I DENGAN ASFIKSIA
DIRUANG PERINATOLOGI
RSUD dr. SUEKARDJO KOTA TASIKMALAYA
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Pendidikan Profesi Keperawatan
Anak
Program Pendidikan Profesi Ners
Di susun oleh :
DENI CANDRA RAMADHAN
221FK09006
A. Definisi
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi yang baru dilahirkan tidak
segera bernafas bernafas spontan dan teratu. Pada asfiksia asfiksia terjadi terjadi
hipoksia hipoksia yang progresif progresif dan dapat terjadi pula penimbunan
CO2 dan asidosis terjadi pula penimbunan CO2 dan asidosis (Manuaba,
(Manuaba, 2010).
B. Etiologi
Etiologi secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir.
1. Faktor ibu
a. Hipoksi ibu, oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat
hipoventilasi selama anestesi, penyakit jantung sianosis, gagal
pernafasan, keracunan karbon monoksida, tekanan darah ibu yang
rendah.
b. Penyakit pembuluh darah yang menganggu aliran darah uterus, kompresi
vena kava dan aorta saat hamil, gangguan kontraksi uterus, hipotensi
mendadak akibat perdarahan, hipertensi pada penyakit eklampsia.
c. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Gravida empat
atau lebih.
2. Faktor plasenta
a. Plasenta tipis
b. Plasenta kecil
c. Plasenta tak menempel
d. Solusio plasenta
e. Perdarahan plasenta
3. Faktor janin / neonatus
a. Kompresi umbilikus
b. Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat
c. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Prematur
e. Gemeli
f. Kelainan congenital
g. Pemakaian obat anestesi
h. Trauma yang terjadi akibat persalinan
4. Faktor persalinan
a. Partus lama
b. Partus tindakan
D. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan
biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Bila janin
kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus
vagus sehingga DJJ terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak
dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan
mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid terluhat
lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki
periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah
dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera.
E. Klasifikasi
1. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan
fisik akan terliha fisik akan terlihat jika frekuensi detak t jika frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada
asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
dari 10 fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum menit sebelum
lahir lengkap atau bunyi lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum
jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik pemeriksaan fisik sama
asfiksia berat.
Cara menilai tingkatan APGAR score dengan :
a. Menghitung frekuensi jantung.
b. Melihat usaha bernafas.
c. Menilai tonus otot.
d. Menilai reflek rangsangan.
e. Memperlihatkan warna kulit
F. Pathway
G. Manifestasi klinis
1. Pada kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160x/mnt atau kurang dari 100x/mnt,
halus dan ireguler adanya pengeluaran meconium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfksia
b. Jika DJJ 160x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfksia
c. Jika DJJ 100x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :
kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik / tidak menangis.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa
asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2010), (2010), yaitu:
1. Denyut Jantung Bayi Frekuensi denyut jantung normal pada bayi yaitu sekitar
120 dan 160 kali selama satu menit. Apabila frekuensi denyut jantung turun
sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal
ini merupakan tanda bahaya bagi bayi
2. Analisa Gas Darah
3. Laboratorium Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/
Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas 15-20 gr dan Ht 43%-
61%), analisa gas darah dan ser darah dan serum elektrolit. um elektrolit.
4. Baby gram (RO dada)
5. USG (kepala)
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Aziz Hidayat (2009), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain :
1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.
c. Bersihkan badan dan tali pusat.
d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
a. Bersihkan jalan napas.
b. Berikan oksigen 2 liter per menit.
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag)
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat bikarbonat 7,5%sebanyak 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa
Dextrosa 40% sebanyak sebanyak 4cc disuntikan disuntikan melalui vena
umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial
meningkat.
3. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
a. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c. Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
d. Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
e. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc
J. Farmakoterapi
Epinefrin.
Pemberian epinefrin akan dilakukan bila frekuensi jantung kurang dari
60x/mnt setelah melakukan ventilasi tekanan perifer (VTP) secara efektif
selama 30 detik dan dilanjutkan VTP serta kompresi dada secara terkoordinasi
selama 30 detik.
K. Komplikasi
Komplikasi ini meliputi beberapa organ :
1. Edema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi aliran darah ke otak yang menurun. Keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak. Hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfksia.
Keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2. Hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal, diantaranya : hipoksemia dan perdarahan pada
otak. Sedangkan akibat tindakan dari pemakaian bag and mask yang
berlebihan dapat menyebabkan pneumotoraks, dimana pada pengembangan
paru yang berlebihan dapat menyebabkan al-eolus pecah atau robekan pada
mediastinum sehinga udara akan mengisi rongga pleura / mediastinum.
L. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Berisi nama pasien, umur, jeis kelamin, agama, Berisi nama pasien, umur,
jeis kelamin, agama, suku, tanggal masuk, , tanggal masuk, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
b. Identitas penanggungjawab
Berisi nama penanggung jawab pasien dan hubungan dengan pasien.
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat masuk RS dan saat ini)
Keluhan yang paling dasar atau utama yang pasien katakana
2) Alasan masuk RS dan perjalanan penyakit saat ini
Perjalanan penyakit dan alasan saat pasien masuk Rumah Sakit yang
dimulai dari pasien masuk IGD, kemudian masuk dimulai dari pasien
masuk IGD, kemudian masuk bangsal sampai saat al sampai saat
dilakukan pengkajian.
b. Status kesehatan masa lalu
Berisikan riwayat kesehatan pasien, apakah sebelumnya pasien pernah
dirawat di rs atau tidak, dan riwayat alergi terhadap makanan atau
obatobatan. Serta kebiasaan merokok, kopi, alkohol dan lain sebagainya.
3. Pola kebutuhan dasar ( data Pola kebutuhan dasar ( data Bio-Psiko-Sosio-
Kultural-Spiritual
4. Kajian khusus pediatric
5. Pemeriksaan fisik
M. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Termogulasi tidak efektif
N. Intervensi keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Satuan Diagnosa Keperawatan Indonesia
cetakan III. Jakarta ; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Satuan Luaran Keperawatan Indonesia
cetakan II. Jakarta ; Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Satuan Intervensi Keperawatan Indonesia
cetakan II. Jakarta ; Dewan Pengurus Pusat PPNI