Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram,
sebelum janin mampu hidup diluar kandungan (Nugroho,2010).
Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran
hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu
hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang
dari 28 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan
pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan
matinya janin dalam Rahim (Manuaba, 2007).
Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana
sebagaian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis
servikal yang tertinggal pada desidua atau plasenta ( Ai Yeyeh, 2010).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering
pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang
ditemukan.Namun angka kejadian abortus sangat tergantung kepada riwayat
obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang
sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan
berakhir dengan kelahiran hidup(Manuaba, 2007).

B. ETIOLOGI
Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi
beberapa faktor yang berpengaruh adalah :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menimbulkan kematian janin dan
cacat bawaan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan, gangguan
pertumbuhan hasil kosepsi dapat terjadi karena:
a. Faktor kromosom: Gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom,
termasuk kromosorn seks.
b. Faktor lingkungan endometritum.
Endometrium belum siap untuk menerima implasi hasil konsepsi. Gizi
ibu kurang karena anemia atau terlalu pendek jarak kehamilan.
2. Pengaruh luar
a. Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi.
b. Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan
pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
3. Kelainan pada plasenta
a. Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga palsenta tidak dapat
berfungsi.
b. Gangguan pembuluh darah palsenta, diantaranya pada diabetes
melitus.
c. Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah palsenta sehingga
menimbulkan keguguran.
4. Penyakit ibu. Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhan
janin dalam kandungan melalui plasenta:
a. Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria,
sifilis.
b. Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredaran O2 menuju sirkulasi
retroplasenter.
c. Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati,
penyakit diabetes melitus.
5. Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan
abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkatus, uterus septus, retrofleksi
uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi
serviks), robekan serviks postpartum.
6. Faktor antibody autoimun, terutama :
Antibody antiphosfolipid :
a. Menimbulkan thrombosis, infrak plasenta, perdarahan
b. Gangguan sirkulasi dan nutrisi menuju janin dan diikuti abortus
c. Antibody anticardiolipin, dalam lupus anticoagulant (LAC)
d. Menghalangi terbentuknya jantung janin sehingga akan menyebabkan
abortus.

C. PATPFISIOLOGIS
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil
konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing
dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis
menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14
minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin,
disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai
persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas dan mungkin pula janin telah mati lama. Apabila mudigah
yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang cepat maka ia dapat diliputi oleh
lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi
mola karnosa apaila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi
organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola
tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol – benjol karena terjadi
hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi
proses mumifikasi diamana janin mengering dan karena cairan amnion
berkurang maka ia jadi gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia
menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah
terjadinya maserasi, kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar
karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah – merahan dan dapat
menyebabkan infeksi pada ibu apabila perdarahan yang terjadi sudah
berlangsung lama. (Prawirohardjo, 2005).

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi abortus digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Abortus spontaneous yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis atau medisinalis, tetapi karena faktor alamiah. Aspek
klinis abortus spontaneus meliputi:
a. Abortus Imminens.
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari
uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih
dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosis abortus
imminens ditentukan apabila terjadi perdarahan pervaginam pada paruh
pertama kehamilan. Yang pertama kali muncul biasanya adalah
perdarahan, dari beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi
nyeri kram perut. Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas
bersifat ritmis, nyeri dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap
disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak nyaman atau nyeri
tumpul di garis tengah suprapubis. Kadang-kadang terjadi perdarahan
ringan selama beberapa minggu.

b. Abortus insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa
mules menjadi lebih sering dan kual perdarahan bertambah.
c. Abortus inkompletus
Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta
(seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan
terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus.
Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian
masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat.
d. Abortus kompletus
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah
menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat
dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan
bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
e. Abortus Servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus
dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga
semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi
besar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis. Pada pemeriksaan
ditemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri eksternum teraba
jaringan. Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan
kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
f. Missed Abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20
minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi
diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone
progesterone pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan
missed abortion.
g. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau
lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil,
tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu
2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat) yaitu menghentikan
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan
belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badanbayi belum 1000 gram,
walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
Abortus ini terbagi menjadi dua yaitu :
a. Abortus medisinalis (abortus therepeutika)
Adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila
kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu ( berdasarkan
indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan dua sampai tiga
tim dokter ahli
b. Abortus kriminalis
Adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan– tindakan yang
tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

E. MANIFESTASI KLINIS
Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil
konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis sebagai berikut:
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
3. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
4. Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi
5. Dapat terjadi degenerasi ganas/koriokarsinoma (Manuaba, 2010).

Gejala lain dari abortus incomplit antara lain:


1. Perdarahan biasa sedikit/banyak dan biasa terdapat bekuan darah .
2. Rasa mules (kontraksi) tambah hebat.
3. Perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium bau
busuk dari vulva
4. Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka.
5. Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam cavum uteri
atau kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan
keluar.
6. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat
menyebabkan syok (Maryunani, 2009).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Ginekologi:
1. Inspeksi vulva
a. Perdarahan pervaginam sedikit atau banyak
b. Adakah disertai bekuan darah
c. Adakah jaringan yang keluar utuh atau sebagian
d. Adakah tercium bau busuk dari vulva
2. Pemeriksaan dalam speculum
a. Apakah perdarahan berasal dari cavum uteri
b. Apakah ostium uteri masih tertutup / sudah terbuka
c. Apakah tampak jaringan keluar ostium
d. Adakah cairan/jaringan yang berbau busuk dari ostium.
3. Pemeriksaan dalam
a. Apakah portio masih terbuka atau sudah tertutup
b. Apakah teraba jaringan dalam cavum uteri
c. Apakah besar uterus sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari usia
kehamilan
d. Adakah nyeri pada saat porsio digoyang
e. Adakah rasa nyeri pada perabaan
f. Adakah terasa tumor atau tidak
g. Apakah cavum douglasi menonjol, nyeri atau tidak
Pemeriksaan kadar Hb, golongan darah dan uji padanan silang
(crossmatch)
1. Bila terdapat tanda – tanda sepsis, berikan antibiotic yang sesuai
2. Temukan dan hentikan segera sumber perdarahan
3. Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi pasca tindakan dan
perkembangan lanjut
G. PENATALAKSANAAN
Penanganan umum:
1. Kuretase dapat dilakukan untuk mengeluarkan sisa hasil konsepsi dalam
uterus Sebelum dilakukan kuretase, biasanya pasien akan diberikan obat
anestesi (dibius) secara total dengan jangka waktu singkat, sekitar 2-3 jam.
Setelah pasien terbius, barulah proses kuretase dilakukan.Ketika melakukan
kuret, ada 2 pilihan alat bantu bagi dokter. Pertama, sendok kuret dan
kanula/selang. Sendok kuret biasanya dipilih oleh dokter untuk
mengeluarkan janin yang usianya lebih dari 8 minggu karena
pembersihannya bisa lebih maksimal. Sedangkan sendok kanula lebih dipilih
untuk mengeluarkan janin yang berusia di bawah 8 minggu, sisa plasenta,
atau kasus endometrium.Alat kuretase baik sendok maupun selang
dimasukkan ke dalam rahim lewat vagina. Bila menggunakan sendok,
dinding rahim akan dikerok dengan cara melingkar searah jarum jam sampai
bersih. Langkah ini harus dilakukan dengan saksama supaya tak ada sisa
jaringan yang tertinggal. Bila sudah berbunyi “krok-krok” (beradunya
sendok kuret dengan otot rahim) menunjukkan kuret hampir selesai. Sedikit
berbeda dengan selang, bukan dikerok melainkan disedot secara melingkar
searah jarum jam. Umumnya kuret memakan waktu sekitar 10-15 menit
(Fajar, 2007).
2. Lakukan penilaian awal untuk menentukan kondisi pasien (gawat darurat,
komplikasi berat atau masih cukup stabil)
3. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum
melakukan tindakan lanjutan (yindakan medic atau rujukan)
4. Penilaian medic untuk menentukan kelaikan tindakan di fasilitas kesehatan
setempat atau dirujuk kerumah sakit.
a. Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan hebat
segera atasi komplikasi tersebut
b. Gunakan jarum infuse besar (16G atau lebih besar) dan berikan tetesan
cepat (500 ml dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis atau
Ringer
Penatalaksanaan berdasarkan jenis abortus (abortus inkomplitus)
1. Bila disertai syok karena perdarahan segera pasang infuse dengan cairan
NaCl fisiologis atau cairan Ringer Laktat, bila perlu disusul dengan transfuse
darah
2. Setelah syok teratasi, lakukan kerokan
3. Pasca tindakan berikan injeksi metal ergometrin maleat intra muscular untuk
mempertahankam kontraksi otot uterus
4. Perhatikan adanya tanda – tanda infeksi
5. Bila tak ada tanda–tanda infeksi berikan antibiotika prifilaksis (ampisilin 500
mg oral atau doksisiklin 100 mg)
6. Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Melakukan vulva hygiene untuk mengurangi terjadinya infeksi pada area
vagina minimal 2x sehari
2. Menganjurkan pasien istirahat yang cukup
3. Menjelaskan kepada klien tentang penyebab abortus dan penaganan terhadap
abortus
4. Monitor intake dan output cairan klien

H. KOMPLIKASI
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat
mengakibatkan syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat
retensi sisa hasil konsepsi yang lama didalam uterus.Sinekia intrauterin dan
infertilitas juga merupakan komplikasi dari abortus.
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi,
seperti perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang
tidak lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan
setelah trimester pertama. Panas bukan merupakan kontraindikasi untuk kuretase
apabila pengobatan dengan antibiolik yang memadai segera dimulai.Komplikasi
yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain :
1. Komplikasi Jangka pendek
a. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi
dan cardiac arrest.
b. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila
perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan
aspirator. Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien
diberikan antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti
segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat.
c. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan
sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
d. Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi.
Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
e. Infeksi akut dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya
berupa pemberian antibiotika yang sensitif terhadap kuman aerobik
maupun anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan
pembersihan kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis
minimal satu hari.
2. Komplikasi jangka panjang.
Infeksi yang kronis atau asimtomatik pada awalnya ataupun karena
infeksi yang pengobatannya tidak tuntas dapat menyebabkan:
a. Infertilitas baik karena infeksi atau tehnik kuretase yang salah sehingga
terjadi perlengketan mukosa (sindrom Asherman)
b. Nyeri pelvis yang kronis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan
bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang pervaginam berulang
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
1. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di
luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
3. Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh
klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
4. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya
5. Riwayat kesehatan keluarga: Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan
penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
6. Riwayat kesehatan reproduksi: Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe
serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang
menyertainya
7. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas: Kaji bagaimana keadaan anak
klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan
kesehatan anaknya.
8. Riwayat seksual: Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi
yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
9. Riwayat pemakaian obat: Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi
oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
10. Pola aktivitas sehari-hari: Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit,
eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik
sebelum dan saat sakit.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya
terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan
penghidung.Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit
terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase,
pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan
fifik, dan seterusnya
b. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh
dengan jari.
Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat
kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi
uterus.
Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema,
memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati
turgor.
Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon
nyeri yang abnormal
c. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada
permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ
atau jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya
refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut
apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
d. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan
stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi
yang terdengar. Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk
tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising
usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005: 39)
12. Pemeriksaan laboratorium
Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang: rontgen, USG,
biopsi, pap smear. Keluarga berencana: Kaji mengenai pengetahuan klien
tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi,
dan menggunakan KB jenis apa.
13. Data lain-lain :
a. Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama
dirawat di RS.
b. Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola
komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan
mekanisme koping yang digunakan.
c. Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien
d. Data spiritual: Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME,
dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakuk
DAFTAR PUSTAKA

Affandi B, Adriaansz G, Gunardi ER, Koesno H. Buku panduan praktis


kontrasepsi pelayanan kontrasepsi. Edisi 3. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Jhonson, Marion dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). St.
Louise, Misouri: Mosby, Inc.
Kusmiyati, Dkk. 2009. Perawatan ibu hamil. Yogjakarta : Fitramaya.
Manuaba, 2007. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: EGC.
Nugroho, taufan. 2010. Buku ajar obstetric. Yogjakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai