OLEH :
KELAS B11-A
KELOMPOK 2
1. I GUSTI AYU SELVIA YASMINI (183222911)
2. I KADEK APRIANA (183222913)
3. I MADE DWI SATWIKA WIRA PUTRA (183222914)
4. MADE SURYA MAHARDIKA (183222920)
5. NI KADEK SINTHA YULIANA SARI (183222923)
6. NI KETUT NANIK ASTARI (183222926)
7. NI LUH PUTU EKA RASNUARI (183222931)
8. NI PUTU AYU SWASTININGSIH (183222939)
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “Diagnostic Dan Terapi Pada Hipotiroid” ini tepat pada waktunya. Adapun
makalah ini merupakan salah satu tugas dari Keperawatan Medikal Bedah.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak
yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber
lainnya sehingga tugas ini bias terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki.
Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat
memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
Penulis
1
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................................1
1.4 Manfaat......................................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
2.1 Definisi Hipotiroid.....................................................................................................................2
2.2 Epidemologi...............................................................................................................................2
2.3 Etiologi.......................................................................................................................................3
2.4 Gejala Klinis..............................................................................................................................4
2.5 Pemeriksaan Fisik......................................................................................................................6
2.6 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................................................6
2.7 Diagnosis/Kriteria Diagnosis......................................................................................................8
2.8 Terapi/Penatalaksanaan............................................................................................................11
BAB III................................................................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................13
3.2 Saran........................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu sebagai berikut :
1
g. Untuk mengetahui diagnosis/kriteria diagnosis dari penyakit hipotiroid
1.4 Manfaat
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai diagnostic dan terapi pada hipotiroid.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hipotiroid
Hipotiroidisme adalah kumpulan sindroma yang disebabkan oleh konsentrasi
hormon tiroid yang rendah sehingga mengakibatkan penurunan laju metabolisme tubuh
secara umum. Kejadian hipotiroidisme sangat bervariasi , dipengaruhi oleh faktor
geografik dan lingkungan seperti asupan iodium dan goitrogen, predisposisi genetik dan
usia
Hipotiroidisme adalah keadaan defisiensi hormon tiroid (TH) yang menyebabkan
metabolisme tubuh berjalan lambat, penurunan produksi panas, dan penurunan konsumsi
oksigen dijaringan. Aktivitas yang lambat di kelenjar tiroid mungkin sebagai akibat
disfungsi tirodi primer, atau kejadian sekunder akibat disfungsi hipofisis anterior. (Chang,
2010).
2.2 Epidemologi
Insidensi hipotiroidisme bervariasi tergantung kepada faktor geografik dan
lingkungan seperti kadar iodium dalam makanan dan asupan zat goitrogenik. Selain itu
juga berperan faktor genetik dan distribusi usia dalam populasi tersebut. Diseluruh dunia
penyebab hipotiroidisme terbanyak adalah akibat kekurangan iodium. Sementara itu
dinegara-negara dengan asupan iodium yang mencukupi, penyebab tersering adalah
tiroiditis autoimun. Di daerah endemik, prevalensi hipotiroidisme adalah 5 per 1000,
sedangkan prevalensi hipotiroidisme subklinis sebesar 15 per 1000. Hipotiroidisme
umumnya lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan angka kejadian
hipotiroidisme primer di Amerika adalah 3,5 per 1000 penduduk untuk wanita dan 0,6 per
1000 penduduk untuk pria.
The Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) yang
melakukan survey pada 17.353 individu yang mewakili populasi di Amerika Serikat
melaporkan frekuensi hipotiroidisme sebesar 4,6% dari populasi (0,3% dengan klinis jelas
dan 4,3% sub klinis). Lebih banyak ditemukan pada wanita dengan ukuran tubuh yang
kecil saat lahir dan indeks massa tubuh yang rendah pada masa kanak-kanak. Dan
prevalensi hipotiroidisme ini lebih tinggi pada ras kulit putih (5,1%) di bandingkan
dengan ras hispanik (4,1%) dan Afrika-Amerika (1,7%).
3
2.3 Etiologi
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang sangat umum. Diperkirakan bahwa 3%
sampai 5% dari populasi mempunyai beberapa bentuk hipotiroid. Kondisi yang lebih
umum terjadi pada wanita dari pada pria dan kejadian-kejadiannya meningkat sesuai
dengan umur.
4
atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit
hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis.
3. Hipotiroid sekunder
Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari
kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH)
meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini
dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid.
4. Hipotiroid tertier/ pusat
Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid
releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk
mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif
lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic
dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini
mengalah pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air
yang berkurang dan iodine.
Sporadik goiter tidak menyempit ke area geografik lain. Biasanya disebabkan oleh:
- Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine yang salah .
- Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen ( agen produksi goiter yang
menghambat produksi T4 ) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik, bayam,
kacang polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik
glikosida
- Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas ( Propylthiracil ) thocarbomen,
( Aminothiazole, tolbutamid ).
5
Spektrum gambaran klinik hipotiroidisme sangat lebar, mulai dari keluhan cepat
lelah atau mudah lupa sampai gangguan kesadaran berat (koma miksedema). Dewasa ini
sangat jarang ditemukan kasus-kasus dengan koma miksedema
Gejala yang sering dikeluhkan pada usia dewasa adalah cepat lelah, tidak tahan
dingin, berat badan naik, konstipasi, gangguan siklus haid dan kejang otot. Pengaruh
hipotiroidisme pada berbagai sistem organ dapat dilihat pada tabel. (Syahbuddin,2009)
Tabel gejala klinis hipotiroidisme berdasarkan sistem organ
Kardiovaskuler Bradikardia
Gangguan kontraktilitas
Hipoventilasi
Sleep apnea
Efusi Pleura
Gastrointestinal Anoreksia
Ileus
Anemia pernisiosa
Berkurangnya refleks
Kesemutan
Psikiatri Depresi
Gangguan memori
Gangguan kepribadian
Koma miksedema merupakan salah satu keadaan klinis hipotiroidisme yang jarang
dijumpai dan merupakan merupakan keadaan yang kritis dan mengancam jiwa. Terjadi pada
pasien yang lama menderita hipotiroidisme berat tanpa pengobatan sehingga suatu saat
mekanisme adaptasi tidak dapat lagi mempertahankan homeostasis tubuh. Koma miksedema
ditegakkan dengan :
7
menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit
kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun.
c. Perbesaran jantung.
d. Disritmia dan hipotensi.
e. Parastesia dan reflek tendon menurun.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
2. Pemeriksaan TSH
Uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan hipotiroidisme masih disuspek),
sbb:
- total T3
8
- total T4
3. Radiologis
USG atau CT scan tiroid (menunjukkan ada tidaknya goiter), X-foto tengkorak
(menunjukkan kerusakan hipotalamus atau hipofisis anterior), dan Tiroid scintigrafi.
X-foto tengkorak, menunjukkan adanya fontanella besar dan sutura yang melebar,
tulang antar sutura (wormian) biasanya ada, terlihatnya sella tursika yang
membesar dan bulat, dan mungkin terlihat adanya erosi dan penipisan.
4. Scan technetium
Scan technetium untuk mengetahui ukuran kelenjar dan mendeteksi adanya nodul
“panas” atau “dingin”. Sejak uji TSH, TRH dan uji supresi dapat mendeteksi supresi
TSH, uji TRH dan uji supresi TSH jarang dianjurkan pada neonatus.
Hasil pemeriksaan dengan radioisotope adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Na peroral
9
dan setelah 24 jam secara foto grafik ditentukan konsentrasi yadium radioaktif yang
ditangkap oleh tiroid.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan
ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi
nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan apakah nodul itu ganas atau jinak.
PBI bertujuan untuk mengukur Iodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai
normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Specimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak
5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.
BMR bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang
dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu.
10
Kegagalan produksi hormon tiroid menyebabkan penurunan kadar T4 serum,
sedangkan penurunan kadar T3 baru terjadi pada hipotiroidisme berat. Pada hipotiroidisme
primer ditemukan penurunan kadar T4 sedangkan TSH serum meningkat. Pada
hipotiroidisme sentral , disamping kadar T4 serum rendah, terdapat kadar TSH yang rendah
atau normal. Untuk membedakan hipotiroidisme sekunder dengan tersier diperlukan
pemeriksaan TRH.
Test TRH
11
T4↑↑ , TSH↑↑ T4↑ , TSH↑ Respon (-)
Pada keadaan penyakit sistemik, stres fisiologik dan pemakaian obat-obatan dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer sehingga kadar T4 dan T3 serum akan
menurun. Hal ini dapat menimbulkan keadaan hipotiroidisme, dan keadaan seperti ini disebut
dengan “ euthyroid sick syndrome” (ESS).
Diagnosa Banding
1. Struma difus toksik (basedow = grave’s disease)
Merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang umumnya difus. Terdapat gejala hipertiroid
yang jelas berupa berdebar- debar, gelisah, palpitasi, banyak keringat, kulit halus dan
hangat, kadang- kadang ditemukan exopthalmus.
2. Struma nodosa non toksik
Disebabkan oleh kekurangan yodium dalam makanan (biasanya didaerah pegunungan)
atau dishormogenesis (defek bawaan).
3. Tiroiditis sub akut
Biasanya sehabis infeksi saluran pernafasan. Pembesaran yang terjadi simetris dan nyeri
disertai penurunan berat badan,disfagia, nervositas, dan otalgia.
4. Tiroiditis riedel
12
Terutama pada wanita < 20 tahun. Gejalanya terdapat nyeri, disfagia, paralisis laring, dan
pembesaran tiroid unilateral yang keras seperti batu atau papan yang melekat dengan
jaringan sekitarnya. Kadang sukar dibedakan kecuali dengan pemeriksaan histopatologi
dan hipotiroid.
5. Struma hashimoto
Sering pada wanita. Merupakan penyakit autoimun, biasanya ditandai dengan benjolan
struma difusa disertai dengan keadaan hipotiroid, tanpa rasa nyeri.
6. Adenoma paratiroid
Biasanya tidak teraba dan terdapat perubahan kadar kalsium dan fosfor.
7. Karsinoma paratiroid
Biasanya teraba, terdapat metastasis ketulang, kadar kalsium naik dan batu ginjal dapat
ditemukan.
8. Metastasis tumor
9. Teratoma
Biasanya pada anak- anak dan berbatasan dengan kelenjar tiroid.
10. Limfoma malignum
11. Mongolisme
Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan faal tiroid
secara rutin.
Epikantus (+)
Makroglosi (+)
Miksedema (-)
Retardasi motorik dan mental
”Kariotyping”, Trisomi 21
12. Sebab-sebab hipotiroid :
Sebab-sebab bawaan (kongenital) :
- Disgenetik kelenjar tiroid: ektopik, agenesis, aplasi atau hipoplasi.
- Dishormonogenesis.
- ’Hypothalamic-pituitary hypothyroidism’.
Bersifat sementara :
- Induksi obat-obatan.
- Antibodi maternal.
- Idiopatik.
Ibu mendapat
- Bahan goitrogen
- Pengobatan yodium radio-aktif.
Sebab-sebab yang didapat (”acquired”):
- Tiroiditis limfositik menahun.
- Bahan-bahan goitrogen (yodium, tiourasil, dsb).
- Tiroidektomi.
- Penyakit infiltratif (sistinosis, histiositosis-X).
- Defisiensi yodium (gondok endemik).
- “Euthyroid sick syndrome”.
- Hipopituitarisme
13
2.8 Terapi/Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pengobatan hipotiroidisme antara lain dengan pemberian tiroksin, biasanya
dalam dosis rendah sejumlah 50µg/hari dan setelah beberapa hari atau minggu sedikit
demi sedikit ditingkatkan samapi akhirnya mencapai dosis pemeliharaan maksimal
sejumlah 200 µg/hari. Pengukuran kadar tiroksin serum dan pengambilan resin T3 dan
kadar TSH penderita hipotiroidisme primer dapat digunakan untuk menentukan
manfaat terapi pengganti. Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan
hormone tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek
samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali
normal. Obat ini biasnaya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti
hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan
saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan. Dalam
keadaan darurat(misalnya koma miksedem), hormone tiroid bisa diberikan secara
intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormone tiroid,
yaitu dengan memberikan sediaan per oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah
hormone tiroid buatan T4. Bentuk yang lain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh
dari kelenjar tiroid hewan)
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormone tiroid dosis
rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius.
Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Pengobatan
selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid.
Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka
dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.
2. Terapi sulih hormone
Terapi sulih hormon, obat pilihannya adalah sodium levo-thyroxine. Bila fasilitas
untuk mengukur faal tiroid ada, diberikan dosis seperti tabel berikut :
Umur Dosis g/kgBB/hari
0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 5-6
2-12 tahun 4-5
>12 tahun 2-3
a. Bila fasilitas untuk mengukur faal tiroid tidak ada, dapat dilakukan therapeutic
trial sampai usia 3 tahun dimulai dengan dosis rendah dalam 2-3 minggu. Bila ada
perbaikan klinis, dosis dapat ditingkatkan bertahap atau dengan dosis pemberian ±
100µg/m2/hari
b. Penyesuaian dosis tiroksin berdasarkan respon klinik dari uji fungsi tiroid T3, T4,
dan TSH yang dapat berbeda tergantung dari etiologi hipotiroid
3. Pembedahan
Tiroidektomi dilaksanakan apabila goiternya besae dan menekan jaringan sekitar.
Tekanan pada trakea dan esophagus dapat mengakibatkan inspirasi stridor dan
disfagia. Tekanan pada laring dapat mengakibatkan suara serak
14
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Pembaca diharapkan dalam membaca makalah ini dapat lebih tahu dan memahami
tentang pentingnya diagnostic dan terapi pada hipotiroid secara dini sehingga pemahaman
itu dapat diinformasikan kepada orang awam dan dapat diaplikasikan untuk diri sendiri
dan dilingkungan. Selain itu penulis mengharapkan saran yang membangun yang dapat
menjadi motivasi dalam pembuatan makalah-makalah berikutnya sehingga dalam
pembuatan makalah berikutnya penulis lebih teliti dan lebih baik lagi dalam
menyampaikan informasi dalam bentuk tertulis seperti makalah ini
16
DAFTAR PUSTAKA
Adler SM, Wartofsky L. The non thyroidal illness syndrome. WashingtonEndocrinol metab
Clin N Am. 2007; 36: 657-672
Bharaktiya S, Orlander PR, Woodhouse WR, et al. Hypothyroidism. In: eMedicine
Specialties. http://www.emedicine.com, last update oct 12, 2007
Chang, Esther.2010.Patofisiologi:Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.Jakarta : EGC
Guerrero EB, Kramer DC, Schwinn DA. Effect of chronic and acute thyroid hormone
reduction on perioperative outcome. New York. Anesth analg. 1997; 85: 30-36
Nurarif, Amid H, Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2. Jogjakarta : Penerbit Medication Jogja
Purnamasari D, Subekti I. 2007. Penyakit tiroid. Dalam: Mansjoer A, Sudoyo AW, Rinaldi I,
et al. Kedokteran perioperatif evaluasi dan tatalaksana dibidang ilmu penyakit dalam.
Pusat penerbit ilmu penyakit dalam FKUI. Jakarta. Interna publishing.. 181-188
Soewondo P, Cahyanur R. 2008. Hipotiroidisme dan gangguan akibat kekurangan yodium.
Dalam : Penatalaksanaan penyakit-penyakit tiroid bagi dokter. Departemen ilmu
penyakit dalam FKUI/RSUPNCM. Jakarta. Intetan Berna publishing.14-21
Sumual AR, Langi Y.2007. Hipotiroidisme. Dalam: Djokomoeljanto, editor. Buku ajar
tiroidologi klinik. Semarang. Badan penerbit Universitas Diponegoro. 295-317
Syahbuddin S. 2005. Hipotiroidisme: etiologi, patofisiologi dan pengobatan. Dalam: Naskah
lengkap temu ilmiah dan simposium nasional IV penyakit kelenjar tiroid. Ed.
Djokomoeljanto R dkk. Semarang. Badan penerbit Universitas diponegoro .167-178
Syahbuddin S. 2009. Diagnosis dan pengobatan hipotiroidisme. Dalam: Djokomoeljanto R,
nd
Darmono, Suhartono T, GD Pemayun T, Nugroho KH,editors. The 2 Thyroidologi
Update 2009. Semarang. Badan penerbit Universitas Diponegoro. 197-205
McCullough D. Screening for thyroid disease. Recommended statement. Annals of Int med,
2004; 140(2): 125-127
Vaidya B, Pearce Simon HS. Management of hypothyroidism in adult. BMJ. 2008; 337: 284-
289.
17