Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS ABORTUS

INKOMPLIT PADA NY. N DI RUANG KENANGA RSUD dr.


SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Program Pendidikan Profesi


Ners Stase Pendidikan Profesi Keperawatan Maternitas (PPKM)

Disusun Oleh :

Nama Mahasiswa : Deni Candra Ramadhan

NIM : 221FK09006

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


A. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau hasil pengeluaran konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum
janin mampu hidup di luar kandungan (Nugroho, 2010). F. Gary Cunningham
(2013, p.226) mendefinisikan abortus sebagai persalinan kurang bulan sebelum
usia janin yang memungkinkan untuk hidup.
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus
(Hanifa Wiknjosastro, 2005).

B. KLASIFIKASI ABORTUS
Abortus yaitu abortus spontan, buatan dan terapeutik. Abortus spontan
dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Abortus buatan
merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 20
minggu. Pengguguran kandungan buatan karena indikasi medik disebut abortus
terapeutik.
Abortus berdasarkan jenisnya di kategorikan menjadi sebagai berikut :
1. Abortus imminiens adalah abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan
pervaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih
baik di dalam uterus.
2. Abortus Insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada
lengkap didalam uterus.
3. Abortus Inkomplit adalah abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar
dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
4. Abortus Komplit adalah abortus dimana seluruh hasil konsepsi telah keluar
dari uterus pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
5. Missed Abortion adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus tel ah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil
konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6. Abortus Infeksius dan abortus septik adalah abortus infeksius, adanya abortus
yang disertai dengan infeksi genital.
7. Abortus Habitualis adalah abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut-
turut atau lebih.

C. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya abortus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengalami atau mengeluh perdarahan per vaginam setelah menstruasi terlambat
dan sering merasa mules. Akan tetapi, setiap diagnosis – diagnosis abortus
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda - beda menurut derajat
perdarahannya, derajat pembukaan serviks, derajat besarnya uterus, dan adanya
gejala lainnya. Tabel di bawah ini akan membahas menifestasi klinis menurut
derajat perdarahan, derajat pembukaan serviks, derajat besarnya uterus, dan gejala
lainnya berdasarkan masing-masing diagnosis abortus.

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala abortus inkomplit menurut Anik dan Yulianingsih (2010)
yaitu sebagai berikut :
1. Perdarahan sedikit atau banyak dan terdapat bekuan darah
2. Rasa mules (kontraksi) tambah hebat
3. Serviks terbuka
4. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin belum segera dikeluarkan

E. ETIOLOGI
Penyebab abortus sering kali di dahului oleh kematian mudigah atau janin,
oleh karena itu perlu dipastikan faktor penyebab kematian janin. Tetapi dari
macam-macam abortus di atas, janin biasanya meninggl sebelum ekspulsi.
Menurut Hanifa Wiknjosastro (2005, p. 303) hal-hal yang dapat menyebabkan
abortus adalah sebagai berikut :
1. Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi
2. Kelainan Pada Plasenta
3. Penyakit Ibu
4. Kelainan Traktus Genitalis
F. PATOFISIOLOGI
Perdarahan dalam desidua basalis terjadi pada awal abortus kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan
isinya. Usia kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara
mendalam. Kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua secara mendalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna
yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas
umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, di susul beberapa
waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas
dengan lengkap, peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat berbagai bentuk. Ada kalanya kantong
amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas
(blighted ovum) mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion), apabila
mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat maka ia diliputi oleh
lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola krueta, bentuk ini menjadi mola
karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi,
sehingga semaunya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa
dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara
amnion dan
korion, pada abortus inkomplit masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam
kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan pada abortus inkomplit dapat banyak sekali sehingga menyebabkan
syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah
abortus
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah
H. KOMPLIKASI
Abortus yang terjadi berulang-ulang atau abortus tanpa penanganan lebih
lanjut ataupun abortus yang tidak aman akan menyebabkan komplikasi.
1. Perdarahan
Pada abortus komplitus, perdarahan akan terjadi banyak dan akan
mengakibatkan kematian. Sedangkan pada abortus inkomplitus, perdarahan
akan terjadi terus-menerus sehingga dapat mengakibatkan gangguan
koagulasi yang pada akhirnya menyebabkan anemia dan kematian.
Perdarahan dapat diatasi dengan pengolongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi dan dampak dari kuretase akan menyenankan perforasi pada
dinding uterus yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehamilan
berikutnya. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti jika
ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luas
dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus
segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya
mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkompletus yang berkaitan erat dengan
suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortion). Infeksi kandungan yang
terjadi dapat menyebar ke seluruh peredaran darah, sehingga menyebabkan
kematian.
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi (syok endoseptik).

I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ABORTUS


1. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus menurut Doenges (2001, p.236) adalah :
a. Sirkulasi
Adanya perdarahan pervaginam, amenorea < 20 minggu, terlambat
menstruasi, riwayat peningkatan tekanan darah, masalah jantung, edema,
penurunan pengisian vena, peningkatan nadi, penurunan volume darah,
riwayat penyakit vaskuler, hematokrit meningkat, suhu badan meningkat
(jika keadaan umum buruk, lakukan resusitasi dan stabilisasi).
b. Eliminasi
Penurunan haluaran urine, konsentrasi urine meningkat, nyeri saat
defekasi, darah merah segar menyertai pengeluaran feses, penggunaan
kateterisasi, penurunan volume feses, penurunan frekuensi defekasi, pola
defekasi menurun (konstipasi), mengejan saat defekasi, tidak mampu
mengeluarkan feses, penggunaan laksatif, karakter feses, defekasi
terakhir, adanya hemoroid, adanya perdarahan dalam pengeluaran feses,
peningkatan frekuensi perkemihan, karakter urine, riwayat penyakit
ginjal, riwayat penyakit diuretik, perasaan penuh pada rektum,
peningkatan tekanan abdomen.
c. Makanan dan cairan
Penolakan makan dan minum, kebiasaan diet, frekuensi makanan dalam
sehari, terjadi mual muntah, penurunan berat badan, membran mukosa
kering, adanya alergi, anoreksia, adanya nyeri ulu hati, perubahan selera
makan, merasa cepat kenyang, penurunan turgor kulit dan lidah.
d. Aktivitas dan istirahat
Enggan untuk tidur, keterbatasan aktifitas, kebiasaan tidur, pembatasan
aktivitas karena tindakan kuretase, gangguan tidur (mata terlihat kuyu,
gerakan tidak teratur, dan menyeringai), kebiasaan aktivitas,
ketidaknyamanan / dispnea saat beraktivitas, kelemahan.
e. Nyeri dan kenyamanan
Adanya kontraksi uterus, rasa mules, kram perut atas simfisis, kram kaki,
adanya nyeri tekan dan bengkak pada payudara, nyeri abdomen, nyeri
tekan abdomen, nyeri punggung, lokasi nyeri, intensitas, frekuensi, dan
kualitas nyeri, faktor pencetus nyeri, ekspresi wajah, posisi klien untuk
menghindari nyeri, bukti nyeri dapat di amati, pucat.
f. Kemanan
Riwayat penyakit dan inflamasi pelvis, gerakan janin, keluarnya jaringan
hasil konsepsi.
g. Seksualitas
Perdarahan vagina, rentang dari bercak-bercak sampai perdarahan nyata,
riwayat abortus sebelumnya, catat perkiraan tanggal lahir peningkatan
progresif pada ukuran uterus missal TFU, posisi uterus, perubahan
payudara, pembesaran jaringan adiposa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien abortus menurut Saktya Airlangga (2005)
yaitu sebagai berikut :
a. Inspeksi
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi
terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan
ekstremitas, dan adanya keterbatasan fisik.
b. Palpasi
1) Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
2) Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
3) Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan / tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal.
c. Perkusi
a) Menggunakan jari : ketuk lutut, dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan, masa atau konsolidasi.
b) Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks / gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
d. Auskultasi
Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/ paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung
janin.

J. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
2. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus yang kuat
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kepekaan uterus
5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi
yang diperoleh
8. Ansietas berhubungan dengan defisiensi pengetahuan mengenai prosedur
perawatan pasca prosedur
9. Berduka berhubungan dengan kematian janin sekunder akibat kehilangan,
berdarah, kuret

K. EVIDENCE BASED PRACTICE


Dalam sebuah penelitian Nikky Danur Jayanti (2019) mengungkapkan dalam
penanganan pasien dengan keluhan mulas dapat diberikan berupa pemberian
afterpain relaksasi massage untuk menurunkan rasa mulas pada pasien rawat inap.

Anda mungkin juga menyukai