Anda di halaman 1dari 13

A.

IdentitasJurnal
1. Jenisjurnal : Internaisonal Journal of Caring Science
2. Ditelitioleh : EfstrationsAthanasakis, DespinaErmidou, BSc,
RN
3. Juduljurnal :“Post-Operative Complications
ofVentriculoperitoneal Shunt in Hydrocephalic Pediatric Patiens-
Nursing Care”
4. Tahunjurnal : 2011

B. Topik/Masalah/TemaJurnal
Dari latarbelakangjurnaldapat kami ketahuibahwatopik yang
dibahasdalamjurnaltersebutadalahperawatankomplikasipascaoperasipembu
luhventriculoperitonealpadapasienanak-anakyang mengalamihidrosefalus.
Hidrosefalus adalah kelainan kongenital paling umum pada sistem
saraf pusat pada bayi. Banyak kasus anak hidrosefalus yang dijelaskan
sejak zaman kuno. Hal ini ditandai dengan akumulasi cairan serebrospinal
yang berlebihan di ventrikel otak. Gejala simtomatologi selama masa
kanak-kanak atau anak usia dini ditandai dengan pembengkakan kepala,
tonjolan dahi dan atrofi otak. Semua gejala ini muncul karena peningkatan
volume cairan serebrospinal, peningkatan tekanan intrakranial dan dilatasi
dinding ventrikel.Dalam penelitian ini, menjelaskankomplikasi shunt
ventrikuloperitoneal pada pasien anak-anak dan
bagaimanacarapenanganannya.

C. Alasan/LatarBelakangMasalah/TopiktersebutDipilih
Hidrosefalus adalah kelainan kongenital paling umum pada sistem
saraf pusat pada bayi. Banyak kasus anak hidrosefalus yang dijelaskan
sejak zaman kuno. Hal ini ditandai dengan akumulasi cairan serebrospinal
yang berlebihan di ventrikel otak. Gejala simtomatologi selama masa
kanak-kanak atau anak usia dini ditandai dengan pembengkakan kepala,
tonjolan dahi dan atrofi otak. Semua gejala ini muncul karena peningkatan

1
volume cairan serebrospinal, peningkatan tekanan intrakranial dan dilatasi
dinding ventrikel.

D. TujuanPenulisanJurnal
Tujuan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan komplikasi
shunt ventrikuloperitoneal pada pasien anak-anak dan untuk menunjukkan
peran ibu menyusui dalam pencegahannya

E. MetodeJurnal
Metode Deskriptif:
Mengumpulkan informasi secara aktual dan rinci dengan mencari literatur
pada database Medline dan relevan dengan isu organisasi hidrosefalus
internasional untuk mengidentifikasi penelitian mengenai komplikasi
shunt ventrikuloperitoneal pada pasien anak-anak dan asuhan keperawatan
untuk setiap komplikasi.

F. HasilPenelitiandalamJurnal
Terdapat dua metode pengobatan untuk pasien hidrosefalus yaitu
Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt) dan Ventrikulostomi ketiga
endoskopi (ETV).

A. Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt)


Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt) adalah prosedur operasi
yang efisien karena memiliki tingkat kematian yang rendah dan mudah
diakses. Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt) diterapkan dengan cara
memasukkan kateter ke dalam ventrikel serebral, di mana ujung
kateternya dilepaskan ke peritoneum, sehingga menghabiskan cairan
cerebrospinal ke dalamnya. Shunt terdiri dari tiga komponen dasar.
Pertama, dari kateter proksimal (yang dimasukkan ke dalam ventrikel
otak), katup (yang mengatur aliran cairan serebrospinal), dan kateter
distal (yang membawa kelebihan cairan cerebrospinal dari kepala ke
tempat shunt seperti peritoneal, rongga dada, dan perikardium).

2
Meskipun demikian, metode Ventriculoperitoneal Shunt (VP
shunt) dapat mengakibatkan berbagai komplikasi seperti infeksi shunt
pasca operasi, kegagalan penempatan shunt, obstruksi shunt berupa
kerusakan, komplikasi abdomen (peritonitis), komplikasi katup,
sindroma celah ventrikel dan kejang. Oleh karena itu diperlukan
pengkajian keperawatan mencakup identifikasi komplikasi yang valid
dan perawatan dengan segera serta menerapkan asuhan keperawatan
secara akurat. Adapun komplikasi Ventriculoperitoneal Shunt (VP
shunt) yaitu:
1. Infeksi shunt pasca operasi
Agen bakteri yang sering, adalah Staphylococcus epidermidis
(terdeteksi pada permukaan kulit wajah, kelenjar keringat, dan
folikel rambut) dan Staphylococcus aureus. Perawatan dan
pencegahan untuk pasien dengan infeksi Ventriculoperitoneal
Shunt meliputi:
a. Cuci tangan secara teratur, baik sebelum dan sesudah
manipulasi kateter, dan juga jarak antara pasien, terutama pada
periode pasca operasi yang dilakukan dengan segera
b. Setiap melakukan intervensi keperawatan harus selalu memakai
sarung tangan
c. Pasien menerima perawatan antibiotik secara intravena (IV),
sesuai resep
d. Infeksi shunt harus ditangani segera oleh petugas kesehatan
untuk menghindari infeksi umum dan menyebar ke otak itu
sendiri
e. Perawatan trauma harian, termasuk penerapan teknik aseptik
saat berpakaian dan penerapan salep antibiotik
f. Tanda dan pengukuran tanda vital, terutama pengecekan suhu
pasien setiap tiga jam. Demam terus-menerus yang tidak
memiliki penyebab lain saat pasca operasi harus diselidiki
g. Kontrol shunt secara teratur, untuk menilai sekresi atau edema
(tanda awal infeksi shunt). Jika ada kebocoran cairan yang

3
berasal dari sayatan, tindakan harus dilakukan untuk
menghindari pengembangan infeksi lebih lanjut.
h. Seseorang harus mendapatkan spesimen dan kultur cairan
serebrospinal untuk mengendalikan perkembangan bakteri
i. Untuk pasien anak-anak, hal yang penting adalah melatih orang
tua mengenai pentingnya mencuci tangan secara teratur dan
tindakan pencegahan (mis., penggunaan sarung tangan, gaun),
dan penghindaran kontak langsung dengan anak.
2. Kegagalan penempatan shunt
Kegagalan penempatan shunt sering terjadi pada bayi dan anak-
anak muda. Beberapa gejala terkait kegagalan penempatan shunt
meliputi peningkatan kontur kepala (megalocephaly), kantuk atau
kelesuan, mudah tersinggung, muntah, sakit kepala, pembengkakan
kepala, kehilangan keseimbangan dan deviasi ke bawah mata, vena
kulit kepala yang menonjol, kehilangan kemampuan sebelumnya,
kejang, sakit kepala dan kehilangan keseimbangan. Asuhan
keperawatan untuk pasien dengan kegagalan penempatan shunt
meliputi:
Memperhatikan gejala-gejala terkait kegagalan penempatan shunt
3. Obstruksi shunt (kerusakan)
Obstruksi shunt bisa terjadi pada bagian manapun dari kateter.
Hal tersebut terjadi karena oklusi (dari sel darah merah atau
bakteri), penempatan peralatan yang salah, atau infeksi. Indikasi
obstruksi malfungsi shunt, biasanya dinilai melalui pemeriksaan
fisik dan pengambilan riwayat, penyimpangan jahitan kranial,
nistagmus, sakit kepala dan sakit leher, mual dan muntah, kejang.
Perawatan untuk pasien dengan gangguan obstruksi-shunt meliputi:
a. Uji menyeluruh untuk mendeteksi kemungkinan adanya
obstruksi eksternal atau kegagalan katup.
b. Tanda dan pengukuran tanda vital.
c. Penilaian neurologis. Kemungkinan terjadinya nistagmus
akibat pirau yang tidak berfungsi.

4
d. Merencanakan operasi bedah lain untuk memasang pirau baru.
e. Mengedukasi orang tua untuk memperhatikan tanda dan gejala
apapun, yang merupakan indikasi adanya shunt yang tidak
berfungsi.
4. Komplikasi abdomen (Peritonitis)
Meskipun ventriculoperitoneal shunt memiliki tingkat kematian
terendah, komplikasi utama yang diamati adalah peritonitis.
Karena salah satu ujung kateter yang dilepaskan di rongga
peritoneum komplikasi abdomen tertentu mungkin terjadi. Rentang
komplikasi abdomen melibatkan perforasi gastrointestinal, ileus,
pseudokista peritoneal, kehilangan kateter ke dalam rongga
peritoneum, atau abses. Perawatan untuk pasien dengan komplikasi
abdomen akibat penempatan shunt (peritonitis) meliputi:
a. Kontrol pembukaan kateter untuk pemeriksaan pendarahan dan
trauma
b. Mengambil tanda vital.
c. Pemeriksaan tindak lanjut patensi dan penempatan kateter
secara menyeluruh.
d. Penilaian neurologis pasien.
e. Penggunaan teknik aseptik dalam setiap perubahan dressing
untuk menghindari superinfeksi.
f. Pemberian antibiotik, sesuai resep.
g. Rekomendasi pemeriksaan tindak lanjut setiap bulan dan
selanjutnya, setiap tiga bulan sekali
5. Komplikasi Valve
Untuk mencapai keseimbangan antara jumlah cairan
serebrospinal di dalam ventrikel dan jumlah cairan serebrospinal
yang terkuras, katup shunt harus bekerja dengan baik. Jika cairan
serebrospinal dikeringkan lebih cepat daripada yang dihasilkan,
misal, katup mendorong cairan cerebrospinal lebih maju dari yang
dihasilkan, hasilnya adalah overdrainage. Jika cairan serebrospinal
tidak terkuras dalam jumlah yang diinginkan, maka kateter harus

5
diganti dan katup tekanan stabil yang baru harus ditempatkan, atau
disetel ulang. Sementara itu, tekanan intrakranial harus dipantau
sebelum mengatur ulang katup. Akibat overdrainage, mungkin ada
pengurangan ukuran ventrikel sedemikian rupa sehingga meninges
ditarik menjauh dari tengkorak atau ada ventrikel celah yang
terbentuk. Jika darah terjebak antara meninges dan tengkorak,
maka perdarahan subarachnoid dapat berkembang.
6. Sindrom Slit-Ventrikel
Sindrom ini terjadi saat ventrikel menjadi sangat kecil,
biasanya karena overdrainage cairan serebrospinal. Hal itu terjadi
pada masa kanak-kanak atau awal masa dewasa. Gejalanya
meliputi sakit kepala intermiten akut (biasanya berlangsung 10-90
menit yang berkurang saat pasien berbaring).
7. Kejang
Kejang adalah tanda terlambat meningkatnya tekanan
intrakranial. Hal ini tidak biasa pada orang hidrosefalus. Perawatan
selama munculnya kejang meliputi:
a. Pasien harus berbaring miring dan semua benda di dekatnya
harus dilepas.
b. Perangkat hisap harus mudah dijangkau.
c. Tingkat pernafasan harus sering dinilai, untuk perkembangan
apnea.
d. Tidak ada yang harus dimasukkan ke dalam mulut pasien
selama kejang; sementara itu, jenis dan durasinya harus dicatat.
B. Ventrikulostomi ketiga endoskopi (ETV)
Hal ini diterapkan pada pasien dengan hidrosefalus obstruktif,
seperti stenosis atau tumor di saluran air serebral dan lebih aman pada
bayi dengan berat lahir normal. Ventriculostomy ketiga endoskopi
adalah pilihan untuk berbagai bentuk hidrosefalus noncommunicating
atau hidrosefalus obstruktif. Endoskopi adalah pengobatan yang
berguna untuk gambaran secara ventrikel meskipun menggunakan
kateter khusus yang memungkinkan drainase cairan serebrospinal

6
tanpa shunt. Komplikasi ventrikulostomi ketiga endoskopi meliputi
perdarahan, kebocoran cairan serebrospinal, hematoma subdural,
bradikardia dan luka pada struktur ventrikel yang berdekatan. Yang
parah dari semua komplikasi ventrikulostomi ketiga endoskopi dan
yang mengancam kehidupan adalah kematian mendadak akibat
peningkatan tekanan intrakranial yang cepat.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua metode pengobatan untuk


pasien hidrosefalus yaitu Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt) dan
Ventrikulostomi ketiga endoskopi (ETV). Metode yang banyak
digunakan adalah ventriculoperitoneal shunt. Meskipun demikian,
infeksi shunt adalah komplikasi pascaoperasi yang paling umum.
Pengkajian keperawatan yang tepat mengarah pada identifikasi
komplikasi yang tepat dan perawatan dengan segera. Sementara itu,
orang tua harus selalu diedukasi bahwa pemantauan kondisi anak oleh
ahli saraf (seumur hidup) dapat membantu dalam pengkajian penuh
status neurologis anak. Orang tua juga harus selalu waspada terhadap
perkembangan anak karena harus ada perubahan panjang kateter
setelah beberapa tahun pemasangan.

G. KelebihandanKekuranganJurnal
1. KelebihanJurnal
a. Jurnal ini sudah bagus, karena terdapat abstrak, metodelogi, hasil
penelitian, diskusi dan kesimpulan dari penelitian tersebut.
b. Telah dipaparkan dengan jelas mengenai latar belakang dari
permasalahan mengapa dilakukan penelitian ini sehingga pembaca
dapat mengetahui alasan dilakukannya penelitian dengan jelas.
c. Format penulisan jurnal ini sudah tertata dengan baik sehingga
pembaca mudah membaca isi jurnal tersebut.
d. Pada bagian abstrak telah dipaparkan dengan jelas mengenai point-
point penting isi jurnal sehingga pembaca lebih mudah memahami
jurnal penelitian tersebut.

7
e. Literatur review yang terdapat dalam jurnal juga sudah dipaparkan
dengan jelas sehingga dapat memudahkan pembaca untuk mencari
data lebih lanjut mengenai jurnal tersebut
2. Kekuranganjurnal.

Masih adanya kegagalan yang mengakibatkan adanya komplikasi


dalam metode pengobatan, tetapi sudah ada tindakan asuhan
keperawatan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi lebih lanjut.

H. Aplikasi Asuhan Keperawatan di Indonesia Berdasarkan Jurnal

Apa itu Ventriculoperitoneal Shunt?

Ventriculoperitoneal shunt (VP shunt) adalah alat kesehatan yang dipasang


untuk melepaskan tekanan dalam otak. VP shunt direkomendasi bagi pasien yang
menderita hidrosefalus. Kondisi ini disebabkan oleh cairan serebrospinal (CSF)
berlebih yang membuat perluasan ruang dalam otak (ventrikel) menjadi sangat
cepat, sehingga memicu tekanan yang tak semestinya. Jika tidak segera ditangani,
kondisi ini dapat berujung pada kerusakan otak.

Cairan serebrospinal adalah komponen yang sangat penting dalam sistem


saraf, karena berfungsi menciptakan bantalan bagi jaringan otak dan menyalurkan
zat gizi ke otak. Cairan ini mengalir di antara tulang belakang dan tengkorak
untuk memastikan bahwa volume darah intrakranial dalam kadar yang tepat. CSF
akan terus diproduksi karena mengalir sepanjang ventrikel, menutrisi permukaan
otak dan sumsum tulang belakang. Kemudian, cairan ini keluar melalui bagian
dasar otak dan diserap ke dalam aliran darah. Namun, karena kelainan tertentu,
aliran dan keseimbangan CSF akan terganggu, sehingga terjadi penumpukan.

Ventriculoperitoneal shunt adalah pengobatan utama bagi kondisi


hidrosefalus, yang menyerang satu dari 500 anak. Kondisi ini merupakan kondisi
bawaan (kongenital) atau didapat, dan indikasi yang paling nyata adalah
pertumbuhan lingkar kepala yang tidak wajar. Biasanya, gejala pada anak disertai
dengan mata juling (strabismus) dan kejang-kejang. Sedangkan pada orang
dewasa, gejala hidrosefalus adalah sakit kepala, mual dan muntah, saraf optik
membengkak, penglihatan kabur atau ganda, mudah marah, lesu, dan perubahan
kemampuan kognitif atau ingatan. Penyebab hidrosefalus belum diketahui secara
pasti.

Siapa yang Perlu Menjalani Ventriculoperitoneal Shunt dan Hasil yang


Diharapkan

Operasi VP shunt dilakukan pada pasien yang menderita hidrosefalus.


Umumnya, prosedur bedah dilakukan segera setelah pasien terdiagnosis
hidrosefalus untuk mencegah komplikasi serius.

8
Untuk memastikan bahwa pasien positif terjangkit hidrosefalus, maka
perlu dilakukan serangkaian tes, seperti USG, Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau Computed Tomography (CT) scan. Jika telah terbukti mengidap
hidrosefalus, maka pasien secepat mungkin dirujuk pada prosedur VP shunt.

Dengan prosedur operasi, kandungan CSF berlebih akan dikeluarkan agar


volume otak kembali normal. Penting untuk diketahui, prosedur ini tidak mampu
memperbaiki kerusakan otak yang telah terjadi. Tujuan utama VP shunt adalah
mencegah kerusakan yang lebih parah, yang kemungkinan terjadi bila penanganan
medis tidak segera dilakukan.

Cara Kerja Ventriculoperitoneal Shunt

Pasien menjalani prosedur VP shunt dibawah pengaruh bius total.


Prosedur ini biasanya memakan waktu 1-2 jam. Secara umum, VP shunt berperan
sebagai sistem pengeringan, terdiri dari saluran panjang yang dilengkapi dengan
sebuah katup. Langkah-langkah operasi VP shunt adalah:

Pertama, rambut kulit kepala di area yang telah ditentukan akan dicukur,
biasanya di bagian atas, punggung atau belakang telinga. Kemudian, dokter bedah
membuat sayatan di daerah strategis otak, sebagai lubang untuk memasukkan
kateter yang hendak ditanam pada ventrikel. Dokter juga perlu membuat sayatan
di daerah perut.

Setelah itu, dibuatlah lubang pada tengkorak untuk memasukkan tabung


tipis (kateter) ke ventrikel otak. Sebuah kateter lain akan ditempatkan di bawah
permukaan kulit belakang telinga, kemudian dimasukkan hingga ke leher dan
dada, menuju wilayah perut.

Lalu, katup pemompa cairan ditanam di bawah kulit belakang telinga dan
dihubungkan pada kedua kateter. Katup ini dirancang khusus untuk membuka
secara otomatis saat terdapat penumpukan tekanan akibat kelebihan CSF,
sehingga kateter langsung mengeluarkan CSF ke daerah dada. VP shunt ditanam
secara permanen dan harus dipantau secara rutin.Saat ini, operasi VP shunt dapat
memanfaatkan teknologi terbaru dengan menggunakan endoskop atau metode
berbantu komputer.

Proses pemulihan pasca operasi biasanya sekitar 3-4 hari, pasien sudah
diperbolehkan pulang dalam 1 minggu. Ketika masih dalam perawatan rumah
sakit, pasien akan dipantau secara berkala, untuk memastikan denyut jantung dan
tekanan darah kembali normal. Pasien pun akan diberi antibiotik pencegahan agar
tidak terjadi infeksi.

Kemungkinan Komplikasi dan Resiko Ventriculoperitoneal Shunt

Operasi ventriculoperitoneal shunt merupakan prosedur aman dengan


tingkat keberhasilan tinggi. Namun, sama seperti prosedur bedah pada umumnya,
ada komplikasi dan resiko yang mungkin terjadi. Resiko bedah VP Hunt adalah

9
infeksi dan pendarahan berat. Sedangkan, komplikasi yang mungkin muncul
adalah reaksi penolakan zat bius, seperti perubahan tingkat tekanan darah dan
kesulitan bernapas.

Komplikasi khusus akibat VP shunt termasuk jarang, namun bisa sangat serius.
Komplikasi ini termasuk:

 Infeksi implan shunt yang berujung pada infeksi otak


 Penggumpalan darah
 Pendarahan di dalam otak
 Pembengkakan otak
 Kerusakan jaringan otak karena VP shunt

Sebaiknya, selalu waspada terhadap gejala-gejala, seperti demam, nyeri perut,


sakit kepala, serta kenaikan denyut jantung dan tekanan darah abnormal, yang
merupakan tanda malfungsi shunt.

Untuk mengobati penyakit hidrosefalus, satu-satunya cara terbaik adalah operasi


kepala. Tindakan operasi tersebut bertujuan untuk mengurangi pengumpulan
cairan otak yang berlebihan di dalam tengkorak.

Operasi semacam itu dilakukan dengan memasang pompa dan selang


khusus untuk mengalirkan cairan tersebut dari bagian kepala ke dalam rongga
perut atau dikenal dengan istilah metode shunting.

Kini, metode shunting tidak perlu menggunakan produ impor lagi, Ahli
bedah saraf Rumah Sakit Umum Pusat DR Sardjito Yogyakarta – Prof. Dr.Paulus
Sudiharto,Sp.BS., telah membuat inovasi sistem pirau katup celah semilunar (VP
Shunt) yang tidak hanya terjangkau, tapi juga mengurangi tingkat risiko pada
perawatan pasien hidrosefalus.

VP Shunt yang sudah mengantongi hak paten dari Ditjen HAKI,


Kemenkumham tersebut terdiri atas pirau katup celah semilunar yang diantaranya
terdapat tonjolan antiselip. Katup semilunar ini terpasang pada sistem pompa dan
selang kateter yang berfungsi mengalirkan cairan otak penderita hidrosefalus yang
berlebihan.

Keunggulan sistem ini adalah katup semilunarnya yang berfungsi untuk


mencegah cairan masuk kembali ke dalam rongga kepala dan mengatur aliran
sehingga tidak banyak terpengaruh aktivitas pasien. Adapun tonjolan antiselip
dimaksudkan untuk mengantisipasi bahaya selang kateter terhisap ke dalam
rongga otak yang bisa menyebabkan kematian.

“Pemasangan sistem pompa dari otak hingga perut dapat mengalirkan


volume cairan otak pasien hidrosefalus hingga setengahnya. Sistem ini aman
dipasang pada bayi berusia 10 hari hingga orang dewasa dengan syarat kondisi
pasien stabil,” ujar Prof. Dr.Paulus Sudiharto,Sp.BS di sela-sela soft launching VP
Shunt yang diselenggarakan oleh PT Phapros, Tbk.

10
“VP Shunt ini menurut ini adalah produk alkes yang potensinya sangat
besar, dan diperkenalkan di saat yang tepat. Karena kita tahu saat ini pemerintah
sangat mendukung pemakaian produk dalam negeri,” ujar Syamsul Huda,
Direktur Pemasaran PT Phapros, Tbk yang turut menyampaikan presentasi
mengenai bisnis alat kesehatan yang sedang dirintis Phapros.

Penelitian dan pengembangan sistem pengalir cairan otak ini dimulai


Sudiharto sejak tahun 1980 dan terus dikembangkan hingga sekarang . Karena alat
ini harus dipasang seumur hidup, Sudiharto telah menyiapkan desain alat dari
mulai ukuran bayi hingga orang dewasa.

Lebih lanjut Sudiharto menjelaskan bahwa hidrosefalus lebih mudah


diatasi di fase awal, saat lingkar kepala belum terlalu besar sehingga metode
operasi bisa berjalan lancar. (Bj05)

ENDOSCOPIC THIRD VENTRICULOSTOMY (ETV)

Endoscopic Third Ventriculostomy atau lebih sering disingkat ETV adalah


prosedur operasi untuk penanganan hydrocephalus dengan cara membuat lubang
di lantai ventrikel ketiga menggunakan endoskop yang masuk dalam system
ventricular melalui burr hole. Prosedur ini menjadikan cairan serebrospinalyang
tadinya mengalami obstruksi dapat langsung mencapai
spatium subarachnoid, sehingga sirkulasi aliran cairan serebrospinal kembali
menjadi lancer (George, 2005)

Sedangkan efek samping dari endoscopic third ventriculostomy (ETV)


diantaranya adalah kerusakan pembuluh otak, pendarahan dalam otak, infeksi,
kegagalan otak untuk menyerap cairan, dan menutupnya kembali lubang
penyerapan cairan otak.
ETV dapat menjadi terapi alternative untuk hidrosefalus, selain terapi ventriculo-
peritoneal shunt (VP-shunt). Teknik ETV dapat dikatakan menjadi pilihan
pertama untuk hidrosefalus obstruktif atau hidrosefalus non-komunikans karena
tidak perlu menggunakan shunt sehingga dapat terhindar dari beberapa komplikasi
seperti infeksi. Selain itu juga lebih praktis dan hemat karena tidak diperlukan
operasi yang berulang kali seperti VP-shunt. Namun ETV hanya dapat dilakukan
pada hidrosefalus tipe obstruktif, kurang baik luaran klinisnya apabila dilakukan
pada kasus hidrosefalus komunikans (Locatelli, 2014).

I. Kesimpulan
Terdapat dua metode pengobatan untuk pasien hidrosefalus yaitu
Ventriculoperitoneal Shunt (VP shunt) dan Ventrikulostomi ketiga
endoskopi (ETV). Metode yang banyak digunakan adalah
ventriculoperitoneal shunt. Meskipun demikian, infeksi shunt adalah

11
komplikasi pascaoperasi yang paling umum. Pengkajian keperawatan yang
tepat mengarah pada identifikasi komplikasi yang tepat dan perawatan
dengan segera. Sementara itu, orang tua harus selalu diedukasi bahwa
pemantauan kondisi anak oleh ahli saraf (seumur hidup) dapat membantu
dalam pengkajian penuh status neurologis anak. Orang tua juga harus
selalu waspada terhadap perkembangan anak karena harus ada perubahan
panjang kateter setelah beberapa tahun pemasangan.
J. Saran
Meskipun sudah ada tindakan untuk meminimalisir adanya
kompilkasi setelah tindakan keperawatan, namun diharap dalam
penelitian-penelitian selanjutnya bisa memberikan tindakan pengobatan
yang lebih efektif tanpa adaya komplikasi setelahnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sivula M, Tallgren M, Pettilä V. Modified score for disseminated intravascular


coagulation in the critically ill. Intensive Care Med 2005;31:1209–14
http://bedahsarafsolo.com/archive/endoscopic-third-ventriculostomy-referat
http://beritajateng.net/inovasi-anak-bangsa-untuk-terapi-hidrosefalus-dengan-vp-shunt

https://www.aryanto.id/artikel/id/503/pengobatan-hidrosefalus-dan-efek-sampingnya

Pinto FC, Saad F, Oliveira MF, Pereira RM, Miranda FL, Tornai JB, et al. Role of
endoscopic third ventriculostomy and ventriculoperitoneal shunt in idiopathic
normal pressure hidrosefalus: preliminary results of a randomized clinical trial.

Spiegelman L, Asija R, Da Silva SL, Krieger MD, McComb JG. What is the risk
of infecting a cerebrospinal fluid-diverting shunt with percutaneous tapping?. J
Neurosurg Pediatr

13

Anda mungkin juga menyukai