Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA DAN EBM KPD

2.1 Definisi

Ketuban pecah dini adalah ketuban pecah, 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal

persalinan 5.

2.2 Epidemiologi

Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm, dan pada

midtrimester kehamilan. Frekuensi kejadiannya yaitu 8%, 1% –3% dan kurang dari 1 %.

Secara umum, insiden dari KPD terjadi sekitar 7 –12 % 6. Menurut EASTMAN insidensi

ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan7 sedangkan menurut

Rahmawati, insiden KPD adalah sekitar 6-9 % dari kehamilan 8.

2.3 Etiologi

Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa

laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor

mana yang berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya,

meliputi 9,10:

a. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan

meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi

kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan

infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan

morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat.

b. Serviks inkompeten menyebabkan dinding ketuban paling bawah mendapatkan tekanan

yang semakin tinggi.


c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).

d. Multipara, grandemultipara. Pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi

proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis yang

akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda-tanda inpartu.

e. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda dan sefalopelvik disproporsi.

Hidramnion atau kadang-kadang disebut polihidramnion adalah keadaan di

mana banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc (Prawirohardjo, 2007). Hidramnion

dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia esophagus, gemeli dan ibu yang

mengalami diabetes mellitus gestasional (DMG). Ibu dengan DMG akan melahirkan

bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan

amnion juga akan berlebih (Saifuddin, 2002). Kehamilan ganda adalah kehamilan

dengan dua janin atau lebih sehingga kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah

10 kali lebih besar (Mochtar, 1998).

f. Kelainan letak yaitu letak lintang sungsang

g. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu muda.

i. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih.

j. Merokok selama kehamilan.

2.4 Patofisiologi

Mekanisme Ketuban Pecah Dini 1

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan

peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan

biokimia yang menyebabkan selaput ketuban bagian inferior rapuh.


Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ektraseluler matriks.

Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen

berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor resiko untuk terjadinya ketuban

pecah dini adalah:

a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur

abnormal karena antara lain merokok.

Degenerasi kolagen dimediasi oleh matriks Metaloproteinase (MMP) yang

dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor proteinase.

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah

pada degenerasi proteolitik dari matriks ektraseluller dari membran janin. Aktifitas

degenerasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis dari

komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu.

Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen amnion

interstitial terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel mesenkim juga penting dalam

mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matriks metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam

remodeling tissue dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-9 ditemukan

dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivitas

MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini

pula ditemukan rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Peningkatan enzim protease dan penurunan dari inhibitor mendukung teori bahwa enzim-

enzim ini mempengaruhi kekuatan dari membran fetal.

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker apoptosis

di membran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan

yang normal. Banyak penelitian yang mengatakan bahwa ketuban pecah dini terjadi

karena gabungan aktivasi aktivitas degradasi kolagen dan kematian sel yang membawa

pada kelemahan dinding membran fetal 11.

2.5 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang 6.

Anamnesis

Dari anamnesis bisa menegakkan 90% dari diagnosis. Kadangkala cairan seperti urin dan

vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah pada vagina atau

mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba- tiba dari jalan lahir.

Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban

baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

 Pemeriksaan inspekulo
Merupakan langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam

seperti vaginal toucher dapat meningkatkan risiko infeksi. Cairan yang keluar dari

vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH-nya. Yang dinilai adalah :

a. Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari serviks.

Dilihat juga dari prolaps dari tali pusat atau ekstremitas bayi. Bau dari amnion yang

khas juga diperhatikan.

b. Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diagnosis KPD.

Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien batuk untuk mempermudah

melihat pooling.

c. Cairan amnion dikonfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas nitrazin

akan berubah menjadi biru jika pH cairan diatas 6.0 –6.5. Sekret vagina ibu hamil

memiliki pH 4 –5, dengan kertas nitrazin tidak memberikan perubahan warna. Tes

nitrazin ini bisa memberikan hasil positif palsu bila tersamarkan dengan cairan

seperti darah, semen atau vaginitis seperti trichomoniasis.

d. Mikroskopis (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazin masih samar dapat

dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.

Cairan di swab kemudian dikeringkan di atas gelas objek dan dilihat dibawah

mikroskop. Gambaran ‘ferning’ menandakan cairan amnion.

e. Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia, gonnorhea dan group B

Streptococcus.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan alpha-fetoprotein (AFP). Konsentrasinya tinggi di dalam cairan

amnion tetapi tidak di semen dan urin.

b. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisis.

c. Tes pakis.

d. Tes lakmus (Nitrazine test).

2. Pemeriksaan ultrasonography (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum

uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohidramnion

atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan anamnesis dari pasien bisa

membantu diagnosis tetapi bukan menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal.

Selain itu dinilai Amniotic Fluid Index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia

janin. Ultrasonografi dapat mengidentifikasikan kehamilan ganda, janin yang tidak

normal atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosentesis dan sering

digunakan dalam mengevaluasi janin. Pemeriksaan USG berguna untuk menegakkan

diagnosis ketuban pecah dini.

2.6 Diagnosis banding5

a. Cairan dalam vagina bisa urine atau fluor albus

b. “Hind water” and “fore water rupture of the membrane”

2.7 Penatalaksanaan1

a. KPD dengan kehamilan aterm

 MRS

 Diberikan antibiotik (ampisilin 4x500mg/eritromisin 2x500)

 Observasi suhu rektal tidak meningkat,


Ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi

 Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam,

Tidak ada tanda-tanda inpartu, dilakukan terminasi

b. KPD dengan kehamilan prematur

1. EFW > 1500 gram

 Ampiciline 1gr/hr tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg

tiap 12 jam selama 2 hari

 Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru. (Betamethasone 12mg iv, 2 x

selang 24 jam)

 Observasi 2 x 24 jam, kalau belum ada tanda-tanda inpartu segera terminasi

 Observasi suhu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat > 37.6oC

segera terminasi

2. EFW < 1500 gram

 Observasi 2 x 24 jam

 Observasi suhu rektal tiap 3 jam

 Pemberian antibiotik (Ampiciline 1gr/hr tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan

gentamycine 60-80 mg tiap 12 jam selama 2 hari) / kortikosteroid

(Betamethasone 12mg iv, 2 x selang 24 jam)

 Bila suhu rektal meningkat > 37.6oC, segera terminasi

 Bila 2 x 24 jam cairan tidak keluar

USG: Bagaimana jumlah air ketuban

- Bila jumlah air ketuban cukup, dilanjutkan perawatan diruangan s/d 5

hari
- Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi

 Bila 2 x 24 jam cairan ketuban tetap keluar, segera terminasi

 Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat:

- Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam, atau keluar cairan lagi

- Tidak boleh koitus

- Tidak boleh manipulasi vagina

Terminasi Persalinan yang dimaksudkan diatas adalah

1. Induksi persalinan dengan memakai drip oxytocin (5u/500cc D5%), bila

persyaratan klinis memenuhi

2. Sektio Sesar : bila persyaratan untuk drip oxytoxin tidak terpenuhi (ada

kontra indikasi), atau drip oxytocin gagal.

c. KPD yang dilakukan induksi

1. Bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal persalinan dengan atau belum keluar dari

fase laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan seksio sesar

2. Bila dengan 2 botol (5u/500cc D5%) dengan tetesan maksimum, belum ada tanda-

tanda inpartu atau belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal, persalinan

diselesaikan dengan seksio sesar.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan.

Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena

kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden secsio sesarea, atau gagalnya

persalinan normal 1.

a. Infeksi
Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada kasus ketuban pecah dini. Pada ibu

terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.

Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.

b. Persalinan prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung

umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban

pecah. Pada kehamilan 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan

kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

c. Hipoksia dan Afiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga

terjadi afiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan

derajad oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

d. Sindrom Deformitas Janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan serta hipoplasi

pulmonar.

2.9 Prognosis

Prognosis tergantung pada usia kandungan, keadaan ibu dan serta adanya infeksi

atau tidak. Pada usia kehamilan lebih muda, midtrimister (13-26 minggu) memiliki

prognosis yang buruk. Kelangsungan hidup bervariasi dengan usia kehamilan saat

diagnosis (dari 12% ketika terdiagnosa pada 16-19 minggu, sebanyak 60% didiagnosis

pada 25-26 minggu). Pada kehamilan dengan infeksi prognosis memburuk, sehingga bila

bayi selamat dan dilahirkan memerlukan penanganan yang intensif. Apabila KPD terjadi
setelah usia masuk ke dalam aterm maka prognosisnya lebih baik terutama bila tidak

terdapatnya infeksi, sehingga terkadang paska aterm sering digunakan induksi untuk

membantu persalinan 12,13.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo, 2009. “Ilmu Kebidanan”. Bina Pustaka Prawirohardjo. Jakarta.

2. Cunningham F, Gary et al, 2006, Obstetri Williams, Edisi 21, Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

3. Helen F , 2001. “Perawatan Maternitas : Plasenta dan Janin”. Edisi 2. Buku Kedokteran

EGC. Jakarta

4. Yulaikhah, Lily, 2009. “Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan”. Buku Kedokteran

EGC,Jakarta.

5. Pedoman Diagnosis dan Terapi, 2008. Bag/Smf Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

Edisi III. RSUD Dr. Soetomo Surabaya

6. Chan Paul D, John Susan M, 2006. Current Clinical Strategies Gynecology and Obstetrics,

Current Clinical Strategies Publishing, California

7. Mocthar Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri jilid 1. Edisi kedua. Buku Kedokteran. ECG.

Jakarta

8. Rahmawati, Eni Nur, 2011. Ilmu Praktis Kebidanan: Kelainan-kelainan dan penyakit telur.

Victory Inti Cipta. Surabaya

9. Manuaba Chandranita Ida Ayu et all, 2009, Buku Ajar Patologi Obstetri untuk Mahasiswa

Kebidanan, Cetakan pertama, Buku Kedokteran EGC,Jakarta

10. Morgan Geri, Hamilton Carole, 2009. Panduan Praktik Obstetri dan Ginekologi, Buku

Kedokteran ECG. Jakarta

11. Parry Samuel et al,1998. Premature Rupture of The Fetal Membranes. New England

Journal Medicine, pp : 663 –670


12. Manuaba IBG, 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit ECG. h 456-60

13. The Medscape Journal of Medicine. 2011. “Premature Rupture of Membrane”. Diunduh

dari emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai