Kelompok 2 :
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan kuasa-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah case conference kasus
kelompok ini dengan baik. Makalah ini dibuat sebagai pemenuhan tugas pratik profesi ners stase
keperawatan Anak di RSUD Kabupaten Tangerang yang berlokasi di ruang Perina Atas.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga berguna bagi pembaca dalam
memperdalam atau menambah wawasan. Jika terdapat kata maupun penulisan yang salah, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan
agar menjadi proses pembelajaran yang bermanfaat bagi penyusun.
Tim penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Periode neonatus yang berlangsung sejak bayi lahir sampai usianya 28 hari,
merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis pada bayi baru lahir. Bayi
baru lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi sosial (Bobak dkk, 2005).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi adalah
faktor eksternal yang meliputi: keluarga, kelompok, teman sebaya, pengalaman hidup,
kesehatan lingkungan, kesehatan prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status
kesehatan, serta lingkungan tempat tinggal (Perry & Potter, 2005).
Tahun 2013, 73% kematian neonatal di seluruh dunia terjadi dalam tujuh hari
kehidupan dengan jumlah sekitar dua juta orang, 16% kematian balita serta lebih dari
sepertiga kematian neonatal terjadi pada hari pertama kehidupan dengan jumlah sekitar satu
juta orang. Antara tahun 1990-2013, sekitar 86 juta bayi lahir di dunia dengan kematian
paling banyak terjadi dalam 28 hari kehidupan (UNICEF, 2013). Berdasarkan data Survei
Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian bayi (AKB)
di Indonesia dalam periode lima tahun (2007-2012) sebesar 32 per 1000 KH dan kematian
balita sebesar 40 per 1000 KH. AKB tahun 2012 sebesar 34 per 1000 KH meningkat
dibandingkan dengan data tahun 2010 sebesar 26 per 1000 KH, dengan target tahun 2015
sebesar 23 per 1000 KH. Enam puluh persen kematian bayi di Indonesia terjadi selama
periode neonatal dan 80% kematian anak terjadi selama bayi (BPS, 2013). AKB di Propinsi
Bali tahun 2012 sebesar 29 per 100 KH, angka ini masih di bawah angka nasional, namun
terjadi peningkatan dari tahun 2010 dengan AKB sebesar 20 per 1000 KH (BPS, 2012).
Salah satu faktor risiko yang berkontribusi besar terhadap kematian bayi terutama
pada masa perinatal yaitu bayi berat lahir rendah (BBLR). Penyebab utama kematian
neonatal adalah BBLR yaitu sebesar 30,3% dan penyebab utama kematian pada bayi adalah
gangguan perinatal (Kemenkes, 2010). BBLR mempunyai kemungkinan empat kali lebih
besar untuk meninggal selama 28 hari pertama masa hidupnya dibandingkan dengan bayi
yang mempunyai berat 3000–3499 gram (Podja dkk, 2000 dalam Pramono, 2011). BBLR
berisiko mati pada periode neonatal dini 6 kali lebih besar daripada bayi berat lahir normal
dan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berisiko untuk mati pada periode neonatal dini
59 kali lebih besar daripada bayi berat lahir normal (Efriza, 2011).
Proverawati (2010) mengatakan bahwa bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau
very low birth weight (VLBW) adalah bayi lahir yang memiliki berat badan lahir kurang
dari atau sama dengan 1500 gram. Insidensi bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR)
diperkirakan 4%-7% dari total kelahiran hidup. Angka kematian BBLSR bervariasi antara
57% di Negara berkembang dan 10% di Negara maju. Di Negara maju angka harapan
hidup BBLSR meningkat secara dramatis, kondisi ini mungkin karena kemajuan di bidang
perinatal-neonatal, penanganan kehamilan risiko tinggi, dan kemajuan resusitasi pada
BBLSR. Bayi kurang bulan (BKB) adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang
dari 37 minggu. Pada BKB organ-organ belum cukup matang untuk kehidupan di luar
rahim. Oleh karena itu pada BKB sering timbul penyulit yang berhubungan dengan
kekurangmatangan oragan-organ tersebut. Penyulit-penyulit yang dapat terjadi pada bayi
kurang bulan diantaranya adalah asfiksia, penyakit membran hialin, apnea prematuritas,
displasia bronkopulmoner, perdarahan intrakranial, periventrikular leukomalasia, duktus
arteriosus persisten, enterokolitis nekrotikans, ikterus dan sepsis neonatorum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BBLSR ?
2. Apa etiologi BBLSR ?
3. Bagaimana tanda – tanda klinis BBLSR ?
4. Apa saja komplikasi pada BBLSR ?
5. Bagaimana penatalaksanaan pada BBLSR ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada BBLSR ?
7. Bagaimana pencegahan pada BBLSR?
8. Asuhan Keperawatan pada BBLSR?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan BBLSR
2. Untuk mengetahui etiologi BBLSR
3. Untuk mengetahui tanda – tanda klinis BBLSR
4. Untuk mengetahui komplikasi pada BBLSR
5. Untuk megetahui pentalaksanaan pada BBLSR
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada BBLSR
7. Untuk mengetahui pencegahan pada BBLSR
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada BBLSR
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Hiperbilirubin
A. Definisi
Hiperbilirubinemia merupakan keadaan bayi baru lahir, dimana kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg/dl pada minggu pertama yang ditandai berupa warna
kekuningan pada bayi atau di sebut dengan ikterus. keadaan ini terjadi pada bayi baru
lahir yang sering disebut ikterus neonatarum yang bersifat patologis atau yang lebih
dikenal dengan hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan
meningkatnya kadar bilirubin dalam jaringan ekstravaskuler sehingga konjungtiva, kulit,
dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut yang berpotensi menyebabkan kern
ikterus yang merupakan kerusakaan otak akibat perlengketan bilirubin indirek di otak
(Hidayat, 2005). Hiperbilirubinemia adalah suatu istilah yang mengacu terhadap kelainan
akumulasi bilirubin dalam darah. Karakteristik dari hiperbilirubinemia adalah jaundice
dan ikterus (Wong, 2007).
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar
deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90%.
Ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai pewarnaan ikterus
pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus
akan secara klinis tanpak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin dalam darah 5-6mg/dl
(Soleh, 2010).
B. Pembentukan Hiperbilirubin dan Ikterus
Menurut Price (2005) pembentukan bilirubin yang berlebih atau
hiperbilirubinemia disebabkan Peningkatan hemolitik atau peningkatan laju destruksi
eritrosit yang merupakan penyebab tersering dari pembentukan bilirubin yang
berlebih.Ikterus yang sering timbul disebut sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan
transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi
melampaui kemampuan hati. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak
terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat, kadar
bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta
bersifat kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak
dapat diekskresikan melalui urine dan tidak terjadi bilirubinuria.Namun demikian terjadi
peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati
dan akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta
ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine.
Urine dan feses akan berwarna lebih gelap.
Penyebab lazim ikterus hemolitik adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S
pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibody dalam serum
(inkompatibilitas Rh atau transfusi atau akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian
beberapa obat, dan peningkatan hemolisis. Sebagian besar kasus ikterus hemolitik dapat
disebabkan oleh suatu proses yang disebut sebagai eritropoiesis yang tidak efektif. Proses
ini meningkatkan destruksi eritrosit atau prekursornya dalam sum-sum tulang
(thalassemia, anemia pernisiosa dan porfiria).
Ikterus berasal dari kata “ikterus” berarti warna kekunigan pada jaringan tubuh
termasuk kekuningan pada kulit dan jaringan dalam (Guyton,2012). Ikterus merupakan
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkoonjugasi yang berlebih. Secara klinis akan timbul dan
tampak pada bayi baru lahir (Soleh, 2010).
Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan perubahan warna
jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus. Ikterus biasanya dapat dideteksi
pada sclera, kulit, atau urine yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai
3 mg/dl. Bilirubin serum normal adalah 0,3 sampai 1,0 mg/dl. Jaringan yang kaya elastin,
seperti sclera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali.Ikterus
(jaringan tubuh yang berwarna kuning) merupakan gejala yang sering ditemukan dan
timbul akibat gangguan ekskresi bilirubin (Price,2005).
C. Penilaian / Derajat Hiperbilirubin
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada
badan neonatus menurut kramer adalah dengan jari telunjuk ditekan pada tempat-tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang, hidung, dada dan lutut (Saifuddin, 2007).
Hemoglobin
Globin Heme
Biliverdir Fe.co
Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikan dengan albumin meningkat
Ikrerus pada sclera leher dan badan peningkatan bilirubin indirex > 12 mg/dl
Indikasi fototerapi
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pemeriksaan Umum
Usia : 2 hari
Pendidikan : SLTA
Riwayat bayi
Aspirasi mekonium ( )
Pervaginum ( )
Perawatan antenatal ( )
Pre eklamsia/toxcemia ( )
Suspect sepsis ( )
2. Pemeriksaan Fisik
a. Reflek:
b. Tonus/aktivitas
konjungtiva : ananemis
g. THT
h. Abdomen
Lingkar perut: 21 cm
i. Toraks
b. retraksi : ( )
j. Paru-paru
( ) nasal kanul
(✔️) O2/incubator
Konsentrasi O2: 0.5 ltr/menit
l. Jantung
Brakial kanan ✔️
Brakial kiri ✔️
Femoral kanan ✔️
Femoral kiri ✔️
M. Ekstremitas
N. Umbilicus
Normal ( ✔️ ) abnormal ( )
Inflamasi ( ) drainase ( )
O. Genital
Perempuan normal ( ✔️) laki-laki normal ( ) abnormal ( )
Sebutkan:
Sebutkan:
R. Kulit
Kemerahan ( )
Lanugo ( ✔️ )
S. Suhu :
Lingkungan
RIWAYAT SOSIAL
Suku: Sunda
Agama : Islam
Memeluk
Berbicara ✔️
Berkunjung ✔️
Memanggil nama
Kontak mata ✔️
Perempuan Section C
Data tambahan (pemeriksaan diagnostic)
Hematokrit % 35-47 54
Obat-Obatan:
Vit K 1 mg 31/01/20 IV
- sklera ikterik
2. DS -
Resiko Hipotermia d.dprematyritas dan BBLR
DO :
3. DS :-
Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna
DO : makanan
- BBS 980 gtam
- HT : 54%
-prematuritas
- muntah ada
PRIORITAS MASALAH
1. Resiko Aspirasi
2.Resiko Hipotermia
#Manejemen muntah
Observasi
- Identifikasi
karakteristik muntah
- Periksa volume
muntah
- Identifikasi riwayat
diet
- Identafikasi faktor
penyebab muntah
- Monitor efek
manajemen muntah
secara menyeluruh
- Monitor
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Terapeutik
- Kontrol faktor
lingkungan penyebab
muntah
- kurangi penyebab
muntah
- Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
- Pertahankan
kepatenan jalan
napas
- Bersihkan mulut dan
hidung
- Berikan kenyamanan
selama muntah
Edukasi
- Anjurkan untuk
memperbanyak
istirahat
- Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
antiemetik, jika perlu
#pemantauan respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi
irama kedalaman dan
upaya napas
- Monitor pola napas
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya
produksi sputum
- Monitor adanya
sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil X-ray
thoraks
Terapuetik
- Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
#pemantauan nutrisi
Observasi
- Identifikasi faktor
yang mempengaruhi
asupan gizi
- Identifikasi
perubahan berta
badan
- Identifikasi pola
makan
- Identifikasi
kemampuan menelan
- Identifikasi kelainan
eliminasi
- Monitor muakl dan
muntah
- Monitor asupan oral
- Monitor warna
konjungtiva
- Monitor hasil lab
Terapeutik
- Timbang bb
- Ukur antropometri
komposisi tubuh
- Hitung perubahan bb
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
- Informasikan hasil
pemantauan
-
#pemberian makan enteral
Observasi
- Periksa posisi
nasogastrik tube
- Monitor tetesan
makanan pada
pompa setiap jam
- Monitir rasa penuh
mual dan muntah
- Monitor residu
lambung
- Monitor pola BAB
Terapeutik
- Gunakan teknik
bersih dalam
pemberian makanan
via selang
- Berikan tanda pada
selang untuk
menentukan
- Peluk dan bicara
selama diberikan
makanan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
langkah-langkah prosedur.
Ikterik Setelah dilakukan asuhan keperawatan #fototerapi neonatus
neonatus selama 3x24 diharapkan ikterik neonstus Observasi
tidak ada dengan kriteria hasil: - Monitor ikterik pada
- Suhu kulit membaik sklera dan kulit bayi
- Pertumbuhan rambut membaik - Identifikasi
- Sensai membaik kebutuhan cairan
sesuai dengan usia
gestasi dan berat
badan
- Monitor suhu dan
TTV setiap 4 jam
sekali
- Monitor efek
samping foto terapi
Terapeutuk
- Siapkan lampu
fototerapi dan
inkubator atau
kontak bayi
- Lepaskan pakaian
bayi kecuali popok
- Berikan penutup
mata
- Biarkan tubuh bayi
terpapar sinar
fototerapi
- Ganti sehera alas dan
popok bayi jika
BAB/BAK
- Gunakan linen
berwarna putih agar
memantulkan cahaya
sebanyak mungkin
Edukasi
- Anjurkan
memberikan asi
sekita 20-30 meni
- Kolaborasi
pemeriksaan darah
vena bilirubin direk
dan indirek
#perawatan bayi
Observasi
- Monitor tanda tanda
vitasl bayi
Terapeutik
- Mandikan bayi
dengan suhu ruangan
- Mandikan bayi
dalam waktu 5-10
menit
- Rawat tali pusat
secara terbuka
- Bersihkan pangkal
tali pusat
- Kenakan popok bayi
dibawah umbilikus
- Ganti popok bayi
jika perlu
- Kenakan pakaian
bayi dari bahan
katun
Edukasi
- Ajarkan ibu
menyusui sesuai
kebutuhan
- Ajarkan ibu cara
merawat bayi
dirumah
C. TINDAKAN KEPERAWATAN
02-02-20 1 S :
O : - reflek moro buruk
- RR: 45 x/m
- Terpasang OGT
- Terpasang nasal kanul O2 0,5 L/ mnt
- Muntah 2cc
A : Resiko Aspirasi belum teratasi
P : Pencegahan Aspirasi
2 S :
O : - tidak menggigil
P : Manajemen Hipotermia
3 S :
O :- BBL 1110 gr
- BBS 1000 gr
- Terjadi penunuranan 110 gr
- Kulit tampak kuning
- Sklera kuning
- S: 36.7
- Konsumsi susu LLM 5cc/ 2 jam
- Muntah 2 cc
A : Defisit Nutrisi Belum teratasi
P : Manajemen Nutrisi
4 S :
O :- BBL 1110 gr
- BBS 1000 gr
- Terjadi penunuranan 110 gr
- Kulit tampak kuning
- Sklera kuning
- Membran mukosa kering
A : ikterik neonatus belum teratasi
P : fototerapi neonatus
03-02-20 1 S :
- RR: 48x/m
- Terpasang OGT
- Terpasang nasal kanul O2 0,5 L/ mnt
- Muntah 2cc
A : Resiko Aspirasi belum teratasi
P : Pencegahan Aspirasi
2 S :
O : - tidak menggigil
3 S :
O :- BBL 1110 gr
- BBS 9800 gr
- Terjadi penunuranan 20 gr
- Kulit tampak kuning
- Sklera kuning
- S: 36.6
- Konsumsi susu LLM 10cc/ 2 jam
- Muntah 2 cc
A : Defisit Nutrisi Belum teratasi
P : Manajemen Nutrisi
4 S :
O :- BBL 1110 gr
- BBS 9800 gr
- Terjadi penunuranan 20 gr
- Kulit tampak kuning
- Sklera kuning
- Membran mukosa kering
A : ikterik neonatus belum teratasi
P : fototerapi neonatus
03-02-20 1 S :
P : Pencegahan Aspirasi
2 S :
O : - tidak menggigil
P : Manajemen Hipotermia
3 S :
O :- BBL 1110 gr
- BBS 9850 gr
- Kulit tampak kuning
- Sklera kuning
- S: 37
- Konsumsi susu LLM 10cc/ 2 jam
- Muntah 2 cc
A : Defisit Nutrisi Belum teratasi
P : Manajemen Nutrisi
4 S :
O :- BBL 1110 gr
- BBS 9500 gr
- Kulit tampak kuning
- Sklera kuning
- Membran mukosa kering
A : ikterik neonatus belum teratasi
P : fototerapi neonates
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dalam melakukan pengumpulan data dasar bayi “K” dengan icterus patologi
dilaksanakan dengan mengumpulkan data subjektif yang diperoleh dari hasil
wawancara dimana ibu pasien mengatakan kulit bayinya kuning dan malas minum
susu, data objektif dari pemeriksaan fisik seperti kulit bayi dan sklera bayi tampak
kuning, reflex hisap dan menelan bayi lemah serta data penunjang yang diperoleh dair
pemeriksaan LAB yairu bilirubin total 18 mg/dl
2. Perlunya tindakan segera dan kolaborasi dalam langkah ini dilakukan kolabirasi
dengan dokter spesialis anak untuk dilakukan tindakan fototerapi 1x12 jam dan
memenuhi kebutuhan cairan 10 cc/2 jam, pemberian nymico 3 x 1 ml, domperidon 3
x 0,1 ml, Aminopilin 3 x 2,5 ml dan ferlin 1 x 0,3 ml
3. Merencanakan asuhan yang menyeluruh, pada kasus ini rencana asuhan yang
diakukan cuci tangan sebelum dan sesudah memgeang bayi, observasi KU bayi dan
tanda-tanda vital tiap 2 jam, berikan intake ASI atau susu formula tiap 2 jam, jaga
kehangatan bayi
4. Melaksanakan perencanaan dan penatalaksanaan pada bayi “K” merupakan
pelaksanaan dari rencana tindakan
5. Evaluasi, setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 7 hari pada kasus bayi “K”
dengan icterus patologis didapat KU baik, reflex menghisap dan menelan kuat, sklera
dan kulit bayi sudah tidak kuning, kebutuhan nutrisi tercukupi, bera badan bayi naik
menjadi 2500 gram dan kadar bilirubin menurun.
6. Kelompok tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata
dilapangan
B. SARAN
Berdasarkan tinjauan kasus dan pembahasan kasus, kelompok memberikan sedikit
masukan atau saran yang diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan lebih meningkatkan profesionalisme dalam melaksanakan asuhan
pada bayi agar dapat mempercepat proses penyembuhan khususnya pada bayi
dengan icterus patologis dan mencegah trjadinya komplikasi
2. Bagi Pendidikan
Diharapkan agar institusi pendidikan dapat lebih meningkatkan dan
menambah refrensi sehingga dapat membantu penulis atau mahasiswa yang
akan mengambil kasus yang sama
3. Bagi Profesi
Meningkatkan mutu penanganan dan pelayanan bagi bayi dengan iketerus
patologis secara cepat, tepat dan komprehensif
DAFTAR PUSTAKA
Departemen kesehatan, (2012). Indonesia cinta sehat, buku panduan kesehatan nasionalke 48
tahun 2012. Jakarta: Depkes RI.
Maryunani. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Martenal & Neonatal. Jakarta: Trans Info
Medika.
Rukiyah. 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus Bayi & Anak. Jakarta: Salemba medika.
Sudarti. 2013. Buku Ajar Dokumentasi Kebidanan. Jakarta: Salemba medika
Sulistijo, E., Ingga, G., M. fahrul. U., Brigitta, C, & Siti, L. K. (2011). Pengaruh karakteristik,
demografis, dan laboratorium pada neonatus dengan hiperbilirubinemia. Jurnal kedokteran
brawijaya, 26(4), 191-194
Supriyantoro.(2014). Profil kesehatan Indonesia 2013.Jakarta: kementrian kesehatan RI.
Usman, A. (2007). Enselopati Bilirubin.Sari pedriatri, 6(4), 94-104.
World Health Organization. 2014. Martenal Maternity. WHO.
Price, S. A., & Lorraine, M. W. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.
Wong. (2007). Buku ajar keperawataan pedriartik Wong,Ed 6 vol 1. Jakarta : penerbit buku
kedokteran EGC.
Won, R.J., Stevenson, D.K., Ahlfors,C.E., & Vreman, H. J. (2007). Neonatal Jaundice : bilirubin
physiology and clinical chemistry. NeoReviews 8: 58- 6