Oleh :
F. PENATALAKSANAAN ABORTUS
Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Teknik bedah
a. Kuretose / dilatasi
Merupakan cara yang menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan) sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks.
b. Aspirasi haid
Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5 atau
6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu setelah
keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus.
c. Laparatomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih
disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup
signifikan pada uterus, histerektomi mungkin merupakan terpa ideal.
2. Teknik medis
a. Oksitosin
b. Prostaglandin
c. Urea hiperosomik
d. Larytan hiperostomik intraamnion
KONSEP KURETASE
1. PENGERTIAN
Menurut Dr. Bambang Fajar, Sp.OG.,dari RS Internasional Bintaro Tangeranang
Banten Kuret atau kuretase adalah sebuah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan
atau sisa jaringan dari dalam rahim. Jaringan bisa berupa janin yang mengalami abortus,
endometriosis, janin yang tidak berkembang, dan sisa plasenta yang tertinggal seusai
persalinan. (Dr.Bambang Fajar, 2009)
Prosedur kuretase adalah serangkaian pelepasan jaringan yang melekat pada
dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi instrumen (sendok
kuret) kedalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan
teknik pengerokan secara sistematik (Sarwono Prawirohardjo, 2006)
2. ETIOLOGI
Untuk membersihkan bagian rahim dan merupakan tindakan medis. Biasanya ada
dua alasan mengapa dokter melakukan kuretase yaitu pertama terjadi keguguran,
tindakan ini biasanya pada waktu keguguran atau setelah keguguran selesai dan yang
kedua bagian dari pemeriksaan, yakni jika ada pendarahan di rahim seperti perdarahan
yang tidak teratur, perdarahan ketika berhubungan intim, perdarahan setelah masa
menopause dan perdarahan banyak yang membahayakan nyawa ibu, hasil pemesriksaan
menunjukan bahwa janin tidak berkembang dan tidak dapat diatasi lagi dengan
pemenuhan nutrisi atau pengobatan sehingga harus diambil tindakan
kuretase. (Dr.Bambang Fajar, 2009).
3. PATOFISIOLOGI
Terkadang kuret tidak berjalan lancar. Meskipun telah dilakukan oleh dokter
kandungan yang sudah dibekali ilmu kuret namun kekeliruan bisa saja terjadi. Bisa saja
pada saat melakukannya dokter kurang teliti, terburu-buru, atau jaringan sudah kaku atau
membatu seperti pada kasus abortus yang tidak ditangani dengan cepat.
Berikut adalah dampaknya :
Perdarahan Bila saat kuret jaringan tidak diambil dengan bersih, dikhawatirkan
terjadi perdarahan. Untuk itu jaringan harus diambil dengan bersih dan tidak
boleh tersisa sedikit pun. Bila ada sisa kemudian terjadi perdarahan, maka kuret
kedua harus segera dilakukan. Biasanya hal ini terjadi pada kasus jaringan yang
sudah membatu. Banyak dokter kesulitan melakukan pembersihan dalam sekali
tindakan sehingga ada jaringan yang tersisa. Namun biasanya bila dokter tidak
yakin sudah bersih, dia akan memberi tahu kepada si ibu, Jika terjadi perdarahan
maka segera datang lagi ke dokter.
Cerukan di Dinding Rahim : Pengerokan jaringan pun harus tepat sasaran, jangan
sampai meninggalkan cerukan di dinding rahim. Jika menyisakan cerukan,
dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan rahim.
Gangguan Haid, Jika pengerokan yang dilakukan sampai menyentuh selaput otot
rahim, dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran siklus haid.
Infeksi, Jika jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan
bisa memicu terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-
daerah yang basah oleh cairan seperti darah.
Kanker, kemungkinan kecil terjadi kanker, hanya sekitar 1%. Namun bila kuret
tidak dilakukan dengan baik, ada sisa yang tertinggal kemudian tidak
mendapatkan penanganan yang tepat, bisa saja memicu munculnya kanker.
Disebut kanker trofoblast atau kanker yang disebabkan oleh sisa plasenta yang
ada di dinding rahim.
4. PERAWATAN PASCAKURETASE
a. Perawatan usai kuretase pada umumnya sama dengan operasi-operasi lain. Misal, ibu
harus menjaga bekas operasinya dengan baik, tidak melakukan aktivitas yang terlalu
berat, tidak melakukan hubungan intim untuk jangka waktu tertentu sampai keluhannya
benar-benar hilang, dan meminum obat secara teratur. Obat yang diberikan biasanya
adalah antibiotik dan penghilang rasa sakit.
b. Jika ternyata muncul keluhan, sakit yang terus berkepanjangan atau muncul perdarahan,
segeralah memeriksakan diri ke dokter. Mungkin perlu dilakukan tindakan kuret yang
kedua karena bisa saja ada sisa jaringan yang tertinggal. Jika keluhan tak muncul,
biasanya kuret berjalan dengan baik dan pasien tinggal menunggu kesembuhannya.
KONSEP HIPERTENSI
A. PENGERTIAN HIPERTENSI
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau
tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan
mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).
Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah
140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal yaitu bila tekanan
sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau lebih.
Tekanan Darah
Kategori Tekanan Darah Diastolik
Sistolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-
120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
hipertensi
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis.
C. Etiologi
1. Usia
Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia hipertensi pada yang
berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri dan kematian
premature.
2. Jenis Kelamin
Berdasar jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih tinggi daripada wanita.
Namun pada usia pertengahan, insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia
di atas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi.
3. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih.
4. Pola Hidup
Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup pasien telah diteliti,
tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau
pekerjaan yang penuh stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih
tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor resiko utama. Merokok dipandang sebagai
faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan
hiperglikemia adalah faktor faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang
berhubungan dengan hipertensi.
G. Komplikasi Hipertensi
Sebagai akibat hipertensi yang berkepanjangan adalah:
1. Insufisiensi koroner dan penyumbatan
2. Kegagalan jantung
3. Kegagalan ginjal
4. Gangguan persyarafan
DAFTAR PUSTAKA
AB Saifuddin, dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6, Jakarta: ECG.
Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
2002
Doenges, Moorhouse & Geissler. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC; Jakarta.