Anda di halaman 1dari 23

9

tren sectio caesarea di Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi

kenaikan proporsi sectio caesarea dari 5% menjadi 20%. Menurut Depkes RI

(2010) secara umum jumlah persalinan sectio caesarea di rumah sakit pemerintah

adalah sekitar 20 – 25% dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta

jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30 – 80% dari total persalinan.

Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah

baik, operasi berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik,

kenyamanan pasca operasi dan lama perawatan yang menjadi lebih singkat. Di

samping itu morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal dapat diturunkan

secara bermakna (Dewi, 2007).

Menurut Nurarif (2015) adapun etiologi dari sectio caesarea dilakukan

jika kelahiran pervaginal mungkin menyebabkan risiko pada ibu ataupun pada

janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu dilakukan tindakan sectio

caesarea yaitu :

a. Plasenta previa

Plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus

sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir.

b. Panggul sempit

Panggul sempit didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri.

Secara anatomi berarti panggul yang satu atau lebih ukuran

diameternya berada di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau

lebih.
10

c. Disporsi sefalopelvik

Disporsi sefalopelvik adalah ketidakseimbangan antara ukuran

kepala dan ukuran panggul

d. Ruptur uteri

Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang

sudah ada sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam

persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.

e. Partus lama (prolonged labor)

Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigavida,

dan lebih dari 18 jam pada multigravida.

f. Partus tidak maju (obstructed labor)

Partus tidak maju (obstructed labor) adalah partus yang tidak maju

dalam 24 jam pada primipara dan 18 jam pada multipara

g. Distosia serviks

Distosia serviks adalah terhalangnya kemajuan persalinan

disebabkan kelainan serviks. Walaupun his normal dan baik,

kadang-kadang pembukaan serviks jadi macet akibat kelainan yang

menyebabkan servik tidak mau membuka.

h. Pre-eklamsia dan hipertensi

Terjadi peningkatan roteinuria, peningkatan tekanan darah.

i. Malpresentasi janin, seperti :

Letak lintang, letak bokong, presentasi dahi dan muka (letak

defleksi), presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil dan gemili


11

j. His lemah / melemah

His lemah sifatnya tidak kuat, lekas berhenti dan frekuensinya

tidak seperti biasa (antara 5 – 10 menit) untuk melakukan

pembukaan serviks atau mendorong janin ke bawah, fundus

berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada bagian lain.

k. Fetal distress (Gawat Janin)

Gawat janin merupakan suatu keadaan dimana janin tidak

menerima cukup oksigen, sehingga mengalami hipoksia.

l. Perdarahan antepartum

Perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu, walaupun

patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 22

minggu.

Adapun penyebab medis yang membuat ibu harus melakukan persalinan

secara SC, ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :

a. Power

Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya

mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun

lain yang mempengaruhi tenaga.

b. Passanger

Diantaranya, anak terlalu besar, anak “mahal” dengan kelainan

letak lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang,

anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak

menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan


12

melemah).

c. Passage

Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius

pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir

yang diduga bisa menular ke anak, umpamanya herpes kelamin

(herpes genitalis), condyloma lota (kondiloma sifilitik yang lebar

dan pipih), condyloma acuminata (penyakit infeksi yang

menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin

wanita), hepatitis B dan hepatitis C.

(Dewi Y, 2007)

2.1.3 Komplikasi

Menurut Padila (2015) beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah

dilakukan operasi sectio caesarea adalah

a. Terjadi infeksi puerperal

a) Infeksi puerperal ringan terjadi peningkatan suhu dalam beberapa

hari dalam mas nifas

b) Infeksi puerperal sedang, terjadii peningkatan suhu lebih tinggi

yang disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung

c) Infeksi puerperal berat terjadi peritonealis, sepsis dan paralitik usus

b. Perdarahan yang terjadi karena banyaknya pembuluh darah yang

terputus dan terbuka .


13

c. Komplikasi lain yang dapat terjadi seperti luka kandung kemih,

emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu

tinggi.

2.1.4 Pemeriksaan

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat di lakukan pada sectio

caesarea adalah menurut Nurarif dan Kusuma (2015) :

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin(DJJ)

pemantauan janin (Fetal Monitoring)

Mengawasi, menyelidiki, menentukan, apakah janin berada dalam

keadaan sakit atau tidak, serta apakah ada keadaan yang mungkin

mempengaruhinya.

Tujuan pemantauan janin:

Untuk deteksi dini ada/tidaknya faktor-faktor risiko kematian

perinatal tersebut (hipoksia/asfiksia, gangguan pertumbuhan, cacat

bawaan, infeksi).

b. Pemantauan EKG

Tujuannya adalah untuk merekam keadaan jantung serta

mengetahui apakah jantung dalam keadaan normal ataupun

abnormal.

Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :

Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama

jantung/disritmia, kelainan-kelainan otot jantung, pengaruh/efek

obat-obatan jantung , gangguan-gangguan elektrolit, perikarditis,


14

memperkirakan adanya pembesaran jantung/ hipertropi atrium dan

ventrikel, menilai fungsi pacu jantung.

c. JDL dengan diperensial

d. Elektrolit

e. Hemoglobin (hematokrit)

Hb akan dilakukan untuk mengukur resiko perdarahan. Operasi ada

kalanya menimbulkan perdarahan. Jika terjadi banyak perdarahan

maka resiko HB terkuras sangat mungkin terjadi. Jadi jika HB

seseorang sudah rendah dan terjadi perdarahan yang cukup banyak

maka akan membahayakan pada pasien tersebut karena kadar Hb

akan semakin terkuras.

f. Golongan darah

Untuk mengetahui golongan darah pasien,

g. Urinalisis

h. Amniosintesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

i. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi

j. Ultrasonik

2.1.5 Patofisiologi Persalinan SC

Patofisiologi pada pasien sectio caesarea adalah adanya beberapa

kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi

tidak dapat lahir secara normal atau spontan dimana adanya hambatan jalan

lahir seperti misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit,
15

disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri mengancam, partus lama, partus

tidak maju, pre eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.

Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume

plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik,

peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid pada pre

eklamsia. Volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi

hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan ini

membuat perfusi ke unit janin utero plasenta.

Ada beberapa indikasi dilakukan tindakan operasi sectio caesarea

antaranya karena pre eklamsia berat, sebelum dilakukan tindakan operasi

sectio caesarea perlu adanya persiapan, diantaranya yaitu premedikasi,

pemasangan kateter dan anastesi yang kemudian baru dilakukan operasi.

Dilakukannya operasi sectio caesarea akan berpengaruh pada luka akibat

operasi akan menyebabkan perdarahan, nyeri serta proteksi tubuh kurang.

Pada masa nifas akan berpengaruh pada kontraksi uterus, lochea, dan laktasi.

Kontraksi uterus yang berlebihan akan menyebabkan nyeri hebat.

Sedangkan pada lochea yang berlebihan akan menimbulkan perdarahan.

Pada masa laktasi progesterone dan esterogen akan merangsang kelenjar

susu untuk mengeluarkan air susu ibu (ASI). Kondisi fisiologis yang terdiri

dari tiga fase yaitu taking in, taking hold, dan letting go. Pada fase taking in

terjadi saat satu sampai dua hari post partum, sedangkan ibu sangat

tergantung pada orang lain. Fase yang kedua terjadi pada 3 hari post partum,
16

ibu mulai makan dan minum sendiri, merawat diri dan bayinya. Untuk fase

yang ketiga ibu dan keluarganya harus segera menyesuaikan diri terhadap

interaksi antar anggota keluarga ( Bobak, 2004 )

2.1.6 Penatalaksanaan SC

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien post sectio caesarea menurut

Sugeng dan Weni (2012)

a) Berikan cairan IV sesuai indikasi

b) Anastesia : regional atau general

c) Perjanjiaan dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea

d) Tes laboraturium atau diagnostik sesuai indikasi

e) Pemberian oksitosin sesuai indikasi

f) Kaji tanda-tanda vital

g) Persiapan kulit pembedahan abdomen

h) Pemasangan kateter

2.2 Konsep Nyeri Post SC

2.2.1 Definisi Nyeri Post SC

Nyeri post SC merupakan reaksi sensori yang tidak menyenangkan dan

pengalaman emosi yang berhubungan dengan kerusakan jaringan

potensial akibat adanya sayatan atau menggambarkan terminology suatu

kerusakan (Perry&Poter, 2006)


17

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Kozier&Erb, 2009 menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi nyeri ada 4 yaitu :

a) Etnis dan Nilai Budaya

Latar belakang etnis dan warisan budaya telah lama diketahui

sebagai faktor yang memengaruhi reaksi dan ekspresi seseorang

terhadap nyeri. Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah

bagian dari proses sosialisasi.

Pada kelompok budaya lain, nyeri mungkin diantisipasi sebagai

bagian dari praktik kegiatan ritual dan oleh karena itu toliransi

terhadap nyeri menandakan kekuatan dan ketahanan. Studi

menunjukkan bahwa individu keturunan Eropa Utara cenderung

lebih dapat menahan dan kurang mengekspresikan nyerinya

dibandingkan dengan individu dari Eropa Selatan.

b) Tahap Perkembangan

Usia dan tahap perkembangan pasien adalah variabel

penting yang akan memengaruhi reaksi maupun ekspresi pasien

terhadap rasa nyeri.

c) Lingkungan dan Individu Pendukung

Lingkungan yang asing seperti rumah sakit, dengan

kebisingan, cahaya, dan aktivitasnya, dapat menambah nyeri.

Beberapa orang lebih suka menarik diri ketika merasa nyeri,

sebaliknya yang lain lebih menyukai distraksi dari orang lain


18

dan aktivitas di sekitarnya. Keluarga yang menjadi pemberi

asuhan dapat menjadi pendukung yang penting untuk orang

yang sedang merasakan nyeri.

d) Pengalaman Nyeri Sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya mengubah sesitivitas

klien terhadap nyeri. Orang yang sudah pernah mengalami nyeri

atau telah terpajan penderita orang dekatnya yang mengalami

nyeri sering kali merasa lebih terancam terhadap nyeri yang

diantisipasi dibandingkan orang yang tidak memiliki

pengalaman nyeri.

2.2.3 Patofisologi Nyeri Post SC

Pada proses operasi digunakan anestesi agar pasien tidak merasakan

nyeri pada saat dibedah. Namun setelah operasi selesai dan pasien mulai

sadar dan efek anestesi habis bereaksi, pasien akan merasakan nyeri pada

bagian tubuh yang mengalami pembedahan. Banyak ibu yang

mengeluhkan rasa nyeri dibekas jahitan, keluhan ini sebetulnya wajar

karena tubuh tengah mengalami luka dan penyembuhannya tidak bisa

sempurna, apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam. Pada

operasi SC ada 7 lapis perut yang harus disayat. Sementara saat proses

penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan

beberapa macam benang jahit. Rasa nyeri didaerah sayatan yang membuat

sangat terganggu dan pasien merasa tidak nyaman (Walley, 2008).


19

2.2.4 Cara Mengukur Nyeri

Numerical Rating Scale ini merupakan salah satu alat ukur yang

dipergunakan untuk mengukur intensitas nyeri yang dirasaklan oleh pasien.

Numerical Rating Scale ini ini merupakan skala yang digunakan untuk

pengukuran nyeri pada orang dewasa, dimana pada pengukuran ini perawat

memberikan rentangan-rentangan nyeri yang bisa di jadikan sebagai data

subjektif dalam suatu pengkajian sehingga memudahkan perawat dalam

memberikan terapi kepada pasien. Dimana rentang nyeri tersebut terdapat

angka 0 yang berarti tidak ada nyeri, kemudian 1-3 diartikan sebagai nyeri

ringan, 4-6 diartikan sebagai nyeri sedang, 7-9 diartikan sebagai nyeri berat,

dan skala 10 diartikan sebagai sangat nyeri dan sudah tidak dapat tertahankan.

(National Precribing Service Limited, 2007)

2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian Data Utama Klien

a. Identitas Klien
20

Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status

perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor

register, dan diagnosa keperawatan.

b. Status Kehamilan

c. Riwayat Kehamilan

Dimana pada riwayat kehamilan ini meliputi pengkajian pada berapa kali

ia memeriksakan saat kehamilanya, serta ada atau tidaknya masalah yang

menyertai selama kehamilan.

d. Riwayat Kesehatan

Pada riwayat kesehatan ini meliputi tentang :

e. Riwayat kesehatan dahulu: Penyakit kronis atau menular dan menurun

seperti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau

abortus.

f. Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat pada saat sebelun inpartu di

dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan kemudian

tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.

g. Riwayat kesehatan keluarga: Adakah penyakit keturunan dalam keluarga

seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin

penyakit tersebut diturunkan kepada klien.

Pengkajian Fungsional

a. Tinjauan ulang catatan prenatal dan intra operatif serta indikasi sectio

caesaria.

b. Sirkulasi : pucat, riwayat hipertensi, perdarahan (600-800 mL)


21

c. Integritas ego : gembira, marah, takut, pengalaman kelahiran.

d. Eliminasi : urine, bising usus.

e. Makanan/ cairan : abdomen lunak, nafsu makan, berat badan, mual,

muntah.

f. Neurosensori : Kerusakan gerakan,tingkat anastesi

g. Nyeri : trauma bedah, nyeri penyerta, distensi vu, mulut kering.

h. Pernafasan : bunyi nafas

i. Keamanan : balutan abdomen, eritema, bengkak.

j. Seksualitas : kontraksi fundus, letak, lochea

k. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malas

Pengkajian Lanjutan

a. Observasi tanda-tanda vital

b. Pengkajian head to toe

2.3.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dan individu atau

kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasikan dan

dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga menurunkan, membatasi,

mencegah dan merubah status kesehatan (Nursalam, 2009).


22

Menurut Nanda NIC NOC 2015-2017 diagnosa yang muncul pada

pasien post sectio caesarea berdasarkan tanda dan gejala antara lain :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur

bedah) ditandai dengan keluhan tentang intensitas menggunakan

standar skala nyeri dan perubahan pada parameter fisiologis

(tekanan darah, pernafasan dan nadi).

b. Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.

c. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka sectio

caesarea.

d. Ketidakefetifan pemberian ASI berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan ibu
23

2.3.3 Perencanaan

2.1 Tabel Intervensi

No Diagnosa Tujuan/ Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 Nyeri Akut NOC NIC a. Untuk
a. Pain level Paint Management mengetahui
b. Pain control a. Kaji nyeri secara lokasi,
c. Comfort level komprehensis karakteristik,
Setelah diberikan termasuk lokasi, durasi,
asuhan keperawatan karakteristik, durasi frekuensi,
selama …x24 jam, frekuensi, kualitas kualitas, dan
diharapkan nyeri dan faktor presipitasi faktor
pasien berkurang, b. Kurangi faktor presipitasi.
dengan kriteria presipitasi nyeri b. Agar nyeri
hasil : c. Ajarkan teknik non berkurang
a. Pasien mampu farmakologi (teknik c. Untuk
mengontrol nyeri guided imagery) mengontrol
b. Pasien untuk mengontrol dan
melaporkan nyeri nyeri. mengalihkan
berkurang dengan Analgesic nyeri
skala nyeri (0-10) administration
menggunakan d. Berikan analgesik d. Untuk
manajemen nyeri. untuk mengurangi mengurangi
c. Menyatakan rasa nyeri. nyeri
nyaman setelah e. Pastikan bahwa
nyeri berkurang pasien tidak alergi e. Agar tidak
terhadap analgesic terjadi syok
yang diberikan anafilatik
f. Konsultasikan f. Agar pasien
dengan pasien dan dapat
keluarga untuk mengontrol
menyesuaikan level rasa nyeri dan
interval penghentian, tidak
laju dasar dan dosis ketergantunga
yang dibutuhkan n dengan
sesuai dengan analgesik
respon pasien.

2 Resiko Infeksi Setelah diberikan NIC a. Agar tidak


asuhan keperawatan Infection control menimbulkan
selama…x24 jam a. Bersihkan infeksi
diharapkan pasien lingkungan setelah
bebas dari infeksi, dipakai pasien lain
kriteria hasil : b. Pertahankan teknik b. Untuk
NOC Label : isolasi mencegah
Knowledge : c. Batasi engunjung penularan
Infection control bila perlu infeksi
Infection d. Cuci tangan setiap c. Untuk
precaution sebelum dan sesudah mengurangi
a. Klien bebas dari melakukan tindakan resiko infeksi
tanda dan gejala e. Monitor tanda dan d. Untuk
infeksi gejala infeksi (kalor, mengurangi
24

b. Menunjukkan rubor, dolor, tumor, resiko infeksi


kemampuan fungsio laesia)
untuk mencegah f. Beri KIE tentang
timbulnya infeksi cara dan pentingnya e. Untuk
c. Jumlah leukosit menjaga kebrsihan memantau
dalam batas luka. tanda dan
normal. gejala infeksi

f. Agar pasien
mengetahui
cara menjaga
dan
mengetahui
pentingnya
menjaga
kebersihan
luka
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC
pemberian ASI tindakan Breastfeding
berhubungan dengan keperawatan Assistence
kurangnya selama ...x 24 jam a. Pantau
pengetahuan ibu diharapkan pasien keterampilan ibu
mampu memahami dalam menyusui
pentingnya Rasional :
pemberian ASI, Untuk mengetahui
mampu melakukan tingkat
teknik menyusui pemahaman ibu
yang benar, Ibu dalam menyusui
mengindikasi Breast Examination
kepuasan terhadap Lactation Supersion
pemberian ASI b. Fasilitasi proses
NOC bantuan interaktif
a. Breastfeding untuk membantu
ineffectictive mempertahankan
b. Breathing Patten keberhasilan
ineffectictive proses pemberian
Breastfeding ASI
interupted Rasional :
Untuk membantu
mempertahankan
keberhasilan
pemberian ASI
c. Sediakan
informasi tentang
laktasi dan teknik
memompa ASI,
cara
mengumpulkan
dan menyimpan
ASI
Rasional :
Untuk menambah
pengetahuan ibu
dalam menyimpan
ASI
25

Lactation Counceling
d. Sediakan
informasi tentang
keuntungan dan
kerugian
pemberian ASI
Rasional :
Agar ibu tahu
manfaat
pemberian ASI
4. Intoleransi Aktifitas setelah diberikan NIC a. Mengetahui
berhubungan dengan asuhan keperawatan Manajemen energi penyebab
tirah baring selama …x24jam a. Kaji status pasien tidak
diharapkan toleransi fisiologis pasien mampu
terhadap aktifitas, yang menyebabkan melakukan
daya tahan, dan kelelahan ADL agar
energy psikomotor b. Pantau respon sesuai dengan
meningkat dengan nutrisi untuk intervensi
kriteria hasil : memastikan yang
NOC Label : sumber-sumber direncanakan
Toleransi terhadap energi yang b. Untuk
aktivitas adekuat mengetahui
1. Tingkat kelelahan c. Anjurkan pasien asupan pasien
dan melakukan c. Membantu
ketidaknyamanan aktivitas fisik mobilisasi
berkurang (ambulansi, ADL) tubuh pasca
2. Mampu sesuai dengan partum dan
memenuhi kemampuan energi meningkatkan
kebutuhan pasien ADL secara
istirahat dan d. Monitor tanda- mandiri
status perawatan tanda vital pasien d. Mengetahui
diri (tekanan darah, perubahan
3. Tanda-tanda vital nadi, respirasi) status
dalam batas e. Evaluasi secara kesehatan
normal bertahap kenaikan pasien
4. Berpartisipasi level aktivitas e. Untuk
latihan mobilitas pasien mengetahui
kemajuan dan
kemandirian
pasien dalam
melakukan
ADL

2.3.4 Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan merupakan aplikasi dari

rencana yang telah disusun sebelumnya dimana tujuan dari pelaksanaan ini
26

adalah memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. Pelaksanaan tindakan

dalam kasus sudah dapat dilaksanakan, namun dalam pelaksanaan ada

beberapa tindakan yang tidak bisa dilaksanakan karena disesuaikan dengan

keadaan ruangan juga karena keterbatasan waktu penulis dalam perawatan

pasien (Doenges, M.E2000 : Carpenito, L.J 2007).

a. Pada diagosa nyeri akut untuk tindakan keperawatan dapat dilakukan

sesuai dengan rencana. Waktu pelaksanaan selama 3x24 jam dilaksanakan

dengan menentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan, observasi

reaksi secara verbal dan nonverbal , Monitor tanda-tanda vital,

mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam, menganjurkan pasien

untuk melakukan ambulasi dini , Kolaborasi dalam pemberian analgetik

sesuai indikasi

b. Pada diagnosa risiko infeksi untuk tindakan keperawatan dapat dilakukan

sesuai dengan rencana. Waktu pelaksanaan selama 3x24 jam dilaksanakan

dengan mengobserasasi tanda-tanda vital dan perhatikan peningkatan suhu

tubuh, Observasi proses penyembuhan luka , mempertahankan teknik

aseptik pada saat perawatan luka, dan kolaborasi pemberian antibiotik

sesuai indikasi

c. Pada diagnosa perubahan eliminasi urine tindakan keperawatan dapat

dilakukan sesuai dengan rencana. Waktu pelaksanaan selama 3x24 jam

dilaksanakan dengan memperhatikan dan catat jumlah, warna dan

konsentrasi drainase urin, menganjurkan ibu untuk berkemih tiap 4-6 jam

apabila memungkinkan.
27

d. Pada diagnosa disfungsi seksual tindakan keperawatan dapat dilakukan

sesuai dengan rencana. Waktu pelaksanaan selama 3x24 jam dilaksanakan

dengan mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang fungsi

seksualitasnya, KIE pasien tentang alat kontrasepsi saat akan melakukan

hubungan seksualitas, dan melakukan kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian terapi farmakologi.

Implementasi pada penelitian ini berfokus pada pemberian teknik guided

imagery untuk mengurangi nyeri pada pasien post sectio caesarea

2.3.5 Evaluasi

Menurut Asmadi, 2008 Evaluasi adalah tahap akhir dari proses

keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana

antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat

pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan

dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi

menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari

siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke

dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara

umum, evaluasi ditujukan untuk:

1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.

3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

2.2 Tabel Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi


28

1. Nyeri akut berhubungan S = Data yang diperoleh dari respon pasien


dengan agens cedera fisik secara verbal
(prosedur bedah) ditandai O = Data yang diperoleh dari respon pasien
dengan keluhan tentang secara non verbal atau melalui pengamatan
intensitas menggunakan perawat
standar skala nyeri dan A = Tindak lanjut dan penentuan apakah
perubahan pada parameter implementasi akan dilanjutkan atau sudah
fisiologis (tekanan darah, terlaksana dengan baik
pernafasan dan nadi) P = Rencana selanjutnya
2. Risiko infeksi berhubungan S = Data yang diperoleh dari respon pasien
dengan gangguan integritas secara verbal
kulit O = Data yang diperoleh dari respon pasien
secara non verbal atau melalui pengamatan
perawat
A = Tindak lanjut dan penentuan apakah
implementasi akan dilanjutkan atau sudah
terlaksana dengan baik
P = Rencana selanjutnya
3. Perubahan Eliminasi urine S = Data yang diperoleh dari respon pasien
secara verbal
O = Data yang diperoleh dari respon pasien
secara non verbal atau melalui pengamatan
perawat
A = Tindak lanjut dan penentuan apakah
implementasi akan dilanjutkan atau sudah
terlaksana dengan baik
P = Rencana selanjutnya
4. Ketidakefektifan pemberian S = Data yang diperoleh dari respon pasien
ASI berhubungan dengan secara verbal
kurangnya pengetahuan ibu O = Data yang diperoleh dari respon pasien
secara non verbal atau melalui pengamatan
perawat
A = Tindak lanjut dan penentuan apakah
implementasi akan dilanjutkan atau sudah
terlaksana dengan baik
P = Rencana selanjutnya
5. Ketidakefektifan proses S = Data yang diperoleh dari respon pasien
kehamilan melahirkan secara verbal
O = Data yang diperoleh dari respon pasien
secara non verbal atau melalui pengamatan
perawat
A = Tindak lanjut dan penentuan apakah
implementasi akan dilanjutkan atau sudah
terlaksanakan dengan baik
P = Rencana selanjutnya.
6 Intoleransi Aktifitas S = Data yang diperoleh dari respon pasien
berhubungan dengan tirah secara verbal
baring O = Data yang diperoleh dari respon pasien
secara non verbal atau melalui pengamatan
perawat
A = Tindak lanjut dan penentuan apakah
implementasi akan dilanjutkan atau sudah
terlaksanakan dengan baik
P = Rencana selanjutnya.
29

2.4 Terapi Guided Imagery

2.4.1 Pengertian

Tindakan non-farmakologi untuk meredakan nyeri banyak ditemukan

dalam aktifitas keperawatan. Peran perawat adalah mengidentifikasi dan

mengobati nyeri dan berkolaborasi dengan medis untuk meredakan dan

menghilangkan rasa nyeri tersebut (Andarmoyo, 2013). Tindakan non-

farmakologi umumnya digunakan karena mempunyai efek samping yang

sangat rendah, tindakan non farmakologi ini dapat mempergunakan terapi-

terapi yang dapat menurunkan intensitas pada nyeri. Benyak terapi yang

dapat dilakukan dalam pengaplikasian penurunan intensitas nyeri salah

satunya adalah teknik guided imagery. Guided imagery adalah metode

relaksasi untuk menghayalkan tempat dan kejadian berhubungan dengan

rasa relaksasi yang menyenangkan khayalan tersebut memungkinkan pasien

memasuk kekedaan atau pengalaman relaksasi (Novarenta, 2009). Terapi

imajinasi terbimbing merupakan salah satu aktifitas kognitif yang dapat

dipergunakan untuk menurunkan persepsi nyeri dengan melibatkan pikiran

sehingga ada stimulus nyeri sering menjadi berkurang (Yuliatun, 2008).

Guided imagery adalah sebuah teknik yang memanfaatkan cerita atau narasi

untuk mempengaruhi pikiran (Hart, 2008 dalam Widodo, 2012). Guided

imagery dapat berfungsi sebagai pengalih perhatian dari stimulus yang

menyakitkan dengan demikian dapat mengurangi respon nyeri

(Jcboson,2006 dalam Widodo, 2012). Teknik guided imagery merupakan

salah satu dari teknik relaksasi untuk menurunnya denyut jantung, tekanan
30

darah, dan kecepatan pernapasan, meningkatnya kesadaran secara global,

menurunnya kebutuhan oksigen, perasaan damai serta menurunnya

ketegangan otot dan kecepatan metabolism, selain itu untuk mencapai

pengurangan nyeri yang optimal (Potter-Perry, 2010).

Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup jadi upayakan

kondisi lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan,

kebisingan, bau menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu

dipertimbangkan agar tidak menggaggu pasien dalam berkonsentrasi.

Beberapa pasien lebih rileks dengan cara menutup matanya (Prasetyo,2010).

2.4.2 Tujuan terapi guided imagery

Guided Imagery adalah sebuah teknik relaksasi yang bertujuan untuk

mengurangi stress dan meningkatkan perasaan tenang dan damai serta

merupakan obat penenang untuk situasi yang sulit dalam kehidupan.

Guided Imagery merupakan suatu teknik untuk mengkaji kekuatan pikiran

saat sadar maupun tidak sadar untuk menciptakan bayangan gambaran yang

membawa ketenangan dan keheningan (National Safety Council, 2004

dalam Indonesian Nurse,2008).

Jenis relaksasi guided imagery dapat dilakukan dengan satu pelatih

untuk membingbing klien dalam membangun kesan yang positif dimana

pasien dapat berkonsentrasi pada pengalaman sensori yang dimiliki. Peran

perawat yaitu membantu klien untuk memilih gambaran atau mencelupkan


31

ke air yang sejuk. Bayangan ini berfungsi sebagai perangkat mental dalam

teknik ini.

ang santai atau tenang, pengalaman yang menyenangkan.

2.4.3 Teknik Melakukan guided imagery

Teknik ini dimulai dengan proses relaksasi pada umunya yaitu meminta

kepada klien untuk perlahan-lahan menutup matanya, dan berfokus pada

nafas mereka, klien didorong untuk relaksasi mengosongkan pikiran dan

memenuhi pikiran dengan bayangan untuk membuat damai dan tenang.

(Rahmayanti,2010 dalam Patasik, 2013)

Anda mungkin juga menyukai