Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


TUBERKULOSIS DI RUANG MELATI
RSUD dr. HARYOTO LUMAJANG

Oleh:

Prepty Dwi Ariyanti


NIM 192311101014

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Tuberkulosis (TB) di Ruang Melati


RSUD dr. Haryoto Lumajang telah disetujui dan disahkan pada:
Nama : Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep
NIM : 192311101014
Telah diperiksa dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :

Lumajang, Oktober 2019

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui,

Kordinator Program Studi Profesi Ners Penanggung Jawab Mata Kuliah

Ns. Erti Ikhtiarini D. M.Kep., Sp.Kep.J Ns. Jon Hafan S,M.Kep.,Sp.Kep.MB


NIP 19811028 200604 2 002 NIP. 19840102 201504 1

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns. Wantiyah, M. Kep.


NIP 19810712 200604 2 001

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada pasien dengan Tuberkulosis (TB) di Ruang


Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Melati

Lumajang, Oktober 2019

Mahasiswa

Prepty Dwi Ariyanti, S.Kep


NIM 192311101014

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Melati
Universitas Jember RSUD dr. Haryoto

Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp. Kep. MB


NIP. 19840102 201504 1 002

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN ..................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
LAPORAN PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Definisi .................................................................................................... 1
B. Anatomi Fisiologi ................................................................................... 4
C. Epidemiologi ........................................................................................... 8
D. Etiologi .................................................................................................... 9
E. Tanda dan Gejala .................................................................................. 10
F. Patofisiologi dan Clinical Pathway ...................................................... 11
G. Penatalaksanaan Medis ......................................................................... 12
H. Penatalaksanaan Keperawatan .............................................................. 12
a. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul .................................. 12
b. Perencanaan / Nursing Care Plan ................................................... 16
I. Daftar Pustaka ....................................................................................... 21

iv
A. Konsep Teori Penyakit

1.1 Anatomi dan Fisiologi Paru


Gelembung alveoli yang terdiri dari sel-sel epitel dan endotel merupakan
bagian alat tubuh yang dinamakan paru-paru. Luas permukaannya lebih kurang 9-
m2. Lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah. Paru-paru terletak di dalam rongga dada (meiastinum),
dilindungi oleh struktur tulang selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh
suatu sekat disebut diafragma. Semakin baik fungsi paru maka jumlah oksigen
yang dapat diambil oleh paru-paru selama satu kali inspirasi lebih banyak, tubuh
pun menggunakan energi lebih sedikit dan mengurangi beban kerja organ tubuh
lain terutama jantung (Laksomo, 2019). Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram,
sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan
satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur
lain di dalam rongga dada. Paru-paru dibungkus oleh selaput bernama pleura
(Utama, 2018). Pleura merupakan struktur double-membran dibentuk oleh
membran halus yang disebut membran serosa. Membran sektorr ini disebut pleura
parietal dan melekat pada dinding dada, sedangkan membran dalam disebut pleura
visceral, dan meliputi paru-paru serta struktur terkait. Ruang antara dua membran
disebut rongga paru (Budi, 2018).

Gambar 1. Anatomi Paru

1
Paru-paru dibagi dua bagian, yaitu :
a. Paru-paru Kanan
Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (lobus dekstra superior, lobus media, dan
lobus inferior) tiap lobus tersusun atas lobules. Paru-paru kanan mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada
lobus media dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
b. Paru-paru Kiri
Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan lebih kecil bernama segmen. Paru-paru
kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan 5
buah segmen inferior.
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
tidak dibutuhkan tubuh. Selain itu dapat berfungsi sebagai keseimbangan asam
basa tubuh. Apabila terjadi asidosis, maka tubuh akan mengkompensasi dengan
mengeluarkan banyak karbondioksida yang bersifat asam ke luar tubuh. Dalam
sistem ekskresi, fungsi paru-paru adalah untuk mengeluarkan karbondioksida dan
uap air. Dalam sistem pernafasan, berfungsi untuk proses pertukaran oksigen dan
karbondioksida di dalam darah, sedangkan dalam sistem peredaran darah
berfungsi untuk membuang karbondioksida di dalam darah dan menggantinya
dengan oksigen (Utama, 2018).

1.2 Definisi Penyakit


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis. TB merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Keluhan yang dirasakan pada pasien TB dapat
bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan
sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan sputum menjadi salah
satu pemeriksaan paling penting pada pasien TB karena dengan ditemukan kuman
Bakteri Tahan Asam (BTA), diagnosis TB sudah dapat ditegakkan. Disamping itu

2
pemeriksaan sputum juga juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan (Widiastuti, 2019). TB yaitu penyakit menular melalui
udara serta merupakan salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh
dunia pada tahun 2017, selain itu TB juga menjadi penyebab utama kematian
terkait dengan resistensi mikroba. TB adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium bacillus tuberculosis yang menyebar ketika orang yang sakit
TB paru mengeluarkan bakteri ke udara (WHO, 2018).
Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis ,
M. africanium, M. bovis, M. leprae, dsb yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA) (Kemenkes RI, 2018). Bakteri TB paling banyak menginfeksi paru,
tetapi bakteri TB dapat menginfeksi lokasi organ lainnya seperti jaringan kulit,
meningen, dan tulang (Udin, 2019). Tuberkulosis bukan penyakit keturunan atau
kutukan dan dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh
Pengawasan Minum Obat (PMO).

1.3 Epidemiologi
Jumlah penderita TB dunia tahun 2015 sebanyak9,6 juta kasus baru TB.
1⁄3 dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita
TB adalah usia produktif (15-55 tahun)7 . Indonesia masih termasuk 2 besar dari 5
negara dengan beban permasalahan TB terbesar. Sementara total estimasi
incidence (kasus Baru) TB di Indonesia yang dilaporkan olehWHO dalam Global
report 2015adalah 1 juta kasus baru per tahun.Pada tahun 2013 jumlah seluruh
kasus TB sebanyak 37.226 kasus dan 23.223 diantaranya adalah TB paru BTA
postif (Widiastuti, 2019).
Menurut World Health Organization (WHO) 2018, pada tahun 2017
diperkirakan ada 10 juta kasus insiden TB baru di seluruh dunia, dimana 5,8 juta
adalah laki-laki, 3,2 juta adalah perempuan dan 1 juta adalah anak-anak. Orang
yang hidup dengan HIV menyumbang 9% yang terkena penyakit TB. Delapan
negara menyumbang 66% dari kasus baru yakni India, Cina, Indonesia, Filipina,
Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Pada 2017 sebanyak 1,6 juta
orang meninggal karena TB, termasuk 0,3 juta diantara orang dengan HIV. Secara

3
global, angka kematian TB turun 42% antara tahun 2000 dan 2017. Tingkat
keparahan epidemi nasional sangat bervariasi di antara negara-negara, kurang
lebih dari 10 kasus baru per 100.000 penduduk di sebagian besar negara
berpenghasilan tinggi, 150-400 di sebagian besar dari 30 negara dengan beban TB
yang tinggi, dan diatas 500 di beberapa negara termasuk Mozambik, Filipina, dan
Afrika Selatan (WHO, 2018).
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2018 bahwa Indonesia
sendiri menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus penyakit
tuberkulosis terbanyak di dunia setelah India. Tuberkulosis bahkan menjadi
infeksi penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Jumlah kasus baru TB di
Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018).
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4
kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei
Prevalensi Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan
pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi
kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya
merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan
bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya
3,7% partisipan perempuan yang merokok (Kemenkes RI, 2018). Jumlah
penduduk di Kabupaten Jember sebanyak 2.430.185 jiwa dengan angka insiden
TB sebanyak 316/100.000 jiwa. Penduduk yang terdiagnosis TB sebanyak 3.497
(46%) dengan estimasi pasien 7.679, suspek sebanyak 32.065 dengan estimasi
suspek 76.794 (41,75%) (Dinkes Jember, 2018).

1.4 Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan
bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul,
tidak mempunyai selubung tetapi bakteri ini mempunyai lapisan luar yang tebal
yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering

4
disebut dengan BTA. Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan
dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang
lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau
dapat mati apabila terkena sinar, panas, dan matahari.
Penyakit TBC paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh
menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit sebagai
hasil interaksi antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment) dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul tersebut.
Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat itu. Pengidap HIV AIDS
atau orang dengan status gizi yang buruk lebih mudah untuk terinfeksi dan
terjangkit TBC (Kemenkes RI, 2017). Terjadinya penularan biasanya terjadi di
dalam satu ruangan dimana percikan berada dalam waktu yang lama. Ventilasi
yang mengalirkan udara dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung yang masuk ke dalam ruangan dapat membunuh bakteri.
Bakteri yang terkandung di dalam percikan dahak dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan gelap dan lembab. Oleh karena itu, lingkungan rumah yang
sehat bila mendapat cukup sinar matahari dan terdapat ventilasi yang memenuhi
syarat, akan mengurangi kemungkinan penyakit TB berkembang dan menular
(Kenedyanti dan Sulistyorini, 2017). TB ditularkan melalui udara dan dari satu
orang ke orang lain. Kadang-kadang, bakteri menyebar ke organ lain dan bisa
menyebabkan meningitis. HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga
sistem kekebalan tubuh seseorang tak bisa melawan kuman TB. Seseorang yang
menderita TBC biasanya memiliki gejala batuk dan bersin. Oleh karena itu
penyakit ini mampu menular melalui butiran ludah di udara (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2018).

1.5 Klasifikasi
Menurut Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia (2015) adalah sebagai berikut:
1. Tuberkulosis Paru

5
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA),
TB paru dibagi menjadi:
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotic spektrum luas.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M. tuberculosis positif.
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa .
Yang kedua TB paru dibedakan berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita
ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Terdapat beberapa
tipe penderita yaitu:
a. Kasus baru
Kasus baru merupakan penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Kasus kambuh adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi

6
aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan infeksi sekunder,
infeksi jamur, TB paru kambuh.
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti
2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
Penderita dengan hasil BTA negative gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan.
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif
dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung. Pada
kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun setelah
mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan
gambaran radiologik
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis

7
sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis
kuatkonsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh
klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu:
a. TB di luar paru ringan (TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang sendi dan kelenjar adrenal)
b. TB diluar paru berat (meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan
alat kelamin).
Bila seorang penderita TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk
kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat sebagai penderita TB
paru. Bila seorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

1.6 Patofisiologi
Tuberkulosis diawali dengan infeksi dimana seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian
tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya system kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan
reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan
bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal (Kenedyanti, 2017).
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteria namun
tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari-hari pertama maka leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan

8
terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Gannika, 2016). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.
Mycobacterium tuberculosis juga dapat masuk ke bagian tubuh lainnya
melalui system limfe dan cairan tubuh. Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh
akan merespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri,
dan limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri dan jaringan normal.
Reaksi jaringan tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang
bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Setelah pemajanan biasanya terjadi
infeksi awal pada 2 sampai 10 minggu. Bakteri bisa bertahan hidup beberapa
waktu di bawah paparan sinar matahari sehingga memungkinkan bakteri bisa
terbang jauh terbawa aliran udara, dan bila terbang ke tempat yang lembab dan
gelap akan membuat bakteri hidup lebih lama. (Kenedyanti dan Sulistyorini,
2017).

1.7 Manifestasi Klinis


Kebanyakan, orang tidak menyadari mengalami gejala penyakit
tuberkulosis dan bingung membedakannya dengan penyakit lain karena tak
mudah untuk mengenalinya. Padahal, gejala penyakit tuberkulosis dimulai secara
bertahap dan berkembang dalam jangka waktu beberapa minggu hingga berbulan-
bulan. Seseorang sering mengalami satu atau dua gejala ringan dan tak
mengenalinya sedini mungkin. Mengidentifikasi gejala penyakit tuberkulosis bisa
membantu seseorang mencegah komplikasi seperti infeksi PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronik) pada organ tubuh lain. Berikut gejala penyakit tuberkulosis
secara umum (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2018):

9
1. Batuk terus-menerus: gejala yang umum dari tuberculosis adalah batuk terus-
menerus dan menyakitkan selama lebih dari 2 minggu. Jika seseorang
mengalaminya, lebih baik segera periksakan ke dokter.
2. Batuk darah: selain batuk yang tidak kunjung sembuh, penderita tuberkulosis
biasanya juga mengalami batuk darah. Oleh karena itu waspadalah ketika ada
noda darah ketika kamu batuk.
3. Penurunan berat badan: penderita Tuberkulosis juga biasanya mengalami
penurunan berat badan. Hal ini menunjukkan sebab adanya bakteri TB yang
berkembang di dalam tubuh kamu.
4. Demam: setiap infeksi TBC biasanya disertai dengan demam. Apabila merasa
demam secara tiba-tiba, sebaiknya juga waspadalah.
5. Lemah: penyakit TBC bisa membuat tubuhmu cepat merasa lemah.
6. Rasa sakit di paru-paru: TBC merupakan penyakit yang menginfeksi paru-
paru. Jika seseorang merasakan nyeri tajam di paru-paru dan merasa
kesakitan ketika menghembuskan udara maka dapat didiagnosis memiliki
infeksi paru-paru yang parah.
7. Infeksi yang tidak kunjung sembuh: selain membuat infeksi paru-paru, TBC
juga dapat menginfeksi setiap bagian tubuh seperti perut, hati, bahkan otak.
Jika seseorang memiliki infeksi di daerah tersebut lebih dari 3 minggu,
sebaiknya periksakanlah ke dokter.
8. Menggigil di malam hari: jika merasakan menggigil di malam hari padahal
udara sedang tidak dingin, hal ini bisa jadi tanda TBC. Sebab infeksi dari
bakteri TBC ini akan menyebabkan menggigil di malam hari.
9. Kelelahan: gejala yang lain adalah akan mudah sekali lelah karena daya tahan
tubuh mulai melemah.
10. Urine kemerahan: amati urine yang berubah warna (kemerahan) atau urine
keruh. Ini merupakan gejala yang muncul pada tahap selanjutnya.

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2015 pemeriksaan untuk
tuberculosis adalah sebagai berikut.

10
1. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
 S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasilitas layanan kesehatan. Pada saat
pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua
 P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di fasilitas layanan kesehatan.
 S (sewaktu): dahak ditampung di fasilitas layanan kesehatan pada
hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
misal Pasien TB ekstra paru, Pasien TB anak, Pasien TB dengan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif. Pemeriksaan tersebut
dilakukan di sarana laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila
dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut.
3. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik
untuk Tb paru. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah
satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai

11
predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit
dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform).
5. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut
dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil
pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang
kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis TB.
6. Pemeriksaan Serologi
a. Pemeriksaan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA): teknik ini
merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral
berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu
yang cukup lama.
b. Mycodot: uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP): uji ini merupakan salah satu
jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
d. ICT: Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah
uji serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para

12
klinisi harus hati-hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibody yang terdeteksi.
h. Pemeriksaan dahak TCM (Test Cepat Molekuler)
Berdasarkan surat edaran Kemenkes RI Nomor UK.02.16/V/0342/2013
tentang larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis
TB menjelaskan bahwa WHO tidak merekomendasikan penggunaan
metode serologi untuk tujuan diagnosis TB paru dan ekstra paru karena
hasil pemeriksaan yang tidak konsisten dan tidak tepat. Surat Edaran
Direktur P2PML No. TU 05.01/D3/III.1/2968.1/2016 tanggal 7 November
2016 juga dijelaskan bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi
pemeriksaan TB dan semakin tingginya angka prevalensi dan insidensi TB
di Indonesia maka pemeriksaan TB dengan tes cepat berbasis
biomolekuler (Tes cepat molekuler atau TCM TB) sudah diperluas
penggunaannya tidak hanya untuk penemuan kasus TB Resisten Obat dan
TB pada ODHA tetapi juga digunakan untuk penegakan TB Kasus Baru
secara umum. Pemeriksaan TB paru dengan alat TCM atau Gene Expert
ini mendapat rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak
Desember 2010 sebagai alat diagnosis cepat TB. Alat ini juga dapat
melakukukan pemeriksaan cepat Tuberkulosis yang resistensi terhadap
Rifampisin (Rif Resistance). Keunggulan lainnya adalah alat ini mudah
digunakan, mudah dibawah, dan tidak memerlukan persyaratan
pengendalian infeksi yang komplek, serta hasilnya bisa diperoleh dalam
waktu sekitar dua jam saja. Berbeda dengan pemeriksaan BTA
konvensional yang memerlukan waktu 3 hari bahkan untuk TB MDR bisa
6-8 minggu.

1.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari

13
paduan obat utama dan tambahan (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2017)
yaitu:
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
 Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah Rifampisin, INH,
Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol
 Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari : Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet,
yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan
etambutol 275 mg dan Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet,
yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
 Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) adalah Kanamisin, Kuinolon ,
dan Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
a) TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk:
 TB paru BTA (+), kasus baru
 TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk
luluh paru)
 TB di luar paru kasus berat
 TB dengan lesi luas
 Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
 TB kasus berat (milier, dll)

b) Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :

14
 TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
 TB di luar paru kasus ringan
 TB paru kasus kambuh
 TB Paru kasus gagal pengobatan
 TB Paru kasus lalai berobat
 TB Paru kasus kronik
2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat tentang TB
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TB,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas atau Rumah sakit,
agar dapat diketahui secara dini.
c. Perawatan TB
1) Awasi penderita untuk minum obat, yang paling berperan disini
adalah orang terdekat yaitu keluarga.
2) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,
kelima dan enam
6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan
yang baik.
7) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan
menggunakan masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat
yang disediakan dan tertutup, tidak disembarangan tempat.

15
8) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan
tubuh seperti terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.
9) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
10) Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,
tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
11) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan
yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter
diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12
bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaan penyelidikan oleh dokter

1.10 Penatalaksanaan Keperawatan


a. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1. Nyeri Akut
Definisi : pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yag
digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the Study of
Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga
berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan
durasi kurang dari 3 bulan.
Batasan karakteristik:
- Perubahan selera makan
- Perubahan pada parameter fisiologis
- Diaforesis
- Perilaku distraksi
- Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat mengungkapkannya
- Perilaku ekspresif

16
- Ekspresi wajah nyeri
- Sikap tubuh melindungi
- Putus asa
- Fous menyempit
- Sikap melindungi area nyeri
- Perilaku protektif
- Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
- Dilatasi pupil
- Fokus pada diri sendiri
- Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
- Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri
Faktor yang berhubungan
- Agens cedera biologis
- Agens cedera kimiawi
- Agens cedera fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik
Batasan Karakteristik:
- Berat badan 20% atau lebih di bawah rentang berat badan ideal
- Cepat kenyang setelah makan
- Bising usus hiperaktif
- Diare
- Gangguan sensasi rasa
- Kehilangan rambut berlebihan
- Kelemahan otot pengunyah
- Kelemahan otot menelan
- Kerapuhan kapiler
- Kesalahan informasi
- Ketidakmampuan memakan makanan

17
- Kram abdomen
- Kurang minat pada makanan
- Membran mukosa pucat
- Penurunan berat badan dengan asupan makan adekuat
- Sariawan rongga mulut
- Tonus otot menurun
- Faktor yang berhubungan
- Faktor biologis
- Faktor ekonomi
- Gangguan psikososial
- Ketidakmampuan makan
- Ketidakmampuan mencerna makanan
- Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
- Kurang asupan makanan

18
A. Clinical Pathwa

19
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a) Data pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, Status
perekonomian (perumahan yang padat dan buruk atau lingkungan yang jelek
mempermudah infeksi TB), Ras (pada orang eskimo dan indian amerika
memiliki pertahanan tubuh yang lebih rentan), perkawinan, No. registrasi,
pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk
Rumah Sakit. Identitas penanggung jawab.
b) Riwayat kesehatan
1. Diagnosa Medik
Diagnosa medik jelas yaitu TBC atau KP lama dan apabila ada penyakit lain
yang menyertai.
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan dan keringat
di malam hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit TB, adanya riwayat kontak dengan penderita TB,
adanya infeksi HIV atau AIDS yang pernah diderita klien, adanya riwayat
mallnutrisi, penyakit campak pada anak, serta mengkonsumsi alkohol yang
dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit yang mungkin diderita keluarga

20
b. Pengkajian Keperawatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehat-
sakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk mengatasi
kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Perawat mengkaji mengenai Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan, Jenis
dan jumlah (makanan dan minuman), Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam
terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan, Faktor pencernaan: nafsu
makan, ketidaknyamanan, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan
makanan, alergi makanan. Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh
anoreksia, nafsu makan menurun.
3. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK. Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau
kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas serta
latihan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pola tidur dan istirahat
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya
adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler.
6. Pola Kognitif dan konseptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya
pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya yang
mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk mengurangi
nyeri, kemampuan komunkasi, tingkat pendidikan, luka.
7. Pola persepsi diri
Perawat harus mengkaji pasien mengenai Keadaan sosial: pekerjaan, situasi
keluarga, kelompok sosial, Identitas personal: penjelasan tentang diri sendiri,
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, keadaan fisik, segala sesuatu yang

21
berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak), Harga diri: perasaan
mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan fungsi
dan peran).
8. Pola peran dan hubungan
Perawat mengkaji Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial,
kepuasan peran pasien, pengaruh status kesehatan terhadap peran, pentingnya
keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang terdekat pasien,
pola hubungan orang tua dan anak.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas dan
reproduksi, dan efek status kesehatan terhadap seksualitas. Masalah riwayat
gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas.
10. Pola toleransi coping- stress
Perawat perlu mengkaji adalah sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru
ini, tingkat stress yang dirasakan, gambaran respons umum dan khusus
terhadap stress, Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, strategi koping yang biasa digunakan, pengetahuan dan
penggunaan teknik manajemen stress.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, perilaku kesehatan
terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien, pentingnya agama bagi
pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas keagamaan.
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kedaan umum pasien biasanya lemah.
Kesadaran : Compos Mentis GCS 456
Tekanan Darah : Normal: 100-120/60-80mmHg
Pernafasan (RR) : Rentang normal: 16-24x/menit)
Denyut nadi (HR) : Normal: 60-100x/menit
Suhu tubuh : Normal 36-37,35 ˚C

22
Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Inspeksi kepala pasien simetris. Kulit kepala bersih. Tidak ada nyeri tekan
atau benjolan pada kepala.
Mata
Mata kanan dan kiri simetris, ransang cahaya pupil kanan dan kiri baik.
Telinga
Telinga kanan dan kiri simetris. Telinga relihat bersih. Kemampuan
mendengarkan pasien baik.
Hidung
Hidung terlihat bersih.
Mulut
Mulut pasien bersih. Bibir pasien terlihat pucat.
2. Leher
Melihat ada atau tidaknya pembesaran kelenjar tiroid. Ada nyeri pada leher
atau tidak.
3. Dada
Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
4. Abdomen
Biasanya tidak ada masalah pada abdomen pasien. Bisa dinilai ada nyeri
tekan atau tidak.
5. Urogenital
Biasanya tidak ada masalah pada system urogenital pasien.
6. Ekstremitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
yang kurang meyenangkan.

23
7. Kulit dan kuku
Kulit dan kuku pasien dilihat apakah pucat. Pada kulit terjadi sianosis, dingin
dan lembab, tugor kulit menurun.
8. Keadaan lokal
Keadaan pasien biasanya kurang baik dan lemah, membutuhkan keluarga
untuk selalu mendampingi.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler, ketidakseimbangan tekanan O2 dan CO2, proses
pertukaran gas yang terganggu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh brerhubungan
dengan anoreksi
4. Nyeri akut berhubungan dengan pasca trauma (infeksi), proses peradangan
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai
oksigen menururn pada daerah perifer, adanya sianosis
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan aktivitas yang intoleran,
sulitnya bergerak untuk ADL
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
9. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat,
peningkatan WBC
10. Resiko syok hipovolemik dengan faktor risiko hemaptoe, kehilangan
colume cairan

24
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Rencana Keperawatan


No
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan NOC: NIC: Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, a. Posisikan pasien untuk Memaksimalkan ventilasi
berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas pasien efektif dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi pasien
benda asing dalam b. Lakukan fisioterapi dada
jalan nafas, Tujuan Membantu pasien untuk
peningkatan produksi No. Indikator Outcome Awal c. Motivasi pasien untuk pengeluaran sekret
1 2 3 4 5
sputum, batuk tidak bernafas pelan, dalam, dan Memaksimalkan pernafasan
1. Frekuensi pernafasan (12-
efektif, batuk
20x/menit)
kelelahan/berkurangny d. Instruksikan bagaimana
2. Irama pernafasan regular
a tenaga dan infeksi agar dapat melakukan batuk Membantu mengeluarkan dahak
3. Tidak menggunakan otot
bronkopulmonal efektif
bantu pernafasan
e. Kolaborasi dengan dokter
4. Retraksi dada simetris pemberian bronkidilator Melebarkan jalan nafas
5. Tidak menggunakan cuping f. Monitor status pernafasan
hidung dan oksigenasi Memfasilitasi pemberian
8 Batuk dan mengeluarkan g. Posisikan untuk oksigen
sekret meringankan sesak nafas Membuka jalan nafas

Keterangan:
1. Tidak adekuat
2. Sedikit adekuat
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Airway Management
gas berhubungan diharapkan pertukaran gas pasien tidak terganggu dengan kriteria a. Kaji dispnea, takipnea, TB paru mengakibatkan efek
dengan perubahan hasil: bunyi napas, peningkatan terhadap pernapasan bervariasi
membran alveolar upaya pernapasan, ekspansi dari gejala ringan , dyspnea
kapiler, NOC: Status Pernapasan: Pertukaran Gas thorax dan kelemahan berat dampai distres pernapasan
ketidakseimbangan Tujuan Akumulasi sekret dan
tekanan O2 dan CO2, No. Indikator Outcome Awal b. Catat sianosis dan berkurangnya jaringan paru
1 2 3 4 5
proses pertukaran gas perubahan warna kulit, yang sehat dapat menggangu
yang terganggu 1. Sianosis termasuk membran mukosa oksigenasi organ vital dan
2. Gangguan kesadaran

25
3. tekanan oksigen PaO2 dan kuku. jaringan tubuh.
4. saturasi oksigen dalam Posisi semi fowler untuk
rentang normal c. Pertahankan posisi semi memaksimalkan ekspansi paru
5. Keseimbangan perfusi fowler sesuai indikasi Penurunan kadar O2 (PaO2) dan
ventilasi d. Kolaborasi pemeriksaan atau saturasi
AGD Terapi oksigen dapat
Keterangan: e. Kolaborasi pemberian mengoreksi hipoksemia yang
1. Tidak adekuat oksigen sesuai kebutuhan terjadi akibat penurunan
2. Sedikit adekuat tambahan
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan kriteria hasil: 1. Tentukan status gizi pasien Mengetahui kebutuhan status
kebutuhan tubuh NOC: Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan dan kemampuan pasien nutrisi pasien
berhubungan dengan Tujuan untuk memenuhi kebutuhan
anoreksia, No. Indikator Outcome Awal gizi
1 2 3 4 5
terganggunya reflek 2. Tentukan apa yang menjadi Membantu dalam melist
1. Asupan makanan secara
menelan preferensi makanan bagi makanan pasien sesuai indikasi
oral
2. Asupan cairan secara oral pasien dan mengetahui adanya alergi
3. Asupan cairan intravena atau kontraindikasi
Keterangan: 3. Intruksikan pasien Menambah pengetahuan pasien
1. Tidak adekuat mengenai kebutuhan nutrisi mengenai gizi seimbang
2. Sedikit adekuat (piramida makanan)
3. Cukup adekuat 4. Tentukan jumlah kalori dan Membantu dalam perhitungan
4. Sebagian besar adekuat jenis nutrisi yang kebutuhan statys nutrisi harian
5. Sepenuhnya adekuat dibutuhkan untuk pasien
memenuhi persyaratan gizi.
5. Berikan pilihan makanan Melibatkan pasien untuk
NOC: Status Nutrisi : Pengukuran Biokimia dan bimbingan terhadap berpartisipasi dan menambah
Tujuan pilihan makanan. anfsu makan pasien
No. Indikator Outcome Awal 6. Ciptakan lingkungan yang Menghindari risiko pencemaran
1 2 3 4 5
1. Hematokrit bersih, berventilasi, santai dan memberikan kenyamanan
2. Hemoglobin dan bebas dari bau
3. Gula darah menyengat.
4. Serum albumin

26
5. Serum kreatinin
6. Hitung limfosit
Keterangan:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menympang dari rentang normal
4 Nyeri akut NOC: Pain Management Untuk mengetahui gambaran
berhubungan dengan Pain Control a. Kaji secara menyeluruh rasa nyeri yang dialami oleh
pasca trauma (infeksi), Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, tentang nyeri (PQRST) pasien
proses peradangan diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil: b. Observasi isyarat-isyarat non Menggali kualitas nyeri yang
verbal dari ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien dan
Tujuan memvalidasi gambaran nyeri
No Indikator Awal yang dirasakan oleh pasien
1 2 3 4 5
1 Mengenali kapan c. Gunakan komunikasi Membina hubungan saling
nyeri terjadi terapeutik agar klien dapat percaya dengan pasien agar
2 Menggunakan mengekspresikan nyeri pasien dapat leluasa
tindakan d. Tentukan dampak dari mengungkapkan keluhannya.
pengurangan ekspresi nyeri terhadap Mengkaji kebutuhan lain yang
(nyeri) tanpa kualitas hidup belum terpenuhi akibat nyeri.
analgesic e. Kontrol faktor-faktor Meminimalkan
3 Melaporkan nyeri lingkungan yang dapat ketidaknyamanan klien atas
yang terkontrol mempengaruhi respon klien lingkungan yang kurang
4 Melaporkan nyeri terhadap ketidaknyamanan. mendukung perbaikan
. menurun kebutuhan kenyamanannya.
Keterangan: f. Ajarkan teknik manajemen Mengurangi rasa nyeri tanpa
1. Keluhan ekstrime nyeri non-farmakologis: penggunaan obat.
2. Keluhan berat distraksi-relaksasi
3. Keluhan sedang g. Berikan analgetik sesuai Mengurangi rasa nyeri jika
4. Keluhan ringan
anjuran tim medis teknin non-farmakologis kurang
5. Tidak ada keluhan
efektif.
5 Hipertermi Thermoregulasi (0800) NIC:
berhubungan dengan Hidrasi (0602) Perawatan Demam (3740) Perawatan Demam (3740)
reaksi inflamasi a. Pantau suhu dan tanda vital a. Untuk mengetahui kondisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam, suhu tubuh yang lainnya klien secara berkala

27
klien dapat kembali normal dengan kriteria hasil: b. Monitoring warna kulit dan b. Mengetahui sejauh mana
suhu tingkat peningkatan suhu dan
A Tujuan c. Monitoring intake-output gambaran secara fisiologis
N
Indikator wa cairan pengaruh dari peningkatan
o 1 2 3 4 5
l d. Dorong klien untuk suhu terhadap kondisi klien
1 Melaporkan kenyamanan peningkatan konsumsi cairan c. Mengkaji kebutuhan cairan
suhu e. Pantau kondisi pasien untuk dan kehilangan cairan klien
2 Penurunan suhu kulit menghindari komplikasi dari akibat adanya peningkatan
3 Perubahan warna kulit demam suhu
4 Sakit kepala f. Kolaborasi dengan tim medis d. Membantu memenuhi
5 Dehidrasi terkait pemberian obat kebutuhan cairan tubuh yang
antipiretik hilang akibat peningkatan
Keterangan: evaporasi
1. Sangat terganggu Pengaturan Suhu (3900) e. Meminimalkan risiko
2. Banyak terganggu a. Monitoring suhu setiap 2 jam terjadinya kejang demam
3. CUkup Terganggu b. Monitoring tanda vital berulang
4. Sedikit terganggu lainnya: TD, nadi, RR f. Menurunkan suhu tubuh klien
5. Tidak terganggu c. Tingkatkan intake cairan dan hingga ke batas normal.
nutrisi yang adekuat Pengaturan Suhu (3900)
d. Ajarkan kepada klien dan a. Mengobservasi keadaan
keluarga tentang bagaimana umum klien agar tidak
mengatasi demam di rumah terjadi kejang demam
e. Kolaborasi pemberian berulang
antipiretik b. Memantau perubahan tanda
vital lainnya bersamaan
dengan meningkatnya suhu
tubuh klien
c. Membantu memenuhi
kebutuhan cairan yang
hilang akibat peningkatan
evaporasi
d. Membantu klien dan
keluarga untuk dapat
melakukan tindakan
pencegahan terjadinya
kejang demam berulang dan

28
membantu klien dan
keluarga untuk melakukan
pertolongan pertama pada
saat klien mengalmai
peningkatan suhu tubuh
e. Menurunkan suhu tubuh
klien hingga ke batas normal
menggunakan obat.
6. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Manajemen syok 4250
perfusi jaringan perifer diharapkan ketidakefektifan jaringan perifer dapat teratasi dengan a. Monitor tanda tanda vital, a. mengetahui keadaan umum
berhubungan dengan kriteria hasil: tekanan darah orthostatic, pasien
suplai oksigen a. Suhu kulit dalam batas normal status mental dan output b. membantu meningkatkan
menururn pada daerah b. Tekanan darah dalam rentang normal urin perfusi
perifer, adanya sianosis c. Tidak adanya tanda-tanda sianosis b. Posisikan pasien untuk c. Meningkatkan keadekuatan
A Tujuan mendapatkan perfusi yang jaringan perifer
N
Indikator wa optimal d. Membantu dalam mencukupi
o 1 2 3 4 5
l c. Buat dan pertahankan kebutuhan oksigen
1 Suhu kulit ujung kaki dan kepatenan jala nafas e. mengetahui keadekuatan
tangan d. Berikan oksigen dan atau status cairan pasien
2 Tekanan darah sistolik ventilasi mekanik sesuai
3 Tekanan darah diastolik kebutuhan
4 Nilai rata-rata tekanan e. Monitor status cairan
darah termasuk BB perhari, output
Keterangan urin perjam, intake dan
1. Deviasi berat dengan kisaran normal output
2. Deviasi yang cukup besar dengan kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
7. Defisit perawatan diri NOC: NIC:
berhubungan dengan Status Perawatan Diri (0313) Bantuan Perawatan Diri Bantuan Perawatan Diri
aktivitas yang (1800) (1800)
intoleran, sulitnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kelurga a. Pertimbangkan budaya klien a. Budaya akan mempengaruhi
bergerak untuk ADL klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dengan untuk meningkatkan aktivitas keyakinan dan pola
kriteria hasil: perawatan diri kebiasaan klien terhadap
a. Klien mandi sendiri/dibantu keluarga perawtan diri
b. Klien makan sendiri/dibantu keluarga b. Monitor kemampuan b. Mengidentifikasi sejauh

29
c. Keluarga mampu mempertahankan kebersihan diri klien perawatan diri secara mandiri mana bantuan yang
oleh klien diperlukan oleh klien dalam
memenuhi kebutuhan
N Aw Tujuan perawatan dirinya
Indikator c. Memfasilitasi alat bantu
o al 1 2 3 4 5 c. Monitor kebutuhan klien
1 Mandi dan keluar dari terkait dengan alat bantu dalam pemenuhan
kamar mandi untuk perawatan diri kebutuhan perawatan diri
2 Mengambil alat/ bahan oleh klien
mandi d. Menjamin klien tetap terjaga
d. Berikan lingkungan yang
3 Mendapatkan air mandi privasinya selama dilakukan
terapeutik dengan tindakan pemenuhan
memastikan lingkungan yang kebutuhan perawatan diri
Keterangan: mampu menjaga privasi klien
1. Sangat terganggu e. Melatih klien agar tidak
e. Berikan bantuan hingga klien terlalu mengandalkan
2. Banyak terganggu
mampu melakukan bantuan dalam pemenuhan
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu perawatan diri secara mandiri kebutuhannya
5. Tidak terganggu f. Lakukan pengulangan yang f. Pengulangan yang konsisten
konsisten terhadap rutinitas dimaksudkan untuk
kesehatan membangun kebiasaan
perawatan diri
g. Ajarkan keluarga untuk g. Melatih klien agar terbbiasa
mendukung kemandirian mandiri dalam memenuhi
klien dengan cara hanya kebutuhan perawtan dirinya
membantu ketika klien
benar-benar tidak mampu
melakukannya
8. Intoleransi NOC: NIC:
aktivitas berhubungan 1. Self Care: ADL’s Energy Management Energy Management
dengan 2. Toleransi Aktifitas a. Observasi adanya a. Mengidentifikasi sejauh
ketidakseimbangan 3. Konservasi Energi pembatasan pasien dalam mana psien dapat melakukan
antara suplai dengan melakukan aktifitas aktifitas yang ditolerir oleh
kebutuhan oksigen. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tubuhnya
dapat bertoleransi terhadap aktivitas dengan
Kriteria Hasil: b. Kaji adanya faktor yang b. Meminimalkan faktor
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan menyebabkan kelelahan pencetus agar tidak terjadi
tekanan darah, nadi, dan RR kelelahan berlebih
b. Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri c. Monitor nutrisi dan sumber c. Mengidentifikasi kecukupan

30
c. Keseimbangan aktifitas dan istirahat energi yang adekuat energi yang dimiliki tubuh
A Tujuan untuk melakukan aktifitas
N
Indikator wa d. Monitor respon d. Penurunan/ketidakmampuan
o 1 2 3 4 5
l kardiovaskular terhadap miokardium untuk
1 Frekuensi nadi ketika aktivitas (takikardia, meningkatkan volume
beraktivitas disritmia, sesak nafas, sekuncup selama aktivitas
2 Frekuensi pernapasan diaphoresis, pucat, dapat menyebabkan
ketika beraktivitas perubahan hemodinamik) peningkatan segera frekuensi
3 Kekuatan tubuh bagian jantung dan kebutuhan
atas oksigen juga peningkatan
4 Kekuatan tubuh bagian kelelahan dan kelemahan.
bawah
e. Monitor pola tidur dan e. Mengidentifikasi kecukupan
5 Kemudahan dalam
lamanya tidur atau istirahat energi yang dihasilkan
melakukan Aktivitas
pasien dengan beristirahat untuk
Hidup Harian/ADL
Keterangan: melakukan aktifitas
1. Sangat terganggu Activity Therapy
2. Banyak terganggu a. Kolaborasikan dengan tenaga Activity Therapy
3. Cukup terganggu rehabilitasi dalam a. Peningkatan bertahap pada
4. Sedikit terganggu merencanakan program aktivitas dengan
5. Tidak terganggu terapi yang tepat menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila fungsi
jantung tidak dapat membaik
kembali.
b. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi aktivitas b. Mengidentifikasi
yang mampu dilakukan kemampuan pasien dalam
melakukan aktifitas yang
c. Bantu untuk ditolerir oleh tubuhnya
mengidentifikasi aktivitas c. Mengidentifikasi minat
yang disukai pasien dalam melakukan
aktifitas yang akan
d. Bantu pasien untuk membuat digunakan sebagai terapi
jadwal latihan diwaktu luang d. Membantu pasien untuk

31
melkaukan kegiatan latihan
perbaikan aktifitas secara
kontinyu
9 Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan dengan a. Risk Control (1902) Identifikasi Risiko (6610) Identifikasi Risiko (6610)
pertahanan tubuh tidak b. Risk Control: Infectious Process (1924) a. Identifikasi adanya sumber a. Dengan diidentifikasinya
adekuat, peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien agensi untuk membantu sumber agensi, mampu
WBC dapat mengontrol risiko dengan menurunkan risiko membantu tenaga pemperi
Kriteria Hasil: asuhan untuk menurunkan
a. Mengidentifikasi faktor risiko atau meminimalkan risiko
infeksi yang ada pada klien
b. Menghindari paparan ancaman
b. Memperhatika kebutuhan
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi b. Pertimbangkan pemenuhan
perawatan yang benar-benar
d. Berpartisipasi dalam skrining kesehatan terhadap perawatan dan diperlukan oleh klien untuk
e. Leukosit dalam batas normal (9000-30000 sel/mm3) medis perawatan meminimalkan
f. Tidak ada tanda-tanda infeksi (REEDA) kemungkinan terjadinya
g. Keluarga dan tenaga kesehatan melakukan cuci tangan sebelum infeksi akibat tindakan
dan sesudah kontak atau melakukan tindakan keperawtaan yang tidak
begitu urgent bagi klien
A Tujuan c. Menginformasikan kepada
N
Indikator wa c. Instruksikan faktor risiko klien dan keluarga
o 1 2 3 4 5
l dan rencana untuk kemungkinan potensial
1 Mengidentifikasi faktor mengurangi faktor risiko factor penyebab infeksi
resiko Manajemen Lingkungan
2 Memonitor faktor risiko Manajemen Lingkungan (6480)
individu (6480) a. Mencegah munculnya factor
3 Memonitor faktor risiko a. Identifikasi faktor-faktor pencetus terjadinya infeksi
lingkungan risiko terjadinya infeksi di sekeliling klien
4 Mengembangkan strategi b. Meminimalkan
yang efektif dalam b. Anjurkan kepada tenaga infekskemungkinan bakteri
mengontrol risiko kesehatan atau tenaga pencetus munculnya
5 Memonitor perubahan pemberi asuhan atau keluarga penyakit dan infeksi
status kesehatan untuk senantiasa mencuci nosocomial
Keterangan: tangan di 5 moment cuci
1. Tidak pernah menunjukkan tangan c. Meningkatkan kenyamanan
c. Atur suhu lingkungan sesuai lingkungan bagi klien
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang kadang menunjukkan dengan kebutuhan klien
d. Batasi pengunjung d. Mengurangi kemungkinan
4. Sering menunjukkan

32
5. Secara konsistes menunjukkan bayi tertular penyakit oleh
orang dewasa yang lainnya
e. Identifikasi munculnya e. Mengidentifikasi dengan
tanda-tanda infeksi cepat kemungkinan
terjadinya infeksi
f. Kolaborasi pemberian f. Meminimalkan tingkat
antibiotik dengan tim medis infeksi dengan obat
10 Resiko syok Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, Manajemen cairan a. mengobservasi keadekuatan
hipovolemik dengan diharapkan risiko syok hipovolemik dapat teratasi dengan kriteria 4120 cairan
faktor risiko hemaptoe, hasil: e. Jaga intake/asupan yang b. mencegah terjadinya
kehilangan volume a. Tekanan darah dalam rentang normal akurat dan catat output komplikasi yang serius
cairan b. Nyeri dada berkurang pasien c. mengetahui keadaan umum
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan RH -/- f. Monitor status hidrasi pasien
d. Akral hangat g. Monitor tanda-tanda vital d. membantu dalam pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit
A Tujuan pasien
N pasien
Indikator wa h. Berikan terapi IV sesuai
o 1 2 3 4 5 e. menilai keseimbangan intake
l yang ditentukan pasien
1 Ronkhi pada paru i. Monitor status gizi f. meningkatkan asupan nutrisi
2 Meningkatnya laju nafas j. Tingkatkan asupan oral pasien
3 Penurunan tekanan darah k. Dukung pasien dan keluarga g. membantu dalam pemenuhan
diastolik untuk membantu dalam nutrisi pasien
4 Penurunan tekanan darah pemberian makan dengan h. mencegah komplikasi yang
sistolik baik dihasilkan akibat
5 Pernapasan dangkal l. Atur ketersediaan produk ketidakadekuatan cairan
Keterangan: darah untuk transfuse jika
1. Berat dibutuhkan
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

33
Evalusi
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah
pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evalusia
keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (Subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan
O (Objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan
A (Analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (Planning) yaitu rencana intervemsi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

Discharge Planning
Discharge planning yang dapat dilakukan yaitu:
1. Memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis
2. Edukasi terkait aktivitas keseharian yang bisa dilakukan
3. Mengedukasi pola hidup yang sehat
4. Mengajarkan batuk efektif, relaksasi napas dalam, dan posisi yang sesuai
dengan kondisi pasien
5. Edukasi terkait penggunaan alat pelindung diri seperti masker.
6. Mengajarkan cara mencuci tangan yang baik dan benar serta kapan harus
dilakukan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Budi. 2018. Struktur Dan Fungsi Paru Manusia.


https://www.sridianti.com/struktur-fungsi-paru-paru-manusia.html
Dinkes Jember. 2018. Dalam program percepatan eliminasi tb kabupaten jember.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
Gannika, L. 2016. Tingkat pengetahuan keteraturan berobat dan sikap klien
terhadap terjadinya penyakit tbc paru di ruang perawatan i dan ii rs islam
faisal makasar. Jurnal JKSHSK. 1(1):909–916.
Kemenkes RI. 2017. Tuberkulosis (TB).
http://www.depkes.go.id/development/site/depkes/index.php?view=print&ci
d=1-17042500005&id=tuberkulosis-tb- [Diakses pada April 14, 2019].
Kemenkes RI. 2018. Pusat data dan informasi tuberkulosis. Kemenrian Kesehatan
Republik Indonesia
Kenedyanti, E. dan L. Sulistyorini. 2017. Analisis mycobacterium tuberculosis
dan kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 5(2):152–162.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2018. Ayo Kenali Tanda-Tanda TBC Dan
Pengobatannya. www.klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8825
[Diakses pada April 14, 2019].
Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2017. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
tuberkulosis di indonesia (konsensus tb). Pedoman Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia (Konsensus TB). 1–55.
Sadipun, D. K., M. Dwidiyanti, dan M. Andriany. 2019. Effect of spiritual based
mindfullness intervention on emotional control in adult patients with
pulmonary tuberculosis. Belitung Nursing Journal. 4(2):226–231.
Udin, M. F. 2019. Buku Praktis Penyakit Respirasi Pada Anak. Malang: UB
Press.
Utama, S. Y. A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Yogyakarta: Deepublish.

35
WHO. 2018a. Glogal tuberculosis report 2018. World Health Organization. 1–
277.
WHO. 2018b. Global Tuberculosis Report. World Health organization.

36

Anda mungkin juga menyukai