Anda di halaman 1dari 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

si Kepala Panggul 1. Definisi DKP adalah adanya ketidakseimbanngan Hariadi. 1999) 2. Etiologi Kemungkinan penyebab dari DKP meliputi: a. Bayi besar (disproposi absolut)
o o o o

antara luasnya

panggul ibu dengan besarnya kepala janin (S. Martohoesodo dan R.

Faktor hereditas postdate diabetes multiparitas

b.

Presentasi abnormal (disproposi relatif) Janin normal lahir dalam posisi occipito anterior Jika kepala fleksi dengan baik kemudian kepala dalam posisi diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm ) dan akan mudah melewati panggul. Pada presentsi diameter tang lain akan menghasilkan presentasi dengan diameter yang lebih besar (11.5 cm - 13.5 cm).

c. d. e.

Panggul kecil Kelainan bentuk panggul abnormal Kelainan traktus genital


o o o

cervix : kekakuan kongenital, parut pasca operasi vagina : septum kongenital Fibroid dapat menyebabkan obstruksi (Merck, 2005)

3.

Diagnosa a. Anamnesis o o o b. o o o Riwayat bedah cesar atas indikasi DKP Riwayat trauma atau penyakit panggul Persalinan yang tidak maju. Hamil aterm, kepala belum masuk panggul. Pemeriksaan panggul dalam panggul sempit. Sudut Muller Kerr Monroe tumpul. (SMF Obsgin RSDM, 2004) Diagnosa dari DKP seringkali ketika perjalanan dari persalinan tidak adekuat dan terapi medis seperti oksitosin tidak berhasil dicoba. DKP sulit didiagnosa sebelum persalinan dimulai jika bayi diperkirakan besar dan pangul ibu diketahui sempit. menentukan berat badan janin. DKP. (Merck, 2005) Untuk mengantisipasi adanya kecurigaan DKP bila terdapat : a. b. c. d. e. f. Tinggi badan kurang dari 145 cm Malnutrisi yang kronis Trauma yang menyebabkan fraktur pada panggul Gangguan neuromuskular Kyphoscoliosis Riwayat obsterik jelek USG digunakan untuk memperkirakan ukuran janin, meskipun tidak 100 % akurat dalam Pemeriksaan fisik khususnya pengukuran pelvis seringkali lebih akurat dalam menentukan diagnosa

Pemeriksaan Fisik

4.

Penatalaksanaan a. b. DKP berat yang mengakibatkan persalinan macet sectio cesaria DKP ringan dapat dicoba partus percobaan (SMF Obsgin RSDM, 2004)

KETUBAN PECAH DINI 1. Definisi Ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan suatu teka-teki di bidang obstetrik, hal ini dapat dilihat dari etiologi yang belum jelas, kesulitan dalam mendiagnosis, berhubungan dengan resiko pada ibu dan janin dan juga karena panatalaksanaannya yang bermacam-macam dan masih merupakan kontroversi. KPD dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban pada saat fase laten sebelum adanya his. Pada persalinan yang normal, ketuban pecah pada fase aktif. Pada KPD kantung ketuban pecah sebelum fase aktif (Hariadi, 2004). KPD terjadi pada 10 % kehamilan, dimana sebagian besar terjadi pada usia kehamilan lebih dari 37 minggu dan juga terjadi spontan tanpa sebeb yang jelas (Hariadi, 2004). 2. Etiologi Dan Patogenesis KPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban, peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban. Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi

adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus (Hariadi, 2004). Moegni, 1999, mengemukakan bahwa banyak teori yang menyebabkan KPD, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen sampai infeksi. Namun sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) danprostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion yang menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 : a. Kehamilan multiple b. Riwayat persalinan preterm sebelumnya c. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene buruk d. Perdarahan pervaginam e. Bakteriuria f. pH vagina diatas 4,5 g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mm h. Flora vagina abnormal i. Fibronectin > 50 ng/ml j. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi 3. Diagnosis Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan beberapa cara (Cunningham dan Mac Donal, 1998) : a. Air ketuban yang keluar dari vagina Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban yang keluar dari vagina. Jika air ketuban tidak ada, tekanan

ringan pada uterus dan gerakan janin dapat mengakibatkan keluarnya air ketuban. b. Nitrazine test pH vagina normal adalah 4,5 5,5 sedangkan air ketuban mempunyai pH 7,0 7,5, sehingga kertas nitrasin akan cepat berubah warna menjadi biru bila terkena air ketuban. Namun cairan antiseptik, urin, darah dan infeksi vagina dapat meningkatkan pH vagina dan hal ini menyebabkan hasil nitrazine test positif palsu. c. Fern test Test ini positif bila didapatkan gambaran pakis yang didapatkan pada air ketuban pada pemeriksaan secara mikroskopis. d. Evaporation test e. Intraamniotic fluorescein f. Amnioscopy g. Diamine oxidase test h. Fetal fibronectin i. Alfa-fetoprotein test Komplikasi KPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin, diantaranya : a. Infeksi Infeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam (37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau busuk, maupun leukositosis. b. Hyaline membrane disease Beberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline memnrane disease sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat hubungan antara umur kehamilan denganhyaline membrane disease

dan chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease lebih banyak dibandingkan risiko infeksi. c. Hipoplasi pulmoner Hal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan bantuan ventilator. d. Abruptio placenta Hal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah perdarahan pervaginam. e. Fetal distress Hal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga untuk KPD. f. Cacat pada janin g. Kelainan kongenital Terapi Manajemen pada pasien dengan ketuban pecah dini tergantung dari keadaan pasien (Cunningham dan Mac Donal, 1998; Hariadi, 2004; Fernando,1993) a. Pasien yang sedang dalam persalinan Tidak ada usaha yang dapat dilakukan untuk menghentikan proses persalinan dan memperlama kehamilan jika sudah ada his yang teratur dan pada pemeriksaan dalam didapatkan pendataran servix 100 % dan dilatasi servix lebih dari 4 cm. Penggunaan tokolitik tidak efektif dan akan mengakibatkan oedem pulmo. b. Pasien dengan paru-paru janin yang matur mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan tingginya angka section cesaria pada pasien dengan

Maturitas paru janin dapat diketahui dari rasio lesitin-spingomielin, phosphatidylglycerol dan rasio albumin-surfaktan. Maturitas paru janin diperlukan untuk amniosintesis pada evaluasi awal pasien dengan ketuban pecah dini. c. Pasien dengan cacat janin Terapi konservatif dengan risiko infeksi pada ibu tidak perlu dilakukan bila janin mempunyai kalainan yang membahayakan. Namun pada janin dengan kelainan yang tidak membahayakan harus diperlakukan sebagai janin normal, namun input yang tepat merupakan terapi yang sangat penting. d. Pasien dengan fetal distress Kompresi tali pusat dan prolps tali pusat merupakan komplikasi tersering ketuban pecah dini, terutama padapresentasi bokong yang tidak maju (engaged), letak lintang dan oligohidramnion berat. Jika DJJ menunjukkan pola deselerasi sedang atau berat maka pasien harus cepat diterminasi. Jika janin dalam presentasi belakang kepala, maka dapat dilakukan amnioinfusion, induksi dan dapat dilakukan persalinan pervaginam. Namun bila janin tidak dalam presentasi kepala maka terapi yang dapat dilakukan adalh section cesaria. e. Pasien dengan infeksi Pasien dengan chorioamnionitis harus dilakukan induksi bila tidak ada kontraindikasi untuk dilakukan persalinan pervaginam dan bila belum dalam persalinan. Bila ada kontraindikasi untuk persalinan pervaginam, maka dilakukan section cesaria setelah pemberian antibiotic yang dimaksudkan untuk menurunkan komplikasi pada ibu dan janin. Beberapa penelitian menyebutkan section cesaria sebaiknya dilakukan bila persalinan pervaginam tidak dapat terjadi setelah 12 jam diagnosis chorioamnionitis ditegakkan. Menurut Mansjoer, 2002 terapi ketuban pecah dini adalah :

a. Ketubaan pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit b. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya. Kalau perlu kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin c. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik d. Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif yaitu tirah baring dan berikan sedative, antibiotic selama 5 hari, glukokortikosteroid dan tokolisis, namun bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan e. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksi persalinan. Bila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan f. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu, bila ada his, pimpin persalinan dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his, lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan bishop score kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan bishop score lebih dari 5, section cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan bishop score kurang dari 5.

BAB V SARAN

1. pengetahuan
2.

Edukasi tentang penyakit, penatalaksanaannya.

kepada gejala,

pasien dan

mengenai

komplikasinya,

Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas diperlukan antenatal care sedini mungkin dan secara teratur di unit pelayanan kesehatan khususnya mengenai pemeriksaan tentang kondisi jantung pasien, tekanan darah dan keadaan janin intra uterin.

DAFTAR PUSTAKA Abdul Bari, S. 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI, Jakarta. Pp : 35-45 Allan, H., et all. 1994. Current Obstetric & Ginecologic Diagnosis and Treatment. 8th edition. Appleton, Norwak, Connecticut. Brandon dkk , 2002. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd edition The Johns Hopkins University Department By Lippincott Williams & Wilkins Publishers Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. 1997. Williams Obstretics 20th edition. Prentice-Hall International Inc. Pp : 773-818

Fernando Arias.1993. Practicial Guide to Hight Risk Pregnancy and Delivery , 2 nd Edition, St. Louis Missiori, USA: 213-223 Hariadi R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Edisi Perdana Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Surabaya, : 364-382, 392-393, 426-443. James R., Md. Scott, Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th Ed:. Danforth By Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 9th edition. Joy, Satu and Lyon, Deborah. 2005. Diagnosis of Abnormal Labor. http://www.emedicine.com/med/topic3488.htm Merck. 2005. Problem in the First and Second Stage of Labor. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy. http://www.merck.com/mrkshared/mmanual/section18/chapter253/25 3g.jsp Neville, dkk. 2001. Esential Obstetri dan Gynecologi. Hipokrates, Jakarta. Pp : 20-30 Price dan Wilson. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Edisi 4. EGC. Pp : 722-23

10

Repke JT, Johnson TR, Ludmir J. 2005. Diagnosis of Abnormal Labor. http://www.cgmh.org.tw/intr/intr5/c6700/OBGYN/f/web/Abnormal %20Labor/ Rustam Mochtar. 1998. Kelainan Pada Letak Kepala. Dalam : Sinopsis Obstetri Jilid 1. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta. Pp: 339-340. S. Martohoesodo dan R. Hariadi. 1999. Distosia Karena Kelainan Letak dan Bentuk Janin. Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Kelima. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 597-598. S. Martohoesodo dan R. Hariadi. 1999. Distosia Karena Kelainan Panggul. Dalam Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga Cetakan Kelima. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Pp : 641-645. SMF Obsgin RSDM. 2004. Disproporsi Kepala Panggul. Dalam : Prosedur Tetap Pelayanan Profesi Kelompok Staf Medis Fungsional Obstetri & Ginekologi. RSUD Dr. Moewardi, Surakarta. Pp : 36-37.

11

Anda mungkin juga menyukai