Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS


DI RUANG RAWAT INAP MELATI
RSUD BALUNG JEMBER

oleh
Annisa Nur Ghosyiyatul Aliyah, S.Kep.
NIM 192311101022

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Annisa Nur Ghosyiyatul Aliyah


NIM : 192311101022
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Tuberkulosis di Ruang
Rawat Inap Melati RSUD Balung Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Jember, 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Jon Hafan S., M.Kep., Sp.Kep.MB Ns. Chusnawiyah, S.Kep


NIP. 19840102 201504 1 002 NIP. 19800716 201001 2015
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah. Keluhan yang dirasakan pada pasien TB dapat
bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan
sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan sputum adalah penting
karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis TB sudah dapat dipastikan.
Disamping itu pemeriksaan sputum juga juga dapat memberikan evaluasi terhadap
pengobatan yang sudah diberikan (Widiastuti, 2019). Tuberkulosis (TB) yaitu
penyakit menular dan mengudara serta merupakan salah satu dari 10 penyebab
utama kematian di seluruh dunia pada tahun 2017, selain itu TB juga menjadi
penyebab utama kematian terkait dengan resistensi mikroba. TB adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium bacillus tuberculosis yang
menyebar ketika orang yang sakit TB paru mengeluarkan bakteri ke udara (WHO,
2018). Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M.
africanium, M. bovis, M. leprae, dsb yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA) (Kemenkes RI, 2018).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit
menular. Bakteri TB paling banyak menginfeksi paru, tetapi bakteri TB dapat
menginfeksi lokasi organ lainnya seperti jaringan kulit, meningen, dan tulang
(Udin, 2019). Menurut Kemenkes RI 2017, TB adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan
dahak. Tuberkulosis bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat di
sembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum Obat
(PMO).
B. Anatomi Fisiologi

Gelembung alveoli yang terdiri dari sel-sel epitel dan endotel merupakan
bagian alat tubuh yang dinamakan paru-paru. Luas permukaannya lebih kurang 9-
m2. Lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah. Paru-paru terletak di dalam rongga dada (meiastinum),
dilindungi oleh struktur tulang selangka. Rongga dada dan perut dibatasi oleh
suatu sekat disebut diafragma. Semakin baik fungsi paru maka jumlah oksigen
yang dapat diambil oleh paru-paru selama satu kali inspirasi lebih banyak, tubuh
pun menggunakan energi lebih sedikit dan mengurangi beban kerja organ tubuh
lain terutama jantung (Laksomo, 2019). Berat paru-paru kanan sekitar 620 gram,
sedangkan paru-paru kiri sekitar 560 gram. Masing-masing paru-paru dipisahkan
satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur
lain di dalam rongga dada. Paru-paru dibungkus oleh selaput bernama pleura
(Utama, 2018). Pleura merupakan struktur double-membran dibentuk oleh
membran halus yang disebut membran serosa. Membran sektor ini disebut pleura
parietal dan melekat pada dinding dada, sedangkan membran dalam disebut pleura
visceral, dan meliputi paru-paru serta struktur terkait. Ruang antara dua membran
disebut rongga paru (Budi, 2018).

Gambar 1.1 Anatomi Fisiologi Paru-paru


Paru-paru dibagi dua bagian, yaitu :
a. Paru-paru Kanan
Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (lobus dekstra superior, lobus media,
dan lobus inferior) tiap lobus tersusun atas lobules. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah
segmen pada lobus media dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-
tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama
lobulus.
b. Paru-paru Kiri
Paru-paru kiri terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan lebih kecil bernama segmen. Paru-
paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior
dan 5 buah segmen inferior.
Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
tidak dibutuhkan tubuh. Selain itu dapat berfungsi sebagai keseimbangan asam
basa tubuh. Apabila terjadi asidosis, maka tubuh akan mengkompensasi dengan
mengeluarkan banyak karbondioksida yang bersifat asam ke luar tubuh. Dalam
sistem ekskresi, fungsi paru-paru adalah untuk mengeluarkan karbondioksida dan
uap air. Dalam sistem pernafasan, berfungsi untuk proses pertukaran oksigen dan
karbondioksida di dalam darah, sedangkan dalam sistem peredaran darah
berfungsi untuk membuang karbondioksida di dalam darah dan menggantinya
dengan oksigen (Utama, 2018)

C. Epidemiologi
Tuberkulosis merupakah penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak
sampai sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal sebagai
penyebab kematian yang menakutkan. Jumlah penderita TB dunia tahun 2015
sebanyak9,6 juta kasus baru TB. 1⁄3 dari populasi dunia sudah tertular dengan TB
dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun).
Indonesia masih termasuk 2 besar dari 5 negara dengan beban permasalahan TB
terbesar. Sementara total estimasi incidence (kasus Baru) TB di Indonesia yang
dilaporkan oleh WHO dalam Global report 2015 adalah 1 juta kasus baru per
tahun.Pada tahun 2013 jumlah seluruh kasus TB sebanyak 37.226 kasus dan
23.223 diantaranya adalah TB paru BTA postif (Widiastuti, 2019)
Menurut World Health Organization (WHO) 2018, pada tahun 2017
diperkirakan ada 10 juta kasus insiden TB baru di seluruh dunia, dimana 5,8 juta
adalah laki-laki, 3,2 juta adalah perempuan dan 1 juta adalah anak-anak. Orang
yang hidup dengan HIV menyumbang 9% yang terkena penyakit TB. Delapan
negara menyumbang 66% dari kasus baru yakni India, Cina, Indonesia, Filipina,
Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Pada 2017 sebanyak 1,6 juta
orang meninggal karena TB, termasuk 0,3 juta diantara orang dengan HIV. Secara
global, angka kematian TB turun 42% antara tahun 2000 dan 2017. Tingkat
keparahan epidemi nasional sangat bervariasi di antara negara-negara, kurang
lebih dari 10 kasus baru per 100.000 penduduk di sebagian besar negara
berpenghasilan tinggi, 150-400 di sebagian besar dari 30 negara dengan beban TB
yang tinggi, dan diatas 500 di beberapa negara termasuk Mozambik, Filipina, dan
Afrika Selatan (WHO, 2018).
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2018 bahwa Indonesia sendiri
menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus penyakit tuberkulosis
terbanyak di dunia setelah India. Tuberkulosis bahkan menjadi infeksi penyebab
kematian nomor satu di Indonesia. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak
420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis
kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar
dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada
perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi
kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada fakto risiko TBC misalnya
merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat. Survei ini menemukan
bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak 68,5% dan hanya
3,7% partisipan perempuan yang merokok (Kemenkes RI, 2018). Jumlah
penduduk di Kabupaten Jember sebanyak 2.430.185 jiwa dengan angka insiden
TB sebanyak 316/100.000 jiwa. Penduduk yang terdiagnosis TB sebanyak 3.497
(46%) dengan estimasi pasien 7.679, suspek sebanyak 32.065 dengan estimasi
suspek 76.794 (41,75%) (Dinkes Jember, 2018).
D. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan
bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul,
tidak mempunyai selubung tetapi bakteri ini mempunyai lapisan luar yang tebal
yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol sehingga sering
disebut dengan BTA. Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan
dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang
lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau
dapat mati apabila terkena sinar, panas, dan matahari.
Penyakit TBC paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh
menurun. Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit sebagai
hasil interaksi antar tiga komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan
lingkungan (environment) dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul tersebut.
Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat itu. Pengidap HIV AIDS
atau orang dengan status gizi yang buruk lebih mudah untuk terinfeksi dan
terjangkit TBC (Kemenkes RI, 2017). Terjadinya penularan biasanya terjadi di
dalam satu ruangan dimana percikan berada dalam waktu yang lama. Ventilasi
yang mengalirkan udara dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung yang masuk ke dalam ruangan dapat membunuh bakteri.
Bakteri yang terkandung di dalam percikan dahak dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan gelap dan lembab. Oleh karena itu, lingkungan rumah yang
sehat bila mendapat cukup sinar matahari dan terdapat ventilasi yang memenuhi
syarat, akan mengurangi kemungkinan penyakit TB berkembang dan menular
(Kenedyanti dan Sulistyorini, 2017). TB ditularkan melalui udara dan dari satu
orang ke orang lain. Kadang-kadang, bakteri menyebar ke organ lain dan bisa
menyebabkan meningitis. HIV melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga
sistem kekebalan tubuh seseorang tak bisa melawan kuman TB. Seseorang yang
menderita TBC biasanya memiliki gejala batuk dan bersin. Oleh karena itu
penyakit ini mampu menular melalui butiran ludah di udara (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2018).

E. Klasifikasi

Menurut Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di


Indonesia (2015) adalah sebagai berikut:
1. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA),
TB paru dibagi menjadi:
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberculosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotic spektrum luas.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M. tuberculosis positif.
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa .
Yang kedua TB paru dibedakan berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita
ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Terdapat beberapa
tipe penderita yaitu:
a. Kasus baru
Kasus baru merupakan penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30
dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps)
Kasus kambuh adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila hanya
menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi
aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan infeksi sekunder,
infeksi jamur, TB paru kambuh.
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu
kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti
2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya
penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).
Penderita dengan hasil BTA negative gambaran radiologik positif menjadi
BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan.
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif
dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung. Pada
kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologik
2. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti klinis
kuatkonsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh
klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu:
a. TB di luar paru ringan (TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral,
tulang sendi dan kelenjar adrenal)
b. TB diluar paru berat (meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan
alat kelamin).
Bila seorang penderita TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk
kepentingan pencatatan penderita tersebut harus dicatat sebagai penderita TB
paru. Bila seorang penderita ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

F. Patofisiologi/Patologi

Tuberkulosis diawali dengan infeksi dimana seseorang menghirup basil


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju
alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian
tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas).
Selanjutnya system kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan
reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan
bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal (Kenedyanti, 2017). .
Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteria namun
tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan
terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya
membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Gannika, 2016). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel. .
Mycobacterium tuberculosis juga dapat masuk ke bagian tubuh lainnya
melalui system limfe dan cairan tubuh. Sistem imun dan sistem kekebalan tubuh
akan merespon dengan cara melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri,
dan limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan bakteri dan jaringan normal.
Reaksi jaringan tersebut menimbulkan penumpukan eksudat di dalam alveoli yang
bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Setelah pemajanan biasanya terjadi
infeksi awal pada 2 sampai 10 minggu. Bakteri bisa bertahan hidup beberapa
waktu di bawah paparan sinar matahari sehingga memungkinkan bakteri bisa
terbang jauh terbawa aliran udara, dan bila terbang ke tempat yang lembab dan
gelap akan membuat bakteri hidup lebih lama. (Kenedyanti dan Sulistyorini,
2017).
G. Manifestasi Klinis
Kebanyakan, orang tidak menyadari mengalami gejala penyakit tuberkulosis
dan bingung membedakannya dengan penyakit lain karena tak mudah untuk
mengenalinya. Padahal, gejala penyakit tuberkulosis dimulai secara bertahap dan
berkembang dalam jangka waktu beberapa minggu hingga berbulan-bulan.
Seseorang sering mengalami satu atau dua gejala ringan dan tak mengenalinya
sedini mungkin. Mengidentifikasi gejala penyakit tuberkulosis bisa membantu
seseorang mencegah komplikasi seperti infeksi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) pada organ tubuh lain. Berikut gejala penyakit tuberkulosis secara umum
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2018):
a. Batuk terus-menerus
Gejala yang umum dari tuberculosis adalah batuk terus-menerus dan
menyakitkan selama lebih dari 2 minggu. Jika seseorang mengalaminya,
lebih baik segera periksakan ke dokter.
b. Batuk darah
Selain batuk yang tidak kunjung sembuh, penderita tuberkulosis biasanya
juga mengalami batuk darah. Oleh karena itu waspadalah ketika ada noda
darah ketika kamu batuk.
c. Penurunan berat badan
Penderita Tuberkulosis juga biasanya mengalami penurunan berat badan.
Hal ini menunjukkan sebab adanya bakteri TB yang berkembang di dalam
tubuh kamu.
d. Demam
Setiap infeksi TBC biasanya disertai dengan demam. Apabila merasa
demam secara tiba-tiba, sebaiknya juga waspadalah.
e. Lemah
Penyakit TBC bisa membuat tubuhmu cepat merasa lemah.
f. Rasa sakit di paru-paru
TBC merupakan penyakit yang menginfeksi paru-paru. Jika seseorang
merasakan nyeri tajam di paru-paru dan merasa kesakitan ketika
menghembuskan udara maka dapat didiagnosis memiliki infeksi paru-paru
yang parah.
g. Infeksi yang tidak kunjung sembuh
Selain membuat infeksi paru-paru, TBC juga dapat menginfeksi setiap
bagian tubuh seperti perut, hati, bahkan otak. Jika seseorang memiliki
infeksi di daerah tersebut lebih dari 3 minggu, sebaiknya periksakanlah ke
dokter.
h. Menggigil di malam hari
Jika merasakan menggigil di malam hari padahal udara sedang tidak dingin,
hal ini bisa jadi tanda TBC. Sebab infeksi dari bakteri TBC ini akan
menyebabkan menggigil di malam hari.
i. Kelelahan
Gejala yang lain adalah akan mudah sekali lelah karena daya tahan tubuh
mulai melemah.
j. Urine kemerahan
Amati urine yang berubah warna (kemerahan) atau urine keruh. Ini
merupakan gejala yang muncul pada tahap selanjutnya.

H. Pemeriksaan Penunjang

Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2015 pemeriksaan untuk


tuberculosis adalah sebagai berikut.
1. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
 S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang
berkunjung pertama kali ke fasilitas layanan kesehatan. Pada saat
pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua
 P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di fasilitas layanan kesehatan.
 S (sewaktu): dahak ditampung di fasilitas layanan kesehatan pada
hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu,
misal Pasien TB ekstra paru, Pasien TB anak, Pasien TB dengan hasil
pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif. Pemeriksaan tersebut
dilakukan di sarana laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila
dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut.
3. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik
untuk Tb paru. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah
satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit
dapat menggambarkan daya tahan tubuh penderita.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform).
5. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut
dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil
pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang
kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai
pegangan untuk diagnosis TB.
6. Pemeriksaan Serologi
a. Pemeriksaan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA): teknik ini
merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral
berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam
teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu
yang cukup lama.
b. Mycodot: uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP): uji ini merupakan salah satu jenis
uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi
d. ICT: Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah
uji serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para
klinisi harus hati-hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar
antibody yang terdeteksi.
h. Pemeriksaan dahak TCM (Test Cepat Molekuler)
Berdasarkan surat edaran Kemenkes RI Nomor UK.02.16/V/0342/2013
tentang larangan penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis
TB menjelaskan bahwa WHO tidak merekomendasikan penggunaan
metode serologi untuk tujuan diagnosis TB paru dan ekstra paru karena
hasil pemeriksaan yang tidak konsisten dan tidak tepat. Surat Edaran
Direktur P2PML No. TU 05.01/D3/III.1/2968.1/2016 tanggal 7 November
2016 juga dijelaskan bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi
pemeriksaan TB dan semakin tingginya angka prevalensi dan insidensi TB
di Indonesia maka pemeriksaan TB dengan tes cepat berbasis
biomolekuler (Tes cepat molekuler atau TCM TB) sudah diperluas
penggunaannya tidak hanya untuk penemuan kasus TB Resisten Obat dan
TB pada ODHA tetapi juga digunakan untuk penegakan TB Kasus Baru
secara umum. Pemeriksaan TB paru dengan alat TCM atau Gene Expert
ini mendapat rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak
Desember 2010 sebagai alat diagnosis cepat TB. Alat ini juga dapat
melakukukan pemeriksaan cepat Tuberkulosis yang resistensi terhadap
Rifampisin (Rif Resistance). Keunggulan lainnya adalah alat ini mudah
digunakan, mudah dibawah, dan tidak memerlukan persyaratan
pengendalian infeksi yang komplek, serta hasilnya bisa diperoleh dalam
waktu sekitar dua jam saja. Berbeda dengan pemeriksaan BTA
konvensional yang memerlukan waktu 3 hari bahkan untuk TB MDR bisa
6-8 minggu.

I. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


1. Penatalaksanaan Farmakologis
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2017)
yaitu:
a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
 Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah Rifampisin, INH,
Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol
 Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis
tetap ini terdiri dari : Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet,
yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan
etambutol 275 mg dan Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet,
yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
 Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) adalah Kanamisin, Kuinolon ,
dan Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
1) TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas
Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH
Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE
Paduan ini dianjurkan untuk:
 TB paru BTA (+), kasus baru
 TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk
luluh paru)
 TB di luar paru kasus berat
 TB dengan lesi luas
 Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat
imunosupresi / kortikosteroid)
 TB kasus berat (milier, dll)

2) Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH
Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE
Paduan ini dianjurkan untuk :
 TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal
 TB di luar paru kasus ringan
 TB paru kasus kambuh
 TB Paru kasus gagal pengobatan
 TB Paru kasus lalai berobat
 TB Paru kasus kronik
2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat tentang TB
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk atau iklan tentang bahaya TB,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas atau Rumah sakit,
agar dapat diketahui secara dini.
c. Perawatan TB
1) Awasi penderita untuk minum obat, yang paling berperan disini
adalah orang terdekat yaitu keluarga.
2) Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
3) Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
4) Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
5) Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua,
kelima dan enam
6) Menciptakan lingkungan rumah dengan ventilasi dan pencahayaan
yang baik.
7) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut (dengan
menggunakan masker) sewaktu batuk dan membuang dahak di tempat
yang disediakan dan tertutup, tidak disembarangan tempat.
8) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan daya tahan
tubuh seperti terhadap bayi harus harus diberikan vaksinasi BCG.
9) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
10) Desinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,
tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
11) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan
yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter
diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12
bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
J. Clinical Pathway

Droplet mengandung
M. tuberculosis
Terhirup lewat saluran
Masuk ke paru-paru Alveoli Produksi sekret berlebih
Udara tercemar M. pernafasan
tuberculosis
Pelepasan
Menggeser set point Proses peradangan Sekret terlalu kental
prostaglandin
thermostat

Limfadenitis Kelenjar getah bening Sekret sukar dikeluarkan


Tuberkel

Proses fagositosis bakteri TB primer Ketidakefektifan


Infeksi primer (Ghon)
bersihan jalan nafas
pada alveoli
Peningkatan WBC Meluas
Kalsifikasi
Mengalami perkejuan

Risiko Infeksi Hematogen Menghancurkan jar Mengganggu perfusi &


sekitar nekrosis Perkejuan difusi O2 dan CO2

Bakterimia
Pencairan Gangguan
pertukaran gas
Aneurisma arteri
Pleura Peritonium
pulmonalis
Pleuritis Peningkatan
permeabilitas dan Batuk darah

Reaksi membran mengalami


Hipersensitivitas tipe kebocoran
lambat
Pengumpulan cairan di
rongga peritonium

Peningkatan
permeabilitas kapiler Peningkatan tekanan
intra abdominal
pleura terhadap protein

Peningkatan kadar
Mendesak lambung
protein dalam cairan
pleura
Peningkatan stimulus
Peningkatan
pada Sel pariental
pembentukan cairan
pleura
HCl meningkat
Cairan menjadi lengket
dan selaput pleura Ketidakseimbangan nutrisi
menjadi kasar Merangsang pusat kurang dari kebutuhan tubuh
muntah di hipotalamus
Nyeri saat bernafas Nyeri akut
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
I. Identitas Klien
a) Data pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, Status
perekonomian (perumahan yang padat dan buruk atau lingkungan yang
jelek mempermudah infeksi TB), Ras (pada orang eskimo dan indian
amerika memiliki pertahanan tubuh yang lebih rentan), perkawinan, No.
registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan
jam masuk Rumah Sakit. Identitas penanggung jawab.
b) Riwayat kesehatan
1. Diagnosa Medik
Diagnosa medik jelas yaitu TBC atau KP lama dan apabila ada penyakit
lain yang menyertai.
2. Keluhan utama
Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan dan
keringat di malam hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,
keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit TB, adanya riwayat kontak dengan penderita
TB, adanya infeksi HIV atau AIDS yang pernah diderita klien, adanya
riwayat mallnutrisi, penyakit campak pada anak, serta mengkonsumsi
alkohol yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit yang mungkin diderita keluarga
II. Pengkajian Keperawatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang persepsi sehat-
sakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk
mengatasi kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Perawat mengkaji mengenai Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan,
Jenis dan jumlah (makanan dan minuman), Pola makan 3 hari terakhir atau
24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan, Faktor pencernaan:
nafsu makan, ketidaknyamanan, mukosa mulut, mual atau muntah,
pembatasan makanan, alergi makanan. Pada klien dengan TB paru
biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
c) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK. Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau
kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas serta
latihan dalam kehidupan sehari-hari.
e) Pola tidur dan istirahat
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya
adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi
fowler.
f) Pola Kognitif dan konseptual
Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya
pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST), faktor budaya yang
mempengaruhi nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk mengurangi
nyeri, kemampuan komunkasi, tingkat pendidikan, luka.
g) Pola persepsi diri
Perawat harus mengkaji pasien mengenai Keadaan sosial: pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas personal: penjelasan tentang
diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, keadaan fisik, segala
sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak), Harga diri:
perasaan mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap konsep diri (sakit,
perubahan fungsi dan peran).
h) Pola peran dan hubungan
Perawat mengkaji Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan dan sosial,
kepuasan peran pasien, pengaruh status kesehatan terhadap peran,
pentingnya keluarga, pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang
terdekat pasien, pola hubungan orang tua dan anak.
i) Pola seksualitas dan reproduksi
Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan terkait seksualitas
dan reproduksi, dan efek status kesehatan terhadap seksualitas. Masalah
riwayat gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas.
j) Pola toleransi coping- stress
Perawat perlu mengkaji adalah sifat pencetus stress yang dirasakan baru-
baru ini, tingkat stress yang dirasakan, gambaran respons umum dan
khusus terhadap stress, Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, strategi koping yang biasa digunakan, pengetahuan dan
penggunaan teknik manajemen stress.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi, perilaku
kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan hidup pasien, pentingnya
agama bagi pasien, akibat penyakit terhadap aktivitas keagamaan.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Kedaan umum pasien biasanya lemah.
Kesadaran : Compos Mentis GCS 456
Tekanan Darah : Normal: 100-120/60-80mmHg
Pernafasan (RR) : Rentang normal: 16-24x/menit)
Denyut nadi (HR): Normal: 60-100x/menit
Suhu tubuh : Normal 36-37,35 ˚C

Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1. Kepala
Inspeksi kepala pasien simetris. Kulit kepala bersih. Tidak ada nyeri tekan
atau benjolan pada kepala.
Mata
Mata kanan dan kiri simetris, ransang cahaya pupil kanan dan kiri baik.
Telinga
Telinga kanan dan kiri simetris. Telinga relihat bersih. Kemampuan
mendengarkan pasien baik.
Hidung
Hidung terlihat bersih.
Mulut
Mulut pasien bersih. Bibir pasien terlihat pucat.
2. Leher
Melihat ada atau tidaknya pembesaran kelenjar tiroid. Ada nyeri pada leher
atau tidak.
3. Dada
Inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi: Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring.
4. Abdomen
Biasanya tidak ada masalah pada abdomen pasien. Bisa dinilai ada nyeri
tekan atau tidak.
5. Urogenital
Biasanya tidak ada masalah pada system urogenital pasien.
a. Ekstremitas
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
yang kurang meyenangkan.
7. Kulit dan kuku
Kulit dan kuku pasien dilihat apakah pucat. Pada kulit terjadi sianosis, dingin
dan lembab, tugor kulit menurun.
8. Keadaan lokal
Keadaan pasien biasanya kurang baik dan lemah, membutuhkan keluarga
untuk selalu mendampingi.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan benda asing
dalam jalan nafas, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler, ketidakseimbangan tekanan O2 dan CO2, proses
pertukaran gas yang terganggu
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh brerhubungan
dengan anoreksi
4. Nyeri akut berhubungan dengan pasca trauma (infeksi), proses peradangan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat,
peningkatan WBC
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


No
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan NOC: NIC: Manajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, a. Posisikan pasien untuk Memaksimalkan ventilasi
berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas pasien efektif dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi pasien
benda asing dalam b. Lakukan fisioterapi dada
jalan nafas, Tujuan Membantu pasien untuk
peningkatan produksi No. Indikator Outcome Awal c. Motivasi pasien untuk pengeluaran sekret
1 2 3 4 5
sputum, batuk tidak 1. Frekuensi pernafasan (12- bernafas pelan, dalam, dan Memaksimalkan pernafasan
efektif, 20x/menit) batuk
kelelahan/berkurangny 2. Irama pernafasan regular d. Instruksikan bagaimana
a tenaga dan infeksi 3. Tidak menggunakan otot agar dapat melakukan batuk Membantu mengeluarkan dahak
bronkopulmonal bantu pernafasan efektif
e. Kolaborasi dengan dokter
4. Retraksi dada simetris
pemberian bronkidilator Melebarkan jalan nafas
5. Tidak menggunakan cuping
f. Monitor status pernafasan
hidung
dan oksigenasi Memfasilitasi pemberian
8 Batuk dan mengeluarkan
g. Posisikan untuk oksigen
sekret
meringankan sesak nafas Membuka jalan nafas
Keterangan:
1. Tidak adekuat
2. Sedikit adekuat
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Airway Management
gas berhubungan diharapkan pertukaran gas pasien tidak terganggu dengan kriteria a. Kaji dispnea, takipnea, TB paru mengakibatkan efek
dengan perubahan hasil: bunyi napas, peningkatan terhadap pernapasan bervariasi
membran alveolar upaya pernapasan, ekspansi dari gejala ringan , dyspnea
kapiler, NOC: Status Pernapasan: Pertukaran Gas thorax dan kelemahan berat dampai distres pernapasan
ketidakseimbangan Tujuan Akumulasi sekret dan
tekanan O2 dan CO2, No. Indikator Outcome Awal b. Catat sianosis dan berkurangnya jaringan paru
1 2 3 4 5
proses pertukaran gas 1. Sianosis perubahan warna kulit, yang sehat dapat menggangu
yang terganggu 2. Gangguan kesadaran termasuk membran mukosa oksigenasi organ vital dan
3. tekanan oksigen PaO2 dan kuku. jaringan tubuh.
Posisi semi fowler untuk
4. saturasi oksigen dalam
c. Pertahankan posisi semi memaksimalkan ekspansi paru
rentang normal
fowler sesuai indikasi Penurunan kadar O2 (PaO2) dan
5. Keseimbangan perfusi
d. Kolaborasi pemeriksaan atau saturasi
ventilasi
AGD Terapi oksigen dapat
e. Kolaborasi pemberian mengoreksi hipoksemia yang
Keterangan:
oksigen sesuai kebutuhan terjadi akibat penurunan
1. Tidak adekuat
tambahan
2. Sedikit adekuat
3. Cukup adekuat
4. Sebagian besar adekuat
5. Sepenuhnya adekuat
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, NIC: Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari diharapkan nutrisi pasien seimbang dengan kriteria hasil: 1. Tentukan status gizi pasien Mengetahui kebutuhan status
kebutuhan tubuh NOC: Status nutrisi : Asupan Makanan dan Cairan dan kemampuan pasien nutrisi pasien
berhubungan dengan Tujuan untuk memenuhi kebutuhan
anoreksia, No. Indikator Outcome Awal gizi
1 2 3 4 5
terganggunya reflek 1. Asupan makanan secara 2. Tentukan apa yang menjadi Membantu dalam melist
menelan oral preferensi makanan bagi makanan pasien sesuai indikasi
2. Asupan cairan secara oral pasien dan mengetahui adanya alergi
3. Asupan cairan intravena atau kontraindikasi
3. Intruksikan pasien Menambah pengetahuan pasien
Keterangan:
mengenai kebutuhan nutrisi mengenai gizi seimbang
1. Tidak adekuat
(piramida makanan)
2. Sedikit adekuat
4. Tentukan jumlah kalori dan Membantu dalam perhitungan
3. Cukup adekuat
jenis nutrisi yang kebutuhan statys nutrisi harian
4. Sebagian besar adekuat
dibutuhkan untuk pasien
5. Sepenuhnya adekuat
memenuhi persyaratan gizi.
5. Berikan pilihan makanan Melibatkan pasien untuk
NOC: Status Nutrisi : Pengukuran Biokimia dan bimbingan terhadap berpartisipasi dan menambah
Tujuan pilihan makanan. anfsu makan pasien
No. Indikator Outcome Awal 6. Ciptakan lingkungan yang Menghindari risiko pencemaran
1 2 3 4 5
1. Hematokrit bersih, berventilasi, santai dan memberikan kenyamanan
2. Hemoglobin dan bebas dari bau
3. Gula darah menyengat.
4. Serum albumin
5. Serum kreatinin
6. Hitung limfosit
Keterangan:
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menympang dari rentang normal
4 Nyeri akut NOC: Pain Management Untuk mengetahui gambaran
berhubungan dengan Pain Control a. Kaji secara menyeluruh rasa nyeri yang dialami oleh
pasca trauma (infeksi), Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, tentang nyeri (PQRST) pasien
proses peradangan diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil: b. Observasi isyarat-isyarat non Menggali kualitas nyeri yang
verbal dari ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien dan
Tujuan memvalidasi gambaran nyeri
No Indikator Awal yang dirasakan oleh pasien
1 2 3 4 5
c. Gunakan komunikasi Membina hubungan saling
1 Mengenali kapan terapeutik agar klien dapat percaya dengan pasien agar
nyeri terjadi mengekspresikan nyeri pasien dapat leluasa
2 Menggunakan d. Tentukan dampak dari mengungkapkan keluhannya.
tindakan ekspresi nyeri terhadap Mengkaji kebutuhan lain yang
pengurangan kualitas hidup belum terpenuhi akibat nyeri.
(nyeri) tanpa e. Kontrol faktor-faktor Meminimalkan
analgesic lingkungan yang dapat ketidaknyamanan klien atas
3 Melaporkan nyeri mempengaruhi respon klien lingkungan yang kurang
yang terkontrol terhadap ketidaknyamanan. mendukung perbaikan
4 Melaporkan nyeri kebutuhan kenyamanannya.
. menurun
Keterangan: f. Ajarkan teknik manajemen Mengurangi rasa nyeri tanpa
1. Keluhan ekstrime nyeri non-farmakologis: penggunaan obat.
2. Keluhan berat distraksi-relaksasi
3. Keluhan sedang g. Berikan analgetik sesuai Mengurangi rasa nyeri jika
4. Keluhan ringan anjuran tim medis teknin non-farmakologis kurang
5. Tidak ada keluhan efektif.
5 Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan dengan a. Risk Control (1902) Identifikasi Risiko (6610) Identifikasi Risiko (6610)
pertahanan tubuh tidak b. Risk Control: Infectious Process (1924) a. Identifikasi adanya sumber a. Dengan diidentifikasinya
adekuat, peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien agensi untuk membantu sumber agensi, mampu
WBC dapat mengontrol risiko dengan menurunkan risiko membantu tenaga pemperi
Kriteria Hasil: asuhan untuk menurunkan
a. Mengidentifikasi faktor risiko atau meminimalkan risiko
b. Menghindari paparan ancaman infeksi yang ada pada klien
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi b. Pertimbangkan pemenuhan b. Memperhatika kebutuhan
d. Berpartisipasi dalam skrining kesehatan terhadap perawatan dan perawatan yang benar-benar
e. Leukosit dalam batas normal (9000-30000 sel/mm3) medis perawatan diperlukan oleh klien untuk
f. Tidak ada tanda-tanda infeksi (REEDA) meminimalkan
g. Keluarga dan tenaga kesehatan melakukan cuci tangan sebelum kemungkinan terjadinya
dan sesudah kontak atau melakukan tindakan infeksi akibat tindakan
keperawtaan yang tidak
A Tujuan begitu urgent bagi klien
N
Indikator wa c. Instruksikan faktor risiko c. Menginformasikan kepada
o 1 2 3 4 5
l dan rencana untuk klien dan keluarga
1 Mengidentifikasi faktor mengurangi faktor risiko kemungkinan potensial
resiko factor penyebab infeksi
2 Memonitor faktor risiko Manajemen Lingkungan Manajemen Lingkungan
individu (6480) (6480)
3 Memonitor faktor risiko a. Identifikasi faktor-faktor a. Mencegah munculnya factor
lingkungan risiko terjadinya infeksi pencetus terjadinya infeksi
4 Mengembangkan strategi di sekeliling klien
yang efektif dalam b. Anjurkan kepada tenaga b. Meminimalkan
mengontrol risiko kesehatan atau tenaga infekskemungkinan bakteri
pemberi asuhan atau keluarga pencetus munculnya
5 Memonitor perubahan untuk senantiasa mencuci penyakit dan infeksi
status kesehatan tangan di 5 moment cuci nosocomial
Keterangan: tangan
1. Tidak pernah menunjukkan c. Atur suhu lingkungan sesuai c. Meningkatkan kenyamanan
2. Jarang menunjukkan dengan kebutuhan klien lingkungan bagi klien
3. Kadang kadang menunjukkan d. Batasi pengunjung
4. Sering menunjukkan d. Mengurangi kemungkinan
5. Secara konsistes menunjukkan bayi tertular penyakit oleh
e. Identifikasi munculnya orang dewasa yang lainnya
tanda-tanda infeksi e. Mengidentifikasi dengan
cepat kemungkinan
f. Kolaborasi pemberian terjadinya infeksi
antibiotik dengan tim medis f. Meminimalkan tingkat
infeksi dengan obat
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien
diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi
keperawatan ditulis dengan format SOAP dimana:
S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi
sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau
dimodifikasi

L. Discharge Planning
Discharge planning yang dapat dilakukan yaitu:
1. Memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis
2. Edukasi terkait aktivitas keseharian yang bisa dilakukan
3. Mengedukasi pola hidup yang sehat
4. Mengajarkan batuk efektif, relaksasi napas dalam, dan posisi yang sesuai
dengan kondisi pasien
5. Edukasi terkait penggunaan alat pelindung diri seperti masker.
6. Mengajarkan cara mencuci tangan yang baik dan benar serta kapan harus
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Budi. 2018. Struktur Dan Fungsi Paru Manusia. .


https://www.sridianti.com/struktur-fungsi-paru-paru-manusia.html
Dewi, Seri et al. 2019.Analisis Kendala Implementasi Program Penanggulangan
Tuberkulosis Di Kecamatan Meralkabupaten Karimun. JISPO. 9 (1)
Dinkes Jember. 2018. Dalam program percepatan eliminasi tb kabupaten jember.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
Gannika, L. 2016. Tingkat pengetahuan keteraturan berobat dan sikap klien
terhadap terjadinya penyakit tbc paru di ruang perawatan i dan ii rs islam
faisal makasar. Jurnal JKSHSK. 1(1):909–916.
Kemenkes RI. 2017. Tuberkulosis (TB). .
http://www.depkes.go.id/development/site/depkes/index.php?view=print&ci
d=1-17042500005&id=tuberkulosis-tb- [Diakses pada November 17, 2019].
Kemenkes RI. 2018. Pusat data dan informasi tuberkulosis. Kemenrian Kesehatan
Republik Indonesia
Kenedyanti, E. dan L. Sulistyorini. 2017. Analisis mycobacterium tuberculosis
dan kondisi fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 5(2):152–162.
Laksono, Heru Et Al. 2019. Hubungan Obesitas Dan Kebiasaan Olah Raga
Dengan Kapasitas Paru Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Bengkulu Tahun
2017. Journal Of Nursing And Public Health. 7(1)
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2018. Ayo Kenali Tanda-Tanda TBC Dan
Pengobatannya. www.klikpdpi.com/index.php?mod=article&sel=8825
[Diakses pada November 17, 2019].
Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2017. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
tuberkulosis di indonesia (konsensus tb). Pedoman Diagnosis Dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia (Konsensus TB). 1–55.
Sadipun, D. K., M. Dwidiyanti, dan M. Andriany. 2019. Effect of spiritual based
mindfullness intervention on emotional control in adult patients with
pulmonary tuberculosis. Belitung Nursing Journal. 4(2):226–231.
Udin, M. F. 2019. Buku Praktis Penyakit Respirasi Pada Anak. Malang: UB
Press.
Utama, S. Y. A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Yogyakarta: Deepublish.
WHO. 2018a. Glogal tuberculosis report 2018. World Health Organization. 1–
277.
WHO. 2018b. Global Tuberculosis Report. World Health organization.
Widiastuti, Linda & Siagian, Yusnaini.2019.Pengaruh Batuk Efektif Terhadap
Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Kampung
Bugis Tanjungpinang. Jurnal Keperawatan. 9(1):2086 – 9703;1069.

Anda mungkin juga menyukai