Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

“DIAGNOSTIK DAN TERAPI PADA HIPOTIROID”

OLEH :
KELAS B11-A
KELOMPOK 2
1. I GUSTI AYU SELVIA YASMINI (183222911)
2. I KADEK APRIANA (183222913)
3. I MADE DWI SATWIKA WIRA PUTRA (183222914)
4. MADE SURYA MAHARDIKA (183222920)
5. NI KADEK SINTHA YULIANA SARI (183222923)
6. NI KETUT NANIK ASTARI (183222926)
7. NI LUH PUTU EKA RASNUARI (183222931)
8. NI PUTU AYU SWASTININGSIH (183222939)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2018
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Diagnostic Dan Terapi Pada Hipotiroid” ini tepat pada waktunya. Adapun
makalah ini merupakan salah satu tugas dari Keperawatan Medikal Bedah.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak
yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber
lainnya sehingga tugas ini bias terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki.
Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat
memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 1 Desember 2018

Penulis

1
2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................................1
1.4 Manfaat......................................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
2.1 Definisi Hipotiroid.....................................................................................................................2
2.2 Epidemologi...............................................................................................................................2
2.3 Etiologi.......................................................................................................................................3
2.4 Gejala Klinis..............................................................................................................................4
2.5 Pemeriksaan Fisik......................................................................................................................6
2.6 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................................................6
2.7 Diagnosis/Kriteria Diagnosis......................................................................................................8
2.8 Terapi/Penatalaksanaan............................................................................................................11
BAB III................................................................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut :

a. Apa pengertian dari penyakit hipotiroid?

b. Bagaimana epidemologi dari penyakit hipotiroid?

c. Apa etiologi dari penyakit hipotiroid?

d. Bagaimana gejala klinis dari penyakit hipotiroid?

e. Bagaimana pemeriksaan fisik pada penyakit hipotiroid?

f. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipotiroi?

g. Bagaimana diagnosis/kriteria diagnosis pada penyakit hipotiroid?

h. Bagaimana terapi/penatalaksanaan dari penyakit hipotiroid?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit hipotiroid

b. Untuk mengetahui bagaimana epidemologi dari penyakit hipotiroid

c. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari penyakit hipotiroid

d. Untuk mengetahui bagaimana gejala klinis penyakit hipotiroid

e. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik dari penyakit hipotiroid

f. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit hipotiroid

1
g. Untuk mengetahui diagnosis/kriteria diagnosis dari penyakit hipotiroid

h. Untuk mengetahui bagaimana terapi/penatalaksanaan untuk penyakit hipotiroid

1.4 Manfaat
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai diagnostic dan terapi pada hipotiroid.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hipotiroid
Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh konsentrasi
hormon tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh
secara umum. Kejadian hipotiroidisme sangat bervariasi , dipengaruhi oleh faktor
geografik dan lingkungan seperti asupan iodium dan goitrogen, predisposisi genetik dan
usia
Hipotiroidisme adalah keadaan defisiensi hormon tiroid (TH) yang menyebabkan
metabolisme tubuh berjalan lambat, penurunan produksi panas, dan penurunan konsumsi
oksigen dijaringan. Aktivitas yang lambat di kelenjar tiroid mungkin sebagai akibat
disfungsi tirodi primer, atau kejadian sekunder akibat disfungsi hipofisis anterior. (Chang,
2010).
2.2 Epidemologi
Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan
lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu
juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia
penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu
dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah
tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per 1000,
sedangkan prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000. Hipotiroidisme
umumnya lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian
hipotiroidisme primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per
1000 penduduk untuk pria.

The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang
melakukan survey pada 17.353 individu yang mewakili populasi di Amerika Serikat
melaporkan frekuensi hipotiroidisme sebesar 4,6% dari populasi (0,3% dengan klinis jelas
dan 4,3% sub klinis). Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan ukuran tubuh yang
kecil saat lahir dan indeks massa tubuh yang rendah pada masa kanak-kanak. Dan
prevalensi hipotiroidisme ini lebih tinggi pada ras kulit putih (5,1%) di bandingkan
dengan ras hispanik (4,1%) dan Afrika-Amerika (1,7%).

Hipotiroidisme merupakan suatu penyakit kronik yang sering ditemukan di


masyarakat. Diperkirakan prevalensinya cukup tinggi di Indonesia mengingat sebagian
besar penduduk bermukim didaerah defesiensi iodium. Sebaliknya di negara-negara
Barat, penyebab tersering adalah tiroiditis autoimun.

3
2.3 Etiologi
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang sangat umum. Diperkirakan bahwa 3%
sampai 5% dari populasi mempunyai beberapa bentuk hipotiroid. Kondisi yang lebih
umum terjadi pada wanita dari pada pria dan kejadian-kejadiannya meningkat sesuai
dengan umur.

Kerusakan tiroid dapat terjadi karena,

1. Operasi, Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil),


subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan
hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan
40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga
akibat proses autoimun yang mendasarinya.
2. Radiasi, Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan
lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian
RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat
terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun
pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi.
3. Tiroiditis autoimun, Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan
antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-
antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme.
Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon
imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun
dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok.
Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.
4. Tiroiditis subakut, (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil.
Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan
terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan
hipotiroidisme sepintas.
5. Dishormogenesis, Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses
hormogenesis (pembentukan hormon). Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif.
Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme
neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu
1. Hipotiroid primer
2. Mungkin disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang
kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan

4
atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit
hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.
3. Hipotiroid sekunder
Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari
kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH)
meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini
dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid.
4. Hipotiroid tertier/ pusat
Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid
releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk
mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif
lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic
dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini
mengalah pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air
yang berkurang dan iodine.
Sporadik goiter tidak menyempit ke area geografik lain. Biasanya disebabkan oleh:
- Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine yang salah .
- Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi goiter yang
menghambat produksi T4 ) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik, bayam,
kacang polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik
glikosida
- Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas ( Propylthiracil ) thocarbomen,
( Aminothiazole, tolbutamid ).

2.4 Gejala Klinis


Gejala-gejala hipotiroid adalah seringkali tidak kelihatan. Mereka tidak spesifik
(yang berarti mereka dapat meniru gejala-gejala dari banyak kondisi-kondisi lain) dan
adalah seringkali dihubungkan pada penuaan. Pasien-pasien dengan hipotiroid ringan
mungkin tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala. Gejala-gejala umumnya
menjadi lebih nyata ketika kondisinya memburuk dan mayoritas dari keluhan-keluhan ini
berhubungan dengan suatu perlambatan metabolisme tubuh. Gejala-gejala umum sebagai
berikut :
 Kelelahan
 Depresi
 Ketidaktoleranan dingin ( hypotermi )
 Konstipasi
 Tingkat-tingkat kolesterol yag meningkat
 Sakit-sakit dan nyeri-nyeri yang samar-samar

5
Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat
lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa ini
sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema
Gejala yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak tahan
dingin, berat badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang otot. Pengaruh
hipotiroidisme pada berbagai sistem organ dapat dilihat pada tabel. (Syahbuddin,2009)
Tabel gejala klinis hipotiroidisme berdasarkan sistem organ

Organ/ Sistem Organ Keluhan/Gejala/Kelainan

Kardiovaskuler Bradikardia

Gangguan kontraktilitas

Penurunan Curah jantung

Kardiomegali ( paling banyak disebabkan oleh efusi perikard)

Respirasi Sesak dengan aktivitas

Gangguan respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia

Hipoventilasi

Sleep apnea

Efusi Pleura

Gastrointestinal Anoreksia

Penurunan peristaltik usus  konstipasi kronik, impaksi feses dan

Ileus

Ginjal (air dan Penurunan laju filtrasi ginjal

elektrolit) Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan  intoksikasi

cairan dan hiponatremia

Hematologi Anemia, disebabkan:

Gangguan sintesis hemoglobin karena defisiensi tiroksin


6
Defisiensi besi karena hilangnya besi pada menoragia dan

gangguan absorbsi besi

Defisiensi asam folat karena gangguan absorbsi asam folat

Anemia pernisiosa

Neuromuskular Kelemahan otot proksimal

Berkurangnya refleks

Gerakan otot melambat

Kesemutan

Psikiatri Depresi

Gangguan memori

Gangguan kepribadian

Endokrin Gangguan pembentukan estrogen  gangguan ekskresi FSH dan

LH, siklus anovulatoar, infertilitas, menoragia

Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang jarang
dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan mengancam jiwa. Terjadi pada
pasien yang lama menderita hipotiroidisme berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat
mekanisme adaptasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema
ditegakkan dengan :

1. Tanda dan gejala klinis keadaan hipotiroidisme dekompensata.


2. Perubahan mental, letargi, tidur berkepanjangan (20 jam atau lebih).
3. Defek termoregulasi, hipotermia
4. Terdapat faktor presipitasi : kedinginan, infeksi, obat-obatan (diuretik, tranguilizer,
sedatif, analgetik), trauma, stroke, gagal jantung, perdarahan saluran cerna

2.5 Pemeriksaan Fisik


a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata,
wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak

7
menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit
kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun.
c. Perbesaran jantung.
d. Disritmia dan hipotensi.
e. Parastesia dan reflek tendon menurun.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan laboratoruim yang didapat pada pasien hipotiroidisme didapatkan hasil


sebagai berikut:

a. T3 dan T4 serum menurun.


b. TSH meningkat pada hipotiroid primer.
c. TSH rendah pada hipotiroid sekunder.
- Kegalan hipofisis: respon TSH terhadap TRH mendatar.
- Penyakit Hipotalamus: TSH dan TRH meningkat.
d. Titer autoantibody tiroid tinggi pada >80% kasus.
e. Peningkat kolestrol.
f. Pembesaran jantung pada sinar X dada.
g. EKG menunjukan sinus bradikardi rendahnya voltase kompleks QRS dan
gelombang T datar atau inverse

2. Pemeriksaan TSH

Diproduksi kelenjar hipofise merangsang kelenjar tiroid untuk membuat dan


mengeluarkan hormon tiroid. Saat kadar hormon tiroid menurun, maka TSH akan
menurun. Pemeriksaan TSH menggunakan uji sensitif merupakan scirining awal yang
direkomendasikan saat dicurigai penyakit tiroid. Dengan mengetahui kadar TSH, maka
dapat dibedakan anatara pasien hipotiroid,hipertiroid dan orang normal. Pada dasar nya
TSH normal dapat menyingkirkan penyakit tiroid primer. Kadar TSH meningkat
sehingga terjadi hipotiroid.

Uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan hipotiroidisme masih disuspek),
sbb:

- free triiodothyronine (fT3)

- free levothyroxine (fT4)

- total T3

8
- total T4

- 24 hour urine free T3

3. Radiologis

USG atau CT scan tiroid (menunjukkan ada tidaknya goiter), X-foto tengkorak
(menunjukkan kerusakan hipotalamus atau hipofisis anterior), dan Tiroid scintigrafi.

Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan


dalam pertumbuhan,disgenesisepifis dan keterlambatan perkembangan gigi.

 Tiroid scintigrafi, membantu memperjelas penyebab yang mendasari bayi dengan


hipotiroidisme kongenital. Pasien meminum radioaktif yodium atau technetium dan
ditunggu hingga substansi tersebut ada pada kelenjar tiroid. Jika tiroid berfungsi
maka akan terlihat level penyerapan yang sama pada seluruh kelenjar tiroid. Bila
ada aktivitas berlebih akan terlihat daerah berwarana putih. Sedangkan area yang
kurang aktif akan terlihat lebih gelap.

 Umur tulang (bone age), adanya retardasi perkembangan tulang misalnya


disgenesis epifise atau deformitas veterbra.

 X-foto tengkorak, menunjukkan adanya fontanella besar dan sutura yang melebar,
tulang antar sutura (wormian) biasanya ada, terlihatnya sella tursika yang
membesar dan bulat, dan mungkin terlihat adanya erosi dan penipisan.

4. Scan technetium

Scan technetium untuk mengetahui ukuran kelenjar dan mendeteksi adanya nodul
“panas” atau “dingin”. Sejak uji TSH, TRH dan uji supresi dapat mendeteksi supresi
TSH, uji TRH dan uji supresi TSH jarang dianjurkan pada neonatus.

5. Pemeriksaan sidik tiroid.

Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral

9
dan setelah 24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang
ditangkap oleh tiroid.

Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu :

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan


sekitarnya.Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan
ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.

6. Protein Bound Iodine (PBI)

PBI bertujuan untuk mengukur Iodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai
normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Specimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak
5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.

7. Laju Metabolisme Basal (BMR)

BMR bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang
dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu.

2.7 Diagnosis/Kriteria Diagnosis


Terdapat tiga pegangan klinis untuk mencurigai adanya hipotiroidisme, yaitu
apabila ditemukan :

1. Klinis keluhan-keluhan dan gejala fisik akibat defisiensi hormon tiroid.

2. Tanda-tanda adanya keterpaparan atau defisiensi, pengobatan ataupun etiologi dan


risiko penyakit yang dapat menjurus kepada kegagalan tiroid dan hipofisis.

3. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit


tiroiditis autoimun kronis.

10
Kegagalan produksi hormon tiroid menyebabkan penurunan kadar T4 serum,
sedangkan penurunan kadar T3 baru terjadi pada hipotiroidisme berat. Pada hipotiroidisme
primer ditemukan penurunan kadar T4 sedangkan TSH serum meningkat. Pada
hipotiroidisme sentral , disamping kadar T4 serum rendah, terdapat kadar TSH yang rendah
atau normal. Untuk membedakan hipotiroidisme sekunder dengan tersier diperlukan
pemeriksaan TRH.

Diagnosis hipotiroidisme dipastikan oleh adanya peningkatan kadar TSH serum.


Apabila kadar TSH meningkat akan tetapi kadar FT4 normal, keadaan itu disebut
hipotiroidisme sub klinik . Biasanya peningkatan kadar TSH pada hipotiroidisme subklinik
berkisar antara 5-10 mU/L sehingga disebut juga hipotiroidisme ringan. Kadar T3 biasanya
dalam batas normal, sehingga pemeriksaan kadar T3 serum tidak membantu untuk
menegakkan diagnosis hipotiroidisme. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada algoritma
dibawah ini.

Dugaan klinis hipotiroidisme

Test T4 dan TSH serum

T4↓ , TSH↑ T4 N , TSH↑ T4↓ , TSH N/↓ T4 N , TSH N

Hipotiroidisme Hipotiroidisme Hipotiroidisme Normal

Primer subklinik sentral

Test TRH

11
T4↑↑ , TSH↑↑ T4↑ , TSH↑ Respon (-)

Hipotiroidisme Hipotiroidisme Hipotiroidisme

Primer Tersier Sekunder

Gambar 1. Algoritma penegakan diagnosis hipotiroidisme

Euthyroid sick syndrome (ESS)


Kelenjar tiroid akan menghasilkan dua macam hormon tiroid yaitu triiodotironin (T3)
dan tetraiodotionin (T4). T3 merupakan bentuk biologi aktif dari hormon tiroid (memiliki
lima kali lebih aktif bentuk biologinya dari T4), yang dihasilkan secara langsung dari
metabolisme tiroksin yang didapat dari konversi T4 di perifer. Hanya 35-40% dari T4 ini
yang akan dikonversi menjadi T3 diperifer, 50% dari T4 ini akan dikonversi menjadi bentuk
rT3.

Pada keadaan penyakit sistemik, stres fisiologik dan pemakaian obat-obatan dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer sehingga kadar T4 dan T3 serum akan
menurun. Hal ini dapat menimbulkan keadaan hipotiroidisme, dan keadaan seperti ini disebut
dengan “ euthyroid sick syndrome” (ESS).

Diagnosa Banding
1. Struma difus toksik (basedow = grave’s disease)
Merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang umumnya difus. Terdapat gejala hipertiroid
yang jelas berupa berdebar- debar, gelisah, palpitasi, banyak keringat, kulit halus dan
hangat, kadang- kadang ditemukan exopthalmus.
2. Struma nodosa non toksik
Disebabkan oleh kekurangan yodium dalam makanan (biasanya didaerah pegunungan)
atau dishormogenesis (defek bawaan).
3. Tiroiditis sub akut
Biasanya sehabis infeksi saluran pernafasan. Pembesaran yang terjadi simetris dan nyeri
disertai penurunan berat badan,disfagia, nervositas, dan otalgia.
4. Tiroiditis riedel

12
Terutama pada wanita < 20 tahun. Gejalanya terdapat nyeri, disfagia, paralisis laring, dan
pembesaran tiroid unilateral yang keras seperti batu atau papan yang melekat dengan
jaringan sekitarnya. Kadang sukar dibedakan kecuali dengan pemeriksaan histopatologi
dan hipotiroid.
5. Struma hashimoto
Sering pada wanita. Merupakan penyakit autoimun, biasanya ditandai dengan benjolan
struma difusa disertai dengan keadaan hipotiroid, tanpa rasa nyeri.
6. Adenoma paratiroid
Biasanya tidak teraba dan terdapat perubahan kadar kalsium dan fosfor.
7. Karsinoma paratiroid
Biasanya teraba, terdapat metastasis ketulang, kadar kalsium naik dan batu ginjal dapat
ditemukan.
8. Metastasis tumor
9. Teratoma
Biasanya pada anak- anak dan berbatasan dengan kelenjar tiroid.
10. Limfoma malignum
11. Mongolisme
Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan faal tiroid
secara rutin.
Epikantus (+)
Makroglosi (+)
Miksedema (-)
Retardasi motorik dan mental
”Kariotyping”, Trisomi 21
12. Sebab-sebab hipotiroid :
Sebab-sebab bawaan (kongenital) :
- Disgenetik kelenjar tiroid: ektopik, agenesis, aplasi atau hipoplasi.
- Dishormonogenesis.
- ’Hypothalamic-pituitary hypothyroidism’.
Bersifat sementara :
- Induksi obat-obatan.
- Antibodi maternal.
- Idiopatik.
Ibu mendapat
- Bahan goitrogen
- Pengobatan yodium radio-aktif.
Sebab-sebab yang didapat (”acquired”):
- Tiroiditis limfositik menahun.
- Bahan-bahan goitrogen (yodium, tiourasil, dsb).
- Tiroidektomi.
- Penyakit infiltratif (sistinosis, histiositosis-X).
- Defisiensi yodium (gondok endemik).
- “Euthyroid sick syndrome”.
- Hipopituitarisme

13
2.8 Terapi/Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya
dalam dosis rendah sejumlah 50µg/hari dan setelah beberapa hari atau minggu sedikit
demi sedikit ditingkatkan samapi akhirnya mencapai dosis pemeliharaan maksimal
sejumlah 200 µg/hari. Pengukuran kadar tiroksin serum dan pengambilan resin T3 dan
kadar TSH penderita hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk menentukan
manfaat terapi pengganti. Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan
hormone tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek
samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali
normal. Obat ini biasnaya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti
hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan
saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan. Dalam
keadaan darurat(misalnya koma miksedem), hormone tiroid bisa diberikan secara
intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormone tiroid,
yaitu dengan memberikan sediaan per oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah
hormone tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh
dari kelenjar tiroid hewan)
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormone tiroid dosis
rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius.
Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Pengobatan
selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid.
Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka
dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
2. Terapi sulih hormone
Terapi sulih hormon, obat pilihannya adalah sodium levo-thyroxine. Bila fasilitas
untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut :
Umur Dosis g/kgBB/hari
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
2-12 tahun 4-5
>12 tahun 2-3
a. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic
trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu. Bila ada
perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian ±
100µg/m2/hari
b. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4,
dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid
3. Pembedahan
Tiroidektomi dilaksanakan apabila goiternya besae dan menekan jaringan sekitar.
Tekanan pada trakea dan esophagus dapat mengakibatkan inspirasi stridor dan
disfagia. Tekanan pada laring dapat mengakibatkan suara serak

14
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Pembaca diharapkan dalam membaca makalah ini dapat lebih tahu dan memahami
tentang pentingnya diagnostic dan terapi pada hipotiroid secara dini sehingga pemahaman
itu dapat diinformasikan kepada orang awam dan dapat diaplikasikan untuk diri sendiri
dan dilingkungan. Selain itu penulis mengharapkan saran yang membangun yang dapat
menjadi motivasi dalam pembuatan makalah-makalah berikutnya sehingga dalam
pembuatan makalah berikutnya penulis lebih teliti dan lebih baik lagi dalam
menyampaikan informasi dalam bentuk tertulis seperti makalah ini

16
DAFTAR PUSTAKA

Adler SM, Wartofsky L. The non thyroidal illness syndrome. WashingtonEndocrinol metab
Clin N Am. 2007; 36: 657-672
Bharaktiya S, Orlander PR, Woodhouse WR, et al. Hypothyroidism. In: eMedicine
Specialties. http://www.emedicine.com, last update oct 12, 2007
Chang, Esther.2010.Patofisiologi:Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.Jakarta : EGC
Guerrero EB, Kramer DC, Schwinn DA. Effect of chronic and acute thyroid hormone
reduction on perioperative outcome. New York. Anesth analg. 1997; 85: 30-36
Nurarif, Amid H, Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2. Jogjakarta : Penerbit Medication Jogja
Purnamasari D, Subekti I. 2007. Penyakit tiroid. Dalam: Mansjoer A, Sudoyo AW, Rinaldi I,
et al. Kedokteran perioperatif evaluasi dan tatalaksana dibidang ilmu penyakit dalam.
Pusat penerbit ilmu penyakit dalam FKUI. Jakarta. Interna publishing.. 181-188
Soewondo P, Cahyanur R. 2008. Hipotiroidisme dan gangguan akibat kekurangan yodium.
Dalam : Penatalaksanaan penyakit-penyakit tiroid bagi dokter. Departemen ilmu
penyakit dalam FKUI/RSUPNCM. Jakarta. Intetan Berna publishing.14-21
Sumual AR, Langi Y.2007. Hipotiroidisme. Dalam: Djokomoeljanto, editor. Buku ajar
tiroidologi klinik. Semarang. Badan penerbit Universitas Diponegoro. 295-317
Syahbuddin S. 2005. Hipotiroidisme: etiologi, patofisiologi dan pengobatan. Dalam: Naskah
lengkap temu ilmiah dan simposium nasional IV penyakit kelenjar tiroid. Ed.
Djokomoeljanto R dkk. Semarang. Badan penerbit Universitas diponegoro .167-178
Syahbuddin S. 2009. Diagnosis dan pengobatan hipotiroidisme. Dalam: Djokomoeljanto R,
nd
Darmono, Suhartono T, GD Pemayun T, Nugroho KH,editors. The 2 Thyroidologi
Update 2009. Semarang. Badan penerbit Universitas Diponegoro. 197-205
McCullough D. Screening for thyroid disease. Recommended statement. Annals of Int med,
2004; 140(2): 125-127
Vaidya B, Pearce Simon HS. Management of hypothyroidism in adult. BMJ. 2008; 337: 284-
289.

17

Anda mungkin juga menyukai