Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehamilan ialah hasil dari konsepsi atau pembuahan setelah melakukan
senggama yang ditandai dengan perubahan fisiologis yang pada hakekatnya terjadi
pada seluruh sistem organ, masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya
janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu/9 bulan 7 hari) dihitung
dari HPHT (hari pertama haid terakhir). Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester yaitu
trimester pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, trimester kedua dari bulan
ke-4 sampai 6 bulan. Trimester ketiga dari bulan ke-7 sampai 9 bulan. Kehamilan
melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu serta perubahan sosial di
dalam keluarga. Di dalam kehamilan juga banyak terjadi proses patofisiologi yang
terjadi, di dalam asuhan keperawatan ini akan dibahas tentang perdarahan pada
kehamilan muda.
Diantaranya adalah mola hidatidosa atau orang awam menyebutnya dengan
hamil anggur. Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi kanalis mengalami perubahan
hidropik. Dalam hal sedemikian disebut mola hidatidosa atau complete mole,
sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau partial
mole.
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di
dunia,tampa mempersoalkan penyebabnya, dimana kandungan seorang perempuan
hamil dengan spontan gugur.
Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik
ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Kehamilan ektopik terjadi setiap saat
ketika penananaman blastosit berlangsung dimanapun, kecuali di endometrium yang
melapisi rongga uterus. Tempat yang mungkin untuk kehamilan ektopik adalah
serviks, tuba fallopi, ovarium dan abdomen (Varney,dkk, 2006).
Lebih dari 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba. Kejadian kehamilan tuba
ialah 1 diantara 150 persalinan. Angka kejadian kehamilan ektopik cenderung
meningkat. Kejadian tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain,
meningkatnya prevalensi penyakit tuba karena Penyakit Menular Seksual (PMS)
sehingga terjadi oklusi parsial tuba, adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi
seperti apendisitis atau endometriosis, pernah menderita kehamilan ektopik
sebelumnya, meningkatnya penggunaan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan,
abortus provokatus, tumor yang mengubah bentuk tuba dan fertilitas yang terjadi oleh
obat-obatan pemacu ovalasi.
Bagi setiap wanita hamil yang diduga bidan mengalami kehamilan ektopik
atau ketika tidak dapat dipastikan apakah kehamilan berlangsung di dalam rahim dan
wanita tersebut menunjukkan tanda dan gejala kehamilan ektopik, maka
penatalaksanaan medis lebih lanjut diperlukan. Bidan dapat melakukakan
pemeriksaan fisik dan pengkajian riwayat kehamilan serta evaluasi laboratorium,

1
termasuk pemeriksaan ultrasonografi. Jika kemungkinan kehamilan ektopik tidak
dapat disingkirkan, maka bidan harus berkonsultasi dengan dokter (Varney, dkk,
2006).

1.2. Rumusan Masalah


A. Abortus
1) Definisi abortus
2) Etiologi abortus
3) Patofisiologi abortus
4) Klasifikasi abortus
5) Manifestasi klinis abortus
6) Penatalaksanaan abortus
7) Asuhan keperawatan abortus

B. Mola Hidatidosa
1) Definisi mola hidatidosa
2) Etiologi mola hidatidosa
3) Manifestasi klinis mola hidatidosa
4) Klasifikasi mola hidatidosa
5) Patofisiologi mola hidatidosa
6) Penatalaksanaan mola hidatidosa
7) Pemeriksaan penunjang mola hidatidosa
8) Asuhan keperawatan mola hidatidosa

C. Kehamilan Ektopik
1) Definisi kehamilan ektopik
2) Etiologi kehamilan ektopik
3) Manifestasi kehamilan ektopik
4) Patofisiologi kehamilan ektopik
5) Klasifikasi kehamilan ektopik
6) Pemeriksaan diagnostik kehamilan ektopik
7) Penatalaksanaan kehamilan ektopik

1.3. Tujuan
Mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui askep kegawatdaruratan: perdarahan pada
awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kehamilan ektopik terganggu).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. ABORTUS
1. Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20
minggu dan berat janin kurang dari 500 gram (Murray, 2002).
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup diluar
kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gram atau umur kehamilan kurang
dari 28 minggu (IKPK dan KB, 1992).

2. Etiologi
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi beberapa
faktor yang berpengaruh adalah:
a. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan
cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan, gangguan
pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena: Faktor kromosom terjadi sejak
semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.
Faktor lingkungan endometrium terjad karena endometrium belum siap untuk
menerima implantasi hasil konsepsi. Selain itu juga karena gizi ibu yang kurang
karena anemiaatau terlalu pendeknya jarak kehamilan. Hal lain yang ikut juga
mempengaruhi yaitu: pengaruh luar, infeksi endometrium. Hasil konsepsi yang
dioengaruhi oleh obat dan radiasi. Faktor psikologis, kebiasaan ibu (merokok,
alcohol, dan kecanduan obat).
b. Kelainan plasenta
Ada banyak hal yang mempengaruhi yaitu: infeksi paa plasenta, gangguan
pembuluh darah, Hipertensi.
c. Penyakit ibu
d. Penyakit infeksi seperti tifus abdominalis, malaria, pneumonia dan sifilis
e. Anemia
f. Penyakit menahun seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan DM.
g. Kelainan rahim

3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau
seluruh jaringan plasenta, yang menyebbakan perdarahan sehingga janin
kekurangan nutrisi dan O2. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya
atau sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena
itu, keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi
perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi,.

3
Bentuk perdarahan bervariasi diantaranya: sedikit-sedikit atau berlangsung
lama, sekaligus dalam jumlah besar dapat disertai gumpalan, akibat perdarahan,
dapat menimbulkan syok, nadi meningkat, tekanan darah turun, tampak anemis dan
derah ujung (akral) dingin.

4. Klasifikasi
Klasifikasi abortus adalah sebagai berikut:
1. Abortus iminens
Adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, saat hasil konsepsi masih dalam uterus tanpa adanya dilatasi serviks.
2. Abortus insipiens
Adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
adanya dilatasi serviks uterus yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus.
3. Abortus inkompletus
Adalah pengeluaran hasil konsrpsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih adanya sisa yang tertinggal dalam uterus.
4. Abortus kompletus
Adalah abortus yang hasil konsepsinya sudah dikeluarkan.
5. Abortus servikalis
Adalah keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uterus
eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis
servikalis uterus menjadi besar, kurang lebih bundar dengan dinding menipis.
6. Missed abortion
Adalah kematian janin berusia 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak
dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
7. Abortus habitualis
Adalah abortus yang berulang dengan frekuensi lebih dari 3kali.
8. Abortus septik
Adalah abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam
peredaran darah atau peritoneum.

5. Manifestasi Klinis
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh
tentang perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga sering
terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagiab bawah.
 Tanda dan gejala pada abortus Imminen:
- Terdapat keterlambatan datang bulan
- Terdapat perdarahan, disertai sakit perut atau mules.
- Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur
kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim.
- Hasil periksa dalam terdapat perdarahan dari kanalis servikalis, dan
kanalis servikalis masih tertutup.

4
- Dapat dirasakan kontraksi otot rahim, hasil pemeriksaan tes kehamilan
masih positif.
 Tanda dan gejala pada abortus Insipien:
- Perdarahan lebih banyak
- Perut mules atau sakit lebih hebat
- Pada pemeriksaan dijumpai perdarahan lebih banyak
- Kanalis servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba.
 Tanda dan gejala abortus inkomplit;
- Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
- Perdarahan mendadakbanyak menimbulkan keadaan gawat
- Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi
- Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma).
 Tanda dan gejala abortus kompletus:
- Uterus telah mengecil
- Perdarahan sedikit
- Canalis servikalis telah tertutup
 Tanda dan gejala Missed Abortion:
- Rahim tidak membesar
- Malahan mengecil karena aborsi air ketuban dan maserasi janin
- Buah dada mengecil kembali.

6. Penatalaksanaan
Ibu hamil sebaiknya segera menemui dokter apabila perdarahan terjadi
selama kehamilan. Ibu harus istirahat total dan dianjurkan untuk relaksasi.
Terapi intravena atau transfusi darah dapat dilakukan bila diperlukan. Pada
kasus aborsi inkomplet diusahakan untuk mengosongkan uterus melalui
pembedahan. Begitu juga dengan kasus missed abortion jika janin tidak keluar
spontan. Jika penyebabnya adalah infeksi, evakuasi isi uterus sebaiknya ditunda
sampai dapat penyebab yang pasti untuk memulai terapi antibiotik.

7. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
jika selama kehamilan ditemukan perdarahan, identifikasi:
1. Lama kehamilan
2. Kapan terjadi perdarahan, berapa lama, banyaknya, dan aktivitas yang
memengaruhi.
3. Karakteristik darah: merah terang, kecokelatan, adanya gumpalan darah, dan
lendir.
4. Sifat dan lokasi ketidaknyamanan seperti kejang, nyeri tumpul atau tajam ,
mulas serta pusing.
5. Gejala-gejala hipovolemia seperti sinkop.

Diagnosis Keperawatan

5
Diagnosis keperawatan yang muncul antara lain:
1. Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan vaskular dalam
jumlah berlebih.
2. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.
3. Ketakutan yang berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri dan
janin.
4. N yeri yang berhubungan dengan dengan dilatasi serviks, trauma jarigan, dan
kontraksi uterus.
5. Risiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan penahanan hasil konsepsi.

Intervensi Keperawatan
1. Diagnosis 1: Kurangnya volume cairan yang berhubungan dengan
kehilangan vaskular dalam jumlah berlebih.
Kriteria hasil: mendemostrasikan kestabilan/ perbaikan keseimbangan cairan yang
dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat,
serta pengeluaran dan berat jenis urine adekuat secara individual.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri
1. Evaluasi, laporkan, serta catat 1. Perkirakan kehilangan darah
jumlah dan sifat kehilangan darah, membantu membedakan
lakukan perhitungan pembalut, diagnosis. Setiap gram
kemudian timbang pembalut. peningkatan berat pembalut sama
dengan kehilangan kira-kira 1 ml
darah.
2. Lakukan tirah baring, instruksikan 2. Perdarahan dapat berhenti dengan
ibu untuk menghindari valsalva reduksi aktivitas. Peningkatan
manuver dan koitus. tekanan abdomen atau orgasme
dapat merangsang perdarahan.
3. Posisikan ibu dengan tepat, 3. Menjamin keadekuatan darah
telentang dengan panggul yang gtersedia untuk otak,
ditinggikan atau posisi semifowler peninggian panggul menghindari
kompresi vena kaya. Posisi
semifowler memungkinkan janin
bertindak sebagai tampon.
4. Catat tanda-tanda vital, pengisian 4. Membantu menentukan beratnya
kapiler pada dasar kuku, warna kehilangan darah, meskipun
membran mukosa atau kulit dan sianosis dan perubahan pada
suhu. Ukur tekanan vena sentral tekanan darah dan nadi adalah
bila ada. tanda-tanda lanjut dari kehilangan
volume sirkulasi.
5. Pantau aktivitas uterus, status 5. Membantu menentukan sifat
janin, dan adanya nyeri tekan hemoragi dan kemungkinan
pada abdomen akibat dari peristiwa hemoragi.
6. Hindari pemeriksaan rektal atau 6. Dapat meningkatkan hemoragi
vagina
7. Pantau masukan/ keluaran cairan. 7. Menentukan lausnya kehilangan

6
Dapatkan samperl urine setiap cairan dan menunjukkan perfusi
jam, ukur berat jenis. ginjal.
8. Auskultasi bunyi nafas 8. Bunyi nafas adventitus
menunjukkan ketidaktepatan/
kelebihan pergantian.
9. Simpan jaringan atau hasil 9. Dokter perlu mengevaluasi
konsepsi yang keluar kemungkinan retensi jaringan,
pemeriksaan histologi mungkin
diperlukan.
Kolaborasi
10. Dapatkan pemeriksaan darah 10. Menentukan jumlah darah yang
cepat: HDL jenis dan pencocokan hilang dan dapat memberikan
silang, titer Rh, kadar fibrinogen, informasi mengenai penyebab
hitung trombosit, APTT, dan harus dipertahankan di atas 30%
kadar LCC. untuk mendukung transpor
oksigen dan nutrien.
11. Pasang kateter 11. Haluaran kurang dari 30 ml/jam
menandakan penurunan perfusi
ginjal dan kemungkinan
terjadinya nekrosis tubuler.
Keluaran yang tepat ditentukan
oleh derajat defisit individual dan
kecepatan penggantian.
12. Berikan larutan intravena, 12. Meningkatkan volume darah
ekspander plasma, darah lengkap, sirkulasi dan mengatasi gejala-
atau sel-sel kemasan sesuai gejala syok.
indikasi.

2. Diagnosis: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan


hipovolemia.
Kriteria hasil: perfusi jaringan adekuat dibuktikan dengan denyut jantung janin
(DJJ) dalam batas normal.

Rencana Intervensi Rasional


Mandiri
1. Perhatikan status fisiologi ibu, 1. Kejadian perdarahan potensial
status sirkulasi, dan volume darah. merusak hasil kehamilan.
Kemungkinan menyebabkan
hipovolemia atau hipoksia
uteroplasenta.
2. Auskultasi dan laporkan DJJ. Catat 2. Mengkaji berlanjutnya hipoksia
bradikardi atau takikardi. Catat janin, pada awalnya janin
perubahan pada aktivitas janin. berespons pada penurunan kadar
oksigen dengan takikardi dan
peningkatan gerakan. Bila tetap
defisit, bradikardi dan

7
penurunan aktivitas terjadi.
3. Catat kehilangan darah ibu karena 3. Bila konstraksi uterus disertai
adanya konstraksi uterus. dilatasi serviks, tirah baring dan
medikasi mungkin tidak efektif
dalam mempertahankan
kehamilan. Kehilangan darah
ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi plasenta.
4. Catat tinggi fundus ibu 4. Menghilangkan tekanan pada
vena kava inferior dan
meningkatkan sirkulasi
plasenta/ janin dan pertukaran
oksigen.
5. Anjurkan tirah baring pada posis 5. Meningkatkan ketersediaan
miring oksigen untuk janin. Janin
mempunyai beberapa kepastian
perlengkapan untuk mengatasi
hippoksi, dimana disosiasi Hb
janin lebih cepat daripada Hb
dewasa dan jumlah eritrosit
janin lebih besar dari dewasa,
sehingga kapasitas oksigen yang
dibawa janin meningkat.
Kolaborasi:
6. Berikan sumplemen oksigen pada 6. Mengevalusi dengan
ibu. Lakukan sesuai indikasi. menggunakan Doppler respons
DJJ terhadap gerakan janin,
bermanfaat dalam menentukan
janin apakah janin dalam
keadaan asfiksia.
7. Ganti kehilngan darah/ cairan ibu 7. Mempertahabkan volume
sirkulasi yang adekuat untuk
transpor oksigen. Hemoragi
maternal memengaruhi transpor
oksigen uteroplasenta secara
negatif, eminimbulkan
kemungkinan kehilangan
kehamilan atau memburuknya
status janin. Bila penyimpanan
oksigen menetap, janin akan
kehilangan tenaga untuk
melakukan mekanisme koping
dan kemungkinan susunan saraf
pusat (SSP) rusak/ janin,
sehingga janin dapat meninggal.

8
3. Diagnosis 3: Ketakutan yang berhubungan dengan ancaman kematian pada
diri sendiri dan janin.
Kriteria hasil: ibu mendiskusikan ketakutan mengenai diri janin dan masa depan
kehamilan, juga mengenai ketakutan yang sehat dan tidak sehat.
Rencana Intervensi Rasional
Mandiri;
1. Diskusikan tentang situasi dan 1. Memberikan informasi tentang
pemahaman tentang situasi dengan reaksi individu terhadap apa
ibu dan pasangan. yang terjadi.
2. Pantau respons verbal dan nonverbal 2. Menandai tingkat rasa takut yang
ibu dan pasangan. sedang dialami ibu/ pasangan.
3. Dengarkan masalah ibu dengan 3. Meniingkatkan rasa kontrol
seksama terhadap situasi dan memberikan
kesempatan pada ibu untuk
mengembangkan solusi sendiri.
4. Berikan informasi dalam bentuk 4. Pengetahuan akan membantu ibu
verbal dan tertulis serta beri untuk mengatasi apa yang
kesempatan klien untuk sedang terjadi dengan lebih
mengajukan pertanyaan. efektif. Informasi sebaiknya
tertulis, agar nantinya
memungkinkan ibu untuk
mengulang informasi akibat
tingkat stres.

9
B. MOLA HIDATIDOSA
1. Definisi
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya
mengalami perubahan hidrofobik. Molahidatidosa merupakan bagian dari
penyakit trofoblas gestasional / Gestational Thropoblatic Disease (GTD) yaitu
kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi abnormal trofoblas pada
kehamilan dengan potensi keganasan.
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis memgalami perubahan
berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal
yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
(Prawirohardjo, 2008).
Kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili khoriolisnya mengalami
degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur.
(FK. UNPAD, 2005 : 28).

2. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa belum diketahui, tetapi faktor-faktor yang dapat
menyebabkannya antara lain:
 Faktor ovum yaitu ovum memang sudah patologi sehingga mati tapi
terlambat dikeluarkan.
 Imunoselektif dari trofoblast.
 Keadaan sosial ekonomi rendah.
 Paritas tinggi.
 Kekurangan protein.
 Infeksi virus dan faktor kromosom belum jelas.
 Pada wanita yang ovulasinya distimulasi dengan klomiferm (clomid).
 Wanita yang berada di kedua ujung masa reproduksi (awal batasan tahun
atau premenopause).
 Lebih banyak ditemukan pada etnik mongoloid daripada kaukaoid.
 Genetik wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko lebih
tinggi.

3. Manifestasi klinik
Gambaran klinik :
 Perdarahan pervaginam disertai keluarnya gelembung-gelembung seperti
buah anggur (gelembung mola).
 Terjadi gejala toksemia pada trimester I-III.
 Terjadi hiperemis gravidarum.
 Dijumpai gejala-gejala tirotoksitosis atau hipertiroid.
 Kadang-kadang dijumpai emboli paru.

10
 Amenore.
 Preeklampsi.
 Tidak ditemukan tanda kehamilan pasti.

4. Klasifikasi
Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu
mola komplit dan mola parsialis.
1. Mola Komplit
Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya janin.
Pada pemeriksaan kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi tidak teraba
bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma membuahi sel telur dengan
gen yang sudah tidak aktif, kemudian kromosom paternal berkembang
menjadi kromosom 46 XX atau 46 XY yang sepenuhnya merupakan
kromosom sang ayah, sehingga didapati perkembangan plasenta tanpa adanya
janin.
2. Mola Parsialis
Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat
perkembangan abnormal dari plasenta tetapi masih didapati janin. Kehamilan
mola parsialis biasanya disebabkan karena 2 sperma membuahi 1 sel telur. Hal
ini menyebabkan terjadi nya kehamilan triploidi (69 XXX atau 69 XXY),
sehingga selain terjadinya perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai
perkembangan janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis
biasanya juga meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan kromosom
dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan syndactily. Selain itu mola
parsialis juga dapat disebabkan adanya pembuahan sel telur yang haploid oleh
sperma diploid 46 XY yang belum tereduksi.
Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita
kekurangan carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola parsialis lebih
sering tejadi pada wanita dengan tingkat pendidikan tinggi, menstruasi yang
tidak teratur dan wanita perokok.

5. Patofisiologi
Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23 pasang
kromosom, dimana salah satumasing-masing pasangan dari ibu dan yang lainnya
dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23 kromosom
membuahi sel telur dengan 23 kromosom, sehingga akan dihasilkan 46
kromosom.
Pada Molahidatidosa Parsial (MHP), dua sperma membuahi sel telur,
menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi normal.
Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang terlalu banyak, kehamilan
akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta tumbuh melampaui bayi.
Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini,akantetapi janin tumbuh secara abnormal
dan tidak dapat bertahan hidup.

11
Suatu MHK atau lengkap ketika salah satu (atau bahkan dua) sperma
membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan jika kromosom
ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi genetik yang ada
terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada saat itu juga. Tetapi
dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasi pada uterus.Jika hal itu terjadi,
embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas yang tumbuh untuk mengisi rahim
dengan jaringan mola.

12
Pathway Molahidatidosa:

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari dua fase yaitu : evakuasi jaringan
mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau
perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau histerektomi paling tidak
mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari metastasis.Radiografi toraks harus
dilakukan untuk mencari lesi paru berupa lesi koin. Pemeriksaan Computed
Tomografi (CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat
metastase ke hepar dan otak tidak dilakukan secara rutin.

13
Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa, berapapun
ukuran uterusnya.Untuk molahidatidosa yang besar, dipersiapkan darah yang
sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk menyalurkan infus
secara cepat. Dapat juga digunakan laminaria apabila serviks panjang, sangat
padat dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dilakukan dengan anestesi sampai
tercapai diameter yang memadai untuk memasukkan kuret pengisap plastik.
Setelah sebagian besar jaringan mola dikeluarkan melalui aspirasi, pasien
diberikan oksitosin, dan jika miometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan
kuretase yang menyeluruh secara hati-hati.
Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah dilakukan,
dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk memastikan bahwa
rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan petugas untuk laparotomi
darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak terkendali atau trauma serius
pada uterus.

Penatalaksanaan lainnya yaitu:


1. Terapi
a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase.
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
- Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar pembukaan
selama 12 jam.
- Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin (
pitosin atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu lakukan
evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah cunam ovum yang
agak besar atau kuret besar : ambillah dulu bagian tengah baru bagian -
bagian lainnya pada kavum uteri. Pada kuretase pertama ini keluarkanlah
jaringan sebanyak mungkin, tak usah terlalu bersih.
- Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan tampon
utero - vaginal selama 24 jam.
c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2
porsi:
1). Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.
2). Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.
d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan
umum penderita.

14
2. Periksa ulang ( follow-up )
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai kontrasepsi pil.
Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif akan menyulitkan
observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3
tahun:
a. Setiap minggu pada trimester pertama
b. Setiap 2 minggu pada trimester kedua.
c. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
d. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap perikas ulang penting diperhatikan :
1) Gejala klinis : perdarahan, keadaan umum dll
2) Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo : tentang
keadaan servik, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, kista lutein
bertambah kecil atau tidak dll.
3) Reaksi biologis atau imonologis air seni :

7. Pemeriksaan penunjang
Untuk mengetahui secara pasti adanya molahidatidosa, maka pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik dan uji
imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah pengenceran
(titrasi):
a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar.
Bahkan pada mola atau koriokarsinoma, uji biologik atau imunologik cairan
serebrospinal dapat menjadi positif.
2. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta
evaluasi keadaan servik.
a. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan – pelan dan hati -
hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan,
sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan
kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
b. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang – tulang janin ( pada
kehamilan 3-4 bulan).
c. Arteriogram khusus pelvis
d. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan tidak

e. terlihat janin.

15
8. Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan pada ibu mola hidatidosa
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya, sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan
bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji :
a. Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur,
alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke-, lamanya perkawinann dan alamat.
b. Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang.
c. Riwayat kesehatan yang terdiri atas :
 Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
 Riwayat kesehatan masa lalu.
 Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinaria, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
f. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta
kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
g. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak
klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan
kesehatan anaknya.
h. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluhan yang menyertainya.
i. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi
oral, obat digitalis, dan jenis obat lainnya.
j. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.

16
Pemeriksaan fisik :
1. Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas
pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang perlu diinspeksi, antara lain :
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan
seterusnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
 Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
 Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
 Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri
yang abnormal.
3. Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau
jaringan yang ada dibawahnya.
 Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
 Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah
ada kontraksi dinding perut atau tidak.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bantuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada
untuk bunyi jantung/paru, abdomen untuk bising usus/ peristaltik usus atau DJJ
(denyut jantung janin).

Pemeriksaan laboaratorium :
1. Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsy, pap
smear.
2. Keluarga berencana : kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB
Apakah klien setuju. Apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan
menggunakan KB jenis apa
Data-data lain :

17
- Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama
dirawat di rumah sakit. Data psikososial.
- Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam
keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien, dan mekanisme koping
yang digunakan.
3. Status sosial ekonomi : kaji masalah finansial klien
4. Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap tuhan YME dan kegiatan
yang biasa dilakukan.

Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Kecemasan berhubungan dengan status kesehatan

Intervensi
Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
Tujuan : Klien menunjukkan nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang.
- Ekspresi wajah tenang.
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri, lokasi, dan skala nyeri yang dirasakan klien.
R/ : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu
menentukan intervensi yang tepat.
- Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
R/ : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah
satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
- Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
R/ : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri, sehingga dapat
membantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
- Beri posisi yang nyaman.
R/ : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area
luka/nyeri.
- Kolaborasi dalam pemberian analgesik.
R/ : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidak dapat dipersepsikan

Diagnosa II : Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri.
Kriteria hasil :

18
- Kebutuhan personal hygiene terpenuhi.
- Klien tampak rapi dan bersih.
Intervensi :
- Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.
R/ : Mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam
merawat diri sehingga dapat membantu klien memenuhi kebutuhan
hygienenya.
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
R/ : Kebutuhan hygienenya klien terpenuhi tanpa membuat klien
ketergantungan pada perawat.
- Anjurkan klien untuk melakukan aktifitas sesuai kemampuannya.
R/ : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan
kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya.
- Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada didekat klien dan membantu
memenuhi kebutuhan klien.
R/ : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara
mandiri.

Diagnosa III : Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri


Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu.
Kriteria hasil :
- Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.
- Konjungtiva tidak enemis.
Intervensi :
- Kaji pola tidur.
R/ : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam
menetukan intervensi selanjutnya.
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
R/ : Memberikan kesempatan pada klien untuk istirahat.
- Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.
R/ : Susu mengandung protein yang tinggi, sehingga dapat merangsang
untuk tidur.
- Batasi jumlah penjaga klien.
R/ : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi, maka kebisingan di
ruangan dapat dikurangi. Sehingga klien dapat istirahat.
- Memberlakukan jam besuk.
R/ : Memberikan kesempatan pada klien untuk tidur.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat tidur diazepam.
R/ : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat
tenang dan mudah tidur

Diagnosa IV : Gangguan rasa nyaman ; hipertermi berhubungan dengan


proses infeksi

19
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas.
Kriteria hasil :
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Klien tidak mengalami komplikasi.
Intervensi :
- Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diforesis.
R/ : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola
demam dapat membantu diagnosa.
- Pantau suhu lingkungan.
R/ : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus
mendekati normal.
- Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.
R/ : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.
- Berikan kompres hangat.
R/ : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas, sehingga dapat
menurunkan suhu tubuh.
- Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ : Antipiretik digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada
hipotalamus.

Diagnosa V : Kecemasan berhubungan dengan status kesehatan


Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
- Ekspresi wajah tenang.
- Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi :
- Kaji tingkat kecemasan klien.
R/ : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.
- Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
R/ : Ungkapkan perasaan dapat memberikan rasa lega, sehingga
mengurangi kecemasan.
- Mendengar keluhan klien dengan empati.
R/ : Dengan mendengarkan keluhan klien secara empati, maka klien
akan merasa diperhatikan.
- Jelaskan pada klien tentang proses penyakitnya dan terapi yang diberikan.
R/ : Menambah pengetahuan klien, sehingga klien tahu dan mengerti
tentang penyakitnya.
- Beri dorongan spiritual/spirit.
R/ : Menciptakan ketenangan batin, sehingga kecemasan dapat
berkurang.

20
C. KEHAMILAN EKTOPIK

1. Definisi
Kehamilan oetopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi diluar cavum
uterus, implantasi dapat terjadi dituba falopi, ovarium, serviks, dan abdomen.
Namun keadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah dituba falopi( Murria,
2002).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi
kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi
implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang
rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar
endometrium kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)

2. Etiologi
Sebagian besar penyebab tidak banyak diketahui, kemungkinan faktor yang
memegang peranan adalah sebagai berikut:
1. Faktor dalam lumen tuba: endosalfingitis,hipoplasia lumen tuba.
2. Faktor dinding lumen tuba: endometriosis tuba,diventrikel tuba kongenital/
3. Faktor diluar dinding lumen tuba: perlengketan pada tuba, tumor.
4. Faktor lain: migrasi luar ovum,fertilasi in vitro.

3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:
1. Gambaran klinis kehamilan tuba belum terganggu tidak khas, pada umumnya
ibu menunjukan gejala-gejala kehamilan muda dan mungin merasakan nyeri
sedikit diperut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada
pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin
besarnya tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil
konsepsi kerena kembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimnual.
2. Gejala kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perarahan banyak
yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapat gejala yang tidak jelas
sehingga sukar membuat diagnosis .
3. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, pada
ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitas
yang kuat disertai dengan perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan
masuk kedalam syok.
4. Perdarahan pervagina merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada
kehamilan ektopik terganggu (KET). Hal ini menunjukan kematian janin.
5. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik,
lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin. Sehingga dapat
bervariasi.

21
4. Patofisiologi

Faktor dalam Faktor dalam Faktor luar Faktor lain


lumen tuba dinding tuba dinding tuba

Lumen tuab Implantasi Menghambat Perjalanan telur


menyempit telur dalam perjalan telur diperpanjang ke
tuba uterus

Bernidasi secara kolumner interkolumner

Kurang vaskularisasi

Desidua tidak tumbuh dengan


sempurna
Ovum mati Tropoblast dan villi korialis Tropoblast dan villi
menembus lapisan pseudokapsularis korialis menembus
diresobsi lapisan muskularis dan
peritoneum
Pembesaran tuba
Perdarahan Perdarahan kerongga
sedikit( peritoneum
terlambat Mengalir kerongga peritoneum
haid)
Berkumpul dicavum doglasi MK: Nyeri

Hematokele retrouterina

Pengaruh hormon uterus lembek,


membesar

Pembentukan desidua

Janin mati
MK: Kurangnya
volume cairan,
Perdarahan lebih perubahan perfusi
banyak 22
jaringan kelemahan
5. Klasifikasi
Menurut Sarwono Prawirohardjo, lokasinya kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan :
1. Tuba Fallopii
a. Pars-interstisialis
b. Isthmus
c. Ampula
d. Infundibulum
e. Fimbrae
2. Uterus
a. Kanalis servikalis
b. Divertikulum
c. Kornua
d. Tanduk rudimenter
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a. Primer
b. Sekunder
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus .

6. Permeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan umum. Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan
dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak
mendadak perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
b. Pemeriksaan ginekologi. Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan.
Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka
akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
c. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah
merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
d. Dilatasi dan kerokan. Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang
diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat
dikemukakan; a) kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama
kehamilan ektopik; b) hanya 12 sampai 19% kerokan pada kehamilan ektopik
menunjukkan reaksi desidua; c) perubahan endometrium yang berupa reaksi
Arias-Stella tidak khas untuk kehamlan ektopik. Namun, jika jaringan yang
dikeluarkan bersama dengan perdarahan terdiri atas desidua tanpa villi koriales,
hal itu dapat memperkuat diagnosis kehamilan ekktopik terganggu.
e. Ultrasonografi. Ultrasonografi berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik.
Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di
dalamnya tampak denyut jantung janin.

23
f. Laparoskopi. Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik
terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik
yang lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian
dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba,
kavum Douglas, dan ligamentum latum.

7. Penatalaksanaan
Penangan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan
demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangan, yaitu sebagai
berikut:
1. Kondisi ibu pada sat itu.
2. Keinginan ibu untuk memepertahankan fungsi reproduksinya.
3. Lokasi kehamilan ektopik.
4. Kondisi anatomi organ pelvis.
5. Kamampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.
Hasil pertimbangkan ini menetukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif . apabila kondisi ibu
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada
kasus kehamilan ektopik diprasampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani
dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.

8. Asuhan keperawatan
Pengkajian
1. Menstruasi terakhir.
2. Danya bercak darag yang berasal dari vagina.
3. Nyeri abdomen: kejang, tumpul.
4. Jenis kontrasepsi.
5. Riwayat gangguan tuba sebelumnya.
6. Tanda-tanda vital.
7. Tes laboratorium: Ht dan Hb menurun

Diagnosis keperawatan
Kemungkinan diganosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:
1. Definisi volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi
sebagai efek tindakan pembedahan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, perdarahan intraperioneal.
3. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya pemahaman atau
tidak mengenal sumbersumber informasi.

Intervensi keperawatan
1. Defisit volume cairan yang b.d ruptur lokasi implantasi sebgai efek dari tindkan
pembedahan.
Kriteria hasil : ibu menujukan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan yang
dibuktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil,pengisian kapiler cepat, sensori
tepat, serta frekuensi serta berat jenis urine adekuat.
Intervensi keperawtan : merujuk pada intervensi diagnosis yang sama dengan
abortus.
2. Nyeri yang b.d ruptur tuba falopi, perdarahan intraperitoneal.

24
Kriteria hasil : ibu dapat mendemostrasikan teknik relaksasi, tanda-tanda vital
dalam batas normal, dan ibu tidak meringis.
3. Kurangnya pengetahuan b.d kurang pemahaman dan tidak mengenl sumber-
sumber informasi.
Tujuan : ibu berpastisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan dalam istilah
sederhana, mengenai patofisiologi dan implikasi klinis.

No Rencana intervensi rasional


1. Menjelaskan tindakan dan Memberi informasi, menjelaskan kesalahan
rasional yang ditentukan untuk konsep pemikiran ibu mengenal prosedur yang
kondisi hemoragia. akan dilakukan, dan menurunkan stres yang
berhubungan dengan prosedur yang diberikan.
2. Berikan kesempatan bagi ibu Memberikan klasifikasi dari konsep yang
untuk mengaukan pertanyaan salah, identifikasi masalah-masalah dan
dan mengungkapkan kesalahan kesempatan untuk memulai mengembangkan
konsep. keterampilan penyesuaian(koping).
3. Diskusikan kemungkinan Memberikan informasi tentang kemungkinan
implikasi jankga pendek pada komplikasi dan meningkatkan harapan realitas
ibu/janin dari keadaan dan kerja sama dengan aturan tindakan.
pendarahan.
4. Tinjau ulang implikasi jangka Ibu dengan kehamilan ektopik dapat
panjang terhadap situasibyang memahami kesulitan mempertahankan setelah
memerlukan evaluasi dan pengangkatan tuba/ovarium yag sakit.
tindakan tambahan.

Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tidnakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas pertunjukan data petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama seperti doktr atau petugas kesehatan lain.

Evaluasi keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan
yang hendak dicapai.

25
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dengan usia gestasi
kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Terjadinya
keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta,
yang menyebbakan perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan O2.
Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian masih
tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit.
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Molahidatidosa merupakan
bagian dari penyakit trofoblas gestasional / Gestational Thropoblatic Disease
(GTD) yaitu kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi abnormal
trofoblas pada kehamilan dengan potensi keganasan.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar
rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di
tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis
uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.

b. Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai
kelompok mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing, dan teman-
teman sesama mahasiswa.

26
DAFTAR PUSTAKA

Icemi,Sukarni K & Wahyu, P. 2013. Buku Ajar Maternitas. Nuha Medika

Mitayani. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Wiknjosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Penerbit PT


Gramedia.Jakarta

Yulianingsih, Maryunanni, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam


Kebidanan. Penerbit : Trans Info Media, Jakarta

Yuliaikhah, Lily S.Si. T, 2009. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Penerbit


Buku Kedokteran ECG, Jakarta

Repository.Usu.ac.id

27

Anda mungkin juga menyukai