Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan Asfiksia

1. PENGERTIAN
Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998).
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).

2. KLASIFIKASI
Tabel penilaian APGAR SCORE
Tanda
Skor APGAR
0 1 2
Frekuensi
Jantung
Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, eks
biru
Seluruh tubuh kemerahan


Klasifikasi klinis APGAR SCORE :
a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus otot
buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.

b. Asfiksia ringan sedang (Nilai APGAR 4 6)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot kurang baik atau baik ,
sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat, tidak teratur.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia 7 9
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/ pergerakan aktif ,
seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.

3. ETIOLOGI
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam
rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi
baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
a. Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak
dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan
resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

4. TANDA DAN GEJALA
Pernapasan terganggu
Detik jantung menurun
Refleks/ respons bayi melemah
Tonus otot menurun
Warna kulit biru atau pucat
Kejang
Penurunan kesadaran

5. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran C02.
Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia
fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi, gejala sisa, atau
kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka
akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang
terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa
asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi
penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi
denyut jantung

6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah
disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan
ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2
sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
Pengkajian spesifik

8. PENATALAKSANAAN
Sebelum bayi lahir dicatat data penyakit ibu, obat yang didapat ibu, tanda-tanda gawat janin
(bila ada) keadaan air ketuban. Segera setelah lahir, bayi diletakkan diatas meja resusitasi yang
datar, kemudian keringkan dengan kain secara cepat (kurang dari 20 menit) resusitasi bayi
asfiksia tergantung dari hasil evaluasi : pernafasan, denyut jantung dan warna kulit bayi.
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah asfiksia pada bayi :
a. Tindakan Umum
Tindakan ini dikerjakan pada setiap bayi tanpa memandang nila APGAR. Segera setelah
bayi lahir, diusahakan agar bayi mendapat pemanasan yang baik. Harus dicegah atau dikurangi
kehilangan panas dari tubuhnya. Penggunaan sinar lampu untuk pemanasan luar dan
untuk mengeringkan tubuh bayi mengurangi evaporasi.

Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran pernapasan bagian atas
segera dilakukan. Hal ini harus dikerjakan dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya
kerusakan-kerusakan mukosa jalan napas, spasmus laring, atau kolaps paru-paru. Bila bayi
belum memperlihatkan usaha bernapas, rangsangan terhadapnya harus segera dikerjakan. Hal ini
dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara memukul kedua telapak kaki, menekan tendon
Achilles, atau pada bayi-bayi tertentu diberi suntikan vitamin K.
b. Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil prosedur yang
dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh
tinggi-rendahnya Apgar.
1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0 3)
Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama ialah
memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O
2
secara tekanan langsung dan berulang-
ulang. Cara yang terbaik ialah melakukan intubasi endotrakeal dan setelah kateter dimasukkan ke
dalam trakea, O
2
melalui kateter tadi. Untuk mencapai tekanan 30 ml air peniupan dapat
dilakukan dengan kekuatan kurang lebih 1/3 dari tiupan maksimal yang dapat dikerjakan.
Secara ideal napas buatan harus dilakukan dengan terlebih dahulu memasang manometer.
Dapat digunakan pompa resusitasi. Pompa ini dihubungkan dengan kateter trakea, kemudian
udara dengan O
2
dipompakan secara teratur dengan memperhatikan gerakan-gerakan dinding
toraks, bila bayi telah memperlihatkan pernapasan spontan, kateter trakea segera dikeluarkan.
Keadaan asfiksia berat ini hampir selalu disertai asidosis yang membutuhkan perbaikan
segera; karena itu, bikarbonas natrikus 7,5% harus segera diberikan dengan dosis 2 4 ml/kg
berat badan. Obat-obatan ini harus diberikan secara berhati-hati dan perlahan-lahan. Untuk
menghindari efek samping obat, pemberian harus diencerkan dengan air steril atau kedua obat
diberikan bersama-sama dalam satu semprit melalui pembuluh darah umbilikus.
Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan tidak timbul dan frekuensi jantung
menurun (kurang dari 100 permenit) maka pemberian obat-obatan lain serta massage jantung
sebaiknya segera dilakukan. Massage jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas
tulang dada secara teratur 80-100 kali permenit. Tindakan diikuti dengan satu kali pemberian
napas buatan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum apabila tindakan dilakukan secara bersamaan.
Disamping massage jantung ini obat-obat yang dapat diberikan antara lain ialah larutan 1/10.000
adrenalin dengan dosis 0.5 1cc secara intravena / intrakardial (untuk meningkatkan frekuensi
jantung) dan kalsium glukonat 50 100 mg/kg berat badan secara perlahan-lahan melalui
intravena berupa plasma, darah atau cairan pengganti lainnya (volume expander) harus segera
diberikan.
Bila tindakan-tindakan tersebut diatas tidak memberi hasil yang diharapkan, keadaan bayi
harus dinilai lagi karena hal ini mungkin disebabkan oleh gangguan keseimbangan asam dan
basa yang belum diperbaiki secara semestinya, adanya gangguan organik seperti hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis jalan napas, dan lain-lain.
2) Asfiksia ringan sedang (nilai Apgar 4 6)
Disini dapat dicoba melakukan rangsangan untuk menimbulkan refleks pernapasan. Hal
ini dapat dikerjakan selama 30 60 detik setelah penilaian menurut Apgar 1menit. Bila dalam
waktu tersebut pernapasan tidak timbul, pernapasan buatan harus segera dimulai. Pernapasan
aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan kodok (frog breathing). Cara ini
dikerjakan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, dan O
2
dialirkan dengan kecepatan 1 2
liter dalam satu menit. Agar saluran napas bebas, bayi diletakkan dengan kepala dalam
dorsofleksi. Secara teratur dilakukan gerakan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut
dengan disertai menggerakan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 kali semenit.
Tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi
mulai memperlihatkan gerakan pernapasan, usahakanlah supaya gerakan tersebut diikuti.
Pernapasan ini dihentikan bila setelah 1 2 menit tidak juga dicapai hasil yang diharapkan. Dan
segera dilakukan pernapasan buatan dengan tekanan positif secara tidak langsung. Pernapasan ini
dapat dilakukan dahulu dengan pernapasan dari mulut ke mulut. Sebelum tindakan dilakukan,
kedalam mulut bayi dimasukkan pharyngeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke
depan, agar jalan napas berada dalam keadaan sebebas-bebasnya. Pada pernapasan dari mulut ke
mulut, mulut penolong diisi terlebih dahulu dengan O
2
sebelum peniupan. Peniupan dilakukan
secara teratur dengan frekuensi 20 -30 kali semenit dan diperhatikan gerakan pernapasan yang
mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat, terjadi
penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus otot. Dalam hal demikian bayi harus
diperlakukan sebagai penderita asfiksia berat.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ASFIKSIA BERAT
1. Pengkajian
Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi nama, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat
antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar
belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama
jenis psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan psikologis.
Data Obyektif, terdiri dari:
a. Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi. bila suhu
tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal
tubuh antara 36,5 C 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara
40-60 kali permenit.
b. Pemeriksaan fisik.
Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat
lanugo dan verniks.
Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung.
Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera
tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher; perhatikan kebersihannya karena
leher nenoatus pendek
Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat
retensi karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan
atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang perdarahan
Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro
dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
(Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
2. Diagnosa keperawatan yang mungin muncul
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
c. Resiko terjadinya hipoglikemia
d. Resiko terjadinya hipotermia
e. Resiko terjadinya infeksi
f. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan rawat terpisah
3. Rencana asuhan keperawatan
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat
Tujuan: Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria: Pernafasan normal 40-60 kali permenit, Pernafasan teratur, Tidak cyanosis, Wajah dan
seluruh tubuh warna kemerahan, Gas darah normal.
Intervensi:
1. Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi
dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm.
Rasional : Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi flexi leher yang dapat mengurangi
kelancaran jalan nafas.
2. Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
Rasional : Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas dari lendir untuk menjamin pertukaran
gas yang sempurna.
3. Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam.
Rasional : Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
Rasional : Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat terutama untuk jantung dan otak. Dan
peningkatan pada kadar PCO2 menunjukkan hypoventilasi.
b. Resiko terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya proses persalinan yang lama dengan
ditandai akral dingin suhu tubuh dibawah 36 C.
Tujuan: Tidak terjadi hipotermia.
Kriteria: Suhu tubuh 36,5 37,5C; Akral hangat; Warna seluruh tubuh kemerahan
Intervensi:
1. Letakkan bayi terlentang diatas pemancar panas (infant warmer).
Rasional : Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan sehingga meletakkan bayi
menjadi hangat.
2. Singkirkan kain yang sudah dipakai untuk mengeringkan tubuh, letakkan bayi diatas handuk
/kain yang kering dan hangat.
Rasional : Mencegah kehilangan tubuh melalui konduksi.
3. Observasi suhu bayi tiap 6 jam.
Rasional : Perubahan suhu tubuh bayi dapat menentukan tingkat hipotermia. 4. Kolaborasi
dengan team medis untuk pemberian Infus Glukosa 5% bila ASI tidak mungkin diberikan. R/
Mencegah terjadinya hipoglikemia.
c. Resiko gangguan penemuan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria: Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik; Berat badan tidak turun lebih dari
10%, Retensi tidak ada.
Intervensi:
1. Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
Rasional : Deteksi adanya kelainan pada eliminasi bayi dan segera mendapat tindakan/
perawatan yang tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa mulut.
Rasional : Menentukan derajat dehidrasi dari turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out put.
Rasional : Mengetahui keseimbangan cairan tubuh (balance).
4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.
Rasional : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
5. Lakukan control berat badan setiap hari.
Rasional : Penambahan dan penurunan berat badan dapat di monitor.
d. Resiko terjadinya infeksi.
Tujuan: Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria: Tidak ada tanda-tanda infeksi; Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
Intervensi:
1. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan
Rasioanal : Pada bayi baru lahir daya tahan tubuhnya kurang / rendah
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Rasional : Mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
3. Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi).
Rasional : Mencegah masuknya bakteri dari baju petugas ke bayi.
4. Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2 kali sehari.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi dan memper-cepat pengeringan tali pusat karena
mengan-dung anti biotik, anti jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
Rasional : Mengurangi media untuk pertumbuhan kuman.
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala kardinal.
Rasional : Deteksi dini adanya kelainan.
7. Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
Rasional : Mencegah terjadinya penularan infeksi.
8. Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah infeksi dari pneumonia.
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP. Rasional :
Sebagai pemeriksaan penunjang.
e. Resiko terjadinya hipoglikemia sehubungan dengan metabolisme yang meningkat.
Tujuan: Tidak terjadi hipoglikemia selama masa perawatan.
Kriteria: Akral hangat; Tidak cyanosis; Tidak apnea; Suhu normal (36,5C -37,5C); Distrostik
normal (> 40 mg).
Intervensi:
1. Berikan nutrisi secara adekuat dan catat serta monitor setiap pemberian nutrisi.
Rasional : Mencegah pembakaran glikogen dalam tubuh dan untuk pemantauan intake dan out
put.
2. Beri selimut dan bungkus bayi serta perhatikan suhu lingkungan.
Rasional : Menjaga kehangatan agar tidak terjadi proses pengeluaran suhu yang berlebihan
sedangkan suhu lingkungan berpengaruh pada suhu bayi.
3. Observasi gejala kardinal (suhu, nadi, respirasi).
Rasional : Deteksi dini adanya kelainan.
4. Kolaborasi dengan team medis untuk pemeriksaan laborat yaitu distrostik.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia lebih lanjut dan kompli-kasi yang
ditimbulkan pada organ - organ tubuh yang lain.
f. Gangguan hubungan interpersonal antara bayi dan ibu sehubungan dengan perawatan intensif.
Tujuan: Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
Kriteria: Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi, Bayi segera pulang dan ibu dapat
merawat bayinya sendiri.
Intervensi:
1. Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang.
Rasional : Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan serta untuk kooperatifan
ibu/keluarga.
2. Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.
Rasional : Membantu memecah-kan permasalahan yang dihadapi.
3. Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.
Rasional : Ketidaktahuan memperbesar stressor.
4. Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
Rasional : Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi walaupun hanya melalui kaca pembatas.
5. Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan
Rasional : Rawat gabung merupakan upaya mempererat hubungan ibu dan bayi/setelah bayi
diperbolehkan pulang.
.


DAFTAR PUSTAKA

Berhman, Kliegman & Arvin.( 1996 ). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Alih Bahasa
: A. Samik Wahab. Jilid 1. Jakarta : EGC

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius.

Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai