Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ABORTUS (KURETASE) DI RUANG MAWAR


RUMAH SAKIT DRS. H. KOESNADI BONDOWOSO

Oleh :

Elma Khoirotun Nafi’ah


NIM 152310101350

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2018
KONSEP ABORTUS
A. PENGERTIAN ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Arief Mansjoer, dkk,
2001).
Definisi aborsi menurut WHO adalah pengeluaran embrio atau janin yang berat
badannya 500 gram atau kurang, yang setara dengan usia kehamilan sekitar 22 minggu.
Dalam praktik, aborsi lebih sering dideskripsikan sebagai keguguran (abortus) untuk
menghindari terjadinya distress, karena beberapa wanita menghubungkan istilah aborsi
dengan terminasi kehamilan yang disengaja. Masalah awal kehamilan (abortus). (Chris
Brooker, 2008).
Aborsi adalah tindakan mengakhiri kehamilan sebelum janin dapat hidup atau
membutuhkan surat keterangan kematian (sebelum minggu ke-24 masa gestasi). (Persis
Mary Hamilton, 1995).
Jadi, istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang
ada tentang usia/berat lajir janin viabel (yang mampu hidup diluar kandungan), akhirnya
ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai
500 gram atau usia kehamilan 20 minggu (terakhir, WHO/FIGO 1998: 22 minggu).
B. ETIOLOGI
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan
sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini ialah:
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X.
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
c.  Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan alkohol.
2.  Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.
3. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan, dan toksoplasmosis.
4. Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester
kedua), retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus. (Arief Mansjoer, dkk,
2001).
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu. Pada pemeriksaan fisik keadaan
umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau meningkat
2. Perdarahan pervaginam mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
3. Rasa mulas atau kram perut di daerah atas simpisis sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus.
4. pemeriksaan ginekologi:
inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi tercium /
tidak bau busuk dari vulva.
Inspekulo : perdarahan dari kavum ueri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada /
tidak jaringan keluar dari ostium, ada / tidak cairan/jaringa yang berbau busuk dari
ostium.
Colok vaginam : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba / tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari kehamilan, tidak nyeri saat
porsio digoyang, tidak nyeri saat perabaan adneksia, kavum Doughlast tidak menonjol
dan tidak nyeri.
D. KLASIFIKASI
1.  Abortus Imminens (disebut juga abortus mengancam/threatened abortion) Adalah:
a. Proses awal dari suatu keguguran ditandai dengan perdarahan pervaginam, sementara
ostium uteri eksternum masih tertutup dan hasil konsepsi/  janin masih baik didalam
uterus
b. Pengeluaran hasil konsepsi berupa darah yang disertai mules atau tanpa mules.
c. Pada abortus imminiens, kehamilan masih dapat di pertahankan.
d. Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan sampai kehamilan atern dan lahir
normal.
e. Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan.
f. Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat gerakan denyut
jantung janin dengan gerakan janin
g. Jika sara terbatas, pada usia diatas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba
didengarkan dengan alat Doppler atau laennec. Keadaan janin sebaiknya segera
ditentukan, karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan/ tindakan.
 Tanda dan Gejala Abortus Imminiens, meliputi:
- Perdarahan sedikit/bercak.
- Kadang disertai rasa mules/kontraksi.
- Periksa dalam belum ada pembukaan.
- Palpasi: tinggi fundus uteri sesui usia kehamilan.
- Hasil test kehamilan (+)/positif.
 Penatalaksanaan:
a) Tirah baring
Istirahat baring (bedrest), bertujuan untuk menambah aliran darah ke uterus dan
mengurangi perangsangan mekanis. Ibu(pasien) dianjurkan untuk istirahat baring.
Apabila ibu dapat istirahat dirumah, maka tidak perlu dirawat. Ibu (pasien) perlu dirawat
apabila perdarahan sudah terjadi beberapa hari, perdarahan berulang, atau tidak dapat
istirahat dirumah dengan baik misalnya tidaak ada yang merawat atau ibu merasa
sungkan bila di rumah hanya beristirahat saja. Perlu dijelaskan kepada ibu atau pasien dan
keluarganya, bahwa beristirahat baring dirumah atau dirumah bersalin/rumah sakit adalah
sama saja pengaruhnya terhadap kehamilannya. Apabila akan terjadi abortus inkomplitus,
dirawat dimanpun tidak dapat mencegahnya.
b) Periksa TTV (suhu, nadi, pernapasan)
- Kolaborasi dalam pemberian sedative (untuk mengurangi rasa sakit dan cemas), tokolisis
dan progesterone, preparat hematinik (seperti sulfas pferosus/tablet besi)
- Hindarkan intercourse
- Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C
- Bersihkan vulpa minimal 2 kali sehari untuk mencegah infeksi terutama saat masih
mengeluarkan cairan coklat.
2. Abortus Insipiens (disebut juga sebagai abortus sedang berlangsung/ inevitable abortion)
Beberapa pengertian dari abortus insipiens adalah sebagai berikut:
- Proses abortus yang sedang berlangsung dan tindak dapat lagi dicegah, ditandai dengan
terbukanya ostium uteri eksternum, selain perdarahan (Achadiat, 2004)
- Abortus yang sedang berlasung dan tidak dapat dipertahankan lagi kehamilannya, yang
dapat berkembang menjadi abortun inkomplit/ komplit.
- Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih
berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menujukan proses abortus sedang berlangsung dan
akan berlanjut menjadi abortus inkomplit/komplit. (Saefuidin AB, 2006)
- Perdarahan pervaginam, dimana dapat timbul rasa nyeri di daerah perut bawah dan
panggul, serviks mulai mebuka dan hasil konsepsinya menjulur kenanalis serviks.
(Moegni, 1987)
 Tanda dan gejala:
- Perdarahan banyak disertai bekuan
- Mulas hebat (kontraksi makin lama makin dan makin sering)
- Ostium uteri sternum mulai terbuka (serviks terbuka)
- Pada palpasi: tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan
 Penatalaksanaan:
- Apabila bidan menghadapi kasus abortus insipens, segera berkonsultasi dengan dokter
kebidanan sehingga pasien mendapat penangan yang tepat dan cepat.
- Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka
sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse oksitosin
- Biasanya penatalaksanaan yang dilakukan pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yg
disertai perdarahan adalah pengeluaran janin atau pengosongan uterus memakai kuret
vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam
- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, dilakukan pengeluaran plasenta
seacara manual
3.  Abortus Inkomplit
Beberapa pengertian dari abortus inkomplit adalah :
- Pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus (Prawirohardjo, 2002)
- Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar
kavum uteri melai kanalis servikalis (Saefudin AB, dkk, 2006)
- Proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluarmelai jalan lahir (Achadiat,
2004)
 Tanda dan gejala:
- Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah
- Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
- Ostium uteri sternum atau serviks terbuka
- Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang kadang
sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan
- Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat menyebabkan syok
 Penatalaksanaan:
- Dalam nenghadapi kasus abortus inkomplit, bidan dapat berkonsultasi dengan dokter,
sehingga tidak merugikan pasien. Penatalaksanaan yang biasanya dilakukan pada kasus
abortus inkomplit ini adalah:
- Bila disertai shock karena perdarahan, diberikan infuse cairan fisiologis NaCl atau ringer
laktat dan tranfusi darah selekas mungkin
- Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan dengan kuret tajam dan berikan suntikan untuk
mempertahankan kontraksi otot uterus
- Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, dilakukan pengeluaran plasenta
secara manual
- Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi
4.  Abortus Komplit
Beberapa pengertian dari abortus komplit adalah :
- Prosesus abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir
(Achadiat, 2004)
- Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil kontrasepsi telah dikeluarkan dari
kavum uteri (Saefudin AB, dkk, 2006)
 Tanda dan gejala:
- Perdarahan banyak
- Mulas sedikit atau tidak (kontraksi uterus)
- Osteo uteri telah menutup
- Uterus sudah mengecil ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam uterus
- Diagnosis komplit ditegakan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya
 Penatalaksanaan:
- Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang abortus komplit, bidan dapat
berkonsultasi dengan dokter sehingga merugikan pasien
- Tidak memerluka terapi khusus, tetapi untuk membantu involusi uterus dapat diberikan
methergin tablet
- Bila pasien anemia dapat diberikan sulfas ferosus (zat besi) atau tranfusi darah
- Diberikan antibotika untuk mencegah infeksi
- Anjurkan untuk mengkonsumsi vitamin dan mineral
5. Missed Abortions
Beberapa pengertian dari missed abortions adalah:
- Kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari 20 hari yang tidak dapat
dihindari (James L. Lindsey, MD, 2007).
- Berakhirnya suatu kehamilan sebelum 20 minggu, namun keseluruhan hasil konsepsi
tersebut bertahan dalam uterus selama 6 minngu atatu lebih (Achadiat, 2004)
- Adannya retensi yang lama terhadap janin yang telah mati dalam paruh pertama
kehamilan, atau retensi hasil konsepsi dalam uterus selama 8 minggu atatu lebih,
kejadiannya sekitar 2% dari kehamilan (Pilliter, 2002)
- Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati
hingga 8 minggu atau lebih (Saifudin, AB dkk, 2006)
 Tanda dan gejala
- Gejalanya seperti abortus imminiens yang kemudian menghilang secara spontan disertai
kehamilan menghilang
- Denyut jantung janin tidak terdengar
- Mulas sedikit
- Ada keluaran dari vagina
- Uterus tidak membesar tetapi mengecil
- Mammae agak mengendor/payudara mengecil
- Amenorhoe berlangsung terus
- Tes kehamilan negative
- Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia
kehamilan
- Biasanya terjadi pembekuan darah
 Penatalaksanaan:
- Missed abortion memerlukan tindakan medis khusus, sehingga bidan perlu berkonsultasi
dengan dokter untuk penanganannya.
- Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahaya adanya hipofibrnogemia, sehingga
sulit untuk mengatasi perdarahan yang terjadi bila belum dikoreksi hipofibrnogemianya
(untuk itu kadar fibrinogen darah perlu diperiksa sebelum dilakukan tindakan)
- Pada prinsipnya penanganannya adalah: pengosongan kavum uteri setelah keadaan
memungkinkan
- Bila kadar fibrinogen normal, segera dilakukan pengeluaran jaringan konsepsi dengan
cunam ovum, lalu dengan kuret tajam
- Bila kadar fibrinogen rendah, dapat diberikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum
atau ketika mengeluarkan konsepsi
- Pada kehamilan kuran dari 12 minggu, dilakukan pembukaan serviks uteri dengan
laminaria selama kurang lebih 12 jam ke dalam kavum uteri
- Pada kehamilan lebih dari 2 minggu, maka pengeluaran janin dilakukan dengan
pemberian infuse intravena oksitosin dosis tinggi
- Bila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat, maka pengeluaran janin dapat
dikerjakan dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding
perut
6. Abortus Infeksius dan Abortus Septik
Beberapa pengertian dari abortus infeksius dan abortus septic, adalah sebagai berikut:
- Abortus infeksius adalah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi, baik
yang diperoleh dari luar rumah sakit maupun yang terjadi setelah tindakan di rumah sakit.
Abortus infeksius adalah adanya abortus yang merupakan komplikasi dan disertai infeksi
genitalia, sering dikaitkan dengan tindakan abortus tidak aman sehingga dapat
menyebabkan perdarahan hebat.
- Abortus septic adalah suatu komplikasi lebih jauh daripada abortus infeksius, dimana
pasien telah masuk dalam keadaan sepsis akibat infeksi tersebut. Angka kematian akibat
abortus septic ini cukup tinggi (sekitar 60%). (Achadiat, 2004). Abortus septic adalah
keadaan yang lebih parah dari abortus infeksius karena disertai dengan penyebaran
kuman atau toksinnya kedalam peredaran darah dan peritoneum, sehingga dijumpai
adanya tanda peritornitis umum atau sepsis dan disertai dengan syok.
 Tanda dan gejala:
- Kanalis servikalis terbuka
- Ada perdarahan
- Demam
- Takikardia
- Perdarahan berbau
- Uterus membesar dan lembek
- Nyeri tekan
- Leukositosis
 Penatalaksanaan:
- Abortus infeksius yang menyebabkan sepsis dapat menimbulkan bahaya kematian ibu,
maka penderita (ibu) harus segera dirujuk ke rumah sakit.
- Tugas bidan adalah mengirimkan penderita ke rumah sakit yang dapat memberikan
pertolongan khusus.
 Prinsip penatalaksanaannya adalah:
- Pemberian terapi abtibiotika (penisilin, dan lain-lain) untuk menanggulangi infeksi.
- Peningkatan asupan cairan
- Bila perdarahan banyak, dilakukan pemberian tranfusi darah
- Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotika atau lebih cepat lagi bila
terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus
- Pemasangan CVP (Central Venous Pressure) untuk pengontrolan cairan
- Pemberian kortisteroid dan heparin bila ada DIC (Disseminated Intravascular
coagulation)
7.  Abortus Habitualis/Recurent Abortion
Beberapa pengertian dari Abortus Habitualis adalah:
- Abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih oleh sebab apapun. (Achadiat,
2004). Abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih secara berturut, penyebab
tersering karena factor hormonal. Istilah abortus habitualis masih digunakan untuk
menjelaskan pola abortus yang terjadi.
 Penatalaksanaan:
- Memperbaiki keadaan umum
- Perbaikan gizi dan istirahat yang cukup
- Terapi hormone progesterone, vitamin
- Kolaborasi untuk mengetahui factor penyebab
E. PATHWAY

F. PENATALAKSANAAN ABORTUS
Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Teknik bedah
a. Kuretose / dilatasi
Merupakan cara yang menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan) sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks.
b. Aspirasi haid
Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5 atau
6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu setelah
keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus.
c. Laparatomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih
disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup
signifikan pada uterus, histerektomi mungkin merupakan terpa ideal.
2. Teknik medis
a. Oksitosin
b. Prostaglandin
c. Urea hiperosomik
d. Larytan hiperostomik intraamnion
KONSEP KURETASE

1. PENGERTIAN
Menurut Dr. Bambang Fajar, Sp.OG.,dari RS Internasional Bintaro Tangeranang
Banten Kuret atau kuretase adalah sebuah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan
atau sisa jaringan dari dalam rahim. Jaringan bisa berupa janin yang mengalami abortus,
endometriosis, janin yang tidak berkembang, dan sisa plasenta yang tertinggal seusai
persalinan. (Dr.Bambang Fajar, 2009)
Prosedur kuretase adalah serangkaian pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok
kuret) kedalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan
teknik pengerokan secara sistematik (Sarwono Prawirohardjo, 2006)
2. ETIOLOGI
Untuk membersihkan bagian rahim dan merupakan tindakan medis. Biasanya ada
dua alasan mengapa dokter melakukan kuretase yaitu pertama terjadi keguguran,
tindakan ini biasanya pada waktu keguguran atau setelah keguguran selesai dan yang
kedua bagian dari pemeriksaan, yakni jika ada pendarahan di rahim seperti perdarahan
yang tidak teratur, perdarahan ketika berhubungan intim, perdarahan setelah masa
menopause dan perdarahan banyak yang membahayakan nyawa ibu, hasil pemesriksaan
menunjukan bahwa janin tidak berkembang dan tidak dapat diatasi lagi dengan
pemenuhan nutrisi atau pengobatan sehingga harus diambil tindakan
kuretase. (Dr.Bambang Fajar, 2009).
3.  PATOFISIOLOGI
Terkadang kuret tidak berjalan lancar. Meskipun telah dilakukan oleh dokter
kandungan yang sudah dibekali ilmu kuret namun kekeliruan bisa saja terjadi. Bisa saja
pada saat melakukannya dokter kurang teliti, terburu-buru, atau jaringan sudah kaku atau
membatu seperti pada kasus abortus yang tidak ditangani dengan cepat.
Berikut adalah dampaknya :
 Perdarahan Bila saat kuret jaringan tidak diambil dengan bersih, dikhawatirkan
terjadi perdarahan. Untuk itu jaringan harus diambil dengan bersih dan tidak
boleh tersisa sedikit pun. Bila ada sisa kemudian terjadi perdarahan, maka kuret
kedua harus segera dilakukan. Biasanya hal ini terjadi pada kasus jaringan yang
sudah membatu. Banyak dokter kesulitan melakukan pembersihan dalam sekali
tindakan sehingga ada jaringan yang tersisa. Namun biasanya bila dokter tidak
yakin sudah bersih, dia akan memberi tahu kepada si ibu, Jika terjadi perdarahan
maka segera datang lagi ke dokter.
  Cerukan di Dinding Rahim : Pengerokan jaringan pun harus tepat sasaran, jangan
sampai meninggalkan cerukan di dinding rahim. Jika menyisakan cerukan,
dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan rahim.
 Gangguan Haid, Jika pengerokan yang dilakukan sampai menyentuh selaput otot
rahim, dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran siklus haid.
 Infeksi, Jika jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan
bisa memicu terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-
daerah yang basah oleh cairan seperti darah.
 Kanker, kemungkinan kecil terjadi kanker, hanya sekitar 1%. Namun bila kuret
tidak dilakukan dengan baik, ada sisa yang tertinggal kemudian tidak
mendapatkan penanganan yang tepat, bisa saja memicu munculnya kanker.
Disebut kanker trofoblast atau kanker yang disebabkan oleh sisa plasenta yang
ada di dinding rahim.
4. PERAWATAN PASCAKURETASE
a. Perawatan usai kuretase pada umumnya sama dengan operasi-operasi lain. Misal, ibu
harus menjaga bekas operasinya dengan baik, tidak melakukan aktivitas yang terlalu
berat, tidak melakukan hubungan intim untuk jangka waktu tertentu sampai keluhannya
benar-benar hilang, dan meminum obat secara teratur. Obat yang diberikan biasanya
adalah antibiotik dan penghilang rasa sakit.
b. Jika ternyata muncul keluhan, sakit yang terus berkepanjangan atau muncul perdarahan,
segeralah memeriksakan diri ke dokter. Mungkin perlu dilakukan tindakan kuret yang
kedua karena bisa saja ada sisa jaringan yang tertinggal. Jika keluhan tak muncul,
biasanya kuret berjalan dengan baik dan pasien tinggal menunggu kesembuhannya.
KONSEP HIPERTENSI

A. PENGERTIAN HIPERTENSI

Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau
tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan
mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).

Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah
140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal yaitu bila tekanan
sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau lebih.

B. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Tekanan Darah
Kategori Tekanan Darah Diastolik
Sistolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-
120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
hipertensi
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis.

C. Etiologi
1. Usia
Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia hipertensi pada yang
berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri dan kematian
premature.
2. Jenis Kelamin
Berdasar jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih tinggi daripada wanita.
Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia
di atas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi.
3. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih.
4. Pola Hidup
Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup pasien telah diteliti,
tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih
tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor resiko utama. Merokok dipandang sebagai
faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan
hiperglikemia adalah faktor faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang
berhubungan dengan hipertensi.

D. Berdasarkan penyebab, hipertensi di bagi dalam 2 golongan :


- Hipertensi primer / essensial
Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui, biasanya berhubungan dengan
faktor keturunan dan lingkungan.
- Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti, seperti gangguan
pembuluh darah dan penyakit ginjal.
E. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik
pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal.
8. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera.

F. TANDA DAN GEJALA PADA HIPERTENSI DIBEDAKAN MENJADI : (Edward K


Chung, 1995).
1. Tidak Ada Gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

G. Komplikasi Hipertensi
Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan adalah:
1. Insufisiensi koroner dan penyumbatan
2. Kegagalan jantung
3. Kegagalan ginjal
4. Gangguan persyarafan

DAFTAR PUSTAKA
AB Saifuddin, dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Achadiat.M.,Crisdiono. 2004. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC

Arief, Mansjoer. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Brooker, Chris (editor). (2008). Ensiklopedia Keperawatan Edisi Bahasa Indonesia.


Jakarta: EGC

Farmer, Helen., 2001. Perawatan Maternitas. Ed 2. EGC. Jakarta.

Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6, Jakarta: ECG.

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
2002

Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan


oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995

Doenges, Moorhouse & Geissler. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC; Jakarta.

Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius,


2001

Anda mungkin juga menyukai