Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASFIKSIA DI RUANG EDELWEIS NEONATUS RSUD NGUDI


WALUYO WLINGI KABUPATEN BLITAR

Oleh :
SHINTA PUTRI GITAYU
NIM. 40219018

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : SHINTA PUTRI GITAYU

NIM : 40219018

PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMBIMBING INSTITUSI PEMEBIMBING LAHAN (CI)

(…………………………………..….) (...................................................)
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN ASFIKSIA
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernapas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan
(Sofian, 2012).
Menurut AAP asfiksia (Prambudi, 2013) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.
B. KLASIFIKASI ASFIKSIA
Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration)
asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu (Nurarif & Kusuma, 2013):
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (asfiksia ringan) dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Tabel 1. Penilaian APGAR
Klinis Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Warna kulit tubuh normalWarna kulit, tubuh, tangan
Warna kulit Seluruh badan biru
merah muda, tetapi tangandan kaki normal merah
(Appearance) atau pucat
dan kaki kebiruan muda, tidak ada sianosis
Denyut
jantung Tidak ada <100 kali permenit >100 kali permenit
(Pulse)
Respon Meringis atau bersin atau
Tidak ada reponMeringis atau menangis
refleks batuk saat stimulasi
terhadap stimulasi lemah ketika distimulasi
(Grimace) saluran nafas
Tonus otot Lemah atau tidak
Sedikit gerakan Bergerak aktif
(Activity) ada
Merah seluruh tubuh.
Pernafasan Menangis kuat,
Tidak ada Lemah atau tidak teratur
(Respiration) pernafasan baik dan
teratur
(Sumber : Prawirohardjo, 2002)
C. ETIOLOGI
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir, diantaranya adalah (Nurarif & Kusuma, 2013):
1. Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eklampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
D. MANIFESTASI KLINIS
Asfiksia neonatarum biasanya akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda-
tanda sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2013) :
1. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada keadaan umum
normal denyut janin berkisar antara 120-160 x/menit dan selama his frekuensi ini bisa
turun namun akan kembali normal setelah tidak ada his.
2. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan O 2 merangsang
usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
3. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun sampai <7,2 karena
asidosis menyebabkan turunnya pH.
4. Pernapasan terganggu
5. Detik jantung menurun
6. Refleks/ respons bayi melemah
7. Tonus otot menurun
8. Warna kulit biru atau pucat
9. Kejang
10. Penurunan kesadaran
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan diagnostik (Manuaba, 2008):
a) Foto polos dada: untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung dan
kelainan paru, ada tidaknya aspirasi mekonium.
b) USG (kepala): Untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular,
dan vertikular.
2. Pemeriksaan Laboratorium:
a) Analisa gas darah: PaO2 di dalam darah berkurang.
b) Elektrolit darah: HCO3 di dalam darah bertambah
c) Gula darah: Untuk mengindikasikan adanya pengurangan cadangan glikogen
akibat stress intrauteri yang mengakibatkan bayi mengalami hipoglikemi.
d) Baby gram: Berat badan bayi lahir rendah < 2500 gram
F. PATOFISIOLOGI
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan
terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi terganggu,
maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada gangguan sistem organ
vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang mengakibatkan kematian (Manuaba,
2008).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Maka
timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauteri dan bila kita periksa kemudian
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan dapat terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang (Manuaba, 2008).
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkembang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi juga mulai menurun, dan
bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekuner. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darang dan kadar O 2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi
dengan pernafasan buatan tidak di mulai segera (Manuaba, 2008).
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
H. PENATALAKSANAAN
a. Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti
tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
 Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
 Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
 Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
 Lakukan rangsangan taktil
 Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
 Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah
dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan)
 Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan Umum
 Pengawasan suhu
 Pembersihan jalan nafas
 Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
b. Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil
prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada
bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti
ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium
2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB
Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan.
Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa
yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau
stenosis jalan nafas.
2) Asfiksia ringan-sedang (nilai Apgar 4-6)
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu
30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera
dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2
x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan
gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas
dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan
dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif
secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada
ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02,
ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan
nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika
setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau
perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas
natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.
c. Terapi Medikamentosa
 Epinefrin
Indikasi:
1. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
2. Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB).
Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
 Volume Ekspander
Indikasi:
1. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan
tidak ada respon dengan resueitasi.
2. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respons yang
Maternal
adekuat. Tali pusat
Plasenta
Uterus Janin
Jenis Cairan :
 Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis
awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
ASFIKSIA (sedang, berat)
 Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
 Bikarbonat
Indikasi:
Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi
1. Asidosis
& kadar metabolik, bayi-bayi baru lahiryangmekonium,
CO2 meningkat mendapatkan resusitasi.
air ketuban)
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia
Ketidakefektifan
Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah danGangguan
bersihan jalan
kimia. metabolism
& perubahan asam basa
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBBnapas (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak
diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Napas cepat Suplai O2 ke paru ↓ Asidosis respiratorik
EfekSuplai O2 dalam
sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
darah ↓
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.

Apneu Hipoksia organ Gangguan perfusi-


I. (jantung,
PATHWAY ASFIKSIA otak paru) ventilasi
Kerusakan
otak
DJJ & TD ↓ sianosis
Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia
Ketidakefektifan Kematian bayi
Janin tidak perfusi jaringan
bereaksi perifer
terhadap Gangguan pertukaran
Proses keluarga gas
rangsangan
terhenti

Risiko
ketidakseimban Risiko Cidera
Akral dingin
gan suhu tubuh
Risiko Sindrom
kematian bayi
mendadak
Ketidakefektif
an pola napas
KONSEP ASKEP
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
a) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
di kiri dari mediasternum pada ruang intercosta III/IV.
b) Murmur biasanya terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
c) Tali pusat putih dan bergelatin mengandung 2 arteri 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/cairan
a) Berat badan: 2500-4000 gram.
b) Panjang badan: 44-45 cm.
c) Turgor kulit elastis (bervarias sesuai gestasi).
4. Neurosensori
a) Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).
c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukan
abnormalitas genetik, hipoglikemia atau efek nerkotik yang memanjang).
5. Pernafasan
a) Skor APGAR: skor optimal antara 7-10.
b) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya silindrik thorak:
kertilago xifoid menonjol umum terjadi.
6. Keamanan
Suhu rentang dari 36,50C -37,5oC. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung
pada usia gestasi).
7. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukan memar minor (misal:
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herliquin, petekie pada
kepala/wajah (dapat menunjukan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis dan mata atau pada nukhal), atau bercak mongolia (terutama punggung
bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mingkin ada (penempatan
elektroda internal). (Mansjoer, 2007).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
4. Risiko cedera berhubungan dengan anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya suplai O 2
dalam darah.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
tidak efektif asuhan keperawatan Observasi
berhubungan dengan selama 3x24 jam, 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
produksi mukus diharapkan bersihan napas)
banyak jalan napas 2. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, ronchi,
meningkat dengan mengi)
kriteria hasil: 3. Monitor sputum
1. Produksi sputumTerapeutik
menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
2. Mengi menurun tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma
3. Wheezing menurun servikal)
4. Mekonium menurun2. Posisikan semi fowler atau fowler
5. Dispnea menurun 3. Berikan minum hangat
6. Sianosis menurun 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7. Frekwensi napas
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
membaik 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep
McGill
8. Berikan Oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan 1) Manajemen Jalan Napas


berhubungan dengan asuhan keperawatan Observasi
hipoventilasi/ selama 3x24 jam, 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
hiperventilasi diharapkan pola napas)
nafas klien membaik 2. Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, ronchi,
dengan kriteria hasil: mengi)
1. Dispnea 3. Monitor sputum
menurun Terapeutik
2. Penggunaan otot 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
bantu nafas head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga
menurun trauma servikal)
3. Pemanjangan 2. Posisikan semi fowler atau fowler
fase ekspirasi 3. Berikan minum hangat
menurun 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4. Pernafasan 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
cuping hidung detik
menurun 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
5. Frekuensi nafas penghisapan endotrakeal
membaik 7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
6. Kedalaman forcep McGill
nafas membaik 8. Berikan Oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2) Pemantauan Respirasi:
Observasi
1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
napas.
2. Monitor pola napas
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya sumbatan jalan napas
5. Auskultasi bunyi napas
6. Monitor saturasi O2.
7. Monitor hasil X-Ray Thorax
8. Pengaturan Posisi
9. Pemberian bantuan oksigen
10. Pemberian obat intravena
3. Hipertermi Setelah dilakukan 1) Manajemen hipotermi
berhubungan dengan asuhan keperawatan Observasi
proses penyakit selama 3x24 jam, 1. Identifikasi penyebab hipotermi (misal terpapar
ditandai dengan suhu diharapkan suhu lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan
tubuh diatas normal termoregulasi klien hipotalamus, penurunan laju metabolisme,
membaik dengan kekurangan lemak subkutan)
kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh
1. Kejang 3. Monitor tanda gejala akibat hipotermi (hipotermi
menurun ringan : takipnea, menggigil, hipertensi, diuresis,
2. Suhu tubuh hipotermi sedang : aritmia, hipotensi, apatis,
membaik refleks menurun, koagulopati, hipotermi berat :
3. Suhu kulit oliguri, refleks menghilang, edema paru, asam
membaik basa abnormal)
4. Takikardi Terapeutik
menurun 4. Sediakan lingkungan yang hangat
5. Ganti pakaian atau linen yang basah
6. Lakukan penghangatan pasif (mis selimut,
penutup kepala, pakaian tebal)
7. Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis
kompres hangat, botol hangat, selimut hangat,
perawatan metode kangguru)
8. Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infus
cairan hangat, oksigen hangat)
Edukasi
9. Anjurkan makan/minum hangat

4. Risiko cedera Setelah dilakukan Manajemen keselamatan lingkungan


berhubungan dengan asuhan keperawatan Observasi
anomali kongenital selama 1x24 jam, - Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis.
tidak terdeteksi atau diharapkan tidak Kondisi fisik, fungsi kognitif dan riwayat
tidak teratasi terjadi cedera dengan perilaku).
pemajanan pada agen- kriteria hasil: - Monitor perubahan status keselamatan
agen infeksius. 1. Nafsu makan lingkungan
meingkat Terapeutik
2. Toleransi - Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
makan (mis. Fisik, biologi dan kimia), jika
meningkat memungkinkan.
3. Kejadian - Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
cedera menurun bahay dan risiko.
4. Ketegangan - Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
otot menurun (mis. Commode chair dan pegangan tangan).
5. Gangguan - Gunakan perangkat pelindung
kognitif - Hubungi pihak berwenang sesuai masalah
menurun. komunitas
- Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
- Lakukan program skrining bahaya lingkungan
Edukasi
- Ajarkan individu, keluarga dan kelompok
risiko tinggi bahaya lingkungan.
5. Risiko termoregulasi Setelah dilakukan Edukasi pengukuran suhu tubuh
asuhan keperawatan Observasi
tidak efektif
selama 1x24 jam, - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
berhubungan dengan diharapkan menerima informasi
termoregulasi klien Terapeutik
kurangnya suplai O2
membaik dengan - Sediakan materi dan media pendidikan
dalam darah. kriteria hasil: kesehatan
1. Suhu tubuh - Jadwalkan pendidikan kesehtan sesuai
membaik kesepakatan
2. Suhu kulit - Berikan kesempatan untuk bertanya
membaik - Dokumentasikan hasil pengukuran suhu
3. Takikardi Edukasi
menurun - Jelaskan prosedur pengukuran suhu tubuh
- Anjurkan terus memegang bahu dan menahan
dada saat pengukuran aksila
- Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral
atau aksila
- Ajarkan cara meletakkan ujung termometer di
bawah lidah atau di bagian tengah aksila
- Ajarkan cara membaca hasil termometer raksa
dan atau elektronik
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC


Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC
Mansjoer,A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Nurarif, Amir Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1&2.Yogyakarta : Mediaction
Publishing
Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2010. Pengantar Ilmu Kebidanan. Ed 3. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2011. Pengantar Ilmu Kandungan. Ed 4. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal. Jakarta:
JPNKR-POGI
Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif, Obstetri Sosial
Ed 3 Jilid 1 & 2. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai