PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehamilan ektopik masih merupakan suatu penyebab utama dari kematian ibu,
yang meliputi sekitar 4% dari 20 kematian yang berkaitan dengan kehamilan setiap
tahunnya di Kanada. Meskipun terdapat frekuensi yang relatif tinggi dari kondisi
serius ini, deteksi dini masih menjadi tantangan. Hingga pada separuh dari semua
perempuan dengan kehamilan ektopik yang datang ke instalasi gawat darurat,
kondisinya tidak teridentifikasi pada penilaian awal. Meskipun insidens dari
kehamilan ektopik pada populasi umum sekitar 2%, pravelensinya di antara pasien-
pasien hamil yang datang ke instalasi gawat darurat dengan perdarahan atau nyeri
trimester pertama, atau keduanya, adalah 6% hingga 16%.
B. TUJUAN
1. Mengetahui komplikasi kehamilan
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil komplikasi
1
BAB II
PEMBAHASAN
B. Etiologi
Kerusakan pada Tuba Fallopi. Kerusakan pada Tuba Fallopi ini dapat disebabkan riwayat
bedah pada Tuba Fallopi seperti sterilisasi dan rekanalisasi tuba. Riwayat infeksi pada tuba
juga menjadi salah satu penyebab kerusakan ini, misalnya pada PID (pelvic inflammatory
disease). Adanya peradangan pada tuba tersebut dapat menyebabkan hipoplasia saluran
tuba dan disfungsi silia tuba. Selain itu, endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang
bersifat kongenital serta tumor (miomi uteri atau tumor ovarium) di sekitar saluran tuba juga
dapat menyebabkan kerusakan pada Tuba Fallopi.
Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya. Menurut penelitian, seorang perempuan dengan
riwayat kehamilan ektopik sebelumnya memiliki kemungkinan besar untuk kembali
mengalami kehamilan ektopik pada kehamilan berikutnya (10-25% kemungkinan).
Abnormalitas zigot. Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar,
zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
tumbuh di saluran tuba.
Pemakaian IUD dan pil KB progestin-only. Jika terjadi kehamilan pada akseptor KB IUD dan
pil KB yang hanya mengandung progesteron (mini pill) dapat meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik karena mengakibatkan gerakan silia tuba melambat.
Riwayat terapi infertilitas. Kehamilan yang merupakan hasil konsepsi yang dibantu seperti
pada IVF (in vitro fertilisation) dan ICSI (intracytoplasmic sperm injection) dapat
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
Merokok. Merokok diduga dapat mengganggu motilitas silia tuba yang pada akhirnya
meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
Paparan terhadap DES (diethylstilbestrol) selama kehamilan. Pada kurun waktu 1938 s.d
1971 pemberian DES kepada ibu hamil dilakukan untuk mencegah komplikasi kehamilan
2
seperti abortus dan persalinan prematur. Namun, saat ini pemberiannya kepada ibu hamil
sudah dihentikan.
Lain-lain. Termasuk di dalamnya penyakit menlar seksual, kehamilan pada usia tua, dan
abnormalitas kongenital pada uterus (misal pada T-shaped atau bicornuate
uterus) [1,12,14,15]
C. Patofisiologi
Pada proses awal kehamilan apabila hasil konsepsi tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, ia dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian
akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan normal. Karena tuba
bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio, maka
pertumbuhan ini dapat mengalami beberapa kemungkinan berikut ini:
D. Manifestasi Klinis
a) Nyeri : abdomen bagian bawah di cavum douglas
b) Amenorrhea
c) perdarahan per vaginam (keluar darah sedikit) perdarahan yang terbanyak di tuba
falopi.
d) pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa vertigo (pusing terasa
berputar) atau sinkop (mudah tiba-tiba pingsan)
e) Nausea (mual muntah)
f) payudara terasa penuh
g) fatigue (keletihan)
h) Dispareuni (nyeri didaerah vagina saat berhubungan sex)
(Prawirohardjo, Sarwono. 2006)
3
E. Pemeriksaan Diagnostik
Menemukan Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu
diagnosis kehamilan ektopik menurut Sarwono Prawirohardjo (2006: 330-331):
A. Pemeriksaan umum.
Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan dalam rongga
perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut
bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
B. Pemeriksaan ginekologi.
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik,
sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
C. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus janis tidak mendadak
biasanya ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan
bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari
infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang
melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes
kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi, tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian
hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human
chorionic gonadotropin (HCG) menurun dan menyebabkan tes negatif.
D. Dilatasi dan kerokan.
Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang diagnosis
kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan
bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales, hal itu
dapat memperkuat diagnosis kehamilan ekktopik terganggu.
E. Kuldosentesis.
4
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah.
F. Ultrasonografi.
Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis
pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya
tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada ± 5% kasus
kehamilan ektopik. Walaupun demikian, hal ini masih harus diyakini lagi
bahwa ini bukan berasal dari kehamilan intrauterin pada kasus uternus
bikornis.
G. Laparoskopi.
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain
meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam
dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum
Douglas, dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin
mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk
dilakukan laparotomi.
H. Foto Rontgen.
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak
paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
I. Histerosalpingografi.
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,
dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis
kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono
Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine) (1,4,8,15). Trias klasik yang
sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina abnormal, dan
amenore.
F. Penatalaksanaan Medis
Medis
1) Tubektomi
Dalam pembedahan yang disebut tubektomi, kedua saluran tuba falopi yang
menghubungkan ovarium dan rahim (uterus) tersebut dipotong dan ujung-
ujungnya ditutup dengan cincin atau dibakar (kauter). Metode lain yang tidak
5
melakukan pemotongan adalah dengan mengikat atau menjepit saluran tuba falopi
(tubal ring/tubal clip). Hal ini menyebabkan sel telur tidak dapat terjangkau
sperma. Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum atau lokal
(spinal/epidural). Dokter dapat menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus
yang disebut laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil bercahaya dan berkamera ini
dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk menentukan lokasi tuba
falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat
pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup
dengan jepitan. Cara yang lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak
menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.
2) Laparatomi
Laparotomi eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-ovarektomi)
atau insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar
kantung kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit
kembali.
3) Laparoskopi
Laparoskop yaitu untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin lakukan
insisi pada tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.
4) Tanfusi darah
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan tranfusi, jika terjadi
pendarahan yang berlebihan.
5) Pemeriksaan laboratorium
Kadar haemoglobin, leukosit, tes kehamilan bila terganggu.
6) Dilatasi kuretase
7) Kuldosintesis
Yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah di dalam kavum
douglasi terdapat darah.
8) Ultrasonografi
Berguna pada 5-10% kasus bila di temukan kantong gestasi di luar uterus .
Keperawatan
6
(Sarwono Prawiroharjho, 2005)
G. Pencegahan
a) Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik
b) Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan
mengurangi risiko kehamilan ektopik.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2006)
H. Komplikasi
a) ruptur tuba atau abortus tuba, berimplatasi pada pars ismikus tuba yang sempit
b) aksierosif dari trofroblas dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara
mendadak: ruptur
c) abortus tuba dapat menimbulkan hematokel pelvis (pembuluh darah yang
berlubang yang menuju pelvis)
d) reaksi peradangan lokal dan infeksi di tuba falopi sekunder dapat berkembang
dalam jaringan yang berdekatan dengan bekuan darah yang berkumpul.
(Sarwono. 1999)
7
Mencari faktor pencetus misalnya adanya riwayat endomatritis, addresitis
menyebabkan perlengkapan endosalping, Tuba menyempit atau membantu.
Endometritis tidak baik bagian nidasi.
e) Status obstetri ginekologi
Usia perkawinan, sering terjadi pada usia produktif 25 - 45 tahun,
berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan
anak.
f) Riwayat persalinan yang lalu, apakah klien melakukan proses persalinan di
petugas kesehatan atau di dukun.
g) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.
Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yang menyengat.
Kemungkinan adanya infeksi.
8
l) Pola aktivitas (istirahat tidur) : Terjadi gangguan istirahat, nyeri pada saat
infeksi atau defekasi akibat hematikei retropertonial menumpuk pada cavum
Douglasi.
m) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Tergantung banyaknya darah yang keluar dari tuba, keadaan umum
ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan shock berat dan anemi
(Prawiroharjo, 1999 ; 255)
2. Pemeriksaan kepala dan leher
Muka dan mata pucat, conjungtiva anemis (Prawiroharjo, 1999 ;155)
3. Pemeriksaan leher dan thorak
Tanda - tanda kehamilan ektopik terganggu tidak dapat
diidentifikasikan melalui leher dan thorax, payudara pada KET, biasanya
mengalami perubahan.
4. Pemeriksaan abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi
uterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan
tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas - batas yang
tidak rata disamping uterus. Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada
repture tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan
bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas menonjol karena darah
yang berkumpul ditempat tersebut baik pada abortus tuba maupun pada
rupture tuba gerakan pada serviks nyeri sekali (Prawiroharjo S,1999, hal
257).
5. Pemeriksaan genetalia
Sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetalia
eksterna dapat ditemukan adanya perdarahan pervagina. Perdarahan dari
uterus biasanya sedikit - sedikit, berwarna merah kehitaman.
Setelah dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetalia dapat
ditemukan adanya darah yang keluar sedikit.
6. Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstremitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akral
dingin akibat syok, serta tanda - tanda sianosis perifer pada tangan dan kaki.
9
J. DIAGNOSA
1) Nyeri yang berhubungan dengan rupture tuba fallopii, perdarahan intraperitonial.
2) Resiko ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan mual dan muntah
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan darah
K. PERENCANAAN
NO DX TUJUAN PERENCANAAN
1. 1. Tujuan : nyeri pada ibu 1. Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji kontraksi uterus,
berkurang perdarahan, atau nyeri tekan abdomen
Keriteria Hasil : 2. Kaji stress psikologi ibu atau pasangan dan respon emosional
1. Pasien dapat terhadap kejadian.
mendemonstrasikan 3. Berikan lingkungan yang tenang dan aktifitas untuk
teknik relaksasi, menurunkan rasa nyeri.
2. tanda - tanda vital 4. Instruksikan klien untuk menggunakan metode relaksasi
dalam batas normal, misalnya nafas dalam, visualisasi distraksi dan jelaskan
dan tidak meringis prosedur.
kesakitan. 5. Kolaborasi :
Berikan narkotik atau sedative berikut obat - obat praoperatif
bila prosedur pembedahan di indikasikan
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman nutrient
ke sel.
10
mengurangi mual
3. Tujuan : cairan pasien 1. Pantau dan catat tanda-tanda vital setiap 2 jam atau sesering
terpenuhi munkin sesuai dengan keperluan sampai stabil Takikardia,
Kriteria hasil : dispnea, atau hipotesi dapat mengindikasikan kekuranagan
1. Tanda -tanda vital volume cairan atau ketidak kesembangan elekktrolit
11
tetap stabil 2. Selimuti pasien hanya dengan kain tipis hindari terlalu panas
2. Warna kulit dan untuk mencegah vasodilatasi, terkumpulnya darah di
suhu normal ekstrimitas dan berkurangnya volume darah sirkulasi.
3. kadar elektrolit 3. Ukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam catat dan
tetap dalam rentang laporkan perubhan yang signifikan termasuk urine, feses,
normal muntahan, dan pengeluran yang lainnya.. Haluaran urine
4. Volume cairan tetap yang rendah dan berat jenis urine yang tinggi mengindikasikan
adekuat hipovolemia.
5. Pasien 4. Timbang pasien pada waktu yang sama setiap hari untuk
Memproduksi volume memberikan data yang lebih akurat dan konsisiten.Berat badan
urienyang adekuat merupakan indikator yang baik untuk status cairan.
6. Pasien mempunyai 5. Kaji tugor kulit dan membran mukosa mulut setiap 8 jam
tugor kulit normal dan Untuk menghindari dehidrasi
membran mukosa 6. Periksa Berat jenis urine setiap 8 jam. peningkatan berat jenis
yang lembab urine dapat mengindikasikan dehidrasi
7. volume cairan dan 7. Intruksikan Pada pasien untuk tidak duduk atau berdiri jika
darah kembali normal sirkulasi terganggu untuk mengindari hipotensi ortostatik
1. dan kemungkinan sinkop.
8. Jelaskan alasan kehilangan cairan dan ajarkan kepada pasien
cara memantau volume cairan . Tindakan ini mendorong pasien
untuk keterlibatan dalam perawatan personal
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi sperma
mengalami implantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam
endometrium kavum uteri. Tuba adalah tempat yang sering terjadi pada kehamilan ektopik.
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui. Faktor pada lumen tuba, pada dinding tuba, dan pada luar dinding tuba
merupakan faktor yang memegang peranan penyebab kehamilan ektopik.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah hasil konsepsi mati
dini dan diresorbsi, abortus ke dalam lumen tuba, dan ruptur dinding tuba.
Beberapa jenis pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis kehamilan
ektopik diantaranya: pemeriksaan umum, pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan laboratorium,
dilatasi dan kerokan, kuldosentesis, ultrasonografi, laparoskopi, foto rontgen, dan
histerosalpingografi.
12
DAFTAR PUSTAKA
13