IdentitasJurnal
1. Jenisjurnal : Internaisonal Journal of Caring Science
2. Ditelitioleh : EfstrationsAthanasakis, DespinaErmidou, BSc,
RN
3. Juduljurnal :“Post-Operative Complications
ofVentriculoperitoneal Shunt in Hydrocephalic Pediatric Patiens-
Nursing Care”
4. Tahunjurnal : 2011
B. Topik/Masalah/TemaJurnal
Dari latarbelakangjurnaldapat kami ketahuibahwatopik yang
dibahasdalamjurnaltersebutadalahperawatankomplikasipascaoperasipembu
luhventriculoperitonealpadapasienanak-anakyang mengalamihidrosefalus.
Hidrosefalus adalah kelainan kongenital paling umum pada sistem
saraf pusat pada bayi. Banyak kasus anak hidrosefalus yang dijelaskan
sejak zaman kuno. Hal ini ditandai dengan akumulasi cairan serebrospinal
yang berlebihan di ventrikel otak. Gejala simtomatologi selama masa
kanak-kanak atau anak usia dini ditandai dengan pembengkakan kepala,
tonjolan dahi dan atrofi otak. Semua gejala ini muncul karena peningkatan
volume cairan serebrospinal, peningkatan tekanan intrakranial dan dilatasi
dinding ventrikel.Dalam penelitian ini, menjelaskankomplikasi shunt
ventrikuloperitoneal pada pasien anak-anak dan
bagaimanacarapenanganannya.
C. Alasan/LatarBelakangMasalah/TopiktersebutDipilih
Hidrosefalus adalah kelainan kongenital paling umum pada sistem
saraf pusat pada bayi. Banyak kasus anak hidrosefalus yang dijelaskan
sejak zaman kuno. Hal ini ditandai dengan akumulasi cairan serebrospinal
yang berlebihan di ventrikel otak. Gejala simtomatologi selama masa
kanak-kanak atau anak usia dini ditandai dengan pembengkakan kepala,
tonjolan dahi dan atrofi otak. Semua gejala ini muncul karena peningkatan
1
volume cairan serebrospinal, peningkatan tekanan intrakranial dan dilatasi
dinding ventrikel.
D. TujuanPenulisanJurnal
Tujuan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan komplikasi
shunt ventrikuloperitoneal pada pasien anak-anak dan untuk menunjukkan
peran ibu menyusui dalam pencegahannya
E. MetodeJurnal
Metode Deskriptif:
Mengumpulkan informasi secara aktual dan rinci dengan mencari literatur
pada database Medline dan relevan dengan isu organisasi hidrosefalus
internasional untuk mengidentifikasi penelitian mengenai komplikasi
shunt ventrikuloperitoneal pada pasien anak-anak dan asuhan keperawatan
untuk setiap komplikasi.
F. HasilPenelitiandalamJurnal
Terdapat dua metode pengobatan untuk pasien hidrosefalus yaitu
Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt) dan Ventrikulostomi ketiga
endoskopi (ETV).
2
Meskipun demikian, metode Ventriculoperitoneal Shunt (VP
shunt) dapat mengakibatkan berbagai komplikasi seperti infeksi shunt
pasca operasi, kegagalan penempatan shunt, obstruksi shunt berupa
kerusakan, komplikasi abdomen (peritonitis), komplikasi katup,
sindroma celah ventrikel dan kejang. Oleh karena itu diperlukan
pengkajian keperawatan mencakup identifikasi komplikasi yang valid
dan perawatan dengan segera serta menerapkan asuhan keperawatan
secara akurat. Adapun komplikasi Ventriculoperitoneal Shunt (VP
shunt) yaitu:
1. Infeksi shunt pasca operasi
Agen bakteri yang sering, adalah Staphylococcus epidermidis
(terdeteksi pada permukaan kulit wajah, kelenjar keringat, dan
folikel rambut) dan Staphylococcus aureus. Perawatan dan
pencegahan untuk pasien dengan infeksi Ventriculoperitoneal
Shunt meliputi:
a. Cuci tangan secara teratur, baik sebelum dan sesudah
manipulasi kateter, dan juga jarak antara pasien, terutama pada
periode pasca operasi yang dilakukan dengan segera
b. Setiap melakukan intervensi keperawatan harus selalu memakai
sarung tangan
c. Pasien menerima perawatan antibiotik secara intravena (IV),
sesuai resep
d. Infeksi shunt harus ditangani segera oleh petugas kesehatan
untuk menghindari infeksi umum dan menyebar ke otak itu
sendiri
e. Perawatan trauma harian, termasuk penerapan teknik aseptik
saat berpakaian dan penerapan salep antibiotik
f. Tanda dan pengukuran tanda vital, terutama pengecekan suhu
pasien setiap tiga jam. Demam terus-menerus yang tidak
memiliki penyebab lain saat pasca operasi harus diselidiki
g. Kontrol shunt secara teratur, untuk menilai sekresi atau edema
(tanda awal infeksi shunt). Jika ada kebocoran cairan yang
3
berasal dari sayatan, tindakan harus dilakukan untuk
menghindari pengembangan infeksi lebih lanjut.
h. Seseorang harus mendapatkan spesimen dan kultur cairan
serebrospinal untuk mengendalikan perkembangan bakteri
i. Untuk pasien anak-anak, hal yang penting adalah melatih orang
tua mengenai pentingnya mencuci tangan secara teratur dan
tindakan pencegahan (mis., penggunaan sarung tangan, gaun),
dan penghindaran kontak langsung dengan anak.
2. Kegagalan penempatan shunt
Kegagalan penempatan shunt sering terjadi pada bayi dan anak-
anak muda. Beberapa gejala terkait kegagalan penempatan shunt
meliputi peningkatan kontur kepala (megalocephaly), kantuk atau
kelesuan, mudah tersinggung, muntah, sakit kepala, pembengkakan
kepala, kehilangan keseimbangan dan deviasi ke bawah mata, vena
kulit kepala yang menonjol, kehilangan kemampuan sebelumnya,
kejang, sakit kepala dan kehilangan keseimbangan. Asuhan
keperawatan untuk pasien dengan kegagalan penempatan shunt
meliputi:
Memperhatikan gejala-gejala terkait kegagalan penempatan shunt
3. Obstruksi shunt (kerusakan)
Obstruksi shunt bisa terjadi pada bagian manapun dari kateter.
Hal tersebut terjadi karena oklusi (dari sel darah merah atau
bakteri), penempatan peralatan yang salah, atau infeksi. Indikasi
obstruksi malfungsi shunt, biasanya dinilai melalui pemeriksaan
fisik dan pengambilan riwayat, penyimpangan jahitan kranial,
nistagmus, sakit kepala dan sakit leher, mual dan muntah, kejang.
Perawatan untuk pasien dengan gangguan obstruksi-shunt meliputi:
a. Uji menyeluruh untuk mendeteksi kemungkinan adanya
obstruksi eksternal atau kegagalan katup.
b. Tanda dan pengukuran tanda vital.
c. Penilaian neurologis. Kemungkinan terjadinya nistagmus
akibat pirau yang tidak berfungsi.
4
d. Merencanakan operasi bedah lain untuk memasang pirau baru.
e. Mengedukasi orang tua untuk memperhatikan tanda dan gejala
apapun, yang merupakan indikasi adanya shunt yang tidak
berfungsi.
4. Komplikasi abdomen (Peritonitis)
Meskipun ventriculoperitoneal shunt memiliki tingkat kematian
terendah, komplikasi utama yang diamati adalah peritonitis.
Karena salah satu ujung kateter yang dilepaskan di rongga
peritoneum komplikasi abdomen tertentu mungkin terjadi. Rentang
komplikasi abdomen melibatkan perforasi gastrointestinal, ileus,
pseudokista peritoneal, kehilangan kateter ke dalam rongga
peritoneum, atau abses. Perawatan untuk pasien dengan komplikasi
abdomen akibat penempatan shunt (peritonitis) meliputi:
a. Kontrol pembukaan kateter untuk pemeriksaan pendarahan dan
trauma
b. Mengambil tanda vital.
c. Pemeriksaan tindak lanjut patensi dan penempatan kateter
secara menyeluruh.
d. Penilaian neurologis pasien.
e. Penggunaan teknik aseptik dalam setiap perubahan dressing
untuk menghindari superinfeksi.
f. Pemberian antibiotik, sesuai resep.
g. Rekomendasi pemeriksaan tindak lanjut setiap bulan dan
selanjutnya, setiap tiga bulan sekali
5. Komplikasi Valve
Untuk mencapai keseimbangan antara jumlah cairan
serebrospinal di dalam ventrikel dan jumlah cairan serebrospinal
yang terkuras, katup shunt harus bekerja dengan baik. Jika cairan
serebrospinal dikeringkan lebih cepat daripada yang dihasilkan,
misal, katup mendorong cairan cerebrospinal lebih maju dari yang
dihasilkan, hasilnya adalah overdrainage. Jika cairan serebrospinal
tidak terkuras dalam jumlah yang diinginkan, maka kateter harus
5
diganti dan katup tekanan stabil yang baru harus ditempatkan, atau
disetel ulang. Sementara itu, tekanan intrakranial harus dipantau
sebelum mengatur ulang katup. Akibat overdrainage, mungkin ada
pengurangan ukuran ventrikel sedemikian rupa sehingga meninges
ditarik menjauh dari tengkorak atau ada ventrikel celah yang
terbentuk. Jika darah terjebak antara meninges dan tengkorak,
maka perdarahan subarachnoid dapat berkembang.
6. Sindrom Slit-Ventrikel
Sindrom ini terjadi saat ventrikel menjadi sangat kecil,
biasanya karena overdrainage cairan serebrospinal. Hal itu terjadi
pada masa kanak-kanak atau awal masa dewasa. Gejalanya
meliputi sakit kepala intermiten akut (biasanya berlangsung 10-90
menit yang berkurang saat pasien berbaring).
7. Kejang
Kejang adalah tanda terlambat meningkatnya tekanan
intrakranial. Hal ini tidak biasa pada orang hidrosefalus. Perawatan
selama munculnya kejang meliputi:
a. Pasien harus berbaring miring dan semua benda di dekatnya
harus dilepas.
b. Perangkat hisap harus mudah dijangkau.
c. Tingkat pernafasan harus sering dinilai, untuk perkembangan
apnea.
d. Tidak ada yang harus dimasukkan ke dalam mulut pasien
selama kejang; sementara itu, jenis dan durasinya harus dicatat.
B. Ventrikulostomi ketiga endoskopi (ETV)
Hal ini diterapkan pada pasien dengan hidrosefalus obstruktif,
seperti stenosis atau tumor di saluran air serebral dan lebih aman pada
bayi dengan berat lahir normal. Ventriculostomy ketiga endoskopi
adalah pilihan untuk berbagai bentuk hidrosefalus noncommunicating
atau hidrosefalus obstruktif. Endoskopi adalah pengobatan yang
berguna untuk gambaran secara ventrikel meskipun menggunakan
kateter khusus yang memungkinkan drainase cairan serebrospinal
6
tanpa shunt. Komplikasi ventrikulostomi ketiga endoskopi meliputi
perdarahan, kebocoran cairan serebrospinal, hematoma subdural,
bradikardia dan luka pada struktur ventrikel yang berdekatan. Yang
parah dari semua komplikasi ventrikulostomi ketiga endoskopi dan
yang mengancam kehidupan adalah kematian mendadak akibat
peningkatan tekanan intrakranial yang cepat.
G. KelebihandanKekuranganJurnal
1. KelebihanJurnal
a. Jurnal ini sudah bagus, karena terdapat abstrak, metodelogi, hasil
penelitian, diskusi dan kesimpulan dari penelitian tersebut.
b. Telah dipaparkan dengan jelas mengenai latar belakang dari
permasalahan mengapa dilakukan penelitian ini sehingga pembaca
dapat mengetahui alasan dilakukannya penelitian dengan jelas.
c. Format penulisan jurnal ini sudah tertata dengan baik sehingga
pembaca mudah membaca isi jurnal tersebut.
d. Pada bagian abstrak telah dipaparkan dengan jelas mengenai point-
point penting isi jurnal sehingga pembaca lebih mudah memahami
jurnal penelitian tersebut.
7
e. Literatur review yang terdapat dalam jurnal juga sudah dipaparkan
dengan jelas sehingga dapat memudahkan pembaca untuk mencari
data lebih lanjut mengenai jurnal tersebut
2. Kekuranganjurnal.
8
Untuk memastikan bahwa pasien positif terjangkit hidrosefalus, maka
perlu dilakukan serangkaian tes, seperti USG, Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau Computed Tomography (CT) scan. Jika telah terbukti mengidap
hidrosefalus, maka pasien secepat mungkin dirujuk pada prosedur VP shunt.
Pertama, rambut kulit kepala di area yang telah ditentukan akan dicukur,
biasanya di bagian atas, punggung atau belakang telinga. Kemudian, dokter bedah
membuat sayatan di daerah strategis otak, sebagai lubang untuk memasukkan
kateter yang hendak ditanam pada ventrikel. Dokter juga perlu membuat sayatan
di daerah perut.
Lalu, katup pemompa cairan ditanam di bawah kulit belakang telinga dan
dihubungkan pada kedua kateter. Katup ini dirancang khusus untuk membuka
secara otomatis saat terdapat penumpukan tekanan akibat kelebihan CSF,
sehingga kateter langsung mengeluarkan CSF ke daerah dada. VP shunt ditanam
secara permanen dan harus dipantau secara rutin.Saat ini, operasi VP shunt dapat
memanfaatkan teknologi terbaru dengan menggunakan endoskop atau metode
berbantu komputer.
Proses pemulihan pasca operasi biasanya sekitar 3-4 hari, pasien sudah
diperbolehkan pulang dalam 1 minggu. Ketika masih dalam perawatan rumah
sakit, pasien akan dipantau secara berkala, untuk memastikan denyut jantung dan
tekanan darah kembali normal. Pasien pun akan diberi antibiotik pencegahan agar
tidak terjadi infeksi.
9
infeksi dan pendarahan berat. Sedangkan, komplikasi yang mungkin muncul
adalah reaksi penolakan zat bius, seperti perubahan tingkat tekanan darah dan
kesulitan bernapas.
Komplikasi khusus akibat VP shunt termasuk jarang, namun bisa sangat serius.
Komplikasi ini termasuk:
Kini, metode shunting tidak perlu menggunakan produ impor lagi, Ahli
bedah saraf Rumah Sakit Umum Pusat DR Sardjito Yogyakarta – Prof. Dr.Paulus
Sudiharto,Sp.BS., telah membuat inovasi sistem pirau katup celah semilunar (VP
Shunt) yang tidak hanya terjangkau, tapi juga mengurangi tingkat risiko pada
perawatan pasien hidrosefalus.
10
“VP Shunt ini menurut ini adalah produk alkes yang potensinya sangat
besar, dan diperkenalkan di saat yang tepat. Karena kita tahu saat ini pemerintah
sangat mendukung pemakaian produk dalam negeri,” ujar Syamsul Huda,
Direktur Pemasaran PT Phapros, Tbk yang turut menyampaikan presentasi
mengenai bisnis alat kesehatan yang sedang dirintis Phapros.
I. Kesimpulan
Terdapat dua metode pengobatan untuk pasien hidrosefalus yaitu
Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt) dan Ventrikulostomi ketiga
endoskopi (ETV). Metode yang banyak digunakan adalah
ventriculoperitoneal shunt. Meskipun demikian, infeksi shunt adalah
11
komplikasi pascaoperasi yang paling umum. Pengkajian keperawatan yang
tepat mengarah pada identifikasi komplikasi yang tepat dan perawatan
dengan segera. Sementara itu, orang tua harus selalu diedukasi bahwa
pemantauan kondisi anak oleh ahli saraf (seumur hidup) dapat membantu
dalam pengkajian penuh status neurologis anak. Orang tua juga harus
selalu waspada terhadap perkembangan anak karena harus ada perubahan
panjang kateter setelah beberapa tahun pemasangan.
J. Saran
Meskipun sudah ada tindakan untuk meminimalisir adanya
kompilkasi setelah tindakan keperawatan, namun diharap dalam
penelitian-penelitian selanjutnya bisa memberikan tindakan pengobatan
yang lebih efektif tanpa adaya komplikasi setelahnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
https://www.aryanto.id/artikel/id/503/pengobatan-hidrosefalus-dan-efek-sampingnya
Pinto FC, Saad F, Oliveira MF, Pereira RM, Miranda FL, Tornai JB, et al. Role of
endoscopic third ventriculostomy and ventriculoperitoneal shunt in idiopathic
normal pressure hidrosefalus: preliminary results of a randomized clinical trial.
Spiegelman L, Asija R, Da Silva SL, Krieger MD, McComb JG. What is the risk
of infecting a cerebrospinal fluid-diverting shunt with percutaneous tapping?. J
Neurosurg Pediatr
13