Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA GIGITAN BINATANG DAN SERANGGA

OLEH
KELOMPOK 2 B11-A
1. I Putu Aditya Wardana (183222915)
2. Kadek Ayu Dwi Cesiarini (183222916)
3. Ni Luh Putu Eva Budiantini (183222918)
4. Luh Putu Ratih Artasari (183222919)
5. Made Surya Mahardika (183222920)
6. Ni Nengah Juniarti (183222921)
7. Ni Kadek Rai Widiastuti (183222922)
8. Ni Kadek Sintha Yuliana Sari (183222923)
9. Ni Kadek Yopi Anita (183222924)
10. Ni Ketut Ari Pratiwi (183222925)
11. Ni Ketut Nanik Astari (183222926)
12. Ni Ketut Vera Parasyanti (183222927)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2019
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu”

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi
Wasa atas berkat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
pada Gigitan Binatang dan Serangga” pada mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat di
Stikes Wira Medika Bali ini tepat pada waktunya.

Makalah ini telah kami susun berkat bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak
sehingga dapat terselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena


keterbatasan kemampuan penulis, sehingga masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca, sehingga kami
dapat menyempurnakan makalah ini untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar
bisa lebih baik lagi.

“Om Santih, Santih, Santih, Om”

Denpasar, 24 April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................................1
1.4 Manfaat..........................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Luka Gigitan...........................................................................................3
2.1.1 Definisi.................................................................................................................3
2.1.2 Etiologi.................................................................................................................4
2.1.3 Manifestasi Klinis................................................................................................5
2.1.4 Patofisiologi.........................................................................................................7
2.1.5 Pathway................................................................................................................8
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................9
2.1.7 Penatalaksanaan...................................................................................................9
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Gigitan Serangga Dan Binatang Berbisa............10
2.2.1 Pengkajian..........................................................................................................10
2.2.2 Diagnosa.............................................................................................................14
2.2.3 Intervensi............................................................................................................14
2.2.4 Implementasi......................................................................................................25
2.2.5 Evaluasi..............................................................................................................25
BAB III.....................................................................................................................................26
PENUTUP................................................................................................................................26
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................26
3.2 Saran.............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan
sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan
hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Salah satunya adalah gigitan binatang yang menyebab infeksi yang menyerang
susunan saraf pusat (rabies).
Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan seperti gigitan ular,
anjing, kucing dan monyet maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat
kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan
binatang tersebut. Serangan binatang laut berbahaya merupakan salah satu resiko
yang dihadapi oleh para wisatawan. Binatang laut berbahaya dapat dibagi jadi dua
kelompok yaitu binatang laut yang menggigit dan binatang laut yang menyengat.
Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun
yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti
paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam
organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga
akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi kegawatdaruratan pada gigitan binatang?


2. Apa saja penyebab gigitan binatang berbisa, gigitan, dan gigitan serangga?
3. Apa sajakah manifestasi klinis pasien dengan gigitan binatang?
4. Bagaimanakah patofisiologi pada gigitan binatang?
5. Bagaimanakah pmeriksaan diagnostic pada gigitan binatang?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan gigitan binatang?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi kegawatdaruratan pada gigitan binatang

1
2. Untuk mengetahui penyebab gigitan binatang berbisa, dan gigitan serangga
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pasien dengan gigitan binatang
4. Untuk mengetahui patofisiologi pada gigitan binatang
5. Untuk mengetahui pmeriksaan diagnostic pada gigitan binatang
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan gigitan binatang
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien
dengan gigitan binatang

1.4 Manfaat

Makalah ini dibuat oleh mahasiswa dengan harapan dapat menjadi bahan bacaan
untuk mahasiswa lain dalam memahami konsep dasar penyakit gigitan binatang yang
meliputi pengertian, penyebab, jalannya penyakit sampai dengan penatalaksanaannya.
Selain itu juga untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pasien meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, sampai dengan evaluasi tindakan,
sehingga diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa dalam
melakukan asuhan keperawatan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan pada masyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Luka Gigitan


2.1.1 Definisi

Vulnus morcum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat berupa memar
yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia. Luka gigitan binatang adalah
cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan. Hewan mungkin menggigit untuk
mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk mencari makanan.
Gigitan dan cakaran hewan yang sampai merusak kulit kadang kala dapat
mengakibatkan infeksi. Beberapa luka gigitan perlu ditutup dengan jahitan, sedangkan
beberapa lainnya cukup dibiarkan saja dan sembuh dengan sendirinya. Dalam kasus
tertentu gigitan hewan (terutama oleh hewan liar) dapat menularkan penyakit rabies,
penyakit yang berbahaya terhadap nyawa manusia. Kelelawar, musang juga anjing
menularkan sebagian besar kasus rabies.

Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini dapat
menyebabkan:

a. Kerusakan jaringan secara umum


b. Pendarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
c. Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
d. Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
e. Awal dari peradangan dan gatal-gatal

Gigitan dapat menyebabkan rasa sakit yang signifikan dan cepat dapat
berkembang menjadi infeksi dan kekakuan di tangan. Pengobatan dini dan tepat
adalah kunci untuk meminimalkan potensi masalah dari gigitan. Ketika mendapat
gigitan hewan, bakteri dari mulut mencemari luka. Bakteri ini kemudian dapat
tumbuh di luka dan menyebabkan infeksi. Hasil infeksi berkisar dari
ketidaknyamanan ringan sampai komplikasi yang mengancam jiwa. Berikut ini
merupakan beberapa jenis gigitan hewan yang sering terjadi, antara lain :

3
a. Gigitan Ular
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang
menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan
melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal. Racun ekor
bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik
dan merusak lebih sedikit jaringan.
b. Gigitan Serangga
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan
artropoda penyerang. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk
pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk melindungi sarang mereka. Sebuah
gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari
protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita.
Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang
tersengat.

2.1.2 Etiologi

a. Gigitan Ular
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap
dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae
tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
1) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang
dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan

4
menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel
darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2) Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan
hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi
susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti
saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah
melalui pembuluh limphe.
b. Gigitan Serangga
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu
Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang
beracun biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah,
ini merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara menyuntikan
racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga yang tidak
beracun menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya
yang menimbulkan rasa gatal. Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa
saja yang bisa menimbulkan kelainan kulit yang signifikan. Kelas Arthropoda
yang melakukan gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :
1) Kelas Arachnida : Acarina, Araneae (Laba-Laba), Scorpionidae
(Kalajengking).
2) Kelas Chilopoda dan Diplopoda
Kelas Insecta : Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et
corporis), Coleoptera (Kumbang), Diptera (Nyamuk, lalat), Hemiptera (Kutu
busuk, cimex), Hymenoptera (Semut, Lebah, tawon), Lepidoptera (Kupu-
kupu), Siphonaptera (Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex).

2.1.3 Manifestasi Klinis

a. Gigitan Ular
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa
terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul

5
parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti
envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut darah
adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala
hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi,
bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit
seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing
(urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada
alat saluran pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan
(anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala,
menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil
dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.
b. Gigitan serangga
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang
timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya muncul
dapat berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga
akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti
berkelompok maupun menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada
semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada
awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian
muncul papul-papul.
Papul yang mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi prurigo
nodularis. Vesikel dan bulla dapat muncul yang dapat menyerupai pemphigoid
bullosa, sebab manifestasi klinis yang terjadi juga tergantung dari respon sistem
imun penderita masing-masing. Infeksi sekunder adalah merupakan komplikasi
tersering yang bermanifestasi sebagai folikulitis, selulitis atau limfangitis. Pada
beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul terjadinya
suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok
biasanya disebabkan akibat sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada sengatan serangga lainnya.
Reaksi ini akan mengakibatkan pembengkakan pada muka, kesulitan bernapas,
dan munculnya bercak-bercak yang terasa gatal (urtikaria) pada hampir seluruh
permukaan badan. Prevalensi terjadinya reaksi berat akibat sengatan serangga
adalah kira-kira 0,4%, ada 40 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi

6
ini biasanya mulai 2 sampai 60 menit setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat
dapat menyebabkan terjadinya syok dan kehilangan kesadaran dan bisa
menyebakan kematian nantinya. sehingga diperlukan penanganan yang cepat
terhadap reaksi ini.

2.1.4 Patofisiologi

a. Gigitan Ular
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan
usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur.
Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein yang
dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh darah,
sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular
dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin,
serotonin dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular.
Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya L-arginine esterase menyebabkan
pelepasan bradikinin.
b. Gigitan Serangga
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit,
lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh
sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks.
Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin,
asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh
terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi
yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul yaitu reaksi
emmediate dan reaksi delayed. Reaksi immediate ditandai dengan reaksi lokal atau
reaksi sistemik, timbulnya lesi karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan
atau sengatan serangga dan ekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan
karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D
adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim
Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan merusak lapisan dermis
sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun tersebut

7
Gigitan Ular, Serangga

2.1.5 Pathway
Racun Ular Masuk keDalam Tubuh

Toksik Menyebar Melalui Darah Toksik KeJaringan Sekitar Gigitan

Inflamasi

Gangguan System Neurologist Gangguan System Cardiovaskuler Sistem Imun Nyeri

NeuroToksik Reaksi Endotoksik MK : Resiko Infeksi MK :Nyeri Akut

Gangguan Pada Hipotalamus Miokard

Gangguan Sistem Pernafasan

Kontrol Suhu dan Nyeri terganggu Curah Jantung

Obstruksi Saluran Nafas

MK : Penurunan curah jantung


Sesak

MK :Hipertermi Sekresi Mediator Nyeri :Histamin,


Bradinin, Prostaglandin kejaringan Kelumpuhan otot pernafasan
MK : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

MK : Ketidakefektifan pola nafas


MK :Nyeri Akut

8
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Gigitan Ular
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah
lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah,
BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
b. Gigitan Serangga
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara
sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear.
Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis
ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana
terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga
dilakukan tes tusuk dengan alergen tersangka.

2.1.7 Penatalaksanaan
a. Gigitan Ular
1) Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila
penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan
dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika
penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan
pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam
30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih baik
pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna. Bila
memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika dapat
dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
2) Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan laboratorium
dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang,
waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis,
dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang
hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu
pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.

9
3) Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
4) Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani syok
jika ada.
5) Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila 
syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
6) Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang
menggigit apakah berbisa atau tidak.
b. Gigitan Serangga
Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol terjadinya
infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan utama, campuran
topikal sederhana seperti menthol, fenol, atau camphor bentuk lotion atau gel dapat
membantu untuk mengurangi gatal, dan juga dapat diberikan antihistamin oral
seperti diphenyhidramin 25-50 mg untuk mengurangi rasa gatal. Steroid topikal
dapat digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan.
Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal maupun oral,
dan dapat juga dikompres dengan larutan kalium permanganat.Jika terjadi reaksi
berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan tourniket proksimal dari tempat
gigitan dan dapat diberikan pengenceran Epinefrin 1 : 1000 dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB diberikan secara subkutan dan jika diperlukan dapat diulang sekali atau
dua kali dalam interval waktu 20 menit. Epinefrin dapat juga diberikan
intramuskuler jika syok lebih berat. Dan jika pasien mengalami hipotensi injeksi
intravena 1 : 10.000 dapat dipertimbangkan. Untuk gatal dapat diberikan injeksi
antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50 mg. Pasien dengan
reaksi berat danjurkan untuk beristirahat dan dapat diberikan kortikosteroid
sistemik.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Gigitan Serangga Dan Binatang Berbisa
2.2.1 Pengkajian
1) Biodata
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur,agama, pendidikan, status pernikahan dan alamat
serta identitas penanggungjawab.

10
b) Keluhan utama : nyeri
c) Riwayat sekarang
Riwayat penyakit sekarang: meliputi kapan terjadinya gigitan, tindakan
apa saja yang sudah dilakukan dan sudah dilakukan pengobatan dimana
saja dan juga tanyakan apakah terdapat riwayat pemakaian obat – obatan.
Riwayat penyakit dahulu : tanyakan apakah pernah dirawat dengan
penyakit yang sama atau tidak.
Riwayat penyakit keluarga : tanyakan apakah terdapat penyakit keluarga
seperti jantung, diabetes dan sebagainya
2) Primary Survey
a) Airway : Spasme pada otot muka, bibir, lidah, dan saluran pernapasan.
b) Breathing :
 Kaji kemampuan mengembang paru, adakah pengembangan paru
spontan atau tidak. Apabila dada tidak dapat mengembang secara
sepontan kemunkinan terjadi gangguan fungsi paru.
 Kaji apakah terdapat peningkatan frekuensi pernafasan
 Kaji apakah terdapat nafas dangkal
 Kaji apakah terdapat kelemahan pada otot pernafasan
 Kaji apakah terdapat kesulitan bernafas (sianosis)
Terjadi gangguan pernapasan karena pada bisa ular akan berdampak pada
kelumpuhan otot-otot saluran pernapasan sehingga pola pernapasan pasien
terganggu.
c) Circulation :
 Kaji denyut nadi pasien dengan melakukan palpasi pada nadi, apabila
tidak teraba kemungkinan terjadi gangguan fungsi jantung.
 Kaji apakah terdapat penurunan curah jantung dengan tanda : gelisah,
letergi, takikardi.
 Kaji apakah pasien mengalami sakit kepala, pingsan, berkeringat
banyak, pusing dan mata berkunang – kunang
Perdarahan akibat sifat bisa ular yang bersifat haemolytik. Dimana zat dan
enzim yang toksik dihasilkan bisa akan menyebabkan lisis pada sel darah
merah sehingga terjadi perdarahan. Ditandai dengan luka patukan terus
berdarah, haematom, hematuria, hematemesis, hipotensi.

11
d) Disability : Cek adanya penurunan kesadaran
e) Exposure : Pembengkakan pada daerah gigitan dan kemerahan sampai
dengan perubahan warna kulit, adanya peningkatan suhu tubuh.
3) Secondary Survey
Cek dengan metode AMPLE serta melakukan pemeriksaan fisik :
a) Kepala : bentuk kepala, keadaan kepala
b) Mata : isokor/anisokor, reaksi pupil, konjungtiva anemis/tidak
anemis
c) Hidung : simetris, adanya polip
d) Telinga : bentuk telinga, adanya serumen
e) Mulut : mukosa bibir, simetris.
f) Leher : penggunaan otot bantu pernafasan (sternokleidomastoidius),
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g) Dada : pengembangan dada simetris, adanya suara nafas tambahan
h) Abdomen : simetris, bising usus, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada
massa.
i) Ekstremitas : akral dingin, adanya jejas, udema, kekakuan otot
4) Pengkajian pola fungsional
 Aktifitas dan Istirahat
Gejala : Keletihan,kelemahan,malaise Tanda : Kelemahan,hiporefleksi
 Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi,hipotensi (pada kasus
berat) ,aritmia jantung,pucat, sianosis,keringat banyak.
 Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus
menurun,kerusakan ginjal.
Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat
 Makanan Cairan
Gejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri uluhati
Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak
 Neurosensori
Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur,midriasis,miosis,pupil
mengecil,kram otot/kejang

12
Tanda : Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan, berkonsentrasi kehilangan memori,penurunan tingkat
kesadaran(azotemia), koma,syok.
 Nyaman / Nyeri
Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala
Tanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
 Pernafasan
Gejala : Nafas pendek,depresi napas,hipoksia
Tanda : Takipnoe,dispnoe,peningkatan frekuensi,kusmaul,batuk produktif
 Keamanan
Gejala : Penurunan tingkat kesadaran,koma,syok,asidemia
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat terpapar toksin(obat,racun),obat nefrotik penggunaan
berulang. Kaji kondisi pasien,apabila ada sengatan akan ditemukan :
1. Mendesah
2. Sesak nafas
3. Tenggorokan sakit atau susah berbicara
4. Pingsan atau lemah
5. Infeksi
6. Kemerahan
7. Bengkak
8. Nyeri
9. Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan
Pada gigitan ular dapat ditemukan data :
1. Tampak kebiruan
2. Pingsan
3. Lumpuh
4. Sesak nafas
5. Syok hipovolemik
6. Nyeri kepala
7. Mual dan muntah
8. Nyeri perut
9. Diare

13
10. Keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan

2.2.2 Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi saluran nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d keletihan otot pernafasan
3. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
4. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas
5. Hipertermi b/d sepsis
6. Resiko infeksi b/d penurunan system imun

2.2.3 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
(NIC)
(NOC)
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway Management
bersihan jalan tindakan □ Buka jalan nafas
nafas keperawatan ..x.. jam menggunakan head tilt chin
diharapkan mampu lift atau jaw thrust bila perlu
mempertahankan □ Posisikan pasien untuk
kebersihan jalan nafas memaksimalkan ventilasi
dengan kriteria : □ Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
NOC :
buatan (NPA, OPA, ETT,
Respiratory status : Ventilator)
Airway Patency □ Lakukan fisioterpi dada jika
perlu
□ Respirasi dalam
□ Bersihkan secret dengan
batas normal
suction bila diperlukan
□ Irama pernafasan
□ Auskultasi suara nafas, catat
teratur
adanya suara tambahan
□ Kedalaman
pernafasan normal □ Kolaborasi pemberian
□ Tidak ada oksigen
akumulasi sputum
□ Kolaborasi pemberian obat
□ Batuk
bronkodilator
berkurang/hilang
□ Monitor RR dan status
oksigenasi (frekuensi, irama,
kedalaman dan usaha dalam
bernapas)

14
□ Anjurkan pasien untuk batuk
efektif
□ Berikan nebulizer jika
diperlukan

Asthma Management
□ Tentukan batas dasar
respirasi sebagai pembanding
□ Bandingkan status sebelum
dan selama dirawat di rumah
sakit untuk mengetahui
perubahan status pernapasan
□ Monitor tanda dan gejala
asma
□ Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan usaha dalam
bernapas
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC
pola nafas tindakan
Oxygen Therapy
keperawatan ..x.. jam
diharapkan pola nafas □ Bersihkan mulut, hidung dan
pasien teratur dengan secret trakea
kriteria : □ Pertahankan jalan nafas yang
paten
NOC :
□ Siapkan peralatan oksigenasi
Respiratory status : □ Monitor aliran oksigen
Ventilation □ Monitor respirasi dan status
O2
□ Respirasi dalam
□ Pertahankan posisi pasien
batas normal
□ Monitor volume aliran
(dewasa: 16-
oksigen dan jenis canul yang
20x/menit)
digunakan.
□ Irama pernafasan
□ Monitor keefektifan terapi
teratur
oksigen yang telah diberikan
□ Kedalaman
□ Observasi adanya tanda tanda
pernafasan normal
hipoventilasi
□ Suara perkusi dada
□ Monitor tingkat kecemasan
normal (sonor)
pasien yang kemungkinan
□ Retraksi otot dada
diberikan terapi O2
□ Tidak terdapat

15
orthopnea
□ Taktil fremitus
normal antara dada
kiri dan dada kanan
□ Ekspansi dada
simetris
□ Tidak terdapat
akumulasi sputum
□ Tidak terdapat
penggunaan otot
bantu napas

3. Nyeri akut Setelah dilakukan Analgesic Administration


asuhan keperawatan
□ Tentukan lokasi,
selama ...x….. jam
karakteristik, kualitas, dan
diharapkan nyeri
derajat nyeri sebelum
berkurang dengan
pemberian obat
kriteria hasil:
□ Cek riwayat alergi terhadap
obat
NOC:
□ Pilih analgesik yang tepat
Pain Level atau kombinasi dari analgesik
lebih dari satu jika diperlukan
□ Melaporkan gejala
nyeri berkurang □ Tentukan analgesik yang
□ Melaporkan lama diberikan (narkotik, non-
nyeri berkurang narkotik, atau NSAID)
□ Tidak tampak berdasarkan tipe dan
ekspresi wajah keparahan nyeri
kesakitan
□ Tentukan rute pemberian
□ Tidak gelisah
analgesik dan dosis untuk
□ Respirasi dalam
mendapat hasil yang
batas normal
maksimal
(dewasa: 16-20
kali/menit) □ Pilih rute IV dibandingkan
rute IM untuk pemberian
analgesik secara teratur
melalui injeksi jika
diperlukan

□ Evaluasi efektivitas
pemberian analgesik setelah

16
dilakukan injeksi. Selain itu
observasi efek samping
pemberian analgesik seperti
depresi pernapasan, mual
muntah, mulut kering dan
konstipasi.

□ Monitor vital sign sebelum


dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

4. Penurunan Setelah diberikan Cardiac Care


curah jantung asuhan keperawatan
□ Evaluasi adanya nyeri dada
selama …..x…. jam
(Intesitas, lokasi, rambatan,
diharapkan masalah
durasi, serta faktor yang
penurunan curah
menimbulkan dan
jantung dapat teratasi
meringankan gejala).
dengan kriteria hasil :
□ Monitor EKG untuk perubahan
NOC: ST, jika diperlukan.
□ Lakukan penilaian
Cardiac Pump
komprehenif untuk sirkulasi
Effectiveness
perifer (Cek nadi perifer,
□ Tekanan darah edema,CRT, serta warna dan
sistolik dalam batas temperatur ekstremitas) secara
normal rutin.
□ Tekanan darah □ Monitor tanda-tanda vital
diastolik dalam batas secara teratur.
normal □ Monitor status kardiovaskuler.
□ Heart rate dalam □ Monitor disritmia jantung.
batas normal □ Dokumentasikan disritmia
□ Peningkatan fraksi jantung.
ejeksi □ Catat tanda dan gejala dari
□ Peningkatan nadi penurunan curah jantung.
perifer □ Monitor status repirasi sebagai
□ Tekanan vena sentral gejala dari gagal jantung.
(Central venous □ Monitor abdomen sebagai
pressure) dalam indikasi penurunan perfusi.
batas normal □ Monitor nilai laboratorium
□ Gejala angina terkait (elektrolit).
berkurang □ Monitor fungsi peacemaker,
□ Edema perifer
17
berkurang jika diperlukan.
□ Gejala nausea □ Evaluasi perubahan tekanan
berkurang darah.
□ Tidak mengeluh □ Sediakan terapi antiaritmia
dispnea saat istirahat berdasarkan pada
□ Tidak terjadi kebijaksanaan unit (Contoh
sianosis medikasi antiaritmia,
cardioverion, defibrilator), jika
diperlukan.
Circulation Status
□ Monitor penerimaan atau
□ MAP dalam batas respon pasien terhadap
normal medikasi antiaritmia.
□ PaO2 dalam btas □ Monitor dispnea, keletihan,
normal (60-80 takipnea, ortopnea.
mmHg)
□ PaCO2 dalam batas
Cardiac Care : Acute
normal (35-45
mmHg) □ Monitor kecepatan pompa dan
□ Saturasi O2 dalam ritme jantung.
batas normal (> □ Auskultasi bunyi jantung.
95%) □ Auskultasi paru-paru untuk
□ Capillary Refill crackles atau suara nafas
Time (CRT) dalam tambahan lainnya.
batas normal (< 3 □ Monitor efektifitas terapi
detik) oksigen, jika diperlukan.
□ Monitor faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran oksigen
(PaO2, nilai Hb, dan curah
jantung), jika diperlukan.
□ Monitor status neurologis.
□ Monitor fungsi ginjal (Nilai
BUN dan kreatinin), jika
diperlukan.
□ Administrasikan medikasi
untuk mengurangi atau
mencegah nyeri dan iskemia,
sesuai kebutuhan.

5. Hipertermi Setelah dilakukan NIC :


tindakan
Temperature Regulation
keperawatan ..x.. jam

18
diharapkan mampu □ Monitor suhu paling tidak
mempertahankan suhu setiap 2 jam , sesuai
tubuh dalam rentang kebutuhan
normal dengan kriteria : □ Pasang alat monitor suhu inti
secara kontinu, sesuai
NOC :
kebutuhan
Thermoregulation □ Monitor tekanan darah, nadi,
dan respirasi, sesuai
□ Suhu tubuh
kebutuhan
dalam rentang
□ Monitor suhu dan warna
normal (36,50C
kulit
– 37,50C)
□ Monitor dan laporkan adanya
□ Denyut nadi
tanda dan gejala dari
dalam rentang
hipertermia
normal
□ Tingkatkan intake cairan dan
□ Respirasi dalam
nutrisi adekuat
batas normal (16
□ Instruksikan pasien
– 20x/menit)
bagaimana mencegah
□ Tidak menggigil
keluarnya panas dan
□ Tidak dehidrasi
serangan panas
□ Tidak mengeluh
□ Diskusikan pentingnya
sakit kepala
termoregulasi dan
□ Warna kulit
kemungkinan efek negatif
normal
dari demam yang berlebihan,
Vital Sign sesuai kebuthan
□ Informasikan pasien
□ Suhu tubuh dalam
mengenai indikasi adanya
rentang normal
kelelahan akibat panas dan
(36,5 C – 37,50C)
0

penanganan emergensi yang


□ Denyut jantung
tepat, sesuai kebutuhan
normal (60-100
□ Gunakan matras pendingin,
x/menit)
selimut yang
□ Irama jantung
mensirkulasikan air, mandi
normal
air hangat, kantong es atau
□ Tingkat pernapasan
bantalan jel, dan kateterisasi
dalam rentang
pendingin intravaskuler
normal (16-20
untuk menurunkan suhu
x/menit)
tubuh, sesuai kebutuhan
□ Irama napas
□ Sesuaikan suhu lingkungan
vesikuler
untuk kebutuhan pasien
□ Tekanan darah
□ Berikan medikasi yang tepat
sistolik dalam

19
rentang normal untuk mencegah atau
(90-120 mmHg) mengontrol menggigil
□ Tekanan darah □ Berikan pengobatan
diastolik dalam antipiretik, sesuai kebutuhan
rentang normal
(70-90 mmHg)
□ Kedalaman
Fever Treatment
inspirasi dalam
□ Pantau suhu dan tanda-tanda
rentang normal
vital lainnya
□ Monitor warna kulit dan suhu
Infection Severity □ Monitor asupan dan keluaran,
sadari perubahan kehilangan
□ Tidak ada
cairan yang tak dirasakan
kemerahan
□ Beri obat atau cairan IV
□ Cairan (luka) tidak
(misalnya, antipiretik, agen
berbau busuk
antibakteri, dan agen anti
□ Tidak ada sputum
menggigil )
purulen
□ Tutup pasien dengan selimut
□ Tidak ada rrainase
atau pakaian ringan,
purulent
tergantung pada fase demam
□ Tidak ada piuria/
(yaitu : memberikan selimut
nanah dalam urine
hangat untuk fase dingin ;
□ Suhu tubuh stabil
menyediakan pakaian atau
(36,50C – 37,50C)
linen tempat tidur ringan
□ Tidak ada nyeri
untuk demam dan fase
□ Tidak mengalami
bergejolak /flush)
lethargy
□ Dorong konsumsi cairan
□ Nafsu makan
□ Fasilitasi istirahat, terapkan
normal
pembatasan aktivitas-
□ Jumlah sel darah
aktivitas jika diperlukan
putih normal dalam
□ Berikan oksigen yang sesuai
rentang normal
□ Tingkatkan sirkulasi udara
(4,10 – 11,00
□ Pantau komplikasi-
10^3/µl)
komplikasi yang
berhubungan dengan demam
serta tanda dan gejala kondisi
Hidration
penyebab demam (misalnya,
□ Turgor kulit elastis kejang, penurunan tingkat
□ Membran mukosa kesadaran,ketidakseimbangan
lembab asam basa, dan perubahan
□ Intake cairan abnormalitas sel)

20
adekuat □ Pastikan tanda lain dari
□ Output urin infeksi yang terpantau pada
□ Tidak merasa haus orang karena hanya
□ Warna urin tidak menunjukkan demam ringan
keruh atau tidak demam sama
□ Tekanan darah sekali selama proses infeksi
dalam rentang □ Pastikan langkah keamanan
normal pada pasien yang gelisah
□ Denyut nadi dalam □ Lembabkan bibir dan mukosa
rentang normal dan hidung yang kering
adekuat
□ Tidak ada Vital Sign Monitoring
peningkatan □ Monitor tekanan darah, nadi,
hematokrit suhu, dan status pernapasan
□ Tidak ada dengan tepat
penurunan berat □ Monitor dan laporkan tanda
badan’ dan gejala hipertermia
□ Otot rileks □ Monitor warna kulit, suhu,
□ Tidak mengalami dan kelembaban
diare □ Monitor sianosis sentral dan
□ Suhu tubuh dalam perifer
rentang normal □ Monitor akan adanya kuku
berbentuk clubbing
□ Monitor terkait dengan
adanya tiga tanda Cushing
Reflex (misalnya : tekanan
nadi lebar, bradikardia, dan
peningkatan tekanan darah
sistolik)
□ Identifikasi kemungkinan
perubahan tanda-tanda vital

Infection Control

□ Bersihkan lingkungan dengan


baik setelah digunakan oleh
setiap pasien
□ Ganti peralatan perawatan
per pasien sesuai protokol
institusi
□ Pertahankan teknik isolasi
yang sesuai

21
□ Batasi jumlah pengunjung
□ Annjurkan pasien mengenai
teknik mencuci tangan
dengan tepat
□ Anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan
ruangan pasien
□ Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan yang
sesuai
□ Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
perawatan pasien
□ Pakai sarung tangan
sebagaimana dianjurkan oleh
kebijakan pencegahan
universal
□ Pakai pakaian ganti atau
jubah saat menangani bahan-
bahan yang infeksius
□ Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
□ Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
□ Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
□ Pastikan penanganan aseptik
dari semua saluran IV
□ Gunakan kateter intermiten
untuk mengurangi kejadian
infeksi kandung kemih
□ Berikan terapi antibiotik yang
sesuai
□ Anjurkan pasien meminum
antibiotik seperti yang
diresepkan
□ Ajarkan pasien dan keluarga

22
tanda dan gejala infeksi dan
kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan
kesehatan
□ Ajarkan pasien dan anggota
keluarga cara menghindari
infeksi.

Infection Protection

□ Monitor tanda dan gejala


infeksi sistemik dan lokal
□ Monitor hitung mutlak
granulosit, WBC, dan hasil-
hasil diferensial
□ Monitor kerentanan terhadap
infeksi
□ Batasi jumlah pengunjung
yang sesuai
□ Skrining jumlah pengunjung
terkait penyakit menular
□ Partahankan teknik asepsis
pada pasien yang beresiko
□ Pertahankan teknik isolasi
yang sesuai
□ Berikan perawatan kulit yang
tepat untuk area (yang
mengalami) edema
□ Periksa kulit dan selaput
lender untuk adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrim, atau drainase
□ Periksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka
□ Tingkatkan asupan nutrisi
yang cukup
□ Anjurkan asupan cairan
dengan tepat
□ Anjurkan istirahat
□ Pantau adanya perubahan
tingkat energi atau malaise

23
□ Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik yang
diresepkan
□ Jaga penggunaan antibiotik
dengan bijaksana
□ Jangan mencoba pengobatan
antibiotik untuk infeksi virus
□ Ajarkan pasien dan keluarga
pasien mengenai perbedaan-
perbedaan antara infeksi
virus dan bakteri
□ Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada
pemberi layanan kesehatan
□ Lapor dugaan infeksi pada
personil pengendali infeksi
□ Lapor kultur positif pada
personal pengendali infeksi.

Fluid Management
□ Jaga intake yang adekuat dan
catat output pasien
□ Monitor status hidrasi
(misalnya : membran mukosa
lembab, denyut nadi adekuat,
dan tekanan darah ortostatik)
□ Monitor hasil laboratorium
yang relevan dengan retensi
cairan (misalnya :
peningkatan berat jenis,
peningkatan BUN, penurunan
hematokrit, dan peningkatan
kada osmolalitas urin)
□ Monitor tanda-tanda vital
pasien
□ Monitor perubahan berat
badan pasien
□ Monitor status gizi
□ Distribusikan asupan cairan

24
selama 24 jam
□ Konsultasikan dengan dokter
jika tanda-tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
memburuk

Setelah di berikan asuhan NIC:


6 Resiko infeksi keperawatan ...x... jam Kontrol infeksi
maka di harapkan □ Tingkatkan cuci tangan setiap
dan sebelum melakukan
NOC: tindakan keperawatan.
 Status Imun □ Intruksikan pada pengunjung
 Pengetahuan: Kontrol atau keluarga yang menunggu
infeksi untuk mencuci tangan saat
 Kontrol Resiko berkunjung dan setelah
Kriteria Hasil: berkunjung meninggalkan
pasien.
□ Kemerahan tidak ada □ Hindari prosedur invansif,
□ Cairan(luka) yang instrumen, dan manipulasi
berbau busuk tidak ada kateter tak menetap, kapanpun
mungkin, gunakan teknik
□ Demam tidak ada
aseptik bila merawat /
□ Hipotermia tidak ada
memanipulasi IV / area invansif.
□ Ketidakstabilan suhu
Ubah sisi/ balutan protokol.
tidak ada
Perhatikan edema, drainase
□ Nyeri tidak ada purulen.
□ Menggigil tidak ada □ Monitor TTV untuk anak yang
□ Lethargi tidak ada berusia >6 thn.
□ Hilang nafsu makan □ Berikan terapi antibiotic bila
tidak ada perlu.
□ Leukosit dalam □ Monitor pemeriksaan
rentang normal laboratorium seperti granulosit,
- Bayi-Balita : 5700- WBC
18000 sel/mm. 
- Anak usia 10 tahun :
4500-13500/mm. 
- Dewasa : 4500-10000
sel/mm.

2.2.4 Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun sebelumnya yang disesuaikan dengan diagnosa

25
yang dirumuskan dengan mengacu kepada NOC (Nursing Outcome
Classification) dan NIC (Nursing Intervention Classification).

2.2.5 Evaluasi
Pada akhir pelaksanaan asuhan keperawatan didadapatkan evaluasi.
Evaluasi juga tidak ada kesenjang teori dan kasus. Evaluasi adalah
membandingkan suatu hasil / perbuatan dengan standar untuk tujuan pengambilan
keputusan yang tepat sejauh mana tujuan tercapai.

a. Evaluasi keperawatan : membandingkan efek / hasil suatu tindakan


keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat.
b. Tahap akhir dari proses keperawatan.
c. Menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.
d. Menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi askep.
e. Menentukan efektif / tidaknyatindakan keperawatan dan perkembangan
pasien terhadap masalah kesehatan

26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Prinsip penatalaksanaannya sama dengan penatalaksanaan pada penderita
keracunan karena gigitan binatang secara umum adalah: Nilai Airway, Breathing,
Circulation, Symptomatis, Antidot. Jadi yang harus diperhatikan pada penderita
gigitan binatang adalah monitor dan catat setiap perubahan-perubahan yang terjadi
pada ABC

3.2 Saran
Dengan terselesaikannya tugas makalah ini penulis berharap mahasiswa,
perawat atau tenaga medis lainnya agar dapat lebih memahami dan mengerti
mengenai konsep penyakit gigitan binatang dan konsep asuhan keperawatan pada
pasien gigitan binatang sehingga dapat mengaplikasikan secara langsung di dalam
melakukan asuhan keperawatan terhadap klien

27
DAFTAR PUSTAKA
Arnoldy, Safera. 2015. Makalah Gigitan Ular Bab I-IV. (online). Available :
https://www.academia.edu/16663854/MAKALAH_GIGITAN_ULAR_BAB_I-IV.
Diakses pada tanggal 23 Oktober 2017.

Bulechek, Gloria M. Butcher, Howard K. Dochterman, Joanne. Wagner, Cherly. 2013.


Nursing Intervensions Classification (NIC). USA : ELSEVIER.

Djoni Djunaedi. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam.

Kasihsa, Dian. 2013. Askep Gadar Gigitan Binatang. (online). Available :


https://www.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang. Diakeses
pada tanggal 24 april 2019

Moorhead, Sue. Johnson, Mario. Maas, Meridean. Swanson, Elizabeth. 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC). USA : ELSEVIER
Thok, Fian. 2015. Askep Gigitan Binatang. (online). Available :
https://www.scribd.com/document/260918651/ASKEP-GIGITAN-BINATANG.
Diakses pada tanggal 24 April 2019.

Wiratni, Ayu. 2017. Pathway Gigitan Binatang. (Online) Available :


https://www.scribd.com/document/338433722/Pathway-Gigitan-Binatang, diakses
pada tanggal 14 Oktober pukul 07.00 Wita

28

Anda mungkin juga menyukai