Anda di halaman 1dari 23

KELOMPOK 1

ANGGOTA :

Ari Yuntanti
Sultan
Ferawaty
Subhan
Joha
Lina
Erni Rosa

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER
PERTAMEDIKA
2019
KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya cairan serebro spinal (Ngatisyah, 1997).

Hydrocephalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikel


serebral, ruang subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi daan Yuliani, 2001).

Hydrochepalus yaitu timbul bila ruang cairan serebro spinalis interna atau
eksternal melebar ( Mumenthaler, 1995).

Hydrocephalus berkembang jika aliran serebro spinal terhambat pada


tempa sepanjang perjalanannya, timbulnya hydrocephalus akibat produksi
berlebihan cairan serebrospinal dianggap sebagai proses yang intermitten setelah
suatu infeksi atau trauma. Ini dapat terjadi kelainan yang progresif pada anak –
anak yang disebabkan oleh papyloma pleksus dapat diatasi dengan operasi
(Mumenthaler, 1995). Pembagiaan hydrocephalus pada anak dan bayi.

Hydrocephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kongenital

Merupakan hydrocphalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan sehingga


pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil, terdesak oleh banyaknya cairan
dalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak
terganggu

2. Non Kongenital

Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar dengan penyebabnya
yaitu penyakit – penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak
dimana pengobatannya tidak tuntas.Pada hydrocephalus didapat pertumbuhan
otak sudah sempurna, tetapi kemudian teganggu oleh sebab adanya peninggian
tekanan intrakranial sehingga perbedaan antara hydrocephalus kongenital dan
hydrocephalus non kongenital terletak pad pembentukan otak dan kemungkinan
prognosanya.

1
Berdasarkan letak obstruksi CSF hydrocephalus pada bayi dan anak ini juga
dalam 2 bagian, terbagi yaitu;

1. Hydrocephalus Komunikan (kommunucating hydrocephalus)

Pada hydrocephalus Komunikan obstruksinya terdapat pada rongga


subarachnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dalam sistem ventrikel sampai
ke tempat sumbatan

2. Hydricephalus Non komunukan (nonkommunican hydrocephalus)

Pada hydrocephalus nonkomunikan obstruksinya terdapat dalam system


ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang
terjadi pada hydrocephalus kongenital adalah pada sistem ventikel sehingga
terjadi bentuk hydrocephalus nonkomunikan.

B. ETIOLOGI

Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono (1998 );

1. Sebab-sebab Prenatal

Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas terjadinya


hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah lahir. Seabb-sebab
ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan sporadis ), infeksi atau
kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien banyak yang etiologi tidak dapat
diketahui dan untuk ini diistilahkan sebagai hidrosefalus idiopatik

2. Sebab-sebab Postnatal

a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor serebrospinal


dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor lain yang
menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah mesencephalon. Kista
arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn kelompok lesi masa yang
menyebabkan aliran gangguan liquor berlokasi di daerah supraselar atau
sekitar foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur,
cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.

2
c. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan hidrosefalus akibat dari
fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang terjadi biasanya multi okulasi,
hal ini disebabkan karena keikutsertaan adanya kerusakan jaringan otak
d. Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan
fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase vena
pada basis krani, trombosis jugularis

Penyebab sumbatan aliran CSF, Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering
terdapat pada bayi dan anak – anak. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang
sering terdapat pada bayi adalah.

1. Kelainan bawaan
1. Stenosis Aquaductus sylv

Merupakan penyebab yang paling sering pada bayi/anak (60-90%) Aquaductus


dapat berubah saluran yang buntu sama sekali atau abnormal ialah lebih sempit
dari biasanya. Umumnya gejala Hidrocefalus terlihat sejak lahir/progresif dengan
cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.

2. Spina bifida dan cranium bifida

Biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula


spinalis dengan medula oblongata dan cerebelum, letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian/total.

3. Sindrom Dandy-Walker

Merupakan atresia congenital foramen luscha dan mengendie dengan akibat


Hidrocefalus obstruktif dengan pelebran sistem ventrikel terutama ventrikel IV
sehingga merupakan krista yang besar di daerah losa posterior.

4. Kista Arachnoid

Dapat terjadi conginetal membai etiologi menurut usi

5. Anomali Pembuluh Darah

2. Infeksi

Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi


obliterasi ruang subarakhnoid,misalnya meningitis.

3. Perdarahan

3
4. Neoplasma

Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain:

 Tumor Ventrikel kiri


 Tumorfosa posterior
 Pailoma pleksus khoroideus
 Leukemia, limfoma

5. Degeneratif.

Histositosis incontentia pigmenti dan penyakit krabbe.

6. Gangguan Vaskuler
• Dilatasi sinus dural
• Thrombosis sinus venosus
• Malformasi V. Galeni
• Ekstaksi A. Basilaris

C. PATOFISIOLOGI

Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi


(meningitis, pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis
aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system
ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar,
menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal.
White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang
tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga
walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami
gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan
dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus emergency.

Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup
dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal

4
(Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran
pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk
khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal
blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina
di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris
dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga
membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan
ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam
absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi
kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan
menyebabkan kematian.

Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma


normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route
kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi
keadaan kompensasi.

D. TANDA DAN GEJALA

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama


kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi
ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak
agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya.
Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta
rapuh.

Uji radiologis terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang


terpisah pisah dan pelebaranvontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran
pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan
penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional.

Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada
tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan

5
menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian,
jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

E. MANIFESTASI KLINIK

Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama


kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh
peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi
ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata
terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak
biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis
serta rapuh.

Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura


yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan
pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim
ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan
Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. P

roses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat
terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi
dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.

a) Bayi
 Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
 Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi
tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
 Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
 Muntah
 Gelisah
 Menangis dengan suara ringgi
 Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
 peningkatan tonus otot ekstrimitas
 Dahi menonjol atau mengkilat dan pembuluh – pembuluh darah terlihat
jelas

6
 Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera terlihat seolah – olah
diatas iris
 Bayi tidak dapat melihat ke atas, ‘‘Sunset Eyes”
 Strabismus, nystagmus, atropi optic
 Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas

b) Anak yang telah menutup suturanya;

Tanda – tanda peningkatan intarakranial

 Nyeri kepala
 Muntah
 Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
 Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun
 Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
 Strabismus
 Perubahan pupil

F. KLASIFIKASI

Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,


berdasarkan;

1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifest ( overt hydrocephalus )


dan hidrsefalus tersembunyi ( occult hydrocephalus )
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.

Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus


eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan
korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi
pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik
dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-
faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif
lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang

7
diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono,
2005)

G. KOMPLIKASI

Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)

1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran Kepala
3. Kerusakan Ota
4. Meningitis, Ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit
menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu
8. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
9. Infeksi; septicemia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil


pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu;

1. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya


pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka
dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.

8
2. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini


dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar


kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan
suturan secara fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi

Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah
menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium
bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai
risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur
ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasanografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG


diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

6. CT Scan Kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya


pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel
lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering
ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi
transependimal dari CSS.

9
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan

7. MRI ( Magnetic Resonance Image )

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan


menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.

I. PENATALAKSANAAN

Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live


sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan
dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan
dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni:

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus


koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan
tempat absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
f. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung
melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini
merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti
sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya
infeksi sekunder dan sepsis.

4. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan


setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan
kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan

10
selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan
selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.

5. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau


pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.

Ada 2 macam terapi pintas/ “ shunting “:

a. Eksternal

CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal

b. Internal
1. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
 Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen)
 Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
 Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
 Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
 Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

2. Lumbo Peritoneal Shunt”

CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum


dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.

Teknik Shunting:

1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau


kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan
analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak
proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter)
maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz).
Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.

11
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium
kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray ® ujung
distal setinggi 6/7).

Ventriculo-Peritneal Shunt :

a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan


b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.

Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan


tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural,
obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya


akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di
sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial dan ukurannya.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-
organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia,
dan ilius.

J. PROGNOSIS

Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada


atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari
hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata).
Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna namun tidak
dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-60% bayi akan
meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit penyerta. Skitar 40% bayi
yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal. Dengan bedah saraf dan
penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70% diharap dapat melampaui masa
bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan sektar 60% dengan cacat intelek dan
motorik bermakna. Prognosis bayi hidrosefalus dengan meningomilokel lebih
buruk.

12
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan
neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan
meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh
karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus)
sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper,
2005).

13
ASUHAN KEPERAWATAN HIDROCHEFALUS

A. Pengkajian

1. Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah
apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat Penyakit dahulu
a) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
b) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
c) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pengkajian persiste
a) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah,
penurunan nadi
c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol
dan mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan
ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat
melihat keatas “ sunset eyes ”, kejang
d) B4 ( Bladder ) : Oliguria
e) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

2. Observasi tanda – tanda vital


a. Peningkatan systole tekanan darah
b. Penurunan nadi / bradikardia
c. Peningkatan frekuensi pernapasan

3. Pemeriksaan Fisik
a) Masa bayi :

kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala


dilatasi dan terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked-
Pot ( tanda macewe),Mata melihat kebawah (tanda setting – sun ) , mudah
terstimulasi, lemah, kemampuan makan kurang, perubahan kesadaran,
opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi dengan malformasi

14
Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas stridor,
kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.

b) Masa Kanak-Kanak

Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi


, Letargy Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lingkar Kepala pada masa bayi
b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis
yang abnormal
c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema
e. CT Scan
f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta
erosi tulang intra cranial
g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat
terlihat di dalam system ventrikular atau sub – arakhnoid.

5. Perkembangan Mental/ Psikososial


a. Tingkat perkembangan
b. Mekanisme koping
c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

6. Pengetahuan Klien dan Keluarga


a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan
b. Tingtkat pengetahua

B. Diagnosa KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah
cairan serebrospinal
2. Nyeri yang berhubunngan dengan peningkatan tekanan intracranial
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan
kebutuhan metabolism.

15
4. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan
intra karnial
5. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang
informasi dalam keadaan krisis.
6. Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan
penekanan
7. dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Dx 1. Resiko tinggi peningktan tekana intracranial b.d peningkatan jumlah


cairan serebrospinal.

Tujuan: Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 2 x 24 jam


klien tidak mengalami peningkatan TIK.

Kriteria hasil: Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS 4,5,6 tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal.

1. Intervensi
a. Kaji factor penyebab dari keadaan individu/penyebab koma/penurunan
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

R/: deteksi dini untuk memperioritaskan intervensi , mengkaji status


neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan
kegawatan atau tindakan pembedahan.

b. Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam

R/: Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan


baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan
dari autoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local
vaskularisasi darah serebral. Adanya peningkatan tekanan darah,
bradhikardi, distritmia, dispnia merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK.

c. Evaluasi pupil

R/: Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan
tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak.

16
d. Monitor temperature dan pengaturan suhu lingkungan

R/: Panas merupakan refleks dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan


mertabolisme dan oksegen akan menunjang peningkatan TIK.

e. Pertahankan kepala / leher pada posisi yang netral, usahakan dengan


sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala

R/: perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan


pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat
drainase pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK

f. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya


prosedur.

R/: tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek
rangsangan komulatif.

g. Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti massase


punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana
atau pembicaraan yang tidak gaduh.

R/: memberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat


mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk
mempertahan TIK yang rendah.

h. Cegah atau hindari terjadinya valsava maneuver.

R/: mengurangi tekanan intra torakal dan intraabdominal sehingga


menghindari peningkatan TIK.

i. Bantu pasien jika batuk, muntah.

R/: aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak atau tekanan dalam
thorak dan tekanan dalam abdomen dimana aktivitas ini dapat
meningkatkan tekanan TIK.

j. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku oada opagi hari.

R/: tingkat non verbal ini meningkatkan indikasi peningkatan TIK atau
memberikan refleks nyeri dimana pasien tidak mampu
mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun
dapat meningkatkan Tik

17
k. Palpasi pada pembesaran atau pelebaran blader, peertahgankanb
drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor
terdapatnya konstipasi.

R/: dapat meningkatkan respon automatic yang potensial menaikan Tik

l. Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan orangtua tentang sebab
akibat TIK meningkat.

R/: meningkatkan kerja sama dalam meningkatkan perawatan klien


dan m engurangi kecemasan

2. Dx2: Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya


tekanan intracranial, terpasang shunt .

Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis,


gelisah, kepala membesar

Tujuan :Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan


nyeri kepala klien hilang.

Kriteria hasil: pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang


(skala nyeri 0), dan tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal
dan RR normal.

1. Intervensi :
a. Kaji pengalaman nyeri pada anak, minta anak menunjukkan area yang
sakit dan menentukan peringkat nyeri dengan skala nyeri 0-5 (0 = tidak
nyeri, 5 = nyeri sekali)

R/: Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.

b. Bantu anak mengatasi nyeri seperti dengan memberikan pujian kepada


anak untuk ketahanan dan memperlihatkan bahwa nyeri telah ditangani
dengan baik.

R/: Pujian yang diberikan akan meningkatkan kepercayaan diri anak


untuk mengatasi nyeri dan kontinuitas anak untuk terus berusaha
menangani nyerinya dengan baik.

c. Pantau dan catat TTV.

R/: Perubahan TTV dapat menunjukkan trauma batang otak.

18
d. Jelaskan kepada orang tua bahwa anak dapat menangis lebih keras bila
mereka ada, tetapi kehadiran mereka itu penting untuk meningkatkan
kepercayaan.

R/: Pemahaman orang tua mengenai pentingnya kehadiran, kapan anak


harus didampingi atau tidak, berperan penting dalam menngkatkan
kepercayaan anak.

e. Gunakan teknik distraksi seperti dengan bercerita tentang dongeng


menggunakan boneka, nafas dalam, dll.

R/: Teknik ini akan membantu mengalihkan perhatian anak dari rasa
nyeri yang dirasakan.

3. Dx.3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan perubahan mencerna makanan, peningkatan
kebutuhan metabolisme.

Tujuan: Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1x 24 jam diharapkan


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan

Kriteria hasil: tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat
awal, tidak adanya mual-muntah.

1. Intervensi :
a. Pertahankan kebersihan mulut dengan baik sebelum dan sesudah
mengunyah makanan.

R/: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan
meninbulkan mual.

b. Tawarkan makanan porsi kecil tetapi sering untuk mengurangi


perasaan tegang pada lambung.

R/: Makan dalam porsi kecil tetapi sering dapat mengurangi beban
saluran pencernaan. Saluran pencernaan ini dapat mengalami
gangguan akibat hidrocefalus.

c. Atur agar mendapatkan nutrien yang berprotein/ kalori yang disajikan


pada saat individu ingin makan.

R/: Agar asupan nutrisi dan kalori klien adeakuat.

19
d. Timbang berat badan pasien saat ia bangun dari tidur dan setelah
berkemih pertama.

R/: Menimbang berat badan saat baru bangun dan setelah berkemih
untuk mengetahui berat badan mula-mula sebelum mendapatkan
nutrient

e. Konsultasikan dengan ahli gizi mengenai kebutuhan kalori harian yang


realistis dan adekuat.

R/: Konsultasi ini dilakukan agar klien mendapatkan nutrisi sesuai


indikasi dan kebutuhan kalorinya

f. Makanan atau cairan, jika muntah dapat diberikan cairan infuse


dekstrosa 5% 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

4. DX4: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


meningkatnya volume cairan serebrospinal, meningkatnya tekanan intra
karnial.

Tujuan : perfusi jaringan serebral adequat.

1. Intervensi:
Observasi TTV
a. Kaji data dasar neurologi
b. Hindari pemasangan infuse pada vena kepala jika terjadi
pembedahan
c. Tentukan posisi anak :
 tempatkan pada posisi terlentang
 tinggikan kepala
d. Hindari penggunaan obat – obat penenang

5. DX5: Resiko tinggi terjadinya kerusakn intregasi kulit sehubungan dengan


penekanan dan ketidakmampuan untuk menggerakan kepala.

Tujuan : klien akan menunjukan intregasi kulit yang baik

1. Intervensi :
a. Berikan perawatan kulit
b. Laporkan segera bila terjadi perubahan TTV ( tingkah laku ).
c. Monitor daerah sekitar operasi terhadap adanya tanda – tanda
kemerahan atau pembengkakan.

20
6. DX6: Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan dengan kurang
informasi dalam keadaan krisis.

Tujuan : keluarga klien akan menerima support dengan adekuat

1. Intervensi :
a. Jelaskan tentang penyakit tindakan dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Berikan kesempatan pada orang tua atau anggota keluarga untuk
mengekspresikan perasaan.
c. Berikan dorongan pada orang tua untuk membantu perawatan anak.

D. PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan


pada rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :

Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:

a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi


b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

E. EVALUASI

Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil


mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing
diagnosa keperawatan sehingga :

• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)


• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian
ulang & intervensi dirubah).

21
DAFTAR PUSTAKA

http://haris715.blogspot.com/2012/11/askep-hidrosefalus-pada-anak.html

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-
Kep%20Neurobehaviour-Askep%20Hidrosefalus.html

http://asuhankeperawatanakpergatsoe.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-
pada-anak-d-dengan.html

http://nerskece.blogspot.com/2013/06/askep-hidrosefalus-pada-anak.html

22

Anda mungkin juga menyukai