TINJAUAN TEORITIS
2.1. Definisi Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan suatu keadaan dimana terdapat timbunan cairan
serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel yang disertai dengan kenaikan
tekanan intracranial (Sarwono,1992) dalam (Maryunani & Nurhayati, 2009). Hidrosefalus
merupakan keadaan yang disebabkan gangguan keseimbangan antara produksi dan
absorpsi cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel otak. Jika produksi CSS lebih besar
daripada absorpsi, CSS akan terakumulasi dalam sistem ventrikel, dan biasanya
peningkatan tekanan akan menghasilkan dilatasi asi ventrikel (Wong, Eaton, Wilson,
Winkelstein, & Schwartz, 2008).
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel. Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan
antara produksi dan absorsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder,
sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut
menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun
(Putra, 2012).
2.2. Klasifikasi Hidrosefalus
Ada beberapa istilah dalam klasifikasi hidrosefalus maupun sebutan diagnosis
kasus menurut (Satyanegara, 2010) yaitu:
1. Hidrosefalus interna: menunjukkan adanya dilatasi ventrikel.
2. Hidrosefalus eksternal: cenderung menunjukkan adanya
pelebaran
rongga
kelainan
otak
mendasar
yang
dapat
mengakibatkan gangguan absorsi CSS dalam ruang subaraknoid (masih ada hubungan
antar ventrikel; hidrosefalus komunikans), atau obstruksi aliran CSS dalam ventrikulus
(tidak ada hubungan antar ventrikel; hidrosefalus nonkomunikans). Setiap gangguan
keseimbangan antara produksi dan absorsi CSS menyebabkan peningkatan akumulasi
CSS dalam ventrikel yang kemudian mengalami dilatasi dan menekan substansi otak ke
tulang kranial, peristiwa ini akan menimbulkan pembesaran tengkorak selain dilatasi
ventrikel (Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008).
2.5. Pathway
2.6. Manifestasi Klinis
A. Masa bayi, tahap awal
1. Pertumbuhan kepala cepat dan abnormal
3.
4.
5.
6.
kepala:
a. Tegang
b. Tidak berdenyut
Dilatasi vena-vena kulit kepala
Sutura terpisah
Tanda Macewen (bunyi perkusi: seperti pot retak)
Penipisan tulang tengkorak
7.
berbaring tenang
Refleks infantil awal mungkin masih ada
Respons yang normalnya terjadi tidak muncul
Dapat memperlihatkan:
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Opistotonos (sering berlebihan)
c. Spastisitas ekstremitas bawah
d. Muntah
Kasus lanjut:
a. Kesulitan menghisap dan minum susu
b. Tangisan yang melengking, singkat dan bernada tinggi
c. Gangguan kardiopulmonal
D. Masa kanak-kanak
1. Sakit kepala pada saat bangun tidur, perbaikan terjadi setelah muntah atau dalam
posisi tegak
2. Papiledema
3. Strabismus
4. Tanda-tanda traktus ekstrapiramidal (mis, ataksia)
5. Iritabilitas (rewel)
6. Letargi
7. Apatis
8. Konfusi (bingung)
9. Inkoherensi
10. Muntah (Wong, Eaton, Wilson, Winkelstein, & Schwartz, 2008).
2.7. Komplikasi
Potensial komplikasi hidrosefalus yang dapat terjadi menurut yaitu:
1. Anomali yang berhubungan.
2. Retardasi mental.
3. Kecacatan neurologis.
memuaskan.
2. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi yakni
menghubungkan
ventrikel
dengan
ruang
subarachnoid.
Misalnya,
membatasi
evolusi
selalu lebih baik daripada suatu drainase yang artifisial. Penanganan yang dapat
dilakukan antara lain:
1) Terapi etiologik; Penanganan terhadap etiologi hidrosefalus merupakan strategi
terbaik; seperti antara lain pengomtrolan kasus yang mengalami intoksikasi
vitamin S, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran liqour, pembersihan
sisa darah dalam liqour atau perbaikan suatu malformasi. Pada beberapa kasus
diharuskan untuk melakukan terapi sementara terlebih dahulu sebelum diketahui
secara pasti lesi penyebab atau masih memerlukan tindakan operasi shunting
karena kasusu yang mempunyai etiologi multifactor atau mengalami gangguan
aliran liqour sekunder.
2) Penetrasi membrane; Penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan
membuat jalan alternatif melalui rongga subarachnoid bagi kasus-kasus stenosis
akuaduktus atau gangguan aliran pada fossa posterior (termasuk tumor fossa
posterio). Selain memulihkan fungsi sirkulasi liqour secara pseudofisiologi,
ventrikulostomi III dapat mebciptakan tekanan hidrostatik yang uniform pada
seluruh sistem saraf pusat sehingga mencegah terjadinya perbedaan tekanan pada
struktur-struktur garis tengah yang rentan.
c. Operasi pemasangan pintas (shunting)
Sebagian besar pasien hidrosefalus memerlukan tindakan operasi pintas (hunting)
bertujuan membuat saluran baru aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase (seperti; peritoneum, atrium kanan, pleura). Pada anak-anak lokasi kavitas
yang terpilih adalah rongga peritoneum, mengingat mampu menampung kateter yang
cukup panjang sehingga dapat menyesuaikan pertumbuhan anak serta resiko
terjadinya infeksi relatif lebih kecil dibanding rongga jantung. Biasanya cairan LCS
didrainasi dari ventrikel, namun terkadang pada hidrosefalus komunikans ada yang
didrain ke rongga subarachnoid lumbar (Rukiyah & Yulianti, 2010).
2.10.
2.10.1.
Asuhan Keperawatan
Anamesa
Anamesis pada hidrosefalus meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
1. Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada bayi dan neonates),
jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register, asuransi kesehatan diagnose medis.
2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak hidrosefalus pada peningkatan
tekanan intrakrania meliputi muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah, apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil, dan kontriksi penglihatan perifer.
3. Riwayat penyakit saat ini, pengkajian yang didapat meliputi keluhan anaknya
mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran menurun, kejang, muntah, sakit
kepala, wajah tampak kecil secara disproporsional, anak menjadi lemah, kelemahan
fisik umum, akumulasi secret pada saluran pernafasan. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran.
4. Riwayat pengkajian dahulu, pengkajian yang peru ditanyakan meliputi adanya
riwayat hidrosefaus sebelumnya, adanya neoplasma otak, kalianan bawaan pada otak
dan riwayat infeksi.
5. Riwayat perkembangan, kelahiran premature, lahir dengan pertolongan, pada waktu
lahir menangis kencang atau tidak. Riwayat penyakit keluarga kaji anggota keluarga
generasi terdahulu yang menderita stenosis aquaduktus yang berhubungan dengan
penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks.
6. Pengkajian psikososial, pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan
keluarga (orang tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang dideritan dan
perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul
pada klien dan orang tua, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, cemas,
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal (Muttaqin, 2008)
2.10.2.
Pemeriksaan Fisik
2.10.3.
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat pemasangan VP shunt.
2. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik: ketidak
mampuan bayi dalam mengerakan kepala akibat peningkatan ukuran dan berat
kepala.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan perawatan pasca operasi.
4. Resiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
kerusakan kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan.
5. Resiko perubahan fungsi keluarga b/d situasi krisis (anak dalam catat fisik).
2.10.4.
Intervensi Keperawatan
1) Dx. Keperawatan: Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat
pemasangan VP shunt.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi adanya gejala
a.
b.
gejala infeksi
Kriteria hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
c.
d.
e.
penatalaksanaannya.
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi:
1. Dorong teknik mencuci tangan dengan baik.
R/ Mencegah infeksi nosokomial saat perawatan.
2. Bersihkan daerah pemasangan VP shunt secara berkala.
R/ Mencegah infeksi dengan mencegah pertumbuhan bakteri di daerah
pemasangan.
3. Kaji kondisi luka pasien.
R/ Mengetahui apakah terjadinya tanda-tanda infeksi.
4. Instuksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan meninggalkan
ruangan klien.
R/ Mencegah resiko infeksi nosokomial.
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah setelah melakukan perawatan kepada klien.
R/ Mencegah resiko infeksi nosokomial.
6. Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi.
R/ Pemberian antibiotik dapat mecegah terjadinya infeksi.
2) Dx. Keperawatan: Resiko perubahan fungsi keluarga b/d krisis situasi (anak dalam
catat fisik).
Tujuan :Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan keluarga menerima
keadaan anaknya, mampu menjelaskan keadaan penderita.
Kriteria hasil: Keluarga berpartisipasi dalam merawat anaknya dan secra verbal
keluarga dapat mengerti tentang penyakit anaknya.
Intervensi:
1. Jelaskan secara rinci tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan prognosanya.
R/Pengetahuan dapat mempersiapkan keluarga dalam merawat penderita.
2. Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila keluarga belum mengerti.
Kriteria hasil:
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,
hidrasi, pigmentasi). Tidak ada luka/lesi pada kulit.
b. Perfusi jaringan baik.
c. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera berulang.
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan
alami.
Intervensi:
1. Ubah posisi setiap dua jam.
R/ Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
2. Observasi eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan
pelunakan jaringan setiap perubahan posisi.
R/ Hangat dan pelunakan adalah tanda perusakan jaringan.
3. Jaga kebersih seminimal mungkin, hindari paparan terhadap panas pada kulit.
R/ Mencegah resiko infeksi nosokomial.
4. Instuksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan meninggalkan
ruangan klien.
R/ Mencegah resiko infeksi nosokomial.
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah setelah melakukan perawatan kepada klien.
R/ Mencegah resiko infeksi nosokomial.
6. Dorong latihan rentang gerak dan mobilitas kepala, bila memungkinkan.
R/ Latihan menggerakkan kepala mencegak penekanan pada area tertentu yang
dapat mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
7. Kaji kulit kepala setiap 2 jam dan monitor terhadap area yang tertekan.
R/ Untuk memantau keadaan integumen kulit secara dini.
8. Baringkan kepala pada bantal busa.
R/ Untuk mengurangi tekanan yang menyebabkan stess mekanik.
9. Berikan nutrisi sesuai kebutuhan.
R/Jaringan akan mudah nekrosis bila kalori dan protein kurang.
5) Dx. Keperawatan: Resiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan
berhubungan dengan kerusakan kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan terdapat perubahan dan
perkembangan menjadi lebih baik.
Kriteria hasil:
a. Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya.
b. Keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena
adanya ketidakmampuan.
c. Keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas.
d. Kematangan fisil: wanita: perubahan fisik normal pada wanita yang terjadi
dengan transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa.
e. Kematangan fisik: pria perubahan fisik normal pria yang terjadi dengan transsi
dari masa kanak-kanan ke dewasa.
f. Status nutrisi seimbang, BB normal
Intervensi:
1. Instruksikan orang tua atau keluarga untuk meletakkan mainan berwarna cerah di
dekat bayi.
R/ Bayi dapat melihat dan tertarik pada mainan tersebut sehingga dapat
menggerakkan kepalanya.
2. Instruksikan orang tua atau keluarga untuk menggendong bayi dalam posisi tegak.
R/ Belajar menahan kepalanya tetap tegak.
3. Instruksikan orang tua atau keluarga untuk mengajak bayi meraba dan merasakan
berbagai bentuk permukaan seperti mainan yang aman.
R/ Gerak reflek akan terjadi semakin bertambahnya umur.
4. Instruksikan orang tua atau keluarga untuk mengajak berbicara, menirukan suarasuara yang dikeluarkan oleh bayi.
R/ Melatih kemampuan bicara dan bahasa.
5. Instruksikan orang tua atau keluarga untuk memeluk dan membelai bayi.
R/ Memberi rasa aman dan kasih sayang.
6. Instruksikan orang tua atau keluarga untuk mengajak bayi tersenyum.
R/ Melatih kemampuan sosialisasi dan kemandirian.