Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

HIDROSEFALUS

Disusun Oleh kelompok 5:

1. Retno kumala sari


2. Oktaris Prayogi
3. Yunita Sari
4. Umiyatun

D-III KEPERAWATAN

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP

TAHUN AJARAN 2013/2014


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu


hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan
teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia
semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab
suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat
rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah
satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat
dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita
hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat
memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.

Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal


dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan
Yuliani, 2001). Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling
banyak pada bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi
ukuran normal. Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak,
sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi pada orang dewasa, hanya
saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah
dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun2nya masih
terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat dikompensasi
dengan melebarnya tulang2 tengkorak. Sedang pada orang dewasa tulang
tengkorak tidak mampu lagi melebar.
B. Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan hidrosefalus dan
dapat merancang berbagai cara untuk mengantisipasi masalah serta
dapat melakukan asuhan pada kasus hidrosefalus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari Hidrosefalus
b. Mengetahui Etiologi dan Patofisiologi dari Hhidrosefalus
c. Mengetahui manifestasi klinis Hidrosefalus
d. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik dan Komplikasi pada
Hidrosefalus
e. Mengetahui Penatalaksanaan dari Hidrosefalus
f. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Hidrosefalus

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam
ventrikel serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan
Yuliani, 2001). Yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau
eksternal melebar ( Mumenthaler, 1995).

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang


mengakibatkan bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah
dengan tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngatisyah, 1997).

Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat


pada tempat sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat
produksi berlebihan cairan serebrospinal dianggap sebagai proses yang
intermitten setelah suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan
yang progresif pada anak – anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus
dapat diatasi dengan operasi (Mumenthaler, 1995).

B. Klasifikasi

Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua (2 ) :
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi
dilahirkan, sehingga :

a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil

b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan


tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel
otak terganggu.
2. Di dapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan
penyebabnya adalah penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma,
TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna,
tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial. Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di
dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan
kemungkinan prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga
terbagi dalam dua bagianyaitu :
1. Hidrosefalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga
terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke tempat
sumbatan.
2. Hidrosefalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel
sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan
yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem
vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan.

C. Etiologi

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi adalah:
1. Kelainan bawaan

a. Stenosis Aquaductus sylvii


Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-
90%) Aquaductus dapat berubah saluran yang buntu sama sekali
atau abnormal ialah lebih sempit dari biasanya. Umumnya
gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan cepat
pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
b. Spina bifida dan cranium bifida
Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat
tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan
cerebelum, letaknya lebih rendah dan menutupi foramen
magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie
dengan akibat Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem
ventrikel terutama ventrikel IV sehingga merupakan krista yang
besar di daerah losa posterior.

2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna
basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah
toxoplasmosis.

3. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal
otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah
itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

4. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

D. Patofisiologi

Jika terdapat obstruksi pada sistem ventrikuler atau pada ruangan


sub arachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan
ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater
dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis.
Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak
mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang
tiba–tiba/akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan
penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan
anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi
peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak
akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan. Stenosis aquaductal
(Penyakit keluarga/keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik
pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan
kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara
dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi
jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke
IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang
dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan
mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya
tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih tua, sutura
cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai
akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikel cerebral
menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF
pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim
ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan
kematian. Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis
ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan
absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular
lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.

E. Pathway

F. Manifestasi Klinis

1. Bayi
a. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3
tahun
b. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak
c. Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial, meliputi:

1) Muntah

2) Gelisah
3) Menangis dengan suara ringgi

4) Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi,


peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil,
lethargi – stupor

d. Peningkatan tonus otot ekstrimitas


e. Tanda – tanda fisik lainnya :

1) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh –


pembuluh darah terlihat jelas.

2) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat


seolah – olah di atas iris.
3) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
4) Strabismus, nystagmus, atropi optik.

5) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

2. Anak yang telah menutup suturanya

Tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial :

a. Nyeri kepala

b. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas


c. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur
10 tahun.

d. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer

e. Strabismus

f. Perubahan pupil.

G. Komplikasi Hidrocefalus

a. Peningkatan TIK

b. Kerusakan otak

c. Infeksi: septisemia, infeksi luka nefritis, meningitis, ventrikulitis,


abses otak

d. Emboli otak

e. Obstruksi vena kava superior

f. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik

g. Fisik dan intelegent kurang dari normal, gangguan penglihatan

h. Kematian

G. Penatalaksanaan

Pada sebagian penderita pembesaran kepala berhenti sendiri


(arrestetd hydrocephalus), mungkin oleh reka nalisa ruang subaraknoid
atau konpensasi pembentukan CSS yang berkurang (Laurence, 1965).
Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100%, kecuali bila
penyebabnya adalah tumor yang masih dapat diangkat.

Ada tiga prinsip pengobatan hydrocephalus:


1. Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi (pembedahan) atau koagulasi,
akan tetapi hasilnya tidak memuaskan. Obat azeta zolamid
(diamox) dikatakan mempunyai hasiat inhibasi pembentukan CSS.

2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat


absorpsi yankni menhubungkan ventrikel dengan subaraknoid.
Missal, ventrikulosisternostomi torkildsen pada stenosis
akuaduktus. Pada anak hasilnya kurang memuaskan, karena sudah
ada insufisiensi fungsi absorpsi.

3. Pengeluaran CSS kedalam organ ekstracranial.


a. Drainase ventrikulo-peritoneal
b. Drainase lombo-peritoneal
c. Drainase ventrikulo-pleural
d. Drainase ventrikul-ureterostomi
e. Drainase kedalam antrum mastoid
f. Cara yang kini dianggap terbaik yakni mengalirkan CSS
kedalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang
berventil (holter valve) yang memungkinkan pengaliran CSS ke
satu arah.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan diagnosis status kesehatan klien.
(Nursalam, 2001).
1. Anamnese
a. Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
b. Riwayat Kesehatan
Dari riwayat kesehatan pasien dengan hidrosefalus dapat
menunjukkan adanya

1) Riwayat trauma sewaktu lahir

2) Riwayat penyakit dahulu, misal: perdarahan sebelum


dan sesudah lahir, infeksi, neoplasma

3) Riwayat keluarga

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :

1) Anak dapat melihat keatas atau tidak.

2) Pembesaran kepala.
3) Dahi menonjol dan mengkilat serta pembuluh dara terlihat
jelas.

b. Palpasi

1) Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar.


2) Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior
sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari
permukaan tengkorak.
c. Pemeriksaan Mata

1) Akomodasi.

2) Gerakan bola mata.


3) Luas lapang pandang
4) Konvergensi.
5) Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa
melihat keatas.
6) Stabismus, nystaqmus, atropi optic.

3. Observasi Tanda –tanda vital

Didapatkan data – data sebagai berikut :


a. Peningkatan sistole tekanan darah.
b. Penurunan nadi / Bradicardia.
c. Peningkatan frekwensi pernapasan.

4. Diagnosa Klinis :
a. Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan
lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi
terang )
b. Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “
Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
c. Opthalmoscopy : Edema Pupil.
d. CT Scan Memperlihatkan (non – invasive) type hidrocephalus
dengan nalisisi komputer.
e. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra
cranial.
B. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi

a. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inmobilitas fisik


ditandai dengan lesi di area oksipital

b. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan


penurunan aliran darah keotak ditandai dengan vena-vena di
area cerebral melebar, sutura melebar.

c. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon inflamsi karena


masuknya bakteri ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
pasien.

d. Gangguan sensori persepsi visual berhubungan dengan


perubahan sensori persepsi (penekanan cranial 2) ditandai
dengan sunset phenomenon.

e. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK

C. Rencana intervensi pre operasi

Diagnosa 1 :

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan inmobilitas fisik ditandai


dengan lesi di area oksipital

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .. x 24jam diharapkan
klien mampu mempertahankan keutuhan kulit .

Ktiteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda kemerahan/ luka.

b. Tidak ada lesi, eritema, pruritus, abrasi ( lecet )

c. Tidak adanya Gangguan jaringan epidermis dan dermis

Intervensi :

a) Ubah posisi setiap dua jam.

Rasional: menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah

b) Observasi eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap


kehangatan dan pelunakan jaringan setiap perubahan posisi.

Rasional: hangat dan pelunakan adalah tanda perusakan jaringan.

c) Jaga kebersih seminimal mungkin, hindari paparan terhadap panas


pada kulit

Rasional: mempertahankan keutuhan kult.

d) Instuksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat memasuki dan


meninggalkan ruangan klien.

Rasional: Mencegah resiko infeksi nosokomial.

e) Cuci tangan sebelum dan sesudah setelah melakukan perawatan


kepada klien.

Rasional: Mencegah resiko infeksi nosokomial


f) Dorong latihan rentang gerak dan mobilitas kepala, bila
memungkinkan.
Rasional : Latihan menggerakkan kepala mencegak penekanan
pada area tertentu yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas
kulit.

g) Ubah posisi atau instruksikan anak untuk berbalik dan


menggerakkan kepala.
Rasional : Membantu mengurangi tekanan pada hanya pada area
tertentu saja.
h) Amati adanya eritema dan kepucatan, dan lakukan palpasi untuk
mengetahui adanya area yang hangat dan jaringan seperti spon
pada setiap perubahan posisi.
Rasional : Eritema, kepucatan dapat mengindikasikan adanya
kerusakan integritas kulit

Diagnosa 2 :

Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan


aliran darah keotak ditandai dengan vena-vena di area cerebral melebar,
sutura melebar.

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x24 jam, diharapkan

a. perfusi jaringan serebral kembali efektif

b. perfusi jaringan serebral adekuat

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial.


b. Tingkat kesadaran membaik (GCS: E4 M6 V5).

c. Tidak kaku kuduk.

d. Tidak terjadi kejang.

e. TD dalam batas normal (bayi 85/54 mmHg, toddler 95/65 mmHg,


sekolah 105-165 mmHg, remaja 110/65 mmHg).

f. Tidak terjadi muntah progresif

g. Tidak sakit kepala

h. GDA normal( > 95%)

Intervensi :

a) Observasi pupil atau perubahan tanda-tanda vital, penurunan


tingkat kesadaran dan/atau fungsi motor .

Rasional: Memberikan deteksi awal danintervensi untuk


meminimalkan penekanan intrakrania

b) Baringkan klien dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal.

Rasional: Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat


menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak

c) Monitor tanda-tanda vital seperti suhu dan frekuensi pernapasan.

Rasional: Mengetahui keadaaan umum klien

d) Monitor kadar hemoglobin darah (nilai normal : 9,0-14,0 g/dL)

Rasional: Hemoglobin berperan dalampengangkutan oksigen ke


jaringan otak
e) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau
tanda vital sesuai indikasi setelah dlakukan pungsi lumbal.
Rasional : Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi
adanya risiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan
medis segera.

f) Pantau/catat status neurologis, seperti GCS.


Rasional : Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat
kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna
dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan
dari kerusakan serebral.

g) Pantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung.


Rasional : Perubahan pada frekuensi,disritmia dan denyut jantung
dapat terjadi, yang mencerminkan trauma batang otak pada tidak
adanya penyakit jantung yang mendasari.

h) Pantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi


pernapsan.
Rasional : Tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat
dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena.

i) Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat sesuai indikasi.


Jaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
Rasional : Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan
TIK.

j) Pantau GDA. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.


Rasional : Terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya
oksigen pada tingkat sel yang memperburuk iskemia serebral.

k) Berikan obat sesuai indikasi seperti : Steroid ;deksametason,


metilprednison (medrol).
Rasional : Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk
membatasi pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan
risiko terjadinya “fenomena rebound” ketika menggunakan
manitol.

Diagnosa 3 :

Hipertermi berhubungan dengan adanya respon inflamsi karena masuknya


bakteri ditandai dengan peningkatan suhu tubuh pasien.

Tujuan :

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan


hipertermi teratasi.

Kriteris hasil :

a. Suhu klien dalam batas normal

Intervensi :

a) Mandikan klien dengan mengunakan air hangat

Rasional: Meningkatkan kenyamanan klien

b) Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien.

Rasional: Lingkungan yang nyaman akan mampu meningkatkan


perbaikan status kesehatan klien.

c) Sesuaikan temperatur ruangan dengan kebutuhan klien

Rasional: Menjaga suhu yang sesuai dalam meningkatkan


perbaikan status kesehatan klien.
d) Berikan kompres hangat.

Rasional: Menurunkan suhu tubuh kliensehingga dapat berada


dalam batas normal

Diagnosa 4 :

Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan perubahan sensori


persepsi (penekanan cranial 2) ditandai dengan sunset phenomenon.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam diharapkan

a. gangguan sensori persepsi visual klien berkurang

b. Tidak terjadi disorientasi pada anak

Kriteria hasil :

1) Kemampuan penglihatan klien meningkat

2) Sunset phenomenon berkurang

3) Penurunan visus tidak bertambah lebih parah

4) Anak bisa mengenali lingkungan sekitarnya

Intervensi :

a) Gunakan siaran TV sebagai bagaian dari rencana program

stimulasi sensorik.

Rasional: Meningkatkan kemampuan sensorik klien.


b) Monitor adanya tanda kemerahan pada mata klien.

Rasional: Kemerahan pada mata menunjukkaniritasi ringan

c) Bantu klien untuk tidak menyentuh mata bagian dalam.

Rasional: Menyentuh mata bagian dalam dapat


meningkatkan resiko infeksi dan iritasi

d) Mempertahankan visus agar tidak terjadi penurunan visus yang


lebih parah

Rasional : Ketidakmampuan dalam penglihatan tidak bertambah


parah

e) Membantu orientasi tempat

Rasional : klien tidak mengalami disorientasi tempat

f) Berikan tempat yang nyaman dan aman ( pencahayaan terang, bed


plang dll dipasang agar tidak cedera )

Rasional : Klien merasa nyaman dan aman

g) Membantu pasien untuk mengenali sesuatu dengan kondisi


penglihatan yang terganggu

Rasional : Klien tidak banyak bergantung pada orang lain

Diagnosa 5 :

Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK

Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatn diharapkan rasa nyeri akan
berkurang/hilang

Kriteria hasil :

1) Klien merasa nyaman

2) Nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0).

3) Tampak rileks.

4) Tidak meringis kesakitan.

5) Nadi normal dan RR normal.

Intervensi :

a) Tampilkan pengkajian secara menyeluruh tentang nyeri termasuk


lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan
faktor predisposisi nyeri.

Rasional: pengkajian menyeluruh memudahkan dalam penaganan


nyeri

b) Observasi isyarat non verbal dari ketidak nyamanan, terutama jika


tidak dapat berkomunikasi secara efektif.

Rasional: isyarat non verbal dapat memberikan gambaran tingkat


nyeri yang dialami klien

c) Pastikan pasien menerima analgesik yang tepat.

Rasional: pemberian analgesik untuk mengurangai rasa nyeri


d) Ajarkan untuk menggunakan teknik nonfarmokologi (misal :
relaksasi, guided imagery, therapi musik, distraksi, dll).

Rasional: tekhnik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri

e) Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area


yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5
(0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

f) Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian


kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri
telah ditangani dengan baik.
Rasional : Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan
diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus
berusaha menangani nyerinya dengan baik.

g) Pantau dan catat TTV.


Rasional : Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.

h) Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras
bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk
meningkatkan kepercayaan.
Rasional : Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran,
kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam
menngkatkan kepercayaan anak.

i) Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng


menggunakan boneka.
Rasional : Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak
dari rasa nyeri yang dirasakan.
D. Diagnosa Keperawatan Post Operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat
tindakan operasi
b. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat
pemasangan VP shunt.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan perawatan
pasca operasi.

E. Rencana Intervensi Post Operasi

Diagnosa 1 :

Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat tindakan


operasi

Tujuan :

Setelah dilaksakan asuhan keperawatan diharapkan nyeri yang dirasakan klien


hilang

Kriteria hasil :

a. nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0)

b. tampak rileks,

c. tidak meringis kesakitan,

d. nadi normal dan RR normal.

Intervensi : :
a) Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien, minta anak menunjukkan
area yang sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri
0-5 (0 = tidak nyeri, 5 = nyeri sekali)
Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

b) Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian


kepada anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri
telah ditangani dengan baik.

c) Rasional : Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan


diri anak untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus
berusaha menangani nyerinya dengan baik.

d) Pantau dan catat TTV.

Rasional : Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.

e) Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras
bila mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk
meningkatkan kepercayaan.

Rasional : Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran,


kapan anak harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam
menngkatkan kepercayaan anak.

f) Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng


menggunakan boneka.

Rasional : Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak


dari rasa nyeri yang dirasakan.

g) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.


Rasional : pemberian analgetik dapat membantu menghilangkan
rasa nyeri.

Diagnosa 2 :

Risiko infeksi berhubungan dengan adanya jalur invasif akibat


pemasangan VP shunt.

Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi/ adanya gejala
– gejala infeksi

Kriteria hasil :

a. Tidak demam,

b. tidak adanya kemerahan,

c. tidak adanya bengkak, dan

d. tidak adanya penurunan fungsi.

e. Tidak ada nyeri setempat

Intervensi :

a) Dorong teknik mencuci tangan dengan baik

Rasional : Mencegah infeksi nosokomial saat perawatan.

b) Bersihkan daerah pemasangan VP shunt secara berkala

Rasional : mencegah infeksi dengan mencegah pertumbuhan


bakteri di daerah pemasangan.
c) Kaji kondisi luka pasien

Rasional : Mengetahui apakah terjadinya tanda-tanda infeksi

d) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi

Rasional : Pemberian antibiotik dapat mecegah terjadinya infeksi.

Diagnosa 3 :

Kurang pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan perawatan pasca


operasi.

Tujuan :
Setelah diberi asuhan keperawatan diharapkan pasien mengetahui tentang
penyakit yang dialami dan memahami tentang perawatan pasca operasi

Kriteria hasil :

a. Pasien dan keluarga memahami tentang penyakit

b. Pasien menunjukan perubahan prilaku

Intervensi :

a) Tentukan tingkat pengetahuan pasien dan kemampuan untuk


berperan serta dalam proses rehabilitasi

Rasional : mempengaruhi pilihan terhadap intervensi yang akan


dilakukan

b) Jelaskan kembali mengenai penyakit yang diderita pasien dan


perlunya pengobatan atau penanganan.
Rasional : memberikan kesempatan untuk mengklrifikasi
kesalahan persepsi.

c) Anjurkan untuk mengungkapkan apa yang dialami, bersosialisasi


dan meningkatkan kemandiriannya.

Rasional : meningkatkan kembali pada perasaan normal dan


perkembangan hidupnya pada situasi yang ada.

d) Bekerja dengan orang terdekat untuk menentukan peralatan yang


diperlukan dalam rumah sebelum pasien pulang.

Rasional : jika pasien dapat kembali kerumah, perawatan dapat


difasilitasi dengan alat bantu.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jumlah cairan serebrospinal (CSF) dalam rongga serebrospinal yang


berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan saraf.
Keadaan ini disebut hydrocephalus yang berarti “kelebihan air dalam kubah
tengkorak”. Jadi, hydrocephalus dapat diakibatkan oleh pembentukan cairan
berlebihan oleh pleksus koroideus, absorpsi yang inadekuat, atau obstruksi aliran
keluar pada salah satu ventrikel atau lebih.

Ada dua rencana initervensi pada penyakit Hidrocephalus,yaitu intervensi


pre operasi dan post operasi.

B. Saran

Tindakan alternatif selain oprasi di terapkan khususnya bagi kasus – kasus


yang mengalami sumbatan di dalam system ventrikel. Dalam hal ini maka
tindakan terapeutik semacam ini perlu.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA, 2000, Nursing Diagnosis Definition and Clasification, 2001-2002,


Philadhelpia,

USA.

Nelhaus, G. Stumpf, D.A. Moe, P.G.,1987, Neurological and Neuromusculer


Disorder,

Current Pediatric Diagnosis, Hinth ed.

Price, S.A., 1988, Patofisiologi Konsep Klimik Prose-proses Penyakit, Bag. II


Terjemahan

Adji Dharma, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Smith, C., 1988, Nursing Care Planning Guides for Children, California, Assisten
Professor

Child California State University Long Beach.

Tucker, S.M., 1988, Patient Care Standars, The Mosby Company, Washinton,
USA.

Anda mungkin juga menyukai