Anda di halaman 1dari 50

ASKEP GADAR 3

KASUS KEGAWATDARURATAN PADA WISATA DARAT


(Gigitan Binatang & Nyeri Otot Pinggul)

OLEH :
DIV KEPERAWATAN TINGKAT 4 SEMESTER VII

1. Putu Diah Gita Paramita (P07120215019)


2. Kadek Ayu Rastiti Dewi (P07120215020)
3. Ni Luh Putu Kemala Putu (P07120215021)
4. Ni Luh Putu Erna Pramestyandani (P07120215022)
5. I Kadek Oki Wanjaya (P07120215023)
6. Luh Putu Ari Anggari (P07120215024)
7. Ketut Dian Wahyuni (P07120215025)
8. I G A Rosita Tri Rejeki (P07120215026)
9. Ni Putu Eka Ari Suwardewi (P07120215027)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kasus
Kegawatdaruratan Pada Wisata Darat : Gigitan Binatang & Nyeri Otot Pinggul”
Meskipun banyak tantangan dan hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
meluruskan penulisan makalah ini, baik dosen maupun teman-teman yang secara
langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi positif dalam proses
pengerjaannya.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, diharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah kami ini
untuk ke depannya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi peningkatan proses
belajar mengajar dan menambah pengetahuan kita bersama. Akhir kata kami
mengucapkan terima kasih.

Denpasar, 27 September 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Konsep Dasar Gigitan Binatang.....................................................................3

1. Definisi.........................................................................................................3

2. Etiologi.........................................................................................................5

3. Manifestasi Klinis........................................................................................6

4. Patofisiologi.................................................................................................9

5. Pathway (Terlampir)...................................................................................11

7. Penatalaksanaan.........................................................................................13

B. Konsep Asuhan Keperawatan Luka Gigitan.................................................16

1. PENGKAJIAN...........................................................................................16

2. DIAGNOSA...............................................................................................17

3. INTERVENSI.............................................................................................18

C. Konsep Dasar Nyeri Otot Pinggul................................................................29

1. Definisi Nyeri Otot Pinggul.......................................................................29

2. Etiologi.......................................................................................................29

3. Tanda dan Gejala........................................................................................30

4. Pathway (Terlampir)...................................................................................30

iii
5. Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................30

6. Penatalaksanaan Medis..............................................................................31

D. Konsep Asuhan Keperawatan Nyeri Otot Pinggul.......................................32

1. PENGKAJIAN...........................................................................................32

2. DIAGNOSA...............................................................................................37

3. INTERVENSI.............................................................................................37

BAB III PENUTUP...............................................................................................44

A. Simpulan.......................................................................................................44

B. Saran...........................................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................46

LAMPIRAN 1........................................................................................................47

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dewasa ini pariwisata menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan karena berkaitan erat dengan kegiatan sosial dan ekonomi yang
dapat dinikmati serta menjadi salah satu cara manusia melakukan sosialisasi.
Pariwisata identik dengan kegiatan memberikan kesenangan dan kenikmatan,
karena kegiatannya bertujuan memberikan beragam aktifitas secara santai dan
menyenangkan tanpa harus menguras tenaga. Namun selain menyuguhkan
kesenangan dan kenikmatan kegiatan pariwisata juga memiliki faktor risiko
yang dapat menjadi ancaman untuk para wisatawannya. Ancaman tersebut
dapat berasal dari eksternal yaitu disebabkan oleh faktor alam ataupun
bangunan tempat wisata dan faktor internal disebabkan oleh tubuh kondisi
tubuh wisatawan itu sendiri. Adapun contoh ancaman yang disebabkan oleh
faktor eksternal adalah kasus gigitan bintang yang berada disekitar tempat
wisata dan contoh ancaman yang disebabkan oleh faktor internal adalah kasus
terjadinya nyeri otot pinggul (hip bursitis) pada para wisatawan yang hendak
melakukan perjalanan panjang seperti mendaki gunung.
Sampai saat ini kasus gigitan binatang pada tempat wisata cukup
tinggi, adapun focus penanganan pertama dari kasus gigitan binatang ini
adalah penghentian penyebaran bisa dari tubuh binatang yang berpindah ke
tubuh manusia sebagai toksik. Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke
dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem
biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan
kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat
pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan binatang
yang menyebab infeksi yang menyerang susunan saraf pusat (rabies).
Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan seperti
gigitan ular, anjing, kucing dan monyet maka untuk dapat menambah

1
pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya
dan pertolongan terhadap gigitan binatang tersebut.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun.
Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ
tubuh tertentu, seperti paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut
dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang,
hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang tidak
diinginkan dalam jangka panjang.
Sama halnya dengan kasus gigitan binatang, kasus nyeri otot
pinggul pada wisatawan juga kerap menjadi masalah yang perlu penanganan
segera untuk kembali melancarkan perfusi dan sirkulasi tubuh dan untuk
dengan segera dapat menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh para
wisatawan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada kasus gigitan binatang
pada wisata darat?
2. Bagaimana penanganan kegawatdaruratan pada kasus nyeri otot pinggul
pada wisata darat?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan terkait dengan rumusan masalah di atas adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada kasus gigitan
binatang pada wisata darat.
2. Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan pada kasus nyeri otot
pinggul pada wisata darat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Gigitan Binatang


1. Definisi
Vulnus morcum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat
berupa memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia. Luka
gigitan binatang adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan.
Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada
kesempatan khusus untuk mencari makanan. Gigitan dan cakaran hewan yang
sampai merusak kulit kadang kala dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa
luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan beberapa lainnya cukup
dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus tertentu gigitan
hewan (terutama oleh hewan liar) dapat menularkan penyakit rabies, penyakit
yang berbahaya terhadap nyawa manusia. Kelelawar, musang juga anjing
menularkan sebagian besar kasus rabies.
Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran.
Luka ini dapat menyebabkan:
a. Kerusakan jaringan secara umum
b. Pendarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
c. Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
d. Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
e. Awal dari peradangan dan gatal-gatal
Gigitan dapat menyebabkan rasa sakit yang signifikan dan cepat dapat
berkembang menjadi infeksi dan kekakuan di tangan. Pengobatan dini dan
tepat adalah kunci untuk meminimalkan potensi masalah dari gigitan. Ketika
mendapat gigitan hewan, bakteri dari mulut mencemari luka. Bakteri ini
kemudian dapat tumbuh di luka dan menyebabkan infeksi. Hasil infeksi
berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai komplikasi yang mengancam
jiwa. Berikut ini merupakan beberapa jenis gigitan hewan yang sering terjadi,
antara lain :

a. Gigitan Anjing
Rabies atau lebih sering dikenal dengan nama anjing gila
merupakan suatu penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf

3
pusat yang disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan dari gigitan
hewan penular rabies. Hewan yang rentan dengan virus rabies ini adalah
hewan berdarah panas. Penyakit rabies secara almi terdapat pada bangsa
kucing, anjing, kelelawar, kera dan karnivora liar lainnya.
Penyakit rabies merupakan penyakit Zoonosa yang sangat
berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau hewan
akan selau berakhir dengan kematian.
b. Gigitan Ular
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.
Daya toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun
binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang
berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda
pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ;
beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang
pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat
meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun
mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering
kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan
bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak
lebih sedikit jaringan.
c. Gigitan Serangga
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan
atau tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau
alergen yang dikeluarkan artropoda penyerang. Kebanyakan gigitan dan
sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk
melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat
menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari protein dan substansi lain
yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga
juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.
2. Etiologi
a. Gigitan Anjing
Adapun penyebab dari rabies adalah :
1) Virus rabies.

4
2) Gigitan hewan atau manusia yang terkena rabies.
Penyakit rabies terutama ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman
yang terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah
dan menginfeksi tubuh manusia.
3) Air liur hewan atau manusia yang terkena rabies.
Walaupun jarang ditemukan, virus rabies ini dapat ditularkan ketika
air liur hewan yang terinfeksi mengenai selaput lendir seseorang
seperti kelopak mata atau mulut atau kontak melalui kulit yang
terbuka.
b. Gigitan Ular
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap
dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa
Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya
toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
1) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah
dengan jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah
merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan
keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung,
tenggorokan, dan lain-lain.
2) Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan
sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan
sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan
tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan
peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan
jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui
pembuluh limphe.
c. Gigitan Serangga
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup
yaitu Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga
yang beracun biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya

5
tawon atau lebah, ini merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni
dengan cara menyuntikan racun atau bisa melalui alat penyengatnya.
Sedangkan serangga yang tidak beracun menggigit dan menembus kulit
dan masuk mengisap darah, ini biasanya yang menimbulkan rasa gatal.
Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa
menimbulkan kelainan kulit yang signifikan. Kelas Arthropoda yang
melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :
1) Kelas Arachnida : Acarina, Araneae (Laba-Laba), Scorpionidae
(Kalajengking).
2) Kelas Chilopoda dan Diplopoda
Kelas Insecta : Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus,
capitis et corporis), Coleoptera (Kumbang), Diptera (Nyamuk,
lalat), Hemiptera (Kutu busuk, cimex), Hymenoptera (Semut,
Lebah, tawon), Lepidoptera (Kupu-kupu), Siphonaptera
(Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex).

3. Manifestasi Klinis
a. Gigitan anjing
1) Gejala penyakit pada hewan dikenal dalam 3 bentuk :
a) Bentuk ganas (Furious Rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari
setelah tanda-tanda terlihat.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
 Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
 Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap
dan menyendiri tetapi dapat menjadi agresif
 Tidak menurut perintah majikannya
 Nafsu makan hilang
 Air liur meleleh tak terkendali
 Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan
memakan barang, benda-benda asing seperti batu, kayu dsb.
 Menyerang dan menggigit barabg bergerak apa saja yang
dijumpai
 Kejang-kejang disusul dengan kelumpuhan
 Ekor diantara 2 (dua)paha
b) Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi.
Tanda-tanda yang sering terlihat :
 Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk

6
 Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahkan sering
tidak terlihat
 Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka
 Air liur keluar terus menerus (berlebihan)
 Mati
c) Bentuk Asystomatis
 Hewan tidak menunjukan gejala sakit
 Hewan tiba-tiba mati
2) Gejala Rabies Pada Manusia:
a) Diawali dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu
makan menurun, badan terasa lemah, mual, muntah dan perasaan
yang abnormal pada daerah sekitar gigitan (rasa panas, nyeri
berdenyut)
b) Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara,
dan suara
c) Air liur dan air mata keluar berlebihan
d) Pupil mata membesar
e) Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
f) Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan
akhirnya meninggal dunia.
b. Gigitan Ular
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan
ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif.
Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot
fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan
ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu
timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau
lender pada rongga mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung,
tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit seluruh tubuh.
Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine) atau
hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada
alat saluran pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar melalui
pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-
pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa
lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.
c. Gigitan serangga
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat
manusia, yang memberikan respon yang berbeda pada masing-masing

7
individu, reaksi yang timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi
lokal yang biasanya muncul dapat berupa papular urtikaria. Papular
urtikaria dapat langsung hilang atau juga akan menetap, biasa disertai
dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok maupun menyebar
pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh atau
hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada awalnya, muncul
perasaan yang sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian muncul
papul-papul.
Papul yang mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi
prurigo nodularis. Vesikel dan bulla dapat muncul yang dapat menyerupai
pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis yang terjadi juga tergantung
dari respon sistem imun penderita masing-masing. Infeksi sekunder adalah
merupakan komplikasi tersering yang bermanifestasi sebagai folikulitis,
selulitis atau limfangitis. Pada beberapa orang yang sensitif dengan
sengatan serangga dapat timbul terjadinya suatu reaksi alergi yang dikenal
dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok biasanya disebabkan akibat
sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak menutup
kemungkinan terjadi pada sengatan serangga lainnya.
Reaksi ini akan mengakibatkan pembengkakan pada muka,
kesulitan bernapas, dan munculnya bercak-bercak yang terasa gatal
(urtikaria) pada hampir seluruh permukaan badan. Prevalensi terjadinya
reaksi berat akibat sengatan serangga adalah kira-kira 0,4%, ada 40
kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2
sampai 60 menit setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat
menyebabkan terjadinya syok dan kehilangan kesadaran dan bisa
menyebakan kematian nantinya. sehingga diperlukan penanganan yang
cepat terhadap reaksi ini.
4. Patofisiologi
a. Gigitan Anjing
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur
hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan
lainnya atau manusia melaui gigitan dan kadang melalui jilatan. Secara
patogenesis, setelah virus rabies masuk lewat gigitan, selama 2 minggu

8
virus akan tetap tinggal pada tempat masuk dan disekitrnya. Setelah masuk
ke dalam tubuh, virus rabies akan menghindari penghancuran oleh sistem
imunitas tubuh melalui pengikatannya pada sistem saraf.
Setelah inokulasi, virus ini memasuki saraf perifer. Masa inkubasi
yang panjang menunjukkan jarak virus pada saraf perifer tersebut dengan
sistem saraf pusat. Amplifikasi terjadi hingga nukleokapsid yang kosong
masuk ke myoneural junction dan memasuki akson motorik dan sensorik.
Pada tahap ini, terapi pencegahan sudah tidak berguna lagi dan perjalanan
penyakit menjadi fatal dengan mortalitas 100 %. Jika virus telah mencapai
otak, maka ia akan memperbanyak diri dan menyebar ke dalam semua
bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel
sistem limbik, hipotalamus, dan batang otak. Setelah memperbanyak diri
dalam neuron – neuron sentral, virus kemudian bergerak ke perifer dalam
serabut saraf eferen dan pada serabut saraf volunter maupun otonom.
Dengan demikian, virus dapat menyerang hampir seluruh jaringan
dan organ tubuh dan berkembang biak dalam jaringan seperti kelenjar
ludah. Khusus mengenai infeksi sistem limbik, sebagaimana diketahui
bahwa sistem limbik sangat berhubungan erat dengan fungsi pengontrolan
sikap emosional. Akibat pengaruh infeksi sel-sel dalam sistem limbik ini,
pasien akan menggigit mangsanya tanpa adanya provokasi dari luar.
Infeksi rabies pada manusia boleh dikatakan hampir semuanya
akibat gigitan hewan yang mengandung virus dalam salivanya. Kulit yang
utuh tidak dapat terinfeksi oleh rabies akan tetapi jilatan hewan yang
terinfeksi dapat berbahaya jika kulit tidak utuh atau terluka. Virus juga
dapat masuk melalui selaput mukosa yang utuh, misalnya selaput
konjungtiva mata, mulut, anus, alat genitalia eksterna. Penularan melalui
makanan belum pernah dikonfirmasi sedangkan infeksi melalui inhalasi
jarang ditemukan pada manusia. Hanya ditemukan 3 kasus yang infeksi
terjadi melalui inhalasi ini.
b. Gigitan Ular
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan
protein. Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung
dari spesies dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap
perubahan temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa

9
bisa ular merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-
sel endotel dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan
membran plasma. Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan
reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan
histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim
yang terdapat pada bisa ular misalnya L-arginine esterase menyebabkan
pelepasan bradikinin.
c. Gigitan Serangga
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil
pada kulit, lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung
direspon oleh sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat
yang kompleks. Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan
melepaskan histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi yang timbul
disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan
melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan
mekanisme imun. Reaksi yang timbul yaitu reaksi emmediate dan reaksi
delayed. Reaksi immediate ditandai dengan reaksi lokal atau reaksi
sistemik, timbulnya lesi karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan
atau sengatan serangga dan ekrosis jaringan yang lebih luas dapat
disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil.
Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi
neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan
merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari
racun tersebut.

5. Pathway (Terlampir)

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Gigitan Anjing
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c) Panel elektrolit
d) Skrining toksik dari serum dan urin
e) GDA :

10
 Glukosa Darah: Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang
(N < 200 mq/dl)
 BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
 Elektrolit : K, Na
 Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
 Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
 Natrium ( N 135 – 144 meq/dl
2) Pemeriksaan Penunjang Lainnya:
a) Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan
jenis dan fokus dari kejang.
b) Pemindaian CT: menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri
biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c) Magneti resonance imaging (MRI) : menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang tidak
jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
d) Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk
mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.
b. Gigitan Ular
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan
penentuan kadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang
hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu
pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Gigitan Serangga
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema
antara sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel
polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan
histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan
sebukan sel radang akut. Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan
pemeriksaan laboratorium dimana terjadi peningkatan jumlah eosinofil
dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes tusuk dengan alergen
tersangka.

11
7. Penatalaksanaan
a. Gigitan Anjing
Penanganan terhadap orang yang digigit hewan: yang pertama dan
paling penting adalah penanganan luka gigitan untuk mengurangi atau
mematikan virus rabies yang masuk lewat luka gigitan. Cara yang efektif
adalah dengan membersihkan luka dengan sabun atau detergen selama 10
-15 menit kemudian cuci luka dengan air (sebaiknya air mengalir) . Lalu
keringkan dengan kain dan beri antiseptik seperti betadine atau alkohol
70%. Segera bawa ke pusat pelayanan kesehatan. Di pusat pelayanan
kesehatan, pencucian luka akan kembali dilakukan. Biasanya memakai
larutan perhidrol 3% (H2O2) yang dicampur dengan betadine kemudian
dibilas dengan larutan fisiologis macam NaCl 0,9%. Luka gigitan
sebaiknya tidak dijahit. Bila diperlukan jahitan, dilakukan setelah
pemberian infiltrasi lokal antiserum, jahitan tidak boleh terlalu erat
(longgar) dan tidak menghalangi pendarahan dan drainase.
Kemudian pencegahan berikutnya adalah proteksi imunologi
dengan pemberian vaksin anti rabies (VAR) terutama pada kasus yang
memiliki resiko untuk tertular rabies. Vaksin diberikan sebanyak 4 kali
yaitu hari ke-0 (2 kali pemberian sekaligus), lalu hari ke-7 dan hari ke-21.
Dosisnya 0,5 ml baik pada anak-anak maupun dewasa. Pada luka yang
lebih berat dimana terdapat lebih dari satu gigitan dan dalam sebaiknya
dikombinasi dengan pemberian serum anti rabies (SAR) yang disuntikkan
di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikkan intra muskuler.
Selain itu harus dipertimbangkan pemberian vaksin anti tetanus,
antibiotika untuk pencegahan infeksi dan pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Penanganan terhadap hewan yang menggigit. Anjing dan kucing
yang menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita
rabies. Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut:
1) Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya,
maka hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas
Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil
observasi negatif rabies maka hewan tersebut harus mendapat
vaksinasi rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya.

12
2) Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya)
maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan
diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan
setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau
dipelihara oleh orang yang berkenan, setelah terlebih dahulu diberi
vaksinasi rabies.
3) Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus
dibunuh, maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera
diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Jika seseorang digigit hewan, maka hewan
yang menggigit harus diawasi.
b. Gigitan Ular
1) Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya
tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman
secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi
sudah pasti, melakukan pemasangan torniket limfatik dengan segera
dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit sesudah gigitan,
immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik pada suatu
usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila
memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika
dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk
identifikasi.
2) Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan
darah dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial,
hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN,
dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan
fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu
retraksi bekuan.
3) Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk
menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
4) Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan
tangani syok jika ada.

13
5) Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas
hanya bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
6) Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk
menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai
dengan jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak.
c. Gigitan Serangga
Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan
mengontrol terjadinya infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya
merupakan keluhan utama, campuran topikal sederhana seperti menthol,
fenol, atau camphor bentuk lotion atau gel dapat membantu untuk
mengurangi gatal, dan juga dapat diberikan antihistamin oral seperti
diphenyhidramin 25-50 mg untuk mengurangi rasa gatal. Steroid topikal
dapat digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas dari sengatan atau
gigitan. Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal
maupun oral, dan dapat juga dikompres dengan larutan kalium
permanganat.Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan
pemasangan tourniket proksimal dari tempat gigitan dan dapat diberikan
pengenceran Epinefrin 1 : 1000 dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB diberikan
secara subkutan dan jika diperlukan dapat diulang sekali atau dua kali
dalam interval waktu 20 menit. Epinefrin dapat juga diberikan
intramuskuler jika syok lebih berat. Dan jika pasien mengalami hipotensi
injeksi intravena 1 : 10.000 dapat dipertimbangkan. Untuk gatal dapat
diberikan injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau
difenhidramin 50 mg. Pasien dengan reaksi berat danjurkan untuk
beristirahat dan dapat diberikan kortikosteroid sistemik.

14
B. Konsep Asuhan Keperawatan Luka Gigitan
1. PENGKAJIAN
a. Gigitan Ular dan Serangga
1) Primary Survey
a) Airway : Spasme pada otot muka, bibir, lidah, dan saluran
pernapasan.
b) Breathing : Terjadi gangguan pernapasan karena pada bisa ular
akan berdampak pada kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan
sehingga pola pernapasan pasien terganggu.
c) Circulation : Perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat
haemolytik. Dimana zat dan enzim yang toksik dihasilkan bisa
akan menyebabkan lisis pada sel darah merah sehingga terjadi
perdarahan. Ditandai dengan luka patukan terus berdarah,
haematom, hematuria, hematemesis, hipotensi.
d) Disability : Cek adanya penurunan kesadaran
e) Exposure : Pembengkakan pada daerah gigitan dan kemerahan
sampai dengan perubahan warna kulit, adanya peningkatan suhu
tubuh.
2) Secondary Survey
Cek dengan metode AMPLE serta melakukan pemeriksaan fisik :
a) Kepala : bentuk kepala, keadaan kepala
b) Mata : isokor/anisokor, reaksi pupil, konjungtiva anemis/tidak
anemis
c) Hidung : simetris, adanya polip
d) Telinga : bentuk telinga, adanya serumen
e) Mulut : mukosa bibir, simetris.
f) Leher : penggunaan otot bantu pernafasan
(sternokleidomastoidius), tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g) Dada : pengembangan dada simetris, adanya suara nafas
tambahan
h) Abdomen : simetris, bising usus, tidak ada pembesaran hepar,
tidak ada massa.
i) Ekstremitas : akral dingin, adanya jejas, udema, kekakuan otot

b. Gigitan Anjing
1) Primary Survey
Airway : Cek adanya sumbatan jalan nafas
Breathing : Cek adanya gangguan pada pola pernafasan

16
Circulation : Disfungsi otonomik yang menyebabkan hipertensi,
hipotensi, aritmia, takikardi dan henti jantung.
Disability : Cek adanya gangguan kesadaran
Exposure : Cek adanya peningkatan/penurunan suhu tubuh
2) Secondary Survey
Cek dengan metode AMPLE serta melakukan pemeriksaan fisik :
a) Kepala : bentuk kepala, keadaan kepala
b) Mata : isokor/anisokor, reaksi pupil, konjungtiva anemis/tidak
anemis
c) Hidung : simetris, adanya polip
d) Telinga : bentuk telinga, adanya serumen
e) Mulut : mukosa bibir, simetris.
f) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
g) Dada : tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
pengembangan dada simetris, adanya suara nafas tambahan
h) Abdomen : simetris, bising usus, tidak ada pembesaran hepar,
tidak ada massa.
i) Ekstremitas : akral dingin, adanya jejas, udema, kekakuan otot

2. DIAGNOSA
a. Gigitan Ular dan Serangga
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi saluran nafas
2) Ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot pernafasan
3) Nyeri akut b/d agen cedera biologis
4) Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas
5) Hipertermi b/d sepsis
b. Gigitan Anjing
1) Nyeri akut b/d agen cedera fisik
2) Risiko syok b/d hipovolemia

3. INTERVENSI
a. Gigitan Ular dan Serangga
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway Management
bersihan jalan keperawatan ..x.. jam □ Buka jalan nafas menggunakan
nafas diharapkan mampu head tilt chin lift atau jaw thrust
mempertahankan kebersihan bila perlu
jalan nafas dengan kriteria : □ Posisikan pasien untuk
NOC : memaksimalkan ventilasi
□ Identifikasi pasien perlunya
Respiratory status : Airway
pemasangan alat jalan nafas
Patency

17
□ Respirasi dalam batas buatan (NPA, OPA, ETT,
normal Ventilator)
□ Irama pernafasan teratur □ Lakukan fisioterpi dada jika
□ Kedalaman pernafasan perlu
normal □ Bersihkan secret dengan suction
□ Tidak ada akumulasi bila diperlukan
sputum □ Auskultasi suara nafas, catat
□ Batuk berkurang/hilang adanya suara tambahan
□ Kolaborasi pemberian oksigen
□ Kolaborasi pemberian obat
bronkodilator
□ Monitor RR dan status
oksigenasi (frekuensi, irama,
kedalaman dan usaha dalam
bernapas)
□ Anjurkan pasien untuk batuk
efektif
□ Berikan nebulizer jika
diperlukan

Asthma Management
□ Tentukan batas dasar respirasi
sebagai pembanding
□ Bandingkan status sebelum dan
selama dirawat di rumah sakit
untuk mengetahui perubahan
status pernapasan
□ Monitor tanda dan gejala asma
□ Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan usaha dalam
bernapas
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC
pola nafas keperawatan ..x.. jam Oxygen Therapy
diharapkan pola nafas pasien □ Bersihkan mulut, hidung dan
teratur dengan kriteria : secret trakea
NOC : □ Pertahankan jalan nafas yang
Respiratory status : paten
Ventilation □ Siapkan peralatan oksigenasi
□ Monitor aliran oksigen
□ Respirasi dalam batas □ Monitor respirasi dan status O2
normal (dewasa: 16- □ Pertahankan posisi pasien
20x/menit) □ Monitor volume aliran oksigen

18
□ Irama pernafasan teratur dan jenis canul yang digunakan.
□ Kedalaman pernafasan □ Monitor keefektifan terapi
normal oksigen yang telah diberikan
□ Suara perkusi dada □ Observasi adanya tanda tanda
normal (sonor) hipoventilasi
□ Retraksi otot dada □ Monitor tingkat kecemasan
□ Tidak terdapat orthopnea pasien yang kemungkinan
□ Taktil fremitus normal diberikan terapi O2
antara dada kiri dan dada
kanan
□ Ekspansi dada simetris
□ Tidak terdapat akumulasi
sputum
□ Tidak terdapat
penggunaan otot bantu
napas

3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Analgesic Administration


keperawatan selama ...x….. □ Tentukan lokasi, karakteristik,
jam diharapkan nyeri kualitas, dan derajat nyeri
berkurang dengan kriteria sebelum pemberian obat
hasil: □ Cek riwayat alergi terhadap obat
□ Pilih analgesik yang tepat atau
NOC: kombinasi dari analgesik lebih
Pain Level dari satu jika diperlukan
□ Melaporkan gejala nyeri □ Tentukan analgesik yang
berkurang diberikan (narkotik, non-
□ Melaporkan lama nyeri narkotik, atau NSAID)
berkurang berdasarkan tipe dan keparahan
□ Tidak tampak ekspresi nyeri
wajah kesakitan □ Tentukan rute pemberian
□ Tidak gelisah
□ Respirasi dalam batas analgesik dan dosis untuk
normal (dewasa: 16-20 mendapat hasil yang maksimal
kali/menit) □ Pilih rute IV dibandingkan rute
IM untuk pemberian analgesik
secara teratur melalui injeksi
jika diperlukan
□ Evaluasi efektivitas pemberian
analgesik setelah dilakukan
injeksi. Selain itu observasi efek
samping pemberian analgesik
seperti depresi pernapasan, mual

19
muntah, mulut kering dan
konstipasi.
□ Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali

4. Penurunan Setelah diberikan asuhan Cardiac Care


curah jantung keperawatan selama …..x…. □ Evaluasi adanya nyeri dada
jam diharapkan masalah (Intesitas, lokasi, rambatan,
penurunan curah jantung dapat durasi, serta faktor yang
teratasi dengan kriteria hasil : menimbulkan dan meringankan
NOC: gejala).
Cardiac Pump Effectiveness □ Monitor EKG untuk perubahan
□ Tekanan darah sistolik ST, jika diperlukan.
dalam batas normal □ Lakukan penilaian komprehenif
□ Tekanan darah diastolik untuk sirkulasi perifer (Cek nadi
dalam batas normal perifer, edema,CRT, serta warna
□ Heart rate dalam batas dan temperatur ekstremitas)
normal secara rutin.
□ Peningkatan fraksi ejeksi □ Monitor tanda-tanda vital secara
□ Peningkatan nadi perifer teratur.
□ Tekanan vena sentral □ Monitor status kardiovaskuler.
(Central venous pressure) □ Monitor disritmia jantung.
dalam batas normal □ Dokumentasikan disritmia
□ Gejala angina berkurang jantung.
□ Edema perifer berkurang □ Catat tanda dan gejala dari
□ Gejala nausea berkurang penurunan curah jantung.
□ Tidak mengeluh dispnea □ Monitor status repirasi sebagai
saat istirahat gejala dari gagal jantung.
□ Tidak terjadi sianosis □ Monitor abdomen sebagai
indikasi penurunan perfusi.
Circulation Status □ Monitor nilai laboratorium terkait
□ MAP dalam batas normal (elektrolit).
□ PaO2 dalam btas normal □ Monitor fungsi peacemaker, jika
(60-80 mmHg) diperlukan.
□ PaCO2 dalam batas normal □ Evaluasi perubahan tekanan
(35-45 mmHg) darah.
□ Saturasi O2 dalam batas □ Sediakan terapi antiaritmia
normal (> 95%) berdasarkan pada kebijaksanaan
□ Capillary Refill Time (CRT) unit (Contoh medikasi antiaritmia,
dalam batas normal (< 3 cardioverion, defibrilator), jika
detik) diperlukan.
□ Monitor penerimaan atau respon

20
pasien terhadap medikasi
antiaritmia.
□ Monitor dispnea, keletihan,
takipnea, ortopnea.

Cardiac Care : Acute


□ Monitor kecepatan pompa dan
ritme jantung.
□ Auskultasi bunyi jantung.
□ Auskultasi paru-paru untuk
crackles atau suara nafas
tambahan lainnya.
□ Monitor efektifitas terapi oksigen,
jika diperlukan.
□ Monitor faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran oksigen
(PaO2, nilai Hb, dan curah
jantung), jika diperlukan.
□ Monitor status neurologis.
□ Monitor fungsi ginjal (Nilai BUN
dan kreatinin), jika diperlukan.
□ Administrasikan medikasi untuk
mengurangi atau mencegah nyeri
dan iskemia, sesuai kebutuhan.

5. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan NIC :


keperawatan ..x.. jam Temperature Regulation
diharapkan mampu □ Monitor suhu paling tidak setiap
mempertahankan suhu tubuh 2 jam , sesuai kebutuhan
dalam rentang normal dengan □ Pasang alat monitor suhu inti
kriteria : secara kontinu, sesuai
NOC : kebutuhan
Thermoregulation □ Monitor tekanan darah, nadi,
□ Suhu tubuh dalam dan respirasi, sesuai kebutuhan
□ Monitor suhu dan warna kulit
rentang normal (36,50C □ Monitor dan laporkan adanya
– 37,50C) tanda dan gejala dari
□ Denyut nadi dalam hipertermia
rentang normal □ Tingkatkan intake cairan dan
□ Respirasi dalam batas nutrisi adekuat
normal (16 – □ Instruksikan pasien bagaimana
20x/menit) mencegah keluarnya panas dan
□ Tidak menggigil serangan panas

21
□ Tidak dehidrasi □ Diskusikan pentingnya
□ Tidak mengeluh sakit termoregulasi dan kemungkinan
kepala efek negatif dari demam yang
□ Warna kulit normal berlebihan, sesuai kebuthan
Vital Sign □ Informasikan pasien mengenai
□ Suhu tubuh dalam rentang indikasi adanya kelelahan akibat
normal (36,50C – 37,50C) panas dan penanganan
□ Denyut jantung normal emergensi yang tepat, sesuai
(60-100 x/menit) kebutuhan
□ Irama jantung normal □ Gunakan matras pendingin,
□ Tingkat pernapasan dalam selimut yang mensirkulasikan
rentang normal (16-20 air, mandi air hangat, kantong es
x/menit) atau bantalan jel, dan
□ Irama napas vesikuler kateterisasi pendingin
□ Tekanan darah sistolik
intravaskuler untuk menurunkan
dalam rentang normal
suhu tubuh, sesuai kebutuhan
(90-120 mmHg) □ Sesuaikan suhu lingkungan
□ Tekanan darah diastolik
untuk kebutuhan pasien
dalam rentang normal □ Berikan medikasi yang tepat
(70-90 mmHg) untuk mencegah atau
□ Kedalaman inspirasi
mengontrol menggigil
dalam rentang normal □ Berikan pengobatan antipiretik,
sesuai kebutuhan
Infection Severity
□ Tidak ada kemerahan
□ Cairan (luka) tidak berbau Fever Treatment
busuk □ Pantau suhu dan tanda-tanda
□ Tidak ada sputum purulen vital lainnya
□ Tidak ada rrainase □ Monitor warna kulit dan suhu
purulent □ Monitor asupan dan keluaran,
□ Tidak ada piuria/ nanah sadari perubahan kehilangan
dalam urine cairan yang tak dirasakan
□ Suhu tubuh stabil (36,50C □ Beri obat atau cairan IV
– 37,50C) (misalnya, antipiretik, agen
□ Tidak ada nyeri antibakteri, dan agen anti
□ Tidak mengalami lethargy
□ Nafsu makan normal menggigil )
□ Jumlah sel darah putih □ Tutup pasien dengan selimut
normal dalam rentang atau pakaian ringan, tergantung
normal (4,10 – 11,00 pada fase demam (yaitu :
10^3/µl) memberikan selimut hangat
untuk fase dingin ; menyediakan
Hidration pakaian atau linen tempat tidur

22
□ Turgor kulit elastis ringan untuk demam dan fase
□ Membran mukosa lembab bergejolak /flush)
□ Intake cairan adekuat □ Dorong konsumsi cairan
□ Output urin □ Fasilitasi istirahat, terapkan
□ Tidak merasa haus pembatasan aktivitas-aktivitas
□ Warna urin tidak keruh
□ Tekanan darah dalam jika diperlukan
□ Berikan oksigen yang sesuai
rentang normal □ Tingkatkan sirkulasi udara
□ Denyut nadi dalam □ Pantau komplikasi-komplikasi
rentang normal dan yang berhubungan dengan
adekuat demam serta tanda dan gejala
□ Tidak ada peningkatan
kondisi penyebab demam
hematokrit
□ Tidak ada penurunan berat (misalnya, kejang, penurunan
badan’ tingkat
□ Otot rileks kesadaran,ketidakseimbangan
□ Tidak mengalami diare asam basa, dan perubahan
□ Suhu tubuh dalam rentang abnormalitas sel)
normal □ Pastikan tanda lain dari infeksi
yang terpantau pada orang
karena hanya menunjukkan
demam ringan atau tidak demam
sama sekali selama proses
infeksi
□ Pastikan langkah keamanan
pada pasien yang gelisah
□ Lembabkan bibir dan mukosa
hidung yang kering

Vital Sign Monitoring


□ Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernapasan
dengan tepat
□ Monitor dan laporkan tanda dan
gejala hipertermia
□ Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban
□ Monitor sianosis sentral dan
perifer
□ Monitor akan adanya kuku
berbentuk clubbing
□ Monitor terkait dengan adanya
tiga tanda Cushing Reflex
(misalnya : tekanan nadi lebar,

23
bradikardia, dan peningkatan
tekanan darah sistolik)
□ Identifikasi kemungkinan
perubahan tanda-tanda vital
Infection Control
□ Bersihkan lingkungan dengan
baik setelah digunakan oleh
setiap pasien
□ Ganti peralatan perawatan per
pasien sesuai protokol institusi
□ Pertahankan teknik isolasi yang
sesuai
□ Batasi jumlah pengunjung
□ Annjurkan pasien mengenai
teknik mencuci tangan dengan
tepat
□ Anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien
□ Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan yang sesuai
□ Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan perawatan
pasien
□ Pakai sarung tangan
sebagaimana dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan universal
□ Pakai pakaian ganti atau jubah
saat menangani bahan-bahan
yang infeksius
□ Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
□ Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
□ Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
□ Pastikan penanganan aseptik
dari semua saluran IV
□ Gunakan kateter intermiten
untuk mengurangi kejadian
infeksi kandung kemih

24
□ Berikan terapi antibiotik yang
sesuai
□ Anjurkan pasien meminum
antibiotik seperti yang
diresepkan
□ Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi dan
kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan
kesehatan
□ Ajarkan pasien dan anggota
keluarga cara menghindari
infeksi.

Infection Protection
□ Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
□ Monitor hitung mutlak
granulosit, WBC, dan hasil-hasil
diferensial
□ Monitor kerentanan terhadap
infeksi
□ Batasi jumlah pengunjung yang
sesuai
□ Skrining jumlah pengunjung
terkait penyakit menular
□ Partahankan teknik asepsis pada
pasien yang beresiko
□ Pertahankan teknik isolasi yang
sesuai
□ Berikan perawatan kulit yang
tepat untuk area (yang
mengalami) edema
□ Periksa kulit dan selaput lender
untuk adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, atau
drainase
□ Periksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka
□ Tingkatkan asupan nutrisi yang
cukup
□ Anjurkan asupan cairan dengan
tepat

25
□ Anjurkan istirahat
□ Pantau adanya perubahan
tingkat energi atau malaise
□ Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik yang
diresepkan
□ Jaga penggunaan antibiotik
dengan bijaksana
□ Jangan mencoba pengobatan
antibiotik untuk infeksi virus
□ Ajarkan pasien dan keluarga
pasien mengenai perbedaan-
perbedaan antara infeksi virus
dan bakteri
□ Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada pemberi
layanan kesehatan
□ Lapor dugaan infeksi pada
personil pengendali infeksi
□ Lapor kultur positif pada
personal pengendali infeksi.

Fluid Management
□ Jaga intake yang adekuat dan
catat output pasien
□ Monitor status hidrasi (misalnya
: membran mukosa lembab,
denyut nadi adekuat, dan
tekanan darah ortostatik)
□ Monitor hasil laboratorium yang
relevan dengan retensi cairan
(misalnya : peningkatan berat
jenis, peningkatan BUN,
penurunan hematokrit, dan
peningkatan kada osmolalitas
urin)
□ Monitor tanda-tanda vital pasien
□ Monitor perubahan berat badan
pasien
□ Monitor status gizi
□ Distribusikan asupan cairan

26
selama 24 jam
□ Konsultasikan dengan dokter
jika tanda-tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
memburuk

27
C. Konsep Dasar Nyeri Otot Pinggul
1. Definisi Nyeri Otot Pinggul
Nyeri pinggul adalah suatu perasaan tidak nyaman atau rasa nyeri
yang menyerang pinggul. Ini disebabkan oleh banyak faktor termasuk
patah tulang, peradangan tendon atau sendi, cedera, atau penyakit yang
mendasarinya. Bergantung dari keparahan atau penyebab pasti nyeri, terapi
dapat termasuk penggantian pinggul yang cedera.
Pinggul adalah sendi yang menonjol antara tulang paha dan daerah
panggul (pelvis). Terdiri dari bola dan dudukannya untuk memberikan
ruang yang lebih luas untuk pergerakan pinggul bawah sehingga membuat
seseorang dapat berjalan, menari, duduk, dan mengangkat benda. Pinggul
juga memiliki tulang rawan yang mencegah gesekan ketika tulang pinggul
digerakkan. Ligamen menahan sendi pinggul untuk mencegah terjadinya
pemisahan sendi. Otot, di lain sisi, juga membantu menahan ligamen dan
sendi pinggul menyatu bersama.
Secara umum, pinggul memiliki kemampuan berbagai macam
gerakan. Bagaimanapun, ketika seseorang semakin bertambah umur, sendi
tersebut mengalami keausan. Sendi juga dapat mengalami cerai sendi, atau
jaringan yang mengelilinginya dan saraf tersebut mengalami peradangan.
Penyakit seperti radang sendi (artritis) dapat menyebabkan nyeri pinggul.
Terkadang seseorang menganggap nyeri punggung dan panggul sebagai
nyeri pinggul karena berdekatan dari bagian-bagian tubuh ini.
2. Etiologi
Penyebab nyeri otot pinggul termasuk:
a. Tonjolan tulang atau endapan kalsium, yang dapat berkembang di dalam
tendon yang terkait ke Trochanter (pertumbuhan tulang melebihi ujung
atas tulang paha)
b. Cedera pinggul, yang dapat terjadi akibat terjatuh pada pinggul,
membenturkan pinggul pada tepi perabotan, atau berbaring pada satu sisi
tubuh untuk waktu yang lebih lama
c. Panjang kaki tidak sama, apabila salah satu kaki lebih pendek dari kaki
lainnya lebih dari 1 inci

28
d. Cedera akibat stress yang berulang (digunakan secara berlebihan) — ini
dapat terjadi ketika menaiki tangga, bersepeda, berlari atau setelah berdiri
untuk waktu yang lama
e. Penyakit tulang belakang, yang dapat terjadi akibat Arthritis Lumbar
(bagian bawah tulang belakang) atau Scoliosis (tulang belakang
melengkung)
3. Tanda dan Gejala
Gejala nyeri otot pinggul mencakup:
a. Rasa nyeri:
1) Ketika bergerak
2) Ketika tidur pada sisi pinggul yang terpengaruh
3) Ketika duduk di atas permukaan yang keras untuk waktu lama
4) Ketika berdiri setelah duduk
5) Yang menjalar ke luar paha dan mungkin meradiasi ke bawah, di
luar paha
b. Membengkak
c. Rasa ngilu secara langsung di atas bursa
Gejala dapat memburuk apabila menaiki tangga, berjalan atau berjongkok
berlama-lama.

4. Pathway (Terlampir)

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap penting dilakukan untuk mengetahui
kondisi kesehatan secara keseluruhan, termasuk mendeteksi kemungkinan
adanya penyakit.
b. Foto Rontgen Atau Sinar X-ray
Foto rontgen atau sinar X-ray adalah tes yang digunakan untuk
melihat kondisi pasien atau bagian dalam tubuh pasien tanpa harus
membedah. Hasil foto xray dapat dilihat menggunakan xray film viewer

29
yang digunakan untuk mendiagnosa beberapa penyakit didalam tubuh
seperti kanker tulang, tumor payudara, osteoporosis atau fraktur.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) atau pencitraan resonansi
magnetik adalah pemeriksaan yang memanfaatkan medan magnet dan
energi gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ
dalam tubuh. MRI dapat memberikan gambaran struktur tubuh yang tidak
bisa didapatkan pada tes lain, seperti Rontgen, USG, atau CT scan.
Pada bagian tulang dan sendi, MRI dapat membantu mengevalusi
kondisi seperti infeksi tulang, kelainan pada tulang belakang dan bantalan
saraf tulang belakang, tumor pada tulang dan jaringan lunak, serta
peradangan sendi. Juga dapat mengetahui kondisi abnormal pada sendi
yang disebabkan cedera fisik akibat kecelakaan atau cedera berulang.
6. Penatalaksanaan Medis
Terkadang nyeri pinggul dapat hilang terutama jika penyebabnya
merupakan terkilir ringan atau ketegangan dari otot yang mengelilingi
jaringan. Bagaimanapun juga, jika nyeri telah berlangsung lebih dari
beberapa minggu atau menghambat Anda dalam melakukan kegiatan
umum, maka Anda perlu berobat ke dokter spesialis.
Secara normal, Anda berobat ke dokter umum yang mana akan
membuat diagnosis awal. Dokter akan melakukan serangkaian tes,
termasuk pemindaian MRI (contoh jika dokter percaya kondisi itu
merupakan bursitis atau radang tulang) atau foto rontgen (X-ray).
Kemudian dokter dapat menyarankan pereda nyeri atau obat. Jika
pengobatan awal tidak bekerja, dokter dapat merujuk Anda ke seorang
spesialis yang disebut spesialis tulang (ortopedi).
Seorang spesialis tulang adalah seorang dokter yang ahli dalam
sistem tulang-otot tubuh. Ini termasuk sendi, tulang, tulang rawan, dan
ligamen.
Jenis pengobatan yang Anda terima bergantung dari diagnosis
dokter Anda atau dokter spesialis. Ini dapat termasuk salah satu atau
gabungan dari daftar berikut:
1. Istirahat: Jika otot terkilir atau tegang, terapi terbaik adalah
istirahat dan membiarkan otot untuk sembuh dan pulih.

30
2. Kompres dingin: Kompres dingin adalah cara yang baik untuk
meredakan peradangan dari pinggul dan jaringan otot sekitar.
Berikan kompres dingin setidaknya 15 menit beberapa kali sehari
hingga nyeri menghilang.
3. Pereda nyeri : pereda nyeri seperti Tylenol dapat meredakan
bengkak atau peradangan. Dokter juga dapat meresepkan AINS
(anti-radang non steroid) seperti Aleve.
4. Pembedahan : Jika nyeri pinggul disebabkan oleh patah tulang
atau cedera berat, dokter dapat menyarankan pembedahan.
Pembedahan sering dianggap darurat. Pada pembedahan
penggantian pinggul, tiruan ditaruh sebagai pinggul baru.
Pembedahan juga memperbaiki patah tulang dengan menambah
sekrup dan baja.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Nyeri Otot Pinggul


1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma
parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan.
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah
dialokasikan peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan
sepenuhnya menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan
mereka (American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen.
1) Airway :
Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera. Partikel-
partikel benda asing seperti darah, muntahan, permen karet, gigi palsu,

31
atau tulang. Obstruksi juga dapat di sebabkan oleh lidah atau edema
karena trauma jaringan. Jika pasien tidak sadar, selalu dicurigai
adanya fraktur spinal serfikal dan jangan melakukan hiperekstensi
leher sampai spinal dipastikan tidak ada kerusakan. Gunakan chin lift
dan jaws thrust secara manual untuk membuka jalan napas.
2) Breathing :
Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernapasan dan observasi
untuk ekspansi bilateral dada. Auskultasi bunyi napas dan catat
adanya krekels, wheezing atau tidak adanya bunyi napas. Jika
pernapasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernapasan pasien
dengan suatu alat oksigenasi yang sesuai.
3) Circulation :
Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, dan catat irama dan
ritmenya dan mengkaji warna kulit Jika nadi karotis tidak teraba,
lakukan kompresi dada tertutup. Kaji tekanan darah. Jika pasien
hipotensi, segera pasang jalur intravena dengan jarum besar (16-18).
Mulai penggantian volume per protokol. Cairan kristaloid seimbang
(0,9 % salin normal atau ringer’s lactate ) biasanya di gunakan. Kaji
adanya bukti perdarahan dan kontrol perdarahan dengan penekanan
langsung.
4) Disability
Pengkajian yang cepat pada status neurologis pasien diperlukan pada
saat pasien tiba di ruang UGD. Pemeriksaan meliputi tingkat
kesadaran pasien dan status neurologisnya. Pemeriksaan dilakukan
dengan mengkaji GCS (Glasgow Coma Scale) pasien, ukuran dan
reaksi pupil, dan tanda lateralizing. Jika GCS kurang, bisa menjadi
tanda bahwa pasien akan mengalami penurunan reflex jalan nafas
sehingga pasien tidak mampu mempertahankan jalan nafas yang
paten. Dalam keadaan ini, penggunaan airway definitive diperlukan.
Skor GCS maksimum (15) mengindikasikan level kedasaran yang
optimal, sedangkan skor minimal (3) mengindikasikan pasien
mengalami koma (Planas, 2017).
5) Exposure
Pasien harus melepaskan/dilepasan pakaiannya untuk memastikan
bahwa tidak ada injuri atau hal lainnya yang tertinggal. Pasien

32
kemudian harus ditutupi dengan selimut hangat untuk mengurangi
resiko hipotermia

b. Secondary Survey
Setelah primary survey, secondary survey dilakukan untuk
memastikan evaluasi yang komprehensif dan menyeluruh terhadap
penyakit pasien. Secondary survey care adalah pemeriksaan teliti dan
menyeluruh dari kepala sampai kaki (head to toe examination), termasuk
reevaluasi tanda vital. Secondary survey care baru dilakukan setelah
primary survey care selesai, resusitasi dilakukan dan ABC dalam keadaan
stabil (American College of Surgeons, 2008).
Secondary survey meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Anamnesa
Riwayat “AMPLE” patut diingat (American College of Surgeons,
2008):
A : Allergy
M : Medication (obat yang diminum saat ini)
P : Past illness (penyakit penyerta)
L : Last meal
E : Event (berhubungan dengan kejadian trauma)
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kulit kepala
Inspeksi dan palpasi seluruh kepala untuk melihat adanya
lesi/tidak.

b) Wajah
(1) Mata
Periksa kornea ada cedera atau tidak, pupil apakah isokor
atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah
pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
ketajaman mata (macies visus dan acies campus), apakah
konjungtivanya anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri,
gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival
perdarahan, serta diplopia.
(2) Hidung

33
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, luka sekitar mukosa hidung.
(3) Telinga
Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
(4) Mulut dan Faring
Inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna (lihat
apakah terjadi sianosis akibat hipotermi), kelembaban, dan
adanya lesi. Palpasi adanya respon nyeri
c) Vertebra Servikalis dan Cervikal
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya luka, deformitas dan
selalu jaga jalan nafas
d) Thoraks
(1) Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk adanya, penggunaan otot pernafasan tambahan dan
ekspansi toraks bilateral, frekuensi dan irama denyut
jantung, perhatikan pasien yang memiliki asma, saat terjadi
penurnan suhu tubuh (hipotermi) atau rasa dingin bisa saja
asma yang diderita pasien kambuh.
(2) Palpasi palpasi seluruh dinding dada untuk melihat adanya
nyeri tekan dan kedalaman luka
(3) Perkusi untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan
(4) Auskultasi suara nafas tambahan (apakah ada ronki,
wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop,
friction rub)
e) Abdomen
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya
trauma dan adanya perdarahan internal, adakah distensi
abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus,
perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan).
Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau
nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler, nyeri
lepas yang jelas atau uterus yang hamil

34
f) Pelvis
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan
fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan
penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera
diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk
mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis.
Pada pasien dengan nyeri pinggul biasanya mengeluh nyeri
pada bagian ini.
g) Ekstremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat
inspeksi, periksa adanya luka maupun fraktur, pada saat palpasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur
pada saat menggerakan.

2. DIAGNOSA
a. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
b. Nyeri kronis b.d kondisi pasca trauma
c. Risiko ceder d.d perubahan fungsi psikomotorik

3. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management
keperawatan ...x...... jam  Lakukan pengkajian nyeri
diharapkan nyeri akut komprehensif yang meliputi
dapat berkurang dengan lokasi, karakteristik,
criteria : onset/durasi, frekuensi, kualitas,
NOC : intensitas atau beratnya nyeri
Pain Level dan factor pencetus
Kriteria Hasil :  Pastikan perwatan analgesic bagi
 Beristirahat dengan pasien dilakukan dengan
nyaman/tidak pemantauan yang ketat
gelisah  Gunakan strategi komunikasi
 Tidak tampak terapeutik untuk mengetahui
ekspresi wajah pengalaman nyeri dan

35
kesakitan sampaikan penerimaan pasien
 Frekuensi dalam terhadap nyeri
batas normal  Gali bersama pasien dan
(dewasa : 16-24 keluarga mengenai factor-faktor
x/menit) yang dapat menurunkan atau
 Tekanan darah memperberat nyeri
normal (dewasa :  Berikan informasi mengenai
120/80mmHg) nyeri, seperti penyebab nyeri,
NOC : berapa lama nyeri akan
Pain control dirasakan, dan antisipasi dari
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan akibat
 Melaporkan prosedur
perubahan  Kendalikan factor lingkungan
terhadap gejala yang dapat mempengaruhi
nyeri pada respon pasien terhadap
professional ketidaknyamanan (mis., suhu
kesehatan ruangan,pencahayaan dan suara
 Mengenali apa bising)
yang terkait  Kurangi atau eliminasifaktor-
dengan gejala nyeri faktor yang dapat mencetus atau
 Menggunakan meningkatkan nyeri (mis.,
tindakan ketakutan, kelelahan, keadaan
pengurangan monoton, dan kurang
(nyeri) tanpa pengetahuan)
analgesic  Pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam (mis.,
farmakologi, nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan nyeri
sesuai kebutuhan
 Dorong pasien untuk memonitor
nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat
 Ajarkan penggunaan teknik non
farmaklogi
(seperti,biofeedback,TENS,
hypnosiss,relaksasi,bimbingan
antisipasi, terapi musik, terapi
bermain, terapi aktivitas,
akupressur, aplikasi

36
panas/dingin dan pijatan,
sebelum, sesudah dan jika
memungkinkan ketika
melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri sebelum
nyeri terjadi atau meningkat, dan
bersamaan dengan tindakan
penurun rasa nyeri lainnya)
 Kolaborasi dengan pasien
keluarga dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurun nyeri nonfarmakologi
sesuai kebutuhan
 Berikan individu penurun nyeri
yang optimal dengan peresepan
analgesic
 Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
 Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis dan
frekuensi obat analgesic yang
diresepkan
 Cek adanya riwayat alergi obat
 Pilih rute IV dibandingkan IM
untuk pemberian analgesic
secara teratur melalui injeksi
jika diperlukan
 Monitor tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
pada pemberian dosis pertama
kali atau jika ditemukan tanda-
tanda yang tidak biasanya

37
2 Nyeri Kronis Setelah dilakukan tindakan Pain Management
keperawatan ...x...... jam  Lakukan pengkajian nyeri
diharapkan nyeri akut komprehensif yang meliputi
dapat berkurang dengan lokasi, karakteristik,
criteria : onset/durasi, frekuensi, kualitas,
NOC : intensitas atau beratnya nyeri
Pain Level dan factor pencetus
Kriteria Hasil :  Pastikan perwatan analgesic bagi
 Beristirahat dengan pasien dilakukan dengan
nyaman/tidak pemantauan yang ketat
gelisah  Gunakan strategi komunikasi
 Tidak tampak terapeutik untuk mengetahui
ekspresi wajah pengalaman nyeri dan
kesakitan sampaikan penerimaan pasien
 Frekuensi dalam terhadap nyeri
batas normal  Gali bersama pasien dan
(dewasa : 16-24 keluarga mengenai factor-faktor
x/menit) yang dapat menurunkan atau
 Tekanan darah memperberat nyeri
normal (dewasa :  Berikan informasi mengenai
120/80mmHg) nyeri, seperti penyebab nyeri,
NOC : berapa lama nyeri akan
Pain control dirasakan, dan antisipasi dari
Kriteria Hasil : ketidaknyamanan akibat
 Melaporkan prosedur
perubahan  Kendalikan factor lingkungan
terhadap gejala yang dapat mempengaruhi
nyeri pada respon pasien terhadap
professional ketidaknyamanan (mis., suhu
kesehatan ruangan,pencahayaan dan suara
 Mengenali apa bising)
yang terkait  Kurangi atau eliminasifaktor-
dengan gejala nyeri faktor yang dapat mencetus atau
 Menggunakan meningkatkan nyeri (mis.,
tindakan ketakutan, kelelahan, keadaan
pengurangan monoton, dan kurang
(nyeri) tanpa pengetahuan)
analgesic  Pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam (mis.,
farmakologi, nonfarmakologi,

38
interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan nyeri
sesuai kebutuhan
 Dorong pasien untuk memonitor
nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat
 Ajarkan penggunaan teknik non
farmaklogi
(seperti,biofeedback,TENS,
hypnosiss,relaksasi,bimbingan
antisipasi, terapi musik, terapi
bermain, terapi aktivitas,
akupressur, aplikasi
panas/dingin dan pijatan,
sebelum, sesudah dan jika
memungkinkan ketika
melakukan aktivitas yang
menimbulkan nyeri sebelum
nyeri terjadi atau meningkat, dan
bersamaan dengan tindakan
penurun rasa nyeri lainnya)
 Kolaborasi dengan pasien
keluarga dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurun nyeri nonfarmakologi
sesuai kebutuhan
 Berikan individu penurun nyeri
yang optimal dengan peresepan
analgesic
 Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
 Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis dan

39
frekuensi obat analgesic yang
diresepkan
 Cek adanya riwayat alergi obat
 Pilih rute IV dibandingkan IM
untuk pemberian analgesic
secara teratur melalui injeksi
jika diperlukan
 Monitor tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
pada pemberian dosis pertama
kali atau jika ditemukan tanda-
tanda yang tidak biasanya

3 Risiko cedera Setelah dilakukan Manajemen lingkungan :


tindakan keperawatan keselamatan
selama …x24 jam  Identifikasi kebutuhan keamanan
diharapkan px dapat pasien berdasarkan fungsi fisik
dihindari dari cedera dan kognitif serta riwayat
kriteria hasil : prilaku dimasa lalu
Kejadian jatuh  Identifikasi hal hal yang
 Tidak jatuh saat membahayakan di lingkungan
berdiri (misalnya bahaya fisik , biologi,
 Tidak jatuh saat dan kimia)
berjalan  Modifikasi lingkungan untuk
 Tidak jatuh saat duduk meminimalkan bahan berbahaya
 Tidak jatuh dari dan berisiko
tempat tidur  Sediakan alat untuk beradaptasi
 Tidak jatuh saat di (misalnya kursi untuk pijakan
pindahkan dan pegangan tangan)
 Tidak jatuh saat naik  Gunakan peralatan perlindungan
tangga untuk membatasi mobilitas fisik
 Tidak terjun saat turun atau akses pada situasi yang
tangga membahayakan
 Tidak jatuh saat ke  Bantu pasien saat melakukan
kamar mandi perpindahan ke lingkungan yang
 Tidak jatuh saat lebih aman
membungkuk  Edukasi individu dan kelompok
Keparahan cedera fisik yang berisiko tinggi terhadap
 Tidak lecet pada kulit bahan yang berbahaya di
 Tidak ada memar lingkungan
 Tidak ada luka gores
Pencegahan jatuh

40
 Tidak ada luka bakar  Identifikasi kekurangan baik
 Tidak ada keseleo fisik atau kognitif dari pasien
pada ekstremitas yang mungkin meningkatkan
 Tidak ada keseleo potensi jatuh pada lingkungan
pada tulang punggung tertentu
 Tidak ada fraktur pada  Identifikasi prilaku dan factor
ekstremitas yang mempengaruhi risiko jatuh
 Tidak ada fraktur pada  Identifikasi karakteristik dari
pelfis lingkungan yang mungkin
 Tidak ada fraktur pada meningkatkan potensi jatuh
panggul  Monitor gaya berjalan (terutama
 Tidak ada fraktur pada kecepatan, keseimbangan , dan
tulang punggung tingkat kelelahan dengan
 Tidak ada fraktur
ambulansi)
tulang tengkorak  Dukung pasien untuk
 Tidak ada fraktur pada
menggunakan tongkat atau
muka
walker dengan tepat
 Tidak ada cedera pada
 Instruksikan pasien mengenai
gigi
penggunaan tongkat atau walker
 Tidak ada cedera pada
dengan tepat
kepala terbuka
 Letakkan benda benda dalam
 Tidak ada cedera pada
jangkauan yang mudah bagi
kepala tertutup
pasien
 Instruksikan pasien untuk
memanggil bantuan terkait
pergerakan dengan tepat

41
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Vulnus morcum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat
berupa memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia. Luka
gigitan binatang adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan.
Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada
kesempatan khusus untuk mencari makanan. Gigitan dan cakaran hewan yang
sampai merusak kulit kadang kala dapat mengakibatkan infeksi. Beberapa luka
gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan beberapa lainnya cukup
dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus tertentu gigitan
hewan (terutama oleh hewan liar) dapat menularkan penyakit rabies, penyakit
yang berbahaya terhadap nyawa manusia. Kelelawar, musang juga anjing
menularkan sebagian besar kasus rabies.
Nyeri pinggul adalah suatu perasaan tidak nyaman atau rasa nyeri
yang menyerang pinggul. Ini disebabkan oleh banyak faktor termasuk patah
tulang, peradangan tendon atau sendi, cedera, atau penyakit yang
mendasarinya. Bergantung dari keparahan atau penyebab pasti nyeri, terapi
dapat termasuk penggantian pinggul yang cedera.
Pinggul adalah sendi yang menonjol antara tulang paha dan daerah
panggul (pelvis). Terdiri dari bola dan dudukannya untuk memberikan ruang
yang lebih luas untuk pergerakan pinggul bawah sehingga membuat
seseorang dapat berjalan, menari, duduk, dan mengangkat benda. Pinggul
juga memiliki tulang rawan yang mencegah gesekan ketika tulang pinggul
digerakkan. Ligamen menahan sendi pinggul untuk mencegah terjadinya
pemisahan sendi.

B. Saran
1. Dengan terselesaikannya tugas makalah ini kami berharap para pembaca
dapat memahami tentang Askep Gadar Gigitan Hewan dan Nyeri Otot
Pinggul

42
2. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih
mengetahui dan menambah wawasan tentang Askep Gadar Gigitan Hewan
dan Nyeri Otot Pinggul.

43
DAFTAR PUSTAKA

Arnoldy, Safera. 2015. Makalah Gigitan Ular Bab I-IV. (online). Available :
https://www.academia.edu/16663854/MAKALAH_GIGITAN_ULAR_BAB
_I-IV. Diakses pada tanggal 25 September 2018.
Candraswari, Risky. 2018. Apa Itu Nyeri Pinggul. (online). Available :
https://hellosehat.com/penyakit/nyeri-pinggul/. Diakses pada tanggal 25
September 2018

Djoni Djunaedi. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Jakarta: Pusat


Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Kasihsa, Dian. 2013. Askep Gadar Gigitan Binatang. (online). Available


https://www.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang
(diakses tanggal 25 September 2018

Sondi, Dian. 2013. Askep Gadar Giitan Binatang. (online). Available :


https://www.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang.
Diakses pada tanggal 25 September 2018.
Thok, Fian. 2015. Askep Gigitan Binatang. (online). Available :
https://www.scribd.com/document/260918651/ASKEP-GIGITAN-
BINATANG. Diakses pada tanggal 25 September 2018.

44
LAMPIRAN 1

Pathway Gigitan Anjing

Gigitan Anjing

Traumatik jaringan


Terputusnya kontinuitas
jaringan

Kerusakan syaraf perifer


Perdarahan berlebih


Menstimulasi pengeluaran
neurotransmitter Perpindahan cairan intravaskuler
(prostaglandin, histamine, ke ekstravaskuler
bradikinin, serotonin) ↓
↓ Keluarnya cairan tubuh
Serabut eferen (ketidakseimbangan)

↓ ↓

Medula spinalis Kekurangan volume cairan

↓ ↓
Resiko syok
Korteks serebri

Serabut aferen

Nyeri Akut

47
Pathway Gigitan Ular dan Serangga Gigitan Ular, Serangga

Racun Ular Masuk keDalam Tubuh

Toksik Menyebar Melalui Darah Toksik KeJaringan Sekitar Gigitan

Inflamasi

Gangguan System Neurologist Gangguan System Cardiovaskuler Sistem Imun Nyeri

NeuroToksik Reaksi Endotoksik MK : Resiko Infeksi MK :Nyeri Akut

Gangguan Pada Hipotalamus Miokard

Gangguan Sistem Pernapasan

Kontrol Suhu dan Nyeri terganggu Curah Jantung

Osbtruksi Saluran Napas

MK : Penurunan curah jantung


Sesak

MK :Hipertermi Sekresi Mediator Nyeri :Histamin,


Bradinin, Prostaglandin kejaringan Kelumpuhan otot pernafasan
MK : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

MK : Ketidakefektifan pola nafas 48


MK :Nyeri Akut
Pathway Nyeri Otot Pinggul

CIDERA

PERADANGAN PADA BURSA


(TEMPAT MELEKATNYA TENDON)

Akut Kronis

Dinding bursa akan menebal,


Disentuh/digerakkan Bursa terisi oleh cairan terkumpul endapan kalsium padat

Nyeri Bengkak NYERI KRONIS Nyeri menahun

NYERI AKUT Keterbatasan


pergerakan

Atropi otot

Otot lemah

RISIKO CIDERA
49

Anda mungkin juga menyukai