Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN

KEGAWATDARURATAN JANIN DENGAN ASFIKSIA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK V

MUH. ARJUN WIRAYA

NILAM SARI

SRI MULYANA

RISDAWATI

NURMA

HIKMAWATI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA JANIN
DENGAN ASFIKSIA
I. TINJAUAN TEORITIS

1. Definisi

Asfiksia pada bayi baru lahir menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia

(IDAI) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir

atau beberapa saat setelah lahir.

Menurut AAP, asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh

kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai oleh :

1. Asidosis (Ph kurang 7,0) pada darah arteri umbilikalis

2. Manifestasi neurologis yaitu kejang, hipotoni, atau hipoksik iskemia

ensefalopati

3. Gangguan multi organ sistem (Prambudi, 2013).

2. Klasifikasi\

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR :

1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3, Pada pemeriksaan fisik

ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk,

sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada,


pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang

tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung

menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.

2. Asfiksia ringan sedang dengan niali APGAR 4-6, Pada pemeriksaan fisik

akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot

kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3. Asfiksia ringan skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak

memerlukan tindakan istimewa.

Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah


dengan :
1. Menghitung frekuensi jantung.

2. Melihat usaha bernafas.

3. Menilai tonus otot.

4. Menilai reflek rangsangan.

5. Memperlihatkan warna kulit.

3. Etiologi

Menurut Depkes RI, 2009 faktor-faktor yang menyebabkan gawat

janin (asfiksia) antara lain :

1. Faktor Ibu

a. Preeklamsia dan eklampsia

b. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

c. Partus lama atau partus macet

d. Demam selama persalinan karena infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,

HIV)

e. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

a. Lilitan tali pusat


b. Tali pusat pendek

c. Simpul tali pusat

d. Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,

ekstraksi vacum, ekstraksi forsep)

c. Kelainan bawaan (kongenital)

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)


4. Patofisiologi

Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin

pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu

menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia

transien). Proses ini sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat agar

menjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut menjadi napas

teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi

adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe,

disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan

usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang

dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode

appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan

darah.

Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan

berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen

tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya
glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi

jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat

sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak

terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala

sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Kerusakan dan gangguan ini dapat

reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.

5. Manifestasi Klinis

Menurut Depkes RI tahun 2009, asfiksia merupakan akibat hipoksia

janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini:

1. DJJ lebih dari 100 x/menit atau kurang dari 100 x/menit dan tidak teratur.
2. Meconium dalam air ketuban pada janin letak kepala

3. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen

pada otot-otot jantung atau sel-sel otak

4. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,

kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta

sebelum dan selama proses persalinan

5. Takipneu (pernapasan cepat) karena kegagalan oksigen di dalam darah

6. Penurunan terhadap spinkters

7. Pucat

6. Pemeriksaan Diagnosis

Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan

melakukan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Denyut Jantung Janin

Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120-160 kali/menit

selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada

keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak

banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100
per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan

tanda bahaya. Di beberapa klinik elektokardiograf janin digunakan untuk

terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.

2. Meconium di dalam Air Ketuban

Meconium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi

pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan

harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya meconium dalam air ketuban

pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri

persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH Darah Janin


Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat servik

dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah

janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan

turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap

sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.

Diagnosis gawat janin sangat penting untuk menyelamatkan dan

dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain

itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat darurat

janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatrum, sehingga perlu

diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Aminullah,

2002).

7. Komplikasi

a. Edema otak dan Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah

berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak

pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan

iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.

b. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita

asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat

terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini

curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium

dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada

pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran

urine sedikit.

c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan

pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan

persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat

menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak

efektif.

d. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan

menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan

perdarahan otak.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut

Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut :

a. Tindakan umum

1) Pengawasan Suhu

Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh

penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel

jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan


untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan :

a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.

b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.

c) Bungkus bayi dengan kain kering.

2) Pembersihan Jalan Nafas

Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan

cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga

memudahkan keluarnya lender

3) Rangsangan untuk Menimbulkan Pernafasan


Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul

kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan

suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.

b. Tindakan khusus

1. Asfiksia Berat (Nilai Apgar 0-3)

Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan

a) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara

langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi

endotracheal dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari

30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga

dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan

meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi

kantong ke pipa.

b) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB

c) Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas

tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan

dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian


nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan

timbulnya komplikasi pneumotoracks jika tindakan ini dilakukan

bersamaan.

d) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc

secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-

100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi

jantung.

2. Asfiksia Sedang (Nilai Apgar 4-6)

Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan

dengan :
a) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1

menit.

b) Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam

hidung, O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi

diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan

membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan

menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/

menit.

c) Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut

bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong

pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum

peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-

30 x/menit.

3. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)

a) Bayi dibungkus dengan kain hangat

b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung

kemudian mulut.
c) Bersihkan badan dan tali pusat.

d) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke

dalam inkubator.

c. Tindakan Lain Dalam Resusitasi

1. Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu

pada bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada

ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan.

2. Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh

penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan

selama proses persalinan.


II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas orang tua

2. Identitas bayi baru lahir :

Tanggal lahir...... jam.....

Jenis kelamin..........

Kelahiran tunggal/ganda

Lahir hidup/mati

Ukuran : BB, PB, LK, LD, LLA

Apgar score........

3. Riwayat Persalinan :

Cara persalinan ditolong oleh..... atas indikasi.... persalinan di......

Lama persalinan kala I :......... Perdarahan.........

Lama persalinan kala II : ...........

Ketuban lama pecah : warna..... bau.....

4. Pemeriksaan fisik :

1) Tanggal.... jam....
2) Keadaan umum tampak lemah

3) Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup

4) Mata : sklera tak ikterik, konjungtiva tak anemis

5) Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-megap,

belum napas

6) Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran

7) Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering

8) Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid

9) Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada

10) Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apnea (henti napas . 20 detik)
11) Jantung : denyut jantung , 100 kali/menit

12) Paru-paru : masih terdengar suara napas tambahan (ronkhi basah +)

13) Abdomen : meteorismus ± tali pusat berwarna putih dan masih basah

14) Kulit : warna kulit sianosis

15) Extremitas : tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah

16) Refleks : tak ada reflek moro

5. Pengkajian primer :

a. Airway : Bayi tidak menangis atau tidak ada usaha untuk bernafas

pada asfiksia berat (Boxwell 2000), kadang-kadang terasa hembusan

nafas pada asfiksia ringan

b. Breathing : Apnea pada asfiksia berat

c. Circulation : HR <100x/menit, HR>100x/menit pada asfiksia ringan

d. Disability : Tonus otot lemah

e. Exposure : Seluruh tubuh berwarna biru, pucat, sianosis cairan

ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa mekonium pada tubuh

bayi, BBLR (berat badan lahir rendah)

f. APGAR : Asfiksia berat bernilai 0-3, asfiksia sedang 4-6, asfiksia ringan
7-9, bayi normal bernilai 10

B. Pemeriksaan Diagnostik

1. Peningkatan metabolisme atau mixed acidemia (pH <7) yang dinilai dari

sampel plasenta jika didapatkan, hasil asidosis pada darah tali pusat jika

PaO22O, PaCO2>55 mmH2O.

2. Asfiksia pada periode intrapartum (dan pada periode antepartum) dapat

dideteksi dengan monitoring denyut jantung janin (fetal heart rate) lewat

CTG dan USG serta penilaian dari sampel darah untuk memeriksa tingkat

keasaman darah (pH of scalp blood).


C. Diagnosa Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif b.d jumlah CO2 dalam darah meningkat

2. Gangguan pertukaran gas b.d alveoli gagal berkembang

3. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah ke paru

D. Intervensi Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif b.d jumlah CO2 dalam darah meningkat

NOC :

Tujuan : pola nafas menunjukkan frekwensi nafas yang efektif

Kriteria hasil: setelah dilakukan intervensi 1×24 jam

Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.

Ekspansi dada simetris.

Tidak ada bunyi nafas tambahan.

Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

NIC :

a. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan penghisapan

lender.

b. Pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan


c. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan

ventilasi

d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian

alat bantu nafas

e. Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu

f. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan

2. Gangguan pertukaran gas b.d alveoli gagal berkembang

NOC :

Tujuan: pertukaran gas teratasi

Kriteria hasil: setelah dilakukan intervensi dalam 1×24 jam


Tidak ada gejala sesak nafas

Fungsi paru dalam batas normal

Tidak ada sianosis

NIC :

a. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi

sputum

b. Pantau saturasi oksigen

c. Pantau Analisa gas darah

3. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah ke paru

NOC :

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil: setelah dilakukan intervensi 1x 24 jam

Tidak ada sianosis

Pengisisan ulang kapiler normal

Menunjukkan Status sirkulasi, ditandai dengan indicator berikut

(nilai 1-5 : ekstreem, berat, sedang, ringan atau tidak ada

gangguan)
NIC :

a. Monitor pernapasan

b. Monitor adanya sianosis

c. Beri penyuluhan pada orang tua untuk menghindari suhu

ekstrem pada ekstremitas, menkaji kulit bayi dan gejala lainnya

d. Manajemen cairan atau elektrolit

e. Kolaborasi pemberian O2

f. Kolaborasi pemberian obat anti koagulan


E. Implementasi

Merupakan tindakan keperawatan selama 1x24 jam sesuai dengan

prosedur yang telah direncanakan, yakni mencakup tindakan mandiri dan

kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan yang

berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk

tenaga kesehatan lainnya. Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan

yang disarankan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas

kesehatan lainnya.

Pada tahap eliminasi atau pelaksanaan dari asuhan keperawatan

meninjau kembali dari apa yang telah direncanakan atau intervensi

sebelumnya, dengan tujuan utama pada pasien dapat mencakup pola napas

yang efektif.

F. Evaluasi

Adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang mulai dari

pengkajian, perumusan masalah atau diagnosa keperawatan, perencanaan

dan tindakan keperawatan yang telah di evaluasi selama 1 x 24 jam yang

bagaimana tindakan tesebut dapat dilalui semua untuk mendapatkan hasil


yang optimal. Serta dapat mengetaui berhasil atau tidaknya tindakan

tersebut, yang dapat dievaluasikan kembali.

1. Kerusakan pertukaran gas tidak terjadi lagi

2. Dapat meningkatkan fungsi pernapasan secara optimal

3. Dapat mencegah atau menurunkan resiko terhadap potesial komplikasi


DAFTAR PUSTAKA
Aminullah Asril.2014. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawihardji

Dapartemen Kesehatan RI.2005. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Untuk

Bidan. Jakarta : Depkes RI

Manuaba,dkk.2007. Pengantar Kuliah Obstetric. Cet. Penerbit buku kedokteran

EGC : Jakarta

NIC_NOC, NANDA.2004. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan

Profesional. Yogyakarta : Medtaction

Prambudi R. 2013. Neonatologi praktis: prosedur tindakan neonatus. Bandar

lampung : Anugiah utama raharja

Talbot Laura A.2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai