibu atau janin.
(c) Beta-2 agonis yang lain dapat diberikan sesuai dengan
prosedur yang dianjurkan pada masing-masing obat
Efek samping pemberian obat tersebut adalah sebagai berikut :
(a) Ibu : efek beta-1 terhadap jantung ibu berupa palpitasi hebat
(b) Janin : gangguan pada sirkulasi feto-plasental yang
mengakibatkan hipoksia janin intrauterin
(2) Non-Steroid anti-inflamasi agents
(a) Cox-2 inhibator (nimesulid) oral dengan dosis 3x100 mg/hari
(b) Obat-obat NSAIAs yang lain (seperti indomethasin dan lain-
lain, saat ini tidak dianjurkan lagi terutama pada kehamilan
>32 minggu karena efek samping penutupan dini duktus
arteoriosus)
(3) Calsium Antagonis
Nifedipine oral dengan dosis 3x100 mg/hari. Pada dasarnya obat
ini cukup aman terhadap ibu dan janin, akan tetapi dalam beberapa
penelitian pernah ditemukan efek samping pada ibu berupa sakit
kepala dan hipotensi
(4) Progesteron
Obat-obat progesteron diberikan parenteral maupun oral sesuai
dosis yang di anjurkan
(5) Oxytocin analog
Atosiban (Belum beredar di Indonesia)
b. Kortikosteroid untuk memacu pematangan paru janin intrauterine.
Betamethason 12-16 mg/hari diberikan selama 2 hari (liggin dan
howie 1972) atau Dexamethason 6 mg/IM, diberikan 4 dosis 4tiap 6
jam sekali (Parkland Hospital, 1994). Pemberian ini hanya dianjurkan
39
menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi
penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir (Gomella, 2009 dalam
Setiyaningrum & Sugiarti, 2017), diantara adalah :
1. Faktor ibu
a. Pre-eklampsi dan eklampsi
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
d. Partus lama (rigid serviks dan atonia/insersi uteri)
e. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus menerus
mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
f. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solusio plasenta
2. Faktor tali pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
2.7.4 Patofisiologi asfiksia pada pre-eklampsi
Ibu yang mengalami pre-eklampsi cenderung akan melahirkan bayi yang
asfiksia. Sesuai yang diungkapkan oleh (Cunningham, 2005 dalam Setiyaningrum
& Sugiarti, 2017) disfungsi endotel akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
antara hormon vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin) dan
vasodilator (nitritoksida, prostasiklin). Vasokontriksi yang meluas menyebabkan
hipertensi. Pada ginjal juga mengalami vasokontriksi pembuluh darah sehingga
menyebabkan peningkatan plasma protein melalui membran basalis glomerulus
yang akan menyebabkan proteinuria.
42
1. Pengawasan suhu
2. Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel
jaringan sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk
menjaga kehangatan suhu bayi baru lahir dengan :
44
Prolapsus tali pusat terjadi ketika tali pusat terletak dibawah bagian
presentasi janin. Prolaps tali pusat mungkin okultisme (tersembunyi) pada saat
selama persalinan atau saat selaput pecah. Hal ini yang paling umum untuk
melihat prolapse secara jelas (telihat) langsung setelah pecahnya membran. Faktor
yang berkontribusi termasuk tali pusar yang panjang (lebih dari 100cm),
malpresentation (sungsang/melintang), atau bagian dari presentasi unengaged.
Jika bagian presentasi tidak pas kedalam segmen bawah rahim (misalnya,
seperti dalam hidramnion), ketika selaput pecah, tiba-tiba semburan cairan
ketuban dapat menyebabkan tali pusar pindah dibagian bawah. Demikian tali
pusarnya mungkin proleps saat amneotomi jika bagian presentasi yang tinggi.
Sebuah janin kecil mungkin tidak cocok masuk kedalam segmen bawah rahim,
sebagai akibatnya, proleps tali pusat lebih mungkin terjadi.
2.8.2 Etiologi
Tali pusat mengalami prolaps jika ada sesuatu yang mencegah bagian
presentasi tercekat lekat disegmen bawah uterus atau penurunannya kedalam
panggul ibu. Karena itu, malpresentasi dan malposisi janin, disproporsi
sefalopelvic dan kelahiran preterm lebih mungkin disertasi prolaps tali pusat. Tali
pusat juga dapat mengalami prolaps pada amniotomi, sewaktu versi janin dan
pada manipulasi obstetrik lainnya.
2.8.3 Pembagian prolaps tali pusat
1. Tali pusat menumbung disebut juga prolapsus funikuli adalah jika tali
pusat teraba keluar atau berada disamping dan melewati bagian terendah
janin didalam jalan lahir, tali pusat dapat prolaps kedalam vagina atau
bahkan diluar vagina setelah ketuban pecah.
2. Tali pusat terdepan disebut juga tali pusat terkemuka yaitu jika tali pusat
berada di samping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis
servicalis, atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedangkan ketuban
masih intak atau belum pecah.
3. Occultprolapse adalah keadaan dimana tali pusat terletak disamping
kepala atau didekat pelvis tapi tidak dalam jangkauan jari ada
pemeriksaan vagina.
47
robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian
yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.
2.9.3 Pencegahan
Resiko absolut terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah
namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu :
1. Kasus uterus utuh
2. Uterus dengan kelainan kongenital
3. Uterus normal pasca miomektomi
4. Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali
5. Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Pasien dengan uterus normal dan utuh memilik resiko mengalami ruptura
uteri paling kecil (0.013% atau 1:7449 kehamilan).
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan
memperkecil jumlah pasien dengan resiko, kriteria pasien dengan resiko tinggi
ruptura uteri adalah :
1. Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
2. Riwayat SC classic (midline uterine incision)
3. Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision”
4. LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6. LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8. Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
10. Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomy
Ibu hamil dengan 1 kriteria diatas akan memiliki resiko 200 kali besar
dibandingkan ibu hamil umumnya.
3.1 S impulan
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Salah satu komplikasi yang
paling sering terjadi selama kehamilan adalah perdarahan. Perdarahan dapat
terjadi baik pada saat hamil muda, hamil tua, selama persalinan, ataupun setelah
persalinan. Prinsip penanganan perdarahan ini adalah menghentikan perdarahan
sesegera mungkin dan mencegah terjadinya syok serta anemia. Sangat dianjurkan
kepada ibu – ibu hamil dengan faktor risiko untuk lebih rutin dalam melakukan
antenatal care. Untuk yang memiliki faktor risiko tinggi, di anjurkan untuk
melakukan persalinan di RS dan dibantu oleh tim medis yang ahli.
3.2 Saran
Dalam makalah ini tertuang informasi yang dapat digunakan sebagai
kerangka acuan dalam pelayanan kesehatan serta diharapkan pembaca dapat
menerapkan secara nyata penatalaksanaan pada kasus kegawatan obstetri serta
sebagai salah satu referensi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan
pemberian asuhan keperawatan.
55
DAFTAR PUSTAKA