Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN


PADA PASIEN INTOKSIKASI
MATA KULIAH KEP. GADAR

Disusun Oleh :
1. DINDA PINATUL KHASANAH (173210048)
2. IKA NIKEN WIJI LESTARI (173210054)
3. NURJANAH FATIMAH DEWI (173210061)
4. RIZKI UTAMI (173210067)
5. SYERLY NUR KUMALASARI (173210073)
6. YUNITA NUR AINI (173210080)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Pasien Intoksikasi” ini
dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Keperawatan Gadar. Dengan
adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan dan
pengetahuan yang maksimal. Untuk itu saya meminta kepada Bapak Dosen
Pengajar untuk memberikan kritik beserta saran untuk makalah saya supaya ke
depannya bisa membuat makalah lebih baik lagi.

Jombang, Februari 2020

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i


Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Intoksikasi ................................................................................. 3
2.2 Etiologi ........................................................................................................ 3
2.3 Patofisiologi ................................................................................................. 7
2.4 Pathway ........................................................................................................ 8
2.5 Manifestasi Klinis ........................................................................................ 9
2.6 Pemeriksaan Diagnostik............................................................................... 9
2.7 Penataaksanaan ......................................................................................... 10
2.8 Prognosis .................................................................................................... 13
2.9 Komplikasi ................................................................................................. 14
2.10 Pencegahan ............................................................................................... 14
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................... 15
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA
3.1 Pengkajian .................................................................................................... 24
3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................................. 26
3.3 Intervensi Keperawatan ................................................................................ 26
3.4 Implementasi Keperawatan .......................................................................... 27
3.5 Evaluasi ....................................................................................................... 27
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................. 28
4.2 Saran ............................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 29

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana
seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak
mendapatkan pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya
atau menimbulkan kecacatan permanen.
Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa
manusia adalah keracunan makanan. Keracunan makanan adalah penyakit
yang disebabkan karena makan makanan yang terkontaminasi oleh
mikroorganisme atau bahan kimia, atau makanan yang memang mengandung
racun. Makanan dapat terkontaminasi oleh bahan kimia seperti timah atau
seng yang menyebabkan keracunan makanan. Beberapa jenis jamur dan ikan
tertentu juga beracun jika dimakan. Kasus yang sering muncul adalah
keracunan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri,
jamur, virus, dan parasit.
Penyakit yang disebabkan keracunan makanan biasanya singkat dan
ringan serta tidak menyebabkan kerusakan permanen pada orang sehat. Orang
tua, anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa yang sistem kekebalan
tubuhnya melemah karena penyakit atau obat-obatan paling rentan terhadap
keracunan makanan. Gejala keracunan dapat terjadi beberapa saat setelah
konsumsi makanan yang terkontaminasi. Tetapi pada beberapa kasus, gejala
baru timbul beberapa hari setelahnya. Gejala muntah dan diare yang berat
akan menyebabkan tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, dan hal ini
merupakan ancaman serius bagi jiwa penderita, terutama jika tidak dilakukan
penanganan segera. Penyakit bawaan makanan sering dipandang sebagai
penyakit yang ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun
terkadang memang benar, pada banyak kasus dampak kesehatan yang terjadi
justru serius dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Persepsi yang salah
ini sebagian terjadi karena kurangnya perhatian yang diberikan terhadap
masalah tersebut.

1
Dampak kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi menurut
patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga dengan usia
dan faktor lain yang berkaitan dengan daya tahan dan kerentanan seseorang.
Pada kebanyakan kasus, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan
sembuh dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain,
khususnya di kalangan kelompok masyarakat yang rentan (misalnya: lansia,
bayi, anak kecil, ibu hamil dan orang yang mengalami malnutrisi serta
gangguan kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan dapat berakibat
fatal terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimanakah asuhan keperawatan gawat darurat kepada pasien dengan
intoksikasi?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui cara memberikan asuhan keperawatan gawat
darurat kepada pasien dengan intoksikasi
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah keperawatan
c. Mahasiswa mampu membuat rencana keperawatan
d. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana keperawatan
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi dari hasil asuhan keperawatan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Intoksikasi


Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel
dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi
(2011) menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan
efek bahaya bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah
menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun
yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009).
Junaidi (2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu
zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya
bagi tubuh disebut sebagai keracunan makanan.
Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah
keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung
bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.

2.2 Etiologi
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum
yang hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang
tidak ada udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan
oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia,
mikroba, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia
(Suarjana, 2013).
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan
keracunan, antara lain:
1) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk

3
spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak
dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah
badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda.
Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak
lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan. Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena
itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2) Keracunan bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di
campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini seringkali
menyebabkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri
Burkholderia galdioli yang menghasilkan racun berupa asam bongkrek
dan toxoflavin, serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek
antibiotik dari asam bongkrek.
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa
anggota suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari.
Gejala intoksikasi yaitu: mual, pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah,
ptosis, strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
3) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit
perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan
mental, pingsan.
4) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol
dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi

4
timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan
dan makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang
disertai darah.
5) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga
racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh
keracunan makanan dari ikan yang bersangkutan, mikroba penyebab
penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam tubuh setelah
mengkonsumsi ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena
polusi kimia dalam air, dimana mengontaminasi ikan yang tertangkap
untuk dijual di pasar. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut
tersebut muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya. Gejala itu
berupa: mual, muntah, kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan
susah bernafas.
6) Keracunan singkong
Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini
mengganggu oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom
oksidase. Beberapa jam setelah makan singkong timbul muntah, pusing,
lemah, kesadaran menurun sampai koma, dispneu, sianosis dan kejang.
7) Lain-lain
Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh bakteri:
a) Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah
atau kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan
benar. Masa inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5
hari. Gejala akan bertahan kurang dari 7 hari.
b) Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah
atau daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu
lainnya. Masa inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala
berlangsung selama 4-7 hari.

5
c) Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering
ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti
pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu
yang tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga
seminggu. Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa
minggu.
d) Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya
roti isi dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi
wanita hamil harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini
karena berisiko menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan
serius lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga
beberapa minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari.
e) Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh
hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu
minggu. Bakteri ini menyebabkan disentri.
Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit, yaitu:
a) Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba
histolytica bisa menyebabkan terjadinya disentri.
b) Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia
intestinalis.
c) Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh
Cryptosporidium.
d) Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan
menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi
makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani,
gejala bisa bertahan hingga berbulan-bulan.
Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu:
a) Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi
ini menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang
terkontaminasi, dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi
adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari.

6
b) Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang
umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu
setelah mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara
sekitar 6 hari.

2.3 Patofisiologi
Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik
ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang
layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun
mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang
kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung di dalam
makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang
akan dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat
memasuki tubuh seperti toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di
lambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing
yang masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan
berusaha membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena
seringnya muntah maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya
cairan tubuh yang keluar bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang
tinggi maka lama kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat
dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat
dingin akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan
homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera
diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan
pingsan sampai kematian.

7
2.4 Pathway

Makanan terkontaminasi yang mengandung Botolinum,


jamur, jengkol, ikan laut, tempe, singkong dll Masuk ke saluran cerna

Masuk ke pembuluh darah Masuk ke usus halus Masuk ke lambung

Iritasi pada lambung


Diekskresikan oleh ginjal Sel saraf terganggu

Asam lambung meningkat


Tidak terjadi pelepasan
Kristal asam kolat menumpuk di asetilkolin
dalam tubulus ginjal, ureter dan
Mual
uretra

Otot tidak dapat


berkontraksi Muntah
Obstruksi saluran kemih
Defisit volume cairan
Kelumpuhan otot
Gagal Ginjal Akut
Infeksi usus

Hambatan mobilitas fisik


Diare
Gangguan fungsi saraf

Disfungsi saraf Pandangan kabur Fotopobia Kerusakan otak

Kematian
Kaku sendi Gangguan bicara Sulit menelan

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Gangguan saraf otonom

Kelemahan otot, kram, Nyeri kepala dan Pusat pernafasan


opistototnus otot

Nafas cepat dan


Gangguan pergerakan Nyeri akut
dangkal

Pola nafas tidak efektif


Intoleransi aktivitas
8
2.5 Manifestasi Klinis
Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf
dan saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi
pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat
menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah
adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot
pernafasan (Arisman, 2009).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi
adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit.
Tes-tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab
terjadinya keracunan. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat
dilakukan di layanan kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya:
pemeriksaan mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan
parasit; pewarnaan Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk
membantu membedakan antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK
No. 5 Tahun 2014).
b. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-
obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang
akibat hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan
asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam
plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada
keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun
ada defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
c. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular
yang menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau

9
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus
diukur dan dilakukan urinalisis.
d. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
e. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari
0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan
kuinidin.
f. CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks
dapat menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau
edema paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk
pemeriksaan CT-scan.

2.7 Penataaksanaan
a. Penatalaksanaan pada pre hospital pada intoksikasi adalah :
a) Pastikan ABC dalam kondisi baik
b) Melindungi jalan nafas, dan memberi bantalan atau ikatan jika perlu
c) Baringkan di tempat yang datar dengan posisi miring kesalah satu sisi
tubuh
d) Letakan bantal atau benda lunat lain di bawah kepala
e) Keluarkan benda atau makanan yang ada di dalam mulut
f) Longgarkan baju atau aksesoris yang ketat
g) Beri obat, atau bawa ke UGD terdekat
b. Penatalaksanaan pada intra hospital pada intoksikasi adalah :
a) Pengobatan penunjang
 Tetap pantau ABCD dalam keadaan baik
 Merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15-30 ml. dapat
diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil
 Semua pakaian ketat dibuka
 Posisi kepala miring untuk mencegah aspirasi pada lambung

10
 Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
 Pantau fungsi vital seperti kesadaran, suhu, TD, RR, dan fungsi
jantung harus diawasi secara ketat
 Cairan intra vena sebaiknya diberikan dengan monitoring untuk
menilai adanya kelainan metabolic dan elektrolit
 Berikan obat anti dotum
Antropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek
akumulasi pada tempat penumpukan
 Mula-mula diberikan bolus IV 1 – 2,5 mg
 Dilanjutkan dengan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menit
sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah,
mulut kering, takikardi, midriasis, febris, dan psikosis)
 Kemudian interval diperpanjang setiap 15-30-60 menit
selanjutnya setiap 2-4-6-8 dan 12 jam.
Penatalaksanaan tambahan dalam kasus keracunan adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus keracunan
harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.
Penilaian terhadap tanda-tanda Vital seperti jalan napas, sirkulasi,dan
penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.
b. Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan
nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit .,nafas buatan,oksigen,hisap
lendir dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran
nafas,kalu perlu respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan
buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni
lewat mlut penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup
face mask atau menggunakan alat bag – valve – mask.
c. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar
atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20

11
menit bila tidak berhasil. Katarsis, ( intestinal lavage ), dengan pemberian
laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar. Kumbah
lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya
menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif
bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam . pada koma derajat sedang
hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan
bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi
pnemonia.
d. Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah
mengatasi keadaan sesuai dengan masalah.
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh
pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk
gejala-gejala atropinisasi ( muka merah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru
dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
e. Penilaian Klinis
f. Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang
rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi
keracunan,ialah :
a) Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang
digunakan,termasuk yang sering dipakai

12
b) Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas
tentang obat yang digunakan.
c) Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi
d) Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan
fungsi autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah,nadi,ukuran
pupil,keringat,air liur, dan aktivitas peristaltik usus.
g. Dekontaminasi
Umumnya bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap melalui kulit
sehingga dekontaminasi permukaan sangat diperlukan. Di samping
itu,dilakukan dekontaminasi saluran cerna agar bahan yang tertelan hanya
sedikit diabsorpsi,biasanya hanya diberikan pencahar,obat perangsang
muntah,dan bilas lambung.
Induksi muntah atau bilas lambung tidak boleh dilakukan pada keracunan
parafin,minyak tanah, dan hasil sulingan minyak mentah lainnya.
Upaya lain untuk megeluarkan bahan/obat adalah dengan dialisis.
h. Terapi suportif,konsultasi,dan rehabilitasi
Terapi suportif,konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara
holistik dan efektif dalam biaya.
i. Observasi dan konsultasi
j. Rehabilitasi

2.8 Prognosis
Prognosis dari kasus ini pada umumnya baik, bila pengobatan dilakukan
secepat mungkin, namun akan berdampak fatal hingga pada kematian jika
terjadi kesalahan dalam pengobatan. Beberapa kesalahan pengobatan yang
sering terjadi, berupa :
a. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
b. Eliminasi racun kurang baik.
c. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.

13
2.9 Komplikasi
a. Shock
b. Henti nafas
c. Henti jantung
d. Kejang
e. Koma

2.10 Pencegahan
a. Pencegahan Primer (pencegahan dini)
Ditujukan kepada individu yang sama sekali belum terpengaruh
penyalagunaan dan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :
 Penyuluhan tatap muka dalam bentuk ceramah dan diskusi,
sarasehan, seminar
 Pelayanan dan penyebaran informasi yang benar melalui media cetak
(surat kabar, majalah, buletin, leaflet, booklets, dll) dan media
elektrolit (televisi, radio, website dll)
 Penyuluhan dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya
penyalahgunaan Napza dalam kegiatan-kegiatan KB, PKK,
Kesehatan, Gizi Keluarga, Pertanian dll
 Penyuluhan dengan mengintegrasikan informasi tentang bahaya
penyalahgunaan Napza kedalam pendidikan agama, moral dan
hukum, serta dalam kurikulum SLTP dan SLTA
 Melalui kegiatan-kegiatan alternatif antara lain olaraga, perlombaan,
kesenian, keagamaan, bakti sosial, pramuka dll
b. Pencegahan Sekunder (pencegahan kerawanan)
Ditujukan kepada individu yang rawan terhadap pengaruh penyalah
gunaan. Untuk mencegah perluasan pengaruh dilaksanakan dalam bentuk
kegiatan :
 Penyuluhan dengan ceramah, sarasehan, diskusi, pementasan
drama/film, peningkatan bakat (olaraga dan kesenian), keagamaan
dan kegiatan sosial

14
 Pelayanan dan penyebaran informasi yang benar melalui media cetak
(surat kabar, majalah, buletin, leaflet, booklets dll) dan media
elektronik (televisi, radio, website dll)
 Mengadakan kegiatan-kegiatan ekstra kulikuler antara lain UKS
(Usaha Kesehatan Sekolah ), PKS ( patroli Keamanan Sekolah ),
Palang Merah Remaja, Pramuka, OSIS, Pesantren kilat, Kegiata Seni
Budaya seperti kesenian tradisional dll.
c. Pencegahan Tersier (pencegahan kekambuhan)
Ditujukan kepada individu yang pernah menjadi korban pengguna dan
telah ” Sembuh” dari ketergantungan. Untuk mencegah kambuhnya
kembali mantan pengguna yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan niat
dan tekat yang kuat untuk tidak lagi menjadi pegguna dan kiat-kiat yang
dapat dilakukan adalah:
 Hindari teman pengguna Napza
 Dalami spiritual
 Diperlukan dukungan dan perhatian keluarga

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Survei Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan
keadaan mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama
tanpa memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis
toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif
yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau
beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan
napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada
kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi
dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid)
keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji
dengan mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien

15
dengan insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi
mekanik. Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut
nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat
untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum
glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah
harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan
dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena).
Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat
hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel
otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan,
dan tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk
membedakannya dan pasien keracunan. Pada umumnya pemberian
glukosa tidak berbahaya sementara menunggu hasil pemeriksaan gula
darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi
100 mg tiamin intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom
Wernicke.
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan
dosis 0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan
depresi sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada
manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian
terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan
dan pembebasan saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin
tidak diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat
pada pasien dengan kecurigaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak
boleh digunakan bila terdapat riwayat kejang atau takar lajak
antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan sebagai
pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang
bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila
fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma

16
memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas
darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus
dicegah. Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin kompleks.
Monitoring berat badan, tekanan vena sentral, tekanan yang mendesak
kapiler paru, dan gas darah arteri diperlukan untuk memastikan
pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan. Dengan tindakan
suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi, umumnya
memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.

2. Survei Sekunder
Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi
yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi pengumpulan
riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi
pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang seperti trauma pada
kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus dicari dan diobati.
a. Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat
yang ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat
dipercayai. Bahkan anggota keluarga, polisi, dan pemadam
kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk
menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan
dan semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga,
atau obat-obat bebas di sekitar pasien yang kemungkinan dapat
meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat darurat.
b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan
penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk
ke arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital,
mata dan mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1) Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital
(tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh)
merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan toksikologi.
Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat
amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik.
Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran karakteristik

17
dan takar lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan beta
bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan
antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang
cepat adalah khas pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya,
salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan
asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obat-
obat simpatomimetik, antimuskarinik. salisilat dan obat-obat
yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat
disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik,
fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan
pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena
pada suhu kamar.
2) Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang
berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan
narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan
penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang dalam
akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat
pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik
lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan
fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya
nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat
keracunan fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan
gambaran karakteristik dari botulinum.
3) Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar
akibat zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang
khas dan alkohol, pelarut hidrokarbon. Paraldehid atau amonia
mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali
oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds.
Arsen dan organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau
seperti bau bawang putih.
4) Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada
keracunan dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat

18
yang berlebihan ditemukan pada keracunan dengan
organofosfat, nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis
dapat disebabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia.
Ikterus dapat memberi kesan adanya nekrosis hati akibat
keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides.
5) Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus,
yang khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan
obat sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut, dan diare
adalah urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi,
arsen, teofihin, dan A.phalloides.
6) Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial.
Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi
struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma)
daripada ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus,
disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin,
alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan
dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada metakualon,
haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik.
Kejang sering disehabkan oleh takar lajak antidepresan trisiktik,
teotilin, isoniazid, dan fenotiazin. Koma ringan tanpa refleks dan
bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam
karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin
menyerupai kematian otak.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin,
feses, lengkap) tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl),
elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
3) Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
4) Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada
kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama
jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi

19
supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler,
asistol, disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi
timbulnya aritmia pada keracunan adalah keracunan obat
kardiotoksik, hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia,
gangguan elektrolit darah, hipovolemia, dan penyakit dasar
jantung iskemik.

B. Diagnosa
1. (00132) Nyeri akut b/d agen cedera biologis.
2. (00032) ketidakefektifan pola nafas b/d distress pernafasan.
3. (00002) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
intake tidak adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan
menelan.
4. (00027) Defisit volume cairan b/d muntah, diare.
5. (00085) Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan
otot berkontraksi.
6. (00092) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

C. Intervensi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Setelah dilakukan tindakan 1) Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan 1x 24 jam diharapkan secara komprehensif termasuk
nyeri berkurang, menghilang dengan lokasi, durasi frekuensi,
kriteria hasil:
karakteristik, kualitas dan
Pain level, dibuktikan dengan respon
faktor presipitasi
nonverbal pasien menunjukkan tidak
2) Observasi reaksi nonverbal
ada nyeri, tanda vital dalam batas
dari ketidaknyamanan
normal, tidak ada masalah pola tidur,
pasien melaporkan nyeri berkurang.
3) Bantu pasien dan keluarga

Pain control, dibuktikan dengan untuk mencari dan


pasien dapat melakukan teknik menemukan dukungan
nonfarmakologis untuk mengurangi 4) Kontrol lingkungan yang
nyeri. dapat mempengaruhi nyeri

20
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5) Kurangi faktor presipitasi
nyeri
6) Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
7) Ajarkan tentang teknik non
farmakologi: napas dalam,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri:
9) Tingkatkan istirahat
10) Berikan informasi tentang
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
11) Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
2. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor vital sign
keperawatan 1x 24 jam diharapkan 2) Identifikasi kebutuhan insersi
pola nafas menjadi efektif dengan jalan nafas buatan
kriteria hasil:
3) Posisikan pasien untuk
NOC : Status Pernapasan :
memaksimalkan ventilasi
Pertukaran Gas tidak akan terganggu
4) Monitor status respirasi: adanya
dibuktikan dengan :
suara nafas tambahan
Kesadaran composmentis, TTV
5) Kolaborasi dengan tim medis:
menjadi normal, pernafasan menjadi
normal yaitu tidak mengalami nafas pemberian oksigen
Dangkal

21
3. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output
keperawatan selama 1 x 24 jam makanan/cairan dan hitung
pemenuhan nutrisi dapat masukan kalori perhari sesuai
adekuat/terpenuhi dengan kriteria
kebutuhan
hasil:
2) Kaji kebutuhan nutrisi
Status Gizi Asupan Makanan dan
parenteral
Cairan ditandai pasien nafsu makan
3) Pilih suplemen nutrisi sesuai
meningkat, mual dan muntah hilang,
kebutuhan
pasien tampak segar
Status Gizi; Nilai Gizi terpenuhi 4) Bantu pasien memilih makanan
dibuktikan dengan BB meningkat, BB yang lunak dan lembut
tidak turun. 5) Berikan nutrisi yang dibutuhkan
sesuai batas diet yang
dianjurkan
6) Kolaborasikan pemberian anti
emesis sesuai indikasi
4. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output,
keperawatan selama 1x24 jam karakter serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi 2) Observasi kulit kering
dengan kriteria hasil:
berlebihan dan membran
a. Tidak adanya tanda-tanda
mukosa, penurunan turgor kulit
dehidrasi
3) Anjurkan klien untuk
b. Vital sign dalam batas normal
meningkatkan asupan cairan per
oral
4) Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi
5. Setelah dilakukan tindakan 1) Tentukan batasan pergerakan
keperawatan selama 1x24 jam sendi dan efeknya terhadap
diharapkan kemampuan mobilitas fisik fungsi sendi
meningkat dengan kriteria hasil:
2) Monitor lokasi dan
a. Kekuatan otot meningkat
kecenderungan adanya nyeri
b. Tidak ada kaku sendi
dan ketidaknyamanan selama
c. Dapat bergerak dengan mudah
pergerakan/aktivitas

22
3) Lakukan latihan ROM pasif
atau ROM dengan bantuan,
sesuai indikasi
4) Jelaskan pada pasien atau
keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi
5) Dukung pasien untuk melihat
gerakan tubuh sebelum
memulai latihan
6. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi adanya pembatasan
keperawatan selama 1x24 jam klien dalam melakukan aktivitas
diharapkan klien dapat memenuhi 2) Kaji adanya fakor yang
kebutuhan dirinya dengan kriteria
menyebabkan kelelahan
hasil:
3) Monitor nutrisi dan sumber
a. Ketidaknyamanan setelah
energi yang adekuat
beraktivitas berkurang
4) Bantu klien dalam memenuhi
b. Dapat memenuhi kebutuhan
kebutuhannya
sehari-hari
5) Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari

23
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA

Contoh Kasus:
Tuan A dibawa ke puskesmas Kertapati oleh istrinya setelah makan tempe.
Istri klien mengatakan bahwa klien muntah 4 jam yang lalu setelah makan tempe
bongkrek. Kondisi klien mengalami penurunan kesadaran somnolen, muntah,
diare, dehidrasi dan pusing. Dari hasil pengkajian sementara didapatkan: Tekanan
darah 100/60 mmHg; BB 54 kg (BB semula 55 kg); Nadi 67 x/ menit; RR 32
x/menit; Suhu 36oC. Istri klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki riwayat
alergi sebelumnya.

3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama klien : Tn. A
Usia : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk: 14 Juni 2017
No. Register : 0903055
Diagnosa medik: Keracunan Makanan
B. Keluhan Utama / Alasan MRS
Klien mengalami penurunan kesadaran yaitu somnolen, muntah
setelah makan tempe, pusing.
C. Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas. RR: 32 x/ menit, cepat dan
dangkal.
b. Breathing
Irama pernafasan cepat, Kedalaman dangkal, RR : 32 x/menit.
c. Circulation

24
Tekanan Darah pasien : 100/60 mmHg (kuat dan regular), Nadi
: 67 x/menit, capillary refill : <2 dtk, EKG menunjukkan sinus
bradikardia.
d. Disability
Reaksi pupil kiri/kanan (+) terhadap cahaya, besar pupil kanan
2/kiri 2. Tingkat kesadaran somnolen.
D. Pengkajian Sekunder. Pengkajian dilakukan alloanamnesa dengan
keluarga klien.
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Istri klien mengatakan bahwa klien muntah 4 jam yang lalu
setelah makan tempe bongkrek.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Istri klien mengatakan klien belum pernah dirawat dirumah
sakit.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada keluarga yang mempunyai
keluhan yang sama dengan klien.
d. Anamnesa singkat
Istri klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki riwayat
alergi.
e. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala: mesosephal, klien berambut lurus dan panjang, dan tidak
rontok.
2) Mata: besar pupil kanan kiri 2 dan reaksi pupil keduanya (+)
terhadap cahaya kunjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
3) Telinga: bersih tidak terdapat serumen dan tidak mengalami
gangguan pendengaran
4) Hidung: Bentuk hidungnya simetris, tidak terdapat polip pada
hidung.
5) Wajah: wajah klien tampak simetris.
6) Mulut: tampak hipersekrasi kelenjar ludah, mukosa mulut basah,
bibir basah.

25
7) Leher: Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
8) Dada: Simetris, tidak ada kelainan bentuk, RR 32 x/menit, cepat
dan dangkal, HR 55x/menit, suara jantung S1 dan S2 tunggal
9) Abdomen: tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak asites,
tidak ada luka memar, peristaltik usus 8x/mnit, perkusi
hipertimpani.
10) Ekstremitas: Tidak terdapat luka, capilari revil <2 detik, akral
dingin
11) Genetalia: Bersih tidak ada kelainan, Tidak terdapat luka/ulkus,
tidak terpasang kateter.
f. Pemeriksaan tanda-tanda vital:
1) TD : 100/60 mmHg
2) BB : 54 kg (BB semula 55 kg)
3) Nadi : 67 x/ menit
4) RR : 32 x/menit
5) Suhu : 36oC

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektisan Pola nafas b/d distress pernafasan.
b. Defisit volume cairan b/d muntah, diare.

3.3 Intervensi Keperawatan


No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Monitor vital sign
1x 24 jam diharapkan pola nafas 2) Identifikasi kebutuhan insersi
menjadi efektif dengan kriteria hasil: jalan nafas buatan
NOC : Status Pernapasan :
3) Posisikan pasien untuk
Pertukaran Gas tidak akan terganggu
memaksimalkan ventilasi
dibuktikan dengan :
4) Monitor status respirasi: adanya
Kesadaran composmentis, TTV menjadi
suara nafas tambahan
normal, pernafasan menjadi normal
yaitu tidak mengalami nafas
5) Kolaborasi dengan tim medis:

Dangkal pemberian oksigen

26
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Monitor intake dan output,
selama 1x24 jam diharapkan kebutuhan karakter serta jumlah feses
cairan terpenuhi dengan kriteria hasil: 2) Observasi kulit kering berlebihan
a. Tidak adanya tanda-tanda dan membran mukosa, penurunan
dehidrasi turgor kulit
b. Vital sign dalam batas normal 3) Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan cairan per
oral
4) Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi

3.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan tindakan keperawataan terhadap keluarga didasarkan pada
rencana asuhan keperawatan yang telah disusun

3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen terakhir dari proses keperawatan.
Evaluasi merupakan upaya untuk menentukan apakah seluruh proses sudah
berjalan dengan baik atau belum. Apabila hasil tidak mencapai tujuan maka
pelaksanaan tindakan diulang kembali dengan melakukan berbagai perbaikan

27
BAB 4
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Keracunan adalah masuknya toksin yang dapat membahayakan
tubuh. Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku sebagi racun, tergantung
pada dosis dan cara pemberiannya. Proses keracunan dapat berlangsung
secara perlahan, dan lama kemudian baru menjadi kegawatdarurat, atau
dapat juga berlangsung dengan cepat dan segera menjadi keadaan gawat
darurat.
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan
merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang
mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk
kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga
disebabkan oleh bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi
oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang
bersifat racun.

4.2 SARAN
Harapan kami semoga dengan selesainya makalah ini dapat
memenuhi kebutuhan materi bagi para pembaca terutama bagi para
mahasiswa khusunya bagi kami.Namun tidak menutup kemungkinan
makalah ini bisa sesempurna mungkin. Maka dari itu kritik dan saran dari
para pembaca kami harapkan, terutama dari dosen pembimbing.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma
Life Support). Jakarta : EMS 119
Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:
http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-
kimia-berbahaya/. Diakses tanggal 24 February 2020.
Johnson, Marion dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification. Jakarta :
Mocomedia
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.
M. Bulechek, Gloria dkk. 2013. Nursing Interventions Classification. Jakarta :
Mocomedia
Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media
Aesculapius, FKUI, Jakarta.
NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.EGC
Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai