Anda di halaman 1dari 7

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Definisi
Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of the Membranes (PROM) adalah
keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu.
PROM terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu, sedangkan preterm premature
rupture of membranes (PPROM) terjadi sebelum usia gestasi 37 minggu.
Terdapat suatu istilah yang disebut dengan periode laten, yang merupakan masa
dari pecahnya selaput amnion sampai terjadinya persalinan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50%
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan <26 minggu persalinan seringkali terjadi dalam
1 minggu.
B. Faktor Risiko
Tidak ada etiologi tunggal yang menyebabkan KPD, faktor yang diduga berpengaruh:
1. Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
2. Kehamilan preterm dan/atau riwayat persalinan preterm sebelumnya
3. Riwayat IMS
4. Infeksi traktus genital
5. Perdarahan pervaginam
6. Distensi uterus (e.g pasien dengan kehamilan multiple dan polihidramnion)
7. Penurunan jumlah kolagen dari membrane amnion
8. Merokok
C. Mekanisme
Secara umum, ketuban pecah dalam persalinan disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Perubahan biokimia pada daerah tertentu dapat menyebabkan
selaput ketuban inferior rapuh (bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh), sehingga
menyebabkan selaput ketuban pecah.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi matriks ekstraseluler. Adanya
perubahan pada struktur, jumlah, sel, dan katabolisme kolagen matriks ekstraseluler
amnion, korion, dan apoptosis membrane janin dapat menyebabkan selaput ketuban pecah.
Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan KPD adalah:
1. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
2. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur
abnormal karena antara lain merokok
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat
oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah
pada degradasi proteolitik dan matriks ekstraseluler serta membrane janin. Aktivitas
degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis
dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput
ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban berhubungan degan
pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan gerakan janin. Pada trimester akhir terjadi
perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm
merupakan hal fisiologis. KPD pada kehamilan premature disebabkan oleh adanya faktor-
faktor eksternal, seperti infeksi yang menjalar dari vagina. KPD premature sering terjadi
pada polihidramnion, inkompeten serviks, atau solutio plasenta.
D. Klasifikasi
Menurut PNPK POGI 2016 dibagi menjadi 2, yaitu:
1. KPD Preterm
Pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin, tes fern atau IGFBP-
1, pada UK <37 minggu sebelum onset persalinan.
2. KPD Aterm
Pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes
nitrazin, tes fern, atau IGFBP-1, pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Penderita merasa keluar cairan yang banyak secara tiba-tiba. Ketahui waktu dan
kuantitas dari cairan yang keluar, bau dan warna, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat KPD sebelumnya, dan faktor-faktor risikonya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dalam yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena
dapat meningkatkan risiko infeksi neonatus, terutama bila belum dalam persalinan.
Lakukan satu kali pemeriksaan inspekulo dengan spekulum steril untuk melihat
adanya cairan yang keluar dari serviks atau menggenang di forniks posterior. Jika
cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan
lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika tidak ada, gerakkan sedikit bagian
terbawah janin, atau minta ibu untuk mengedan/batuk. Jika tidak terlihat adanya aliran
cairan amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali jika
terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini.
3. Pemeriksaan Penujang
a. USG
Digunakan untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume
atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin
dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT), maka kecurigaan ketuban
pecah sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak
menyingkirkan diagnosis. Pada penilaian subyektif, cairan amnion dikatakan
normal bila masih ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus, dan
bagian lain cukup terisi cairan ketuban. Bila sedikit, maka sebagian besar tubuh
janin akan melekat pada dinding uterus, sedangkan bila hidramnion, maka tidak
ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus.
Air ketuban normalnya berkisar 60 ml pada UK 12 minggu, 175 ml pada
UK 16 minggu, dan 400-1.200 pada UK 34-38 minggu. Pada USG di UK <24
minggu metode pemeriksaan jumlah air ketuban disebut dengan maximum vertical
pocket, dimana normalnya tinggi cairan ketuban berada direntang 2-8 cm. jika <2
dapat dikatakan oligohidramnion. Sedangkan pada UK >24 minggu pengukuran
menggunakan amniotic fluid index (AFI). Pada AFI dokter akan memeriksa
jumlah air ketuban dari 4 bagian Rahim yang berbeda, kemudian kesemuanya
dijumlahkan untuk mendapatkan hasil akhir. Menurut American Pregnancy
Association, AFI normal berkisar anatar 5-25 cm. jika hasilnya <5 artinya air
ketuban dalam kandungan sangat sedikit.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/duh dari vagina/perineum. Beberapa indicator
laboratorik yang bermakna adalah jumlah leukosit dalam air ketuban (20 ml atau
lebih), CRP (>0,7 mg/ml), leukosit serum Ibu (>13.000/ml). Jika diagnosis masih
belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin/lakmus dan tes fern,
dapat dipertimbangkan. (pH cairan amnion berkisar ~7.1-7.3, pH sekret vagina
~4.5-6)
Fern test adalah suatu pemeriksaan mikroskopis. Saat cairan yang diduga
cairan amnion diperiksa dibawah mikroskop, akan tampak pola seperti tanaman
pakis yang merupakan hasil kristalisasi garam cairan amnion. Darah dan
meconium dapat mempersulit visualisasi dari fern. Uji ini dapat memberikan
diagnosis mendekati 100% jika dikombinasikan denngan nitrazin test.

F. Tatalaksana
Hal penting yang harus dipastikan:

- Cairan tersebut adalah cairan amnion dengan memperhatikan:


o Bau cairan ketuban yang khas
o Tes Nitrazin: lihat apakah kertas lakmus berubah dari merah menjadi biru. Harap
diingat bahwa darah, semen, dan infeksi dapat menyebabkan hasil positif palsu
o Gambaran pakis yang terlihat di mikroskop ketika mengamati sekret
servikovaginal yang mengering
- Tidak ada tanda-tanda in partu
- Ada tidaknya infeksi: ditandai degan suhu Ibu ≥38oC, air ketuban keruh dan berbau,
pada pemeriksaan dengan tes LEA (leukosit esterase) ditemukan leukosit darah
>15.000/mm3, janin mengalami takikardi dapat dicurigai adanya infeksi intrauterin

1. Tatalaksana Umum
a. Berikan antibiotic profilaksis eritromisin 4x250 mg selama 10 hari (hanya jika ada
tanda/risiko infeksi)
b. Pada pasien hamil aterm
1) Jika sejak onset ketuban pecah belum mencapai 8 jam dan pasien belum dalam
persalinan, maka observasi dahulu
2) Jika sudah memenuhi waktu 8 jam sejak onset ketuban pecah,
- pasien sudah dalam persalinan (inpartu), observasi kemajuan persalinan di
faskes I, jika partograf menunjukkan telah melewati garis waspada dapat
segera dirujuk
- pasien belum dalam persalinan, rujuk ke fasilitas yang memadai untuk
tindakan lebih lanjut
c. Pada pasien hamil preterm, dapat langsung dirujuk
2. Tatalaksana Khusus
a. Di RS rujukan, lakukan tatalaksana sesuai dengan UK:
- >34 minggu:
o Jika UK 34-37 minggu: (manajemen konservatif)
 belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negative, beri
dexamethasone, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada UK 37 minggu
 sudah inpartu, tidak ada infeksi, beri tokolitik (salbutamol),
dexamethasone, dan induksi sesudah 24 jam
*Lakukan induksi bila tidak ada kontraindikasi
 ada infeksi, beri antibiotic, dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda
infeksi (suhu, angka leukosit, tanda infeksi intrauterin)
 beri steroid untuk memacu kematangan paru janin
o UK >37 minggu: (manajemen aktif)
 Induksi dengan oksitosin. Jika gagal lakukan seksio sesarea
 Dapat juga berikan misoprostol 25-50 µg tiap 6 jam maksimal 4 kali
 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan
lakukan terminasi
 Berdasarkan skor pelvik:
 Jika skor pelvik <5, beri induksi untuk pematangan serviks,
seperti dengan misoprostol
 Jika skor pelvik >5, induksi persalinan dengan oksitosin
o Pada usia kehamilan ini, mempertahankan kehamilan justru akan
meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis
- 24-33 minggu:
o Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa persalinan lebih baik
dibanding mempertahankan kehamilan. Bila terdapat amnionitis, abrupsio
plasenta, dan kematian janin, lakukan persalinan segera.
o Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam untuk merangsang
pematangan paru
o Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin
o Bayi dilahirkan di UK 34 minggu, atau di UK 32-33 minggu, bila dapat
dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa
paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas
perawatan bayi preterm)
- <24 minggu:
o Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin. Morbiditas
minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan takipnea transien, serta
morbiditas mayor seperti sindroma distress pernapasan dan perdarahan
intraventrikular, diduga lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia ini.
Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan
kehamilan adalah pilihan yang lebih baik.
o Lakukan konseling pada pasien. Terminasi mungkin menjadi pilihan
o Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana korioamnionitis
G. Komplikasi
1. Persalinan preterm
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan <26
minggu persalinan seringkali terjadi dalam 1 minggu.
2. Infeksi
Infeksi lebih sering terjadi pada ketuban pecah dini preterm daripada aterm. Pada
ibu dapat terjadi korioamnionitis, endomyometritis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
Kriteria klinis infeksi yang digunakan pada KPD yaitu; adanya febris, uterine
tenderness (di periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut nadi maternal >100x/menit),
serta DJJ >160x/mnt
3. Hipoksia dan asfiksia
Pecahnya ketuban akan menyebabkan oligohidramnion sehingga bagian kecil janin
menempel erat dengan dinding uterus yang dapat menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat
oligohidamnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat (PJT), kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonary

Anda mungkin juga menyukai