OLEH :
AGUS WAN HERY
1211033
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan:
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan
pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
3. Etiologi
1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting
pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu
:
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel
beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang
dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang
diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan
sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel
yang responsir terhadap insulin.
2. Gangren Kaki Diabetik
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
4. Patofisiologis
1. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol
pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada
hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa
darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus
renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium,
klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami
keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi.
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh
dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
2. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan
sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh
darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat
berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang,
kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga
menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,
sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau
pengobatan dari KD.
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah meningkat
Asam lemak bebas meningkat
Osmolalitas serum meningkat
Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
Ureum/kreatinin meningkat/normal
Urine : gula + aseton positip
Elektrolit : Na, K, fosfor
2. Ktiteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 ≥140
GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 ≥200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160
Dengan PJK <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250
Dengan PJK <150 150-199 >200
>25/<18,
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25
5
Pria 20-24,9 25-27
>27/<20
140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95
6. Komplikasi
Komplikasi yang bias timbul oleh DM antara lain:
1. Gangren Kaki Diabetik
2. Neurophaty
3. Retinophaty
4. Nephrophaty
5. Chronic Heart Disease
Sedangkan komplikasi akibat gangrene yakni:
1. Osteomyelitis
2. Sepsis
3. kematian
7. Penatalaksanaan
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
a. Mencukupi semua unsure makanan essensial (misalnya vitamin dan mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan (BMI) yang sesuai. Penghitungan
BMI=BB (kg)/(TB (m))2
BMI normal wanita = 18,5 – 22,9 kg/m2
BMI normal pria = 20 – 24,9 kg/m2
c. Memenuhi kebutuhan energy
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar
glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Oalahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut
- Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL
- Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya makan
camilan dahulu
- Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan dengan
kondisinya
- Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
- Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk melakukan
latihan fisik yang terlalu berat
3. Pengobatan untuk gangren
- Kering
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan
indikasi yang sangat jelas
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
- Basah
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Debridement
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
o Beri “topical antibiotic”
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat diambil
adalah amputasi atau skin/arterial graft
4. Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD
8. Pengkajian
Fokus Pengkajian
Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh pada
fungsi organ :
1. Aktifitas/Istirahat
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat.
Disorentasi, koma.
2. Sirkulasi
Ada riwayat hipertensi, IMA.
Kebas & kesemutan pada extrimitas.
Kebas pada kaki.
Takikardia/nadi yang menurun/tak ada.
Kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas ego
Stress, tergantung orang lain.
Peka terhadap rangsangan.
4. Eliminasi
Poliuria, nokturia
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
Nyeri tekan abdomen
Diare, bising usus lemah/menurun.
5. Makanan/cairan
Hilang nafsu makan, mual/muntah.
BB menurun, haus.
Kulit kering/bersisik, turgor jelek.
Distensi abdomen.
6. Neurosensori
Pusing/pening, sakit kepala.
Parestesia, kesemutan, kebas kelemahan pada otot.
Gangguan penglihatan.
Disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.
7. Nyeri/kenyamanan
Abdomen tegang/nyeri
Wajah meringis, palpitasi.
8. Pernapasan
Batuk, bernapas bau keton
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Demam, diaforesis
Menurunnya kekuatan/rentang gerak.
9. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan
2. Kerusakan integritas kulit
3. Risiko dekubitus
4. Nyeri Kronis
5. Hambatan mobilitas fisik
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
10. Rencana Tindakan
No Diagnosa NOC NIC
1 Kerusakan integritas Kriteria Intervensi :
jaringan hasil :
1. Kaji luas dan keadaan
1. Berkurangnya oedema luka serta proses
sekitar luka. penyembuhan.
2. Pus dan jaringan 2. Rawat luka dengan baik
berkurang dan benar :
3. Adanya jaringan membersihkan luka
granulasi. secara abseptik
4. Bau busuk luka menggunakan larutan
berkurang. yang tidak iritatif, angkat
sisa balutan yang
menempelpada luka dan
nekrotomi jaringan yang
mati.
3. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian insulin,
pemeriksaan kultur pus,
pemeriksaan gula darah
dan pemberian anti biotik.
2 Nyeri Kronis Kriteria Intervensi :
hasil :
1. Kaji tingkat, frekuensi,
1. Penderita secara verbal dan reaksi nyeri yang
mengatakan nyeri dialami pasien.
berkurang/hilang 2. Jelaskan pada pasien
2. Penderita dapat tentang sebab-sebab
melakukan metode atau timbulnya nyeri.
tindakan untuk mengatasi 3. Ciptakan lingkungan
atau mengurangi nyeri . yang tenang
3. Pergerakan penderita 4. Ajarkan teknik distraksi
bertambah luas. dan relaksasi
4. Tidak ada keringat dingin, 5. Atur posisi pasien
tanda vital dalam batas senyaman mungkin sesuai
normal keinginan pasien.
6. Lakukan massage dan
kompres luka dengan
BWC saat rawat luka
7. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian
analgesik
3 Hambatan mobilitas Kriteria Intervensi :
fisik hasil :
1. Kaji dan identifikasi
1. Pergerakan paien tingkat kekuatan otot pada
bertambah luas kaki pasien
2. Pasien dapat melaksanakan 2. Beri penjelasan tentang
aktivitas sesuai dengan pentingnya melakukan
3. Rasa nyeri berkurang. aktivitas untuk menjaga
4. Pasien dapat memenuhi kadar
kebutuhan sendiri secara 3. Anjurkan pasien untuk
bertahap sesuai dengan menggerakkan/mengangk
kemampuan.
at ekstrimitas bawah
sesuai kemampuan.
4. Kerja sama dengan tim
kesehatan lain : dokter (
pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
5. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.