Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN POST OP VP SHUNT

PADA NY.S DI RUANG PRABU SILIWANGI 1


RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Di susun oleh :
APRIYANTI DEWI PUSPITA SARI
D0011009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
TAHUN 2017
LAPORAN PENDAHULUAN
POST OP VP SHUNT

A. PENGERTIAN
Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) adalah alat kesehatan yang dipasang untuk
melepaskan tekanan dalam otak. VP shunt direkomendasi bagi pasien yang menderita
hidrosefalus. Kondisi ini disebabkan oleh cairan serebrospinal (CSF) berlebih yang
membuat perluasan ruang dalam otak (ventrikel) menjadi sangat cepat, sehingga memicu
tekanan yang tak semestinya. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat berujung pada
kerusakan otak.
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang
dilakukanuntuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu
banyaknyacairan serbrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari ventrikel di
otak menujurongga peritoneum.
Cairan serebrospinal adalah komponen yang sangat penting dalam sistem saraf, karena
berfungsi menciptakan bantalan bagi jaringan otak dan menyalurkan zat gizi ke otak. Cairan
ini mengalir di antara tulang belakang dan tengkorak untuk memastikan bahwa volume
darah intrakranial dalam kadar yang tepat. CSF akan terus diproduksi karena mengalir
sepanjang ventrikel, menutrisi permukaan otak dan sumsum tulang belakang. Kemudian,
cairan ini keluar melalui bagian dasar otak dan diserap ke dalam aliran darah. Namun,
karena kelainan tertentu, aliran dan keseimbangan CSF akan terganggu, sehingga terjadi
penumpukan.
Ventriculoperitoneal shunt adalah pengobatan utama bagi kondisi hidrosefalus, yang
menyerang satu dari 500 anak. Kondisi ini merupakan kondisi bawaan (kongenital) atau
didapat, dan indikasi yang paling nyata adalah pertumbuhan lingkar kepala yang tidak wajar.
Biasanya, gejala pada anak disertai dengan mata juling (strabismus) dan kejang-kejang.
Sedangkan pada orang dewasa, gejala hidrosefalus adalah sakit kepala, mual dan muntah,
saraf optik membengkak, penglihatan kabur atau ganda, mudah marah, lesu, dan perubahan
kemampuan kognitif atau ingatan. Penyebab hidrosefalus belum diketahui secara pasti.
B. DESKRIPSI
1. Prosedur pembedahan ini dilakukan didalam kamar operasi dengan anastesi umum
selama sekitar 90 menit.
2. Rambut dibelakang telinga anak dicukur, lalu dibuat insisi tapal kuda
di belakan telinga dan insisi kecil lainnya di dinding abdomen..
3. Lubang kecil dibuat pada tulang kepala, lalu selang kateter dimasukkan kedalam
ventrikel otak.
4. Kateter lain dimasukkan ke bawah kulit melalui insisi di belakang telinga,menuju ke
rongga peritoneum.
5. Sebuah katup diletakkan dibawah kulit di belakang telinga yang menempel pada
kedua kateter. Bila terdapat tekanan intrakranial meningkat, maka CSS akan
mengalir melalui katup menuju rongga peritoneum.

C. KOMPLIKASI
Sejumlah komplikasi dapat terjadi setelah pemasangan ventriculoperitoneal shunt untuk
manajemen hidrosefalus.K o m p l i k a s i i n i termasuk infeksi, blok, subdural
hematom, ascites, CSSoma, obstruksi salurantraktus gastrointestinal, perforasi
organ berongga, malfungsi, atau migrasi dari shunt. Migrasi dapat terjadi pada
ventrikel lateralis, mediastinum, traktus gastrointestinal, dinding abdomen, vagina,
dan scrotum.

Infeksi
Infeksi akibat didefinisikan sebagai isolasi organisme dari cairan ventrikuler, selang shunt, reservoir dan atau
kultur darah dengan gejala dan tanda klinis menunjukkan adanya infeksi atau malfungsi shunt, seperti
demam, peritonitis, meningitis, tanda-tanda infeksi di sepanjang jalur selang shunt, atau gejala yang tidak
spesifik seperti nyeri kepala, muntah, perubahan status mental dan kejang.
Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada kelompok usiamuda. Sebagian
besar infeksi terjadi dalam 6 bulan setelah prosedur dilakukan. Infeksi yang
terjadi biasanya merupakan bakteri staphylococcus dan propionibacterial. Infeksi
dini terjadi lebih sering pada neonatus dan berhubungandengan bakteri yang lebih
virulen seperti Escherichia coli. Shunt yang terinfeksiharus dikeluarkan, CSS harus
disterilkan, dan dilakukan pemasangan shunt yang baru. Terapi shunt yang terinfeksi hanya
dengan antibiotik tidak direkomendasikan karena bakteri dapat di tekan untuk
jangka waktu yang lamadan bakteri kembali saat antibiotik diberhentikan.
Subdural hematom
Subdural hematom biasanya terjadi pada orang dewasa dan anak;anak dengan perrkembangan kepala yang
telah lengkap. Insiden ini dapat dikurang dengan memperlambat mobilisasi paska operasi. Subdural
hematom diterapi dengan drainase dan mungkin membutuhkan oklusi sementara dari shunt.
Operasi ventriculoperitoneal shunt merupakan prosedur aman dengan tingkat
keberhasilan tinggi. Namun, sama seperti prosedur bedah pada umumnya, ada komplikasi
dan resiko yang mungkin terjadi. Resiko bedah VP Hunt adalah infeksi dan pendarahan
berat. Sedangkan, komplikasi yang mungkin muncul adalah reaksi penolakan zat bius,
seperti perubahan tingkat tekanan darah dan kesulitan bernapas.
Komplikasi khusus akibat VP shunt termasuk jarang, namun bisa sangat serius.
Komplikasi ini termasuk:

 Infeksi implan shunt yang berujung pada infeksi otak


 Penggumpalan darah
 Pendarahan di dalam otak
 Pembengkakan otak
 Kerusakan jaringan otak karena VP shunt

Sebaiknya, selalu waspada terhadap gejala-gejala, seperti demam, nyeri perut, sakit kepala, serta
kenaikan denyut jantung dan tekanan darah abnormal, yang merupakan tanda malfungsi shunt.

D. TERAPI KOMPLIKASI
1. Antibiotik sesual hasil kultur
2. Eksternal ventrikular drainage
3. Mengangkat shunt

Mengangkat shuntTerapi pada infeksi shunt hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan karena
meskipun bakteri dapat ditekan untuk jangka waktu tertentu, namun bakteri akan kembali
berkembang setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Pada pasien ini dilakukan eksternisasi selang VP shunt yang berada di distal, selanjutnya dilakukan
pemasangan ekstraventricular drainage, serta pemberian antibiotik sesuai hasil tes sensitivitas
bakteri. Hal ini dilakukan agar tetap terjadi drainage dari cairan serebrospinal yang berlebihan agar
tidak terjadi peningkatan tekanan intrakanial. Pada anak yang terpasang ventriculoperitoneal shunt,
jika anggota keluarga mencurigai adanya malfungsi dari shunt atau tidak adanya penyebab lain dari
demam, malaise, perubahan perilaku anak, maka diperlukan evaluasi dan perhatian terhadap shunt
yang terpasang pada anak tersebut.

E. CARA KERJA
Pasien menjalani prosedur VP shunt dibawah pengaruh bius total. Prosedur ini
biasanya memakan waktu 1-2 jam. Secara umum, VP shunt berperan sebagai sistem
pengeringan, terdiri dari saluran panjang yang dilengkapi dengan sebuah katup. Langkah-
langkah operasi VP shunt
1. Pertama, rambut kulit kepala di area yang telah ditentukan akan dicukur, biasanya di
bagian atas, punggung atau belakang telinga. Kemudian, dokter bedah membuat sayatan
di daerah strategis otak, sebagai lubang untuk memasukkan kateter yang hendak
ditanam pada ventrikel. Dokter juga perlu membuat sayatan di daerah perut.
2. Setelah itu, dibuatlah lubang pada tengkorak untuk memasukkan tabung tipis (kateter)
ke ventrikel otak. Sebuah kateter lain akan ditempatkan di bawah permukaan kulit
belakang telinga, kemudian dimasukkan hingga ke leher dan dada, menuju wilayah
perut.
3. Lalu, katup pemompa cairan ditanam di bawah kulit belakang telinga dan dihubungkan
pada kedua kateter. Katup ini dirancang khusus untuk membuka secara otomatis saat
terdapat penumpukan tekanan akibat kelebihan CSF, sehingga kateter langsung
mengeluarkan CSF ke daerah dada. VP shunt ditanam secara permanen dan harus
dipantau secara rutin.

Saat ini, operasi VP shunt dapat memanfaatkan teknologi terbaru dengan menggunakan
endoskop atau metode berbantu komputer.

Proses pemulihan pasca operasi biasanya sekitar 3-4 hari, pasien sudah diperbolehkan
pulang dalam 1 minggu. Ketika masih dalam perawatan rumah sakit, pasien akan dipantau
secara berkala, untuk memastikan denyut jantung dan tekanan darah kembali normal. Pasien
pun akan diberi antibiotik pencegahan agar tidak terjadi infeksi.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hidrosephalus Post Operasi
Shunt
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara pengumpulan riwayat
kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta catan riviu
sebelumnya (Doengoes, 2000:7).
a. Identitas Identitas klien meliputi : jenis kelamin, pendidikan, agama, tanggal, masuk
tanggal pengkajian, alamat, nomor RM, diagnosa medis, identitis penaggung jawab
nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, hubungan dengan klien.
b. Keadaan Umum
Klien dengan post-op shunt biasanya lemah, kurang aktif, dan rewel. Kesadaran pada
umumnya masih belum composmentis akibat dari efek anastesi.
c. Keluhan utama
Keluhan pada anak dengan post-op shunt adalah anak sering tertidur dan jarang
melakukan aktivitas.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien dengan Hidrosephalus datang karena adanya pembesaran kepala,
kelainan pada mata, dan kejang.
e. Riwayat kesehatan lalu
Klien dengan Hidrosephalus biasanya dapat dilatar belakangi dengan adanya cedera
kepala selama proses persalinan, infeksi cerebral atau pernapasan.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit Hidrosephalus, karena terdapat Hidrosephalus akibat kelainan bawaan.
g. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan anak biasanya terganggu; penurunan berat badan terganggunya
perkembangan; fungsi motorik kasar dan halus, dan fungsi bicara sebelum dilakukan
pemasangan shunt.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum Anak dengan post-op shunt biasanya lemah, kurang aktif, dan
mudah tertidur, hal itu dikarenakan masih terdapatnya efek dari anastesi.
2) Antropometri Lingkar kepala biasanya masih membesar dengan diameter melebihi
normal, namun berjalan dengan waktu lingkar kepala akan semakin mengecil
mendekati batas normal.
3) Pemeriksaan sistematis
a) Kepala Pada anak dengan pemasangan shunt akan terlihat luka insisi bedah
pada bagian pariental, dan teraba adanya selang shunt dari kepala menjalar
keleher bagian belakang.
b) Mata Nistagmus horizontal, refleks cahaya berkurang, dan sunset phenomena
biasanya masih terdapat walaupun telah dilakukan pemasangan selang shunt.
c) Hidung
Pasien dengan post-op hidrosephalus biasanya tidak mengalami gangguan
dengan bentuk hidung, tetapi jika penyebab dari hidrosephalus dari infeksi
saluran pernapasan maka pernapasan cuping hidung mungkin terdapat.
d) Telinga
Biasanya terdapat gangguan pendengaran akibat dari peningkatan tekanan intra
kranial. Sebagian besar kien dengan post-op shunt tidak terdapat gangguan
pada fungsi pendengaran.
e) Mulut
Tidak terdapat kelainan pada mulut.
f) Leher
Terlihat dan teraba pada leher bagian samping selang shunt yang melintas dari
kepala bagian pariental menjalar terus melewati dada klien, biasanya klien
merasakan sakit saat menggerakan leher kearah bagian yang terpasang selang
shunt.
g) Pemeriksaan thorak dan fungsi pernapasan
Akan terlihat dan teraba selang shunt yang menjalar dari leher menuju
peritoneum pada salah satu bagian dada, pernapasan post-op shunt biasanya
melemah akibat efek dari anastesi.
h) Abdomen
Pada abdomen klien dengan post-op shunt perut terlihat cembung, dan terlihat
selang pada daerah epigastrium.
i) Genitalia Tidak terdapat kelainan pada genitalia dan anus.
j) Pemeriksaan syaraf kranial
Terdapat kelainan pada nervus 2, 3, 4, dan 6 akibat dari peningkatan tekanan
inta cranial sebelum pemasangan shunt, kadang terjadi gangguan pada nervus
k) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan CT-scan biasanya terlihat akumulasi cairan serebro spinal
pada ventrikel atau saluran cairan serebro spinal, terlihat pembesaran pada
tengkorak, sutura terlihat lebih melebar.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi
kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi
(Doengoes, 2000:7).
a. Resiko perubahan perfusi jaringan cerebral
b. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan efek anastesi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan drainase mekanik
d. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah
e. Resiko perubahan tumbuh kembang
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak
3. Intervensi

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Resiko cidera Setelah dilakukan1. Kendalikan lingkungan dengan :
kunjungan selama 3x Menyingkirkan bahaya yang tampak
diharapkan keluarga jelas, mengurangi potensial cedera akibat
mampu menciptakan jatuh ketika tidur misalnya menggunakan
lingkungan kondusif penyanggah tempat tidur, usahakan
dengan kriteria hasil: posisi tempat tidur rendah, gunakan
pencahayaan malam hari siapkan lampu
 Keselamatan fisik
panggil
dapat
2. Jelaskan pada keluarga pentingnya
dipertahankan
keselamatan pada anak dan cara
 Adanya pelindung
pencegahan untuk cidera.
dan alat bantu untuk
3. Anjurkan pada keluarga untuk mengawasi
klien
segala aktifitas klien yang
membahayakan keselamatan.
4. Beri alat bantu misal:tongkat
2. Resiko gangguan Setelah dilakukan
1. Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi
nutrisi : kurang dari kunjungan selama 3x protein.
kebutuhan tubuh diharapkan keluarga
2. Berikan klien makan dengan posisi semi
mampu melakukan fowler dan berikan waktu yang cukup
perawatan sederhana untuk menelan.
dirumah dengan kriteria
3. Ciptakan suasana lingkungan yang
hasil: nyaman dan terhindar dari bau – bauan
 Berat badan ideal yang tidak enak..
 Tidak muntah 4. Timbang berat badan bila mungkin.

 Tidak terjadi malnutrisi 5. Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)


6. Berikan makanan ringan diantara waktu
makan
7. Beri penjelasan pada keluarga tentang
makanan yang baik dikonsumsi anak
3. Deficit self care Setelah dilakukan1. Kaji ketidakmampuan klien dalam
kunjungan selama 3x perawatan diri
diharapkan keluarga dapat2. Kaji tingkat fungsi fisik
menciptakan lingkungan3. Kaji hambatan dalam berpartisipasi dalam
kondusif dengan kriteria perawatan diri, identifikasi untuk
hasil: modifikasi lingkungan
4. Jelaskan pada keluarga pentingnya
 Klien dapat
kebersihan diri
melakukan
5. Jelaskan dan ajarkan cara perawatan diri
perawatan diri
meliputi:mandi, toileting , berpakaian.
dengan mandiri
atau dibantu
 Klien bersih dan
tidak bau

4. Perubahan fungsi Setelah dilakukan 1. Jelaskan secara rinci tentang kondisi


keluarga b.d situasi kunjungan selama 3x penderita, prosedur, terapi dan
krisis ( anak dalam diharapkan Keluarga prognosanya.
catat fisik ) menerima keadaan 2. Ulangi penjelasan tersebut bila perlu
anaknya, mampu dengan contoh bila keluarga belum
menjelaskan keadaan mengerti
penderita dengan kriteria 3. Klarifikasi kesalahan asumsi dan
hasil: misskonsepsi
 Keluarga berpartisipasi 4. Berikan kesempatan keluarga untuk
dalam merawat anaknya bertanya.
dan secra verbal
 keluarga dapat mengerti
tentang penyakit anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

Mc Closky & Bulechek. (2002). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America:Mosby.

Meidian, JM. (2002). “Nursing Outcomes Classification (NOC).United States of


America:Mosby.

Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2012


http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.

Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses penyakit,Jakarta;EGC.

Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Saharso. 2008. Hydrocephalus. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2012


http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0
&pdf=&html=061214-sykj201.htm

Vanneste JA. Diagnosis and management of normal-pressure hydrocephalus. J. Neurol, 2000 ;


247 : 5-14.

Anda mungkin juga menyukai