Anda di halaman 1dari 7

KONSEP DASAR KETUBAN PECAH DINI

Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya
persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion sebelum usia kehamilan mencapai 37
minggu dengan atau tanpa kontraksi (Hossam, 1992).
Etiologi
Penyebab pasti dari KPD ini belum jelas. Akan tetapi, ada beberapa keadaan yang berhubungan
dengan terjadinya KPD ini, diantaranya adalah sebaigai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Trauma : amnio sintesis, pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual.


Peningkatan tekanan uterus, kehamilan kembar, atau poli hidronion.
Infeksi vagina, serviks atau korioamnionitis streptococcus, serta bakteri vagina.
Selaput amnion yang mempunyai struktur yang lemah/selaput terlalu tipis.
Keadaan abnormal dari fetus seperti malpresentasi.
Kelainan pada serviks atau alat genitalia seperti ukuran serviks yang pendek (kurang 25cm).
Multipara dan peningkatan usia ibu.
Defisiensi nutrisi.

Manifestasi Klinis
Ibu biasanya datang dengan keluhan utama keluarnya cairan amnion/ketuban melewati vagina.
Selanjutnya jika masa laten panjang, dapat terjadi korioamnionitis. Untuk mengetahui bahwa
telah terjadi infeksi ini adalah mula-mula dengan terjadinya takikardi pada janin. Takikardi pada
ibu muncul kemudian, ketika ibu mulai demam. Jika ibu demam, maka diagnosis
korioamnionitis dapat ditegakkan, dan diperkuat dengan terlihat adanya pus dan bau pada secret.
Faktor predisposisi
Faktor pencetus kejadian ketuban pecah dini harus diwaspadai jika : adanya kehamilan multiple,
riwayat persalinan preterm sebelumnya, tindakan senggama : tidak berpengaruh kepada risiko,
kecuali jika hygiene buruk, predisposisi terhadap infeksi, perdarahan pervaginam, bakteri dengan
pH vagina di atas 4.5, servix tipis, flora vagina abnormal, kadar CRH (corticotrophin releasing
hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi
persalinan preterm.

Diagnosa
Dengan speculum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo. Nilai apakah cairan keluar melalui
ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior. Jangan lakukan pemeriksaan dalam dengan jari,
karena tidak membantu diagnosis dan dapat mengundang infeksi.
Jika mungkin lakukan : test lakmus (test nitrazin). Jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan
tes yang positif palsu. Test pakis, dengan meneteskan cairan ketuuban pada obyek gelas dan
biarkan kering. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan Kristal cairan amnion dan gambaran
daun pukis.
Komplikasi
Komplikasi pada KPD antara lain dapat menyebabkan: infeksi intra partum (korioamnionitis)
ascendens dari vagina ke intrauterine; persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan
preterm; komplikasi pada ibu mencakup peningkatan kejadian persalinan melalui bedah Caesar
(akibat malpresentasi, prolaps tali pusat), infeksi intra amnion (15-30%) dan endometriris pasca
persalinan; gawat janin dan kematian janin akiibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi
bokong atau letak lintang); oligohidroamnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air
ketuban habis.
Jenis dan penatalaksanaan KPD
a. KPD saat preterm (< 37mg): insidensi 2-4% dari kehamilan tunggal dan 7-10% dari
kehamilan kembar. KPD <32 minggu. Tatalaksana mencakup : obat antibiotic untuk kultur
servikovaginal (+), pembatasan aktifitas, pemantauan infeksi, pemeriksaan janin secara
regular, pemeriksaan ultrasonografi (USG) secara teratur per 3-4 minggu, tes lakmus (tes
nitrasin) lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis).
KPD 32-34 minggu tatalaksana observasi mencakup pemberian antibiotic untuk
memperpanjang masa laten pengobatan kortikosteroid antenatal. KPD >34 minggu :
penentuan pematangan paru-paru janin.
b. KPD saat aterm (>37 minggu): insidensi 8-10% dari kehamilan cukup bulan: tatalaksana
KPD aterm: tidak ada kontraindikasi terhadap tatalaksana observasi seperti gawat janin,

perdarahan

pervaginam

tanpa

diketahui

penyebabnya,

proses

melahirkan

aktif,

koriamnionitis. Segera induksi dengan atau tanpa pematangan servik.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN KETUBAN PECAH DINI
Pengkajian
1. Identitas ibu
2. Riwayat penyakit.
a. Riwayat kesehatan sekarang : ibu datang dengan pecahnya ketuban sebelum usia
kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa komplikasi.
b. Riwayat kesehatan dahulu.
Adanya trauma sebelum akibat efek pemeriksaan amnion.
Sintesis, pemeriksaan pelvis, dan hubungan seksual.
Kehamilan ganda, polihidramnion.
Infeksi vagina/serviks oleh kuman streptococcus.
Selaput amnion yang lemah/tipis.
Posisi fetus tidak normal.
Kelainan pada otot serviks/genital seperti panjang serviks yang pendek.
Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
c. Riwayat kesehatan keluarga : ada tidaknya keluhan ibu yang lain yang pernah hamil
kembar atau turunan kembar.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher
Mata perlu diperiksa sklera, konjungitivitas.
Hidung: ada/tidaknya pembengkakan konka nasalis. Ada/tidaknya hipersekresi
mukosa.
Mulut : gigi karies atau tidak, mukosa mulut kering, dan warna mukosa gigi.
Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB, dan tiroid.
b. Dada
Toraks
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernapasan torakoabdominal, dan tidak ada
retraksi dinding dada. Frekuensi pernapasan normal 16-24x/menit. Iktus cordis

terlihat/tidak.
Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan.
Auskultasi : BJ II dan II di IC kiri / kanan. Bunyi nafas normal vesikuler.
Abdomen
Inspeksi: ada/tidak bekas operasi, striae, dan linea.
Palpasi : TFU, kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih penuh/tidak.
Auskultasi: DJJ ada/tidak.

c. Genitalia
Inspeksi: kebersihan, ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (red, edema, discharge,
approximately); pengeluaran air ketuban (jumlah, warna, bau); dan lender merah
muda kecokelatan.
Palpasi: pembukaan serviks (0-4).
Ekstremitas: edema, varises ada/tidak.
4. Pemeriksaan diagnostic
a. Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi.
b. Golongan darah dan faktor Rh.
c. Rasio lesitin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturitas janin.
d. Tes Ferning dan kertas nitrazine: memastikan pecah ketuban.
e. Ultrasonografi: menentukan usia gestasi, ukuran janin, gerakan jantung janin, dan lokasi
plasenta.
f. Pelvimetri: identifikasi posisi janin.

Diagnosis Keperawatan
1. Risiko tinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur invasive, pemeriksaan,
vagina berulang, dan rupture membrane amniotik.
2. Kerusakan pertukaran gas pada janin yang berhubungan dengan adanya penyakit.
3. Risiko tinggi cedera pada janin yang berhubungan dengan melahirkan bayi premature/tidak
matur.
4. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada diri sendiri/ janin.
5. Risiko tinggi penyebaran infeksi/sepsis yang berhubungan dengan adanya infeksi, prosedur
invasive, dan peningkatan pemahaman lingkungan.
6. Risiko tinggi keracunan karena toksis yang berhubungan dengan dosis/efek samping
tokolitik.
7. Risiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan intervensi pembedahan,
penggunaan obat tokolitik.
8. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan hipersensitivitas otot.
9. Risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan masukan
cairan.
Interensi keperawatan

1. Diagnosis 1 : reio ntinggi infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur invasive,
pemeriksaan vagina berulang, atau rupture membrane amniotic.
Tujuan : infeksi maternal tidak terjadi.
Kriteria hasil : dalam waktu 3x24 jam ibu bebas dari tanda-tanda infeksi(tidak demam,
cairan amnion jernih, hamper tidak berwarna, dan tidak berbau).
Intervensi dan rasional :
a. Lakukan pemeeiksaan vagina awal,ulangi bila pola kontraksi atau prilaku ibu
menandakan kemajuan.
Rasional : pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam insiden infeksi saluran
asendens.
b. Gunakan teknik aseptic selama pemeriksaan vagina.
Rasional : mencegah pertumbuhan bakteri dan kontaminasi pada vagina.
c. Anjurkan perawatan perineum setelah eliminasi setiap 4 jam dan sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan resiko infeksi saluran asendens.
d. Pantau dan gambarkan karakter cairan amniotic.
Rasional : pada infeksi, cairan amnion menjadi lebih kental dan kuning pekat serta dapat
terdeteksi adanya bau yang kuat.
e. Pantau suhu, nadi, pernapasan dan sel darah putih sesuai indikasi.
Rasional : dalam 4 jam setelah membrane rupture, insiden korioamnionitis meningkat
secara progresif sesuai dengan waktu yang ditunjukkan melalui TTV.
f. Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dengan benar.
Rasional : mengurangi perkembangan mikroorganisme
g. Berikan cairan oral dan parenteral sesuai indikasi. Berikan enema pembersih bula sesuai
indikasi.
Rasional : meski tidak boleh sering dilakukan, namun evaluasi usus dapat meningkatkan
kemajuan persalinan dan menurunkan resiko infeksi.
h. Berikan antibiotik profilaktik bila diindikasikan.
Rasional : antibiotic dapat melindungi perkembangan korioamnionitis pada ibu
beresiko.
i. Dapatkan kultur darah bila gejala sepsis ada.
Rasional : mendeteksi dan mengidentifikasi organism penyebab terjadinya infeksi.
2. Diagnosis 2 : gangguan pertukaran gas pada janin yang berhubungan dengan proses
penyakit.
Tujuan : pertukaran gas pada janin kembali normal.
Kriteria Hasil yang diharapkan dalam waktu 1x24 jam:
a. Klien menunjukkan DJJ dan variabilitas denyut per denyut dalam batas normal.
b. Bebas dari efek-efek merugikan dan hipoksia selama persalinan.
Intervensi dan rasional
a. Pantau DJJ setiap 15-30 menit.

Rasional : takikardi atau bradikardi janin adalah indikasi dari kemungkinan penurunan
yang mungkin perlu diintervensi.
b. Periksa DJJ dengan segera bila terjadi pecah ketuban dan periksa 5 menit kemudian,
observasi perineum ibu untuk mendeteksi prolaps tali pusat.
Rasional : mendeteksi distress janin karena polaps alveoli.
c. Perhatikan dan catat warna serta jumlah cairan amnion dan waktu pecahnya ketuban.
Rasional : pada presentasi vertex, hipoksia yang lama mengakibatkan cairan amnion
berwarna seperti mekonium karena rangsangan vagal yang merelaksasikan sfingter anus
janin.
d. Catat perubahan DJJ selama kontraksi. Pantau aktivitas uterus secara manual atau
elektronik. Bicarakan pada ibu/pasangan dan berikan informasi tentang situasi tersebut.
Rasional : mendeteksi beratnya hipoksia dan kemungkinan penyebab janin rentan
terhadap potensi cidera selama persalinan karena menurunnya kadar oksigen.
e. Siapkan untuk melahirkan dengan cara yang paling baik atau dengan intervensi bedah
bila tidak terjadi perbaikan.
Rasional : dengan penurunan viabilitas mungkin memerlukan kelahiran seksio caesarea
untuk mencegah cedera janin dan kematian karena hipoksia.
3. Diagnosis 3 : ansietas yang berhubungan dengan situasi kritis, ancaman pada diri
sendiri/janin.
Tujuan: mengurangi kecemasan.
Kriteria Yang Diharapkan dalam waktu 1 x24 jam :
a. Menggunakan teknik pernapasan dan relaksasi yang efektif
b. Berpartisipasi aktif dalam proses melahirkan
Pada panggul yang normal, pada waktu pembukaan lengkap, janin harus segera
dilahirkan. Pada letak sungsang janin harus dilahirkan denga ekstraksi kaki, pada letak
lintang dilakukan versi ekstraksi. Sedangkan pada presentasi belakang kepala dilakukan
dengan tekanan yang cukup pada fundus uteri ketika his, agar kepala janin masuk
dalam rongga panggul dan segera dapat dilahirkan, bila perlu tindakan ini dapat dibantu
dengan melakukan ekstraksi cunam.
Pada keadaan di mana janin sudah meninggal, tidak ada alasan untuk
menyelesaikan persalinan dengan segera. Persalinan diawassi, sehingga berlangsung
spontan dan tindakan hanya dilakukan jika diperlukan demi kepentingan ibu. Ibu
ditidurkan dengan posisi Trendelenburg dengan harapan bahwa ketuban tidak pecah
terlalu dini dan tali pusat masuk kembali ke dalam cavum uterus. Selama menunggu,
denyut jantung janin diawasi dengan saksama, sedangkan kemajuan persalinan

hendaknya selalu dinilai dengan pemeriksaan dalam untuk menentukan tindakan yang
perlu dilakukan selanjutnya.
Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
Evaluasi keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.

Anda mungkin juga menyukai