Anda di halaman 1dari 5

LP TEORI ASKEP TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN (TTN)

A. Tinjauan Teori
Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan
pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang biasanya
berlangung short-lived (< 24 jam) dan bersifat self-limited serta terjadi sesaat
setelah ataupun beberapa jam setelah kelahiran, baik pada bayi yang prematur
maupun pada bayi yang matur (lahir aterm). (Brooker, 2008).
Transient tachypnea of the newborn (TTN) adalah keadaan bayi baru
lahir (newborn) mengalami pernapasan yang cepat dan butuh usaha tambahan
dari normal karena kondisi di paru-paru. Sekitar 1% dari bayi baru lahir
mengalami hal ini dan umumnya menghilang setelah beberapa hari dengan
tatalaksana yang optimal. (Stefano, 2005).
Transient tachypnea of the newborn (TTN) yaitu pernapasan cepat
(frekuensi nafas > 60 x/menit ) sementara yang terjadi pada bayi waktu lahir
umunya cukup bulan dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri dengan
perawatan yang baik. (Stuart and Sunden, 2001).
B. Etiologi
Transient tachypnea of the newborn (TTN) disebut juga wet lungs
atau respiratory distress syndrome tipe II yang dapat didiagnosis beberapa
jam setelah lahir. TTN tidak dapat didiagnosis sebelum lahir. TTN dapat
terjadi pada bayi prematur (paru-paru bayi prematur belum cukup matang)
ataupun bayi cukup bulan. Penyebab TTN lebih dikaitkan dengan beberapa
faktor risiko yang meningkatkan kejadian TTN pada bayi baru lahir. Faktor
risiko TTN pada bayi baru lahir di antaranya:
1. Lahir secara secar
2.Lahir dari ibu dengan diabetes
3.Lahir dari ibu dengan asma
4.Bayi kecil untuk usia kehamilan (small for gestational age)
Selama proses kelahiran melalui jalan lahir, terutama bayi cukup
bulan, tekanan sepanjang jalan lahir akan menekan cairan dari paru-paru
untuk keluar. Perubahan hormon selama persalinan juga berperan pada
penyerapan cairan di paru-paru. Bayi yang kecil atau prematur atau yang lahir
melalui jalan lahir dengan durasi singkat atau dengan secar tidak mengalami
penekanan yang normal terjadi dan perubahan hormonal seperti kelahiran
normal, sehingga mereka lebih berisiko mengalami penumpukan cairan di
paru-paru saat mereka menarik napas untuk pertama kali.

C. Patofisiologi
Sebelum lahir paru-paru bayi terisi dengan cairan. Saat di dalam
kandungan bayi tidak menggunakan paru-parunya untuk bernapas. Bayi
mendapat oksigen dari pembuluh darah plasenta. Saat mendekati kelahiran,
cairan di paru-paru bayi mulai berkurang sebagai respon dari perubahan
hormonal. Cairan juga terperas keluar saat bayi lahir melewati jalan lahir
(tekanan mekanis terhadap thoraks). Setelah lahir bayi mengambil napas
pertamanya dan paru-paru terisi udara dan cairan di paru-paru didorong
keluar. Cairan yang masih tersisa kemudian dibatukkan atau diserap tubuh
secara bertahap melalui sistem pembuluh darah atau sistem limfatik. Bayi
dengan TTN mengalami sisa cairan yang masih terdapat di paru-paru atau
pengeluaran cairan dari paru-paru terlalu lambat sehingga bayi mengalami
kesulitan untuk menghirup oksigen secara normal kemudian bayi bernapas
lebih cepat dan lebih dalam untuk mendapat cukup oksigen ke paru-paru.

D. Tanda dan Gejala


1. Bernapas cepat dan dalam (takipnea) lebih dari 60 x/menit
2. Napas cuping hidung (nasal flare)
3. Sela iga cekung saat bernapas (retraksi interkostal)
4. Mulut dan hidung kebiruan (sianosis)
5. Grunting atau merintik/mendengkur saat bayi mengeluarkan napas Selain
tanda dan gejala tersebut, bayi dengan TTN tampak seperti bayi lainnya
E. Penatalaksanaan
Bayi dengan TTN diawasi dengan cermat. Kadangkala dapat diawasi
di NICU (perawatan intensif bayi baru lahir). Pemantauan frekuensi jantung,
pernapasan dan kadar oksigen. Beberapa bayi diawasi dan dipastikan
frekuensi pernapasan menurun dan kadar oksigen tetap normal, lainnya
mungkin membutuhkan oksigen tambahan melalui masker, selang di bawah
hidung atau kotak oksigen (headbox). Jika bayi tetap berusaha keras untuk
bernapas meskipun oksigen sudah diberikan, maka continous positive airway
pressure (CPAP) dapat digunakan untuk memberikan aliran udara ke paru-
paru. Dengan CPCP bayi mengenakan selang oksigen di hidung dan mesin
secara berkesinambungan memberikan udara bertekanan ke hidung bayi
untuk membantu paru-paru tetap terbuka selama pernapasan. Pada kasus berat
maka bayi dapat membutuhkan bantuan ventilator, namun ini jarang terjadi.
Nutrisi dapat menjadi masalah tambahan jika bayi bernapas terlalu cepat
sehingga bayi tidak dapat mengisap,menelan dan bernapas secara bersamaan.
Pada kasus ini maka infus melalui pembuluh darah perlu diberikan agar bayi
tidak dehidrasi dan kadar gula darah bayi tetap terjaga. Dalam 24-48 jam
proses pernapasan bayi dengan TTN biasanya akan membaik dan kembali
normal dan dalam 72 jam semua gejala TTN sudah tidak ada. Jika keadaan
bayi belum membaik maka dokter harus mencari kemungkinan penyebab
lainnya yang mungkin menyertai. Setelah bayi pulih dari TTN umumnya bayi
akan pulih sepenuhnya, inilah syarat dimana bayi boleh dipulangkan.
Sebelum pulang berikan edukasi kepada ibu agar melakukan observasi di
rumah dengan memantau tanda-tanda gangguan pernapasan seperti kesulitan
bernapas, tampak biru, sela iga cekung saat bernapas, bila hal ini muncul
segera hubungi dokter dan unit gawat darurat terdekat.

F. Prognosis
Vitam dan fungsionam: Dubia ad bonam, tergantung penyebab,
banyaknya tanda dan gejala pasien, serta adekuatnya tatalaksana dari dokter.
G. Komplikasi
Apabila tatalaksananya buruk, komplikasi yang mungkin seperti :
1. Hipoksia karena penanganan terlalu lama, akibatnya terjadi kekurangan
nutrisi pada organ-organ vital (otak, jantung, paru, ginjal).
2. Asidosis metabolic (hipoglikemia, hipotermia).

H. Rencana dan Asuhan Keperawatan


1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan belum terbentuknya zat
surfaktan dalam tubuh.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan gangguan pola nafas dapat teratasi. Kriteria hasil :
a. RR 60 x/menit
b. Sesak (-)
c. Sianosis (-)
d. Retraksi dinding dada (-)
e. Reaksi diafragma (-)
 Intervensi dan Rasional
1. Observasi pola nafas
R : Mengetahui frekuensi nafas
2. Observasi TTV
R : Mengetahui keadaan umum bayi
3. Monitor SPO2
R : Mengetahui kadar O2 dalam darah
4. Atur posisi semi ekstensi
R : Memudahkan paru-paru mengembang saat ekspansi

2. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum terbentuknya


lapisan lemak pada kulit.
 Tujuan. :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh tetap normal. Kriteria hasil :
a. Suhu 37oC
b. Bayi tidak kedinginan
 Intervensi dan Rasional :
1. Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
R : Mencegah terjadinya hipotermi
2. Atur suhu incubator
R : Menjaga kestabilan suhu tubuh
3. Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
R : Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi

Anda mungkin juga menyukai