Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS

OLEH :
AGUS WAN HERY
1211033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2017
A. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga (Duvall dan Logan, 1986 ).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena
adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang
lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya
(Bailon dan Maglaya, 1978 ).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI,1988 ).
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah terdiri dari dua atau lebih individu
yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Anggota keluarga biasanya hidup
bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain, keluarga berinteraksi
satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial (suami, istri, anak, kakak dan adik)
dan mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
2. Tipe Keluarga
a) Tradisional :
1. The nuclear family (keluarga inti) : Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
2. The dyad family: keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah.
3. Keluarga usila: keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah
memisahkan diri.
4. The childless family: keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena mengejar
karir/pendidikan yang terjadi pada wanita.
5. The extended family (keluarga luas/besar): keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang
hidup bersama dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante, orang
tua (kakak-nenek), keponakan, dll).
6. The single-parent family (keluarga duda/janda): keluarga yang terdiri dari satu orang
tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian,
kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan).
7. Commuter family: kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota
tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa berkumpul
pada anggota keluarga pada saat akhir pekan (week-end).
8. Multigenerational family: keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur
yang tinggal bersama dalam satu rumah.
9. Kin-network : beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling
berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama.
Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll).
10. Blended family: keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali
dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
11. The single adult living alone / single-adult family: keluarga yang terdiri dari orang
dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti :
perceraian atau ditinggal mati.
b) Non-Tradisional
1. The unmarried teenage mother : keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu)
dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
2. The stepparent family : keluarga dengan orangtua tiri.
3. Commune family: beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara, yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang
sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok /
membesarkan anak bersama.
4. The nonmarital heterosexual cohabiting family : keluarga yang hidup bersama berganti-
ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
5. Gay and lesbian families: seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana pasangan suami-istri (marital partners).
6. Cohabitating couple: orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan
karena beberapa alasan tertentu.
7. Group-marriage family : beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah
tangga bersama, yang merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi
sesuatu, termasuk sexual dan membesarkan anaknya.
8. Group network family : keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup
berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga
bersama, pelayanan dan bertanggung jawab membesarkan anaknya.
9. Foster family: keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara
dalam waktu sementara, pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan
untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
10. Homeless family: keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau
problem kesehatan mental.
11. Gang: sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda yang mencari
ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian, tetapi berkembang dalam
kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
3. Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga
Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara unik, namun secara
umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama (Friedman, 1998):
a. Pasangan baru (keluarga baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan perempuan
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan (psikologis)
keluarga masing-masing :
1. Membina hubungan intim yang memuaskan
2. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial
3. Mendiskusikan rencana memiliki anak
b. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi kelahiran anak
pertama dan berlanjut damapi anak pertama berusia 30 bulan :
1. Persiapan menjadi orang tua.
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual
dan kegiatan keluarga.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c. Keluarga dengan anak pra-sekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat anak
berusia 5 tahun :
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman.
2. Membantu anak untuk bersosialisasi.
3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga
harus terpenuhi.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga
(keluarga lain dan lingkungan sekitar).
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling repot).
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
d. Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan berakhir pada
usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota keluarga maksimal,
sehingga keluarga sangat sibuk :
1. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan
2. Mempertahankan keintiman pasangan
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga
e. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7
tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga
ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih
besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :
1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat remaja
sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya
2. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
3. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam
keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua:
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2. Mempertahankan keintiman pasangan
3. Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
g. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :
1. Mempertahankan kesehatan
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak
3. Meningkatkan keakraban pasangan
h. Keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu pasangan
pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal damapi keduanya meninggal :
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
2. Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan
3. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
4. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
5. Melakukan life review (merenungkan hidupnya).
4. Keluarga Sebagai Unit Keperawatan
Alasan keluarga sebagai unit pelayanan (Friedman, 1998 ) adalah sebagai berikut:
1) Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut
kehidupan masyarakat.
2) Keluarga sebagai suatu dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki
masalah – masalah dalam kelompoknya.
3) Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan apabila salah satu angota
keluarganya mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga
yang lain.
4) Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu ( pasien ) keluarga tetap
berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan anggota keluarganya
yang menderita hipertensi.
5) Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah dalam upaya kesehatan bagi
anggota keluarga yang menderita sakit hipertensi.
5. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sehat- Sakit
Faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu dan keluarga menurut H. L Bloom
yaitu :
1) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mencegah terjadinya penyakit diabetes mellitus adalah
dengan cara menghindari adanya stres
2) Faktor sosial budaya
 Faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi penyakit diabetes melitus adalah :
 Kebiasaan merokok
 Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam
 Pola diet tidak teratur
 Bila sakit tidak segera berobat
 Status sosial budaya yang dapat meningkatkan stasus kesehatan pada kasus
hipertensi adalah :
 Menghindari kebiasaan merokok
 Mengurangi konsumsi makanan yang banyak mengandung garam .
 Menjaga berat badan dan olah raga yang teratur
 Melakukan konril yang teratur
3) Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan sangat diperlukan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat diabetes mellitus.
4) Faktor keturunan
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit yang bersifat genetik.
6. Tugas Keluarga Dalam Pemeliharaan Kesehatan
Menurut Friedman ( 1998) keluarga mempunyai lima (5 ) tugas memelihara kesehatan
keluarga khususnya keluarga yang anggotanya menderita penyakit diabetes melitus yaitu :
1) Mengenal gangguan dan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga tentang
gejala diabetes melitus
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap angota keluarga
yang menderita penyakit diabetes melitus.
3) Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang menderita diabetes melitus.
4) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan
kepada anggota keluarganya
5) Mempertahankan hubungan timbal balik dengan fasilitas kesehatan yang dapat
mengatasi penyakit diabetes melitus.
7. Peran Perawat Dalam Memberi Asuhan Keperawatan Pada
Keluarga Yang Menderita Penyakit diabetes melitus.
Dalam proses membantu keluarga yang menderita penyakit diabetes melitus maka peran
perawat diperlukan sebagai berikut :
1) Pengenal tentang gejala diabetes melitus
Perawat membatu keluarga untuk mengenal tentang gejala penyakit diabetes
melitus.
2) Pemberi perawatan pada anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes melitus.
Dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang menderita penyakit
diabetes melitus, perawat memberikan kesempatan kepada keluarga untuk
mengembangkan kemampuam mereka dalam melaksanakan perawatan dan
memberikan demonstrasi kepada keluarga bagaimana merawat anggota keluarga
yang menderita diabetes melitus.
3) Koordinator pelayanan kesehatan kepada keluarga yang menderita penyakit diabetes
melitus.
Perawat melakukan hubungan yang terus menerus dengan kelurga yang menderita
penyakit diabetes melitus, sehingga dapat menilai, mengetahui masalah dan
kebutuhan keluarga serta mencari cara penyelesaian masalah penyakit yang sedang
dihadapi
4) Fasilitator
Menjadikan pelayanan kesehatan dengan mudah untuk mengenal masalah pada
keluarga yang menderita penyakit diabetes melitus dan mencari alternatif
pemecahanya.
5) Pendidik kesehatan
Perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk merubah perilaku keluarga dari
perilaku tidak sehat menjadi sehat dalam mencegah penyakit diabetes mellitus.
6) Penyuluh dan konsultasi
Perawat berperan sebagai petunjuk dalam asuhan keperawatan dasar terhadap
keluarga yang anggotanya mederita penyakit diabetes mellitus.
B. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi.
(Askandar, 2001).
2. Klasifikasi
1. Diabetes Mellitus
a. DM Tipe I (IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses autoimun yang
menyerang insulinnya. IDDM merupakan jenis DM yang diturunkan (inherited).
b. DM Tipe II (NIDDM)
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor lingkungan. Seseorang
mempunyai risiko yang besar untuk menderita NIDDM jika orang tuanya adalah
penderita DM dan menganut gaya hidup yang salah.
c. DM Gestasional
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam keluarganya terdapat
anggota yang juga menderita DM. Faktor risikonya adalah kegemukan atau obesitas.
d. DM Sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain (pancreatitis,
kelainan hormonal, dan obat-obatan).
2. Gangren Kaki Diabetik
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan:
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan
pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
3. Etiologi
1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting
pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu
:
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel
beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang
dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang
diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan
sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel
yang responsir terhadap insulin.
2. Gangren Kaki Diabetik
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
1. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol
pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa
darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus
renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,
klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi.
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh
dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
2. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh
darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat
berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang,
kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga
menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,
sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
 Glukosa darah meningkat
 Asam lemak bebas meningkat
 Osmolalitas serum meningkat
 Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
 Ureum/kreatinin meningkat/normal
 Urine : gula + aseton positip
 Elektrolit : Na, K, fosfor

2. Ktiteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 ≥140
GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 ≥200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160
Dengan PJK <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250
Dengan PJK <150 150-199 >200
>25/<18,
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25
5
Pria 20-24,9 25-27
>27/<20
140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95

6. Komplikasi
Komplikasi yang bias timbul oleh DM antara lain:
1. Gangren Kaki Diabetik
2. Neurophaty
3. Retinophaty
4. Nephrophaty
5. Chronic Heart Disease
Sedangkan komplikasi akibat gangrene yakni:
1. Osteomyelitis
2. Sepsis
3. kematian
7. Penatalaksanaan
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
a. Mencukupi semua unsure makanan essensial (misalnya vitamin dan mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan (BMI) yang sesuai. Penghitungan
BMI=BB (kg)/(TB (m))2
BMI normal wanita = 18,5 – 22,9 kg/m2
BMI normal pria = 20 – 24,9 kg/m2
c. Memenuhi kebutuhan energy
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar
glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Oalahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut
- Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL
- Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya makan
camilan dahulu
- Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan dengan
kondisinya
- Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
- Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk melakukan
latihan fisik yang terlalu berat
3. Pengobatan untuk gangren
- Kering
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan
indikasi yang sangat jelas
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
- Basah
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Debridement
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
o Beri “topical antibiotic”
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat diambil
adalah amputasi atau skin/arterial graft
4. Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD
8. Pengkajian
Fokus Pengkajian
Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh pada
fungsi organ :
1. Aktifitas/Istirahat
 Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
 Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat.
 Disorentasi, koma.
2. Sirkulasi
 Ada riwayat hipertensi, IMA.
 Kebas & kesemutan pada extrimitas.
 Kebas pada kaki.
 Takikardia/nadi yang menurun/tak ada.
 Kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas ego
 Stress, tergantung orang lain.
 Peka terhadap rangsangan.
4. Eliminasi
 Poliuria, nokturia
 Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
 Nyeri tekan abdomen
 Diare, bising usus lemah/menurun.
5. Makanan/cairan
 Hilang nafsu makan, mual/muntah.
 BB menurun, haus.
 Kulit kering/bersisik, turgor jelek.
 Distensi abdomen.
6. Neurosensori
 Pusing/pening, sakit kepala.
 Parestesia, kesemutan, kebas kelemahan pada otot.
 Gangguan penglihatan.
 Disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.
7. Nyeri/kenyamanan
 Abdomen tegang/nyeri
 Wajah meringis, palpitasi.
8. Pernapasan
 Batuk, bernapas bau keton
9. Keamanan
 Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
 Demam, diaforesis
 Menurunnya kekuatan/rentang gerak.
9. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan
2. Kerusakan integritas kulit
3. Risiko dekubitus
4. Nyeri Kronis
5. Hambatan mobilitas fisik
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
10. Rencana Tindakan
No Diagnosa NOC NIC
1 Kerusakan integritas Kriteria Intervensi :
jaringan hasil :
1. Kaji luas dan keadaan
1. Berkurangnya oedema luka serta proses
sekitar luka. penyembuhan.
2. Pus dan jaringan 2. Rawat luka dengan baik
berkurang dan benar :
3. Adanya jaringan membersihkan luka
granulasi. secara abseptik
4. Bau busuk luka menggunakan larutan
berkurang. yang tidak iritatif, angkat
sisa balutan yang
menempelpada luka dan
nekrotomi jaringan yang
mati.
3. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus,
pemeriksaan gula darah
dan pemberian anti biotik.
2 Nyeri Kronis Kriteria Intervensi :
hasil :
1. Kaji tingkat, frekuensi,
1. Penderita secara verbal dan reaksi nyeri yang
mengatakan nyeri dialami pasien.
berkurang/hilang 2. Jelaskan pada pasien
2. Penderita dapat tentang sebab-sebab
melakukan metode atau timbulnya nyeri.
tindakan untuk mengatasi 3. Ciptakan lingkungan
atau mengurangi nyeri . yang tenang
3. Pergerakan penderita 4. Ajarkan teknik distraksi
bertambah luas. dan relaksasi
4. Tidak ada keringat dingin, 5. Atur posisi pasien
tanda vital dalam batas senyaman mungkin sesuai
normal keinginan pasien.
6. Lakukan massage dan
kompres luka dengan
BWC saat rawat luka
7. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian
analgesik
3 Hambatan mobilitas Kriteria Intervensi :
fisik hasil :
1. Kaji dan identifikasi
1. Pergerakan paien tingkat kekuatan otot pada
bertambah luas kaki pasien
2. Pasien dapat melaksanakan 2. Beri penjelasan tentang
aktivitas sesuai dengan pentingnya melakukan
3. Rasa nyeri berkurang. aktivitas untuk menjaga
4. Pasien dapat memenuhi kadar
kebutuhan sendiri secara 3. Anjurkan pasien untuk
bertahap sesuai dengan menggerakkan/mengangk
kemampuan.
at ekstrimitas bawah
sesuai kemampuan.
4. Kerja sama dengan tim
kesehatan lain : dokter (
pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
5. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.

4 Ketidakseimbangan Kriteria Intervensi :


nutrisi: kurang dari hasil :
kebutuhan tubuh 1. Kaji status nutrisi dan
1. Berat badan dan tinggi kebiasaan makan.
badan ideal. 2. Anjurkan pasien untuk
2. Pasien mematuhi dietnya. mematuhi diet yang telah
3. Kadar gula darah dalam diprogramkan.
batas normal. 3. Timbang berat badan
4. Tidak ada tanda-tanda setiap seminggu sekali.
hiperglikemia/hipoglikem 4. Identifikasi perubahan
ia. pola makan.
5. Timbang berat badan 5. Kerja sama dengan tim
setiap seminggu sekali. kesehatan lain untuk
6. Identifikasi perubahan pemberian insulin dan
pola makan. diet diabetik.
Daftar Pustaka

Herdman, T. Heather. Nanda Internasional Inc. Diagnosa keperawatan: definisi dan


klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta: EGC.
Price, Anderson Sylvia. 1997. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata: EGC

Anda mungkin juga menyukai