ABORTUS
Disusun oleh:
Desy Dwi Engki Pradata
112021131
Pembimbing
dr. Prahadi Rahardjo, Sp.OG
Macam-Macam Abortus
1. Abortus Iminens
Setiap wanita pada awal kehamilan, perdarahan vagina, dan nyeri harus
dievaluasi. Tujuan utama adalah diagnosis yang cepat dari kehamilan ektopik, dan
serial kuantitatif kadar β-hCG serum dan sonografi transvaginal merupakan alat
penegakkan diagnosis. Karena ini tidak 100 persen akurat untuk mengkonfirmasi
kematian atau lokasi embrio dini, evaluasi berulang sering diperlukan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan
pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Pendarahan
pervaginam, nyeri perut/panggul, atau keduanya selama awal kehamilan
merupakan tanda abortus iminens. Beberapa penderita mengeluh mulas atau tidak
ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih
tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan
urin masih positif. Nyeri perut dapat muncul sebagai kram intermiten, nyeri
suprapubik, nyeri panggul, atau nyeri punggung bawah. Pada abortus iminens,
pemeriksaan vagina dapat mengungkapkan ostium serviks yang tertutup tanpa
jaringan. Biasanya tidak ada nyeri tekan gerakan serviks.2,3,4
Untuk manajemen abortus iminens ialah observasi. Analgesia
asetaminofen akan membantu meredakan ketidaknyamanan akibat kram. Bedrest
sering direkomendasikan tetapi tidak meningkatkan hasil. Pemeriksaan hematokrit
dan golongan darah dilakukan. Jika anemia atau hipovolemia signifikan, maka
evakuasi kehamilan umumnya diindikasikan. Dalam kasus di mana ada janin
hidup, beberapa mungkin memilih transfusi dan observasi lebih lanjut.5
2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri
telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan sedang
dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang
sering,dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks
uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan
dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati
pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan
gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal,
biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada
tidaknya pelepasan plasenta dari dinding urerus.2,4
Semburan cairan vagina yang terlihat menggenang selama pemeriksaan
spekulum menegaskan diagnosis. Pada kasus suspek, cairan amnion memiliki pH
>7, atau oligohidramnion akan terlihat pada sonografi. Komplikasi maternal yang
signifikan ialah korioamnionitis, endometritis, sepsis, solusio plasenta, dan
retensio plasenta. Tanpa komplikasi ini, manajemen expectant merupakan pilihan
pada pasien. Banyak yang akan memilih terminasi karena risiko ibu dan hasil
neonatal yang lemah. Antibiotik dipertimbangkan dan diberikan selama 7 hari
untuk memperpanjang masa laten. Kortikosteroid untuk pematangan paru,
neuroprofilaksis magnesium sulfat, profilaksis antibiotik streptokokus grup B,
tokolitik, dan upaya resusitasi neonatus. Setelah rawat inap awal, pasien dapat
dipulangkan ke rumah, dengan instruksi untuk pengawasan.5
3. Abortus Inkomplet
Abortus inkomplit biasanya muncul dengan perdarahan vagina sedang
sampai berat dan sering disertai dengan nyeri perut bagian bawah dan/atau
panggul suprapubik, yang dapat menjalar ke punggung bawah, bokong, genitalia,
dan perineum. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus
di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba
jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.
Perdarahan biasanya masih terjadi, jumlahnya bisa banyak atau sedikit bergantung
pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian plasental site masih
terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat mengalami anemia atau
syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Ultrasonografi
digunakan
untuk mengungkapkan apakah beberapa produk konsepsi masih ada di dalam
rahim.2,4,6
Jaringan dapat tetap seluruhnya berada di dalam rahim atau sebagian
keluar melalui serviks. Produk yang terletak longgar di dalam saluran serviks
dapat dengan mudah diekstraksi dengan forsep cincin. Sebaliknya, dengan
ekspulsi yang tidak lengkap, tiga opsi manajemen meliputi kuretase, manajemen
expectant, atau misoprostol (Cytotec), yaitu prostaglandin E1 (PGE1). Dua yang
terakhir digunakan pada wanita yang secara klinis tidak stabil atau mereka yang
mengalami infeksi rahim. Setiap pilihan memiliki risiko dan keuntungannya
sendiri. Dengan ketiganya, infeksi dan kebutuhan akan transfusi jarang terjadi.
Namun, misoprostol dan expectant berhubungan dengan perdarahan yang tidak
terduga, dan beberapa kasus pasien akan menjalani kuretase yang tidak
dijadwalkan. Dosis misoprostol oral 600 μg telah digunakan (American College of
Obstetricians and Gynecologists, 2009). Sebagai alternatif, 800 μg pervaginal atau
400 μg oral atau sublingual dapat diberikan. Terakhir, kuretase biasanya
menghasilkan resolusi cepat yang 95 hingga 100 persen berhasil. Namun, itu
invasif dan tidak diperlukan untuk semua wanita.
4. Abortus Kompletus
Abortus komplit adalah perdarahan pervaginam dengan os serviks yang
terbuka atau tertutup dengan hilangnya produk konsepsi secara total. Pasien
mungkin datang dengan riwayat perdarahan, nyeri perut, dan keluarnya jaringan.
Pada saat keguguran selesai, pendarahan dan rasa sakit biasanya sudah mereda.
Ultrasonografi mengungkapkan rahim yang kosong. Semua hasil konsepsi telah
dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga
perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.1,2,4
Abortus komplit tidak dapat didiagnosis dengan pasti kecuali: (1) hasil
konsepsi yang sebenarnya terlihat dengan jelas atau (2) kecuali jika sonografi
dengan yakin pertama-tama mendokumentasikan kehamilan intrauterin dan
kemudian rongga kosong.5
5. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan. Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan
keluhan apa pun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang
diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru
merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder
pada payudara mulai menghilang. Kadang kala missed abortion juga diawali
dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu
minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan
didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya
tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.1,2,6
6. Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk
menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus
secara berturut-turut. Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah
inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus tidak dapat menerima
beban untuk tetap bertahan menurup setelah kehamilan melewati trimester
pertama, di mana ostium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa
mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering
disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada
tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas
sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.1,4
7. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis). Keiadian ini merupakan
salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila
dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. Abortus infeksiosus dan
abortus septik perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat
terjadi infeksi yang lebih luas selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga
peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatu
dalam keadaan syok septik.1,2
Gambar 1. Macam-macam abortus1
II. Etiologi
Faktor Janin
Faktor Maternal
IV. Anamnesis
5. Pemeriksaan bimanual:
a. Gerakan serviks
b. Keadaan os servikal interna
c. Ada tidaknya massa pada adneksa (kehamilan ektopik atau massa
lainnya)
d. Ukuran uterus relatif terhadap tanggal menstruasi
Pemeriksaan laboratorium4,6
1. Tingkat beta-hCG adalah sekitar 1500 mIU/mL di atas yang harus ada bukti
sonografi kehamilan intrauterin, jika ada. Tingkat beta-hCG meningkat dua
kali lipat kira-kira setiap 48 jam untuk 85% kehamilan intrauterin.
2. Kemungkinan kehamilan ektopik yang lebih tinggi atau keguguran berikutnya
ada jika kadar hCG darah lebih rendah dari yang diperkirakan oleh perkiraan
usia kehamilan berdasarkan HPHT.
3. Kemungkinan kehamilan mola jika beta-hCG sangat tinggi dan tidak sesuai
dengan perkiraan usia kehamilan.
VIII. Medikamentosa4
1. Immunoglobulin
Rho(D) Immune Globulin (RhoGAM)
Pada ibu Rho(D)-negatif yang tidak tersensitisasi yang terpajan
Rho(D) mencegah pembentukan antibodi terhadap sel darah merah Rh-positif
janin yang disebabkan oleh aborsi, perdarahan fetomaternal, trauma perut,
amniosentesis, kelahiran cukup bulan.
Dosis :
1500 IU IV/IM x1 dalam 72 jam
HyperRHO/MicRhoGAM: Jika abortus dalam 13 minggu berikan 250
IU/50 mcg (minidose)
2. Oxytocic Agent
Agen ini memiliki efek vasopressive dan mencegah perdarahan
postpartum. Menghasilkan kontraksi uterus yang ritmik dan dapat mengontrol
perdarahan atau perdarahan postpartum.
Dosis :
10-20 mUnit/menit; tidak melebihi 30 unit/12 jam
3. Prostaglandin
Agen ini menginduksi kontraksi
uterus. Dosis :
Single dose 600 mcg buccal
IX. Prognosis4
X. Komplikasi2,4
1. Komplikasi potensial dari keguguran dini termasuk abortus septik dan syok
hipovolemik atau septik.
2. Anemia yang sudah ada sebelumnya dapat membuat pasien lebih rentan
terhadap syok hipovolemik.
XI. Edukasi4
Anjurkan pasien untuk kembali ke UGD setelah terjadi gejala seperti berikut: