Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI DENGAN

HIDROSEPHALUS

Disusun Oleh:
Nama : Aulia Pancarani Nuswantari
NIM : P0724218006

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D-III KEBIDANAN SAMARINDA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanallahu Wa Taala, atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan laporan komprehensif “Asuhan kebidanan pada neonatus dengan
hidrocephalus” sebagai tugas mata kuliah .
Dalam penyusunan laporan ini, kami telah berusaha menyusun dengan
sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun tentunya sebagai manusia biasa
tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan kami, semoga bisa menjadi
koreksi di masa mendatang agar lebih baik lagi dari sebelumnya..
Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan
bagi kita semuanya. Aamiin.

Samarinda, 4 April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Teori....................................................................................4
1. Definisi.................................................................................................4
2. Epidemiologi........................................................................................4
3. Patofisiologi..........................................................................................5
4. Etiologi.................................................................................................7
5. Gejala....................................................................................................8
6. Diagnosis..............................................................................................9
7. Komplikasi..........................................................................................14
B. Konsep dasar manajemen kebidanan........................................................15
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Kasus.........................................................................................................26
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................32
B. Saran..........................................................................................................32
BAB V DAFTAR PUSTAKA.............................................................................33
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrosefalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hidrosefalus


dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang
semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia semakin
meningkat pula yang pada akhirnya menjadi factor penyebab suatu penyakit,
yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat rentan terhadap
penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah
Hidrosefalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga
kasus per seribu kehamilan hidup menderita hidrosefalus. Dan hidrosefalus
merupakan penyakit yang sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang
khusus.

Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada
bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal.
Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus
juga biasa terjadi pada oaran dewasa, hanya saja pada bayi gejala klinisnya
tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis. Hal ini
dikarenakan pada bayi ubun2nya masih terbuka, sehingga adanya
penumpukan cairan otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang2
tengkorak. Sedang pada orang dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi
melebar.

Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini.


Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi
intrakranial. Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu
penegakan diagnosis di masa prenatal maupun postnatal, sedangkan CT Scan
dan MRI pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini sebaiknya dilakukan
secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan tindakan
operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-
shunting seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis
ditentukan oleh berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang
menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta respon pasien terhadap terapi.
Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih
tinggi karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi
pasca operasi. Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil
akhir dari proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat
dari kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka
panjang dari hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia saat
munculnya onset dan keadaan yang menyertai serta yang menjadi
penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak hal yang
mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat
direncanakan dan dilakukan.

Tatalaksana hidrosefalus terutama adalah menurunkan tekanan


intrakranial, paling efektif dengan prosedur pembedahan
membuat shunt maupun bypass. Namun, perlu diperhatikan pula bahwa tata
laksana tidak terlepas dari etiologi yang mendasari. Prognosis untuk pasien
dengan hidrosefalus masih sulit untuk diprediksi, hal ini dipengaruhi oleh
penyakit penyerta dan etiologi, usia waktu didiagnosis, juga keberhasilan
terapi.
B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pelaksanaan asuhan kebidanan pada neonatus dengan


hidrosefalus?

C. Tujuan

Tujuan Umum

Memberikan asuhan kebidanan pada neonatus dengan hidrosefalus


menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan manajemen kebidanan
Varney.

Tujuan Khusus

Untuk mengetahui tinjauan teori tentang hidrosefalus

Untuk mengetahui manajemen asuhan kebidanan teori hidrosefalus

a. Dapat melakukan pengkajian pada neonatus dengan hidrosefalus melalui


metode varney

b. Dapat melakukan interpretasi data dasar pada kasus hidrosefalus

c. Dapat melakukan identifikasi diagnosis dan masalah potensial pada


hidrosefalus

d. Dapat melakukan identifikasi tindakan segera pada hidrosefalus

e. Dapat melakukan perencanaan (intervensi) pada kasus hidrosefalus

f. Dapat melaksanakan implementasi pada kasus hidrosefalus

g. Dapat melakukan evaluasi pada kasus hidrosefalus


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Teori
1. Definisi

Hidrosefalus merupakan manifestasi klinis dari akumulasi cairan


serebrospinal (cerebrospinal fluid / CSF) yang berlebihan, sehingga terjadi
peningkatan tekanan intraventrikuler dan dilatasi patologis ruang ventrikel.
Hal ini terjadi karena adanya gangguan pada sirkulasi dan/atau absorbsi CSF,
ataupun meningkatnya produksi CSF oleh plexus choroid. Hidrosefalus dapat
diturunkan karena kelainan genetik, maupun didapat karena komplikasi
persalinan prematur, tumor, trauma, infeksi, dan gangguan metabolik.
(Wright Z,dkk. 2016 dan Liew B, dkk 2019)

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan


serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu
masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga
50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi
dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara
teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor
yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan
peningkatan tekanan sinus venosa. (Apriyanto, dkk,2003)

Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti
air, dan cephalus yang berarti kepala. (Rizvi R, Anjum Q. 2005).

Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan


pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga
terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini
juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal
(Satyanegara 2010).
2. Epidemiologi
Kasus ini merupakan salah satu masalah dalam bedah saraf yang paling
sering ditemui. Data menyebutkan bahwa hidrosefalus kongenital terjadi
pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan ditemukan lebih banyak
di negara berkembang seperti Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000
kelahiran.3,8 Sedangkan di Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga 50%
dari kunjungan berobat atau tindakan operasi bedah saraf. (Ibrahim S,dkk
2012)
Di Indonesia, data epidemiologi mengenai hidrosefalus masih jarang
ditemukan. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Rahmayani et al.
di RSUD dr. Soetomo, dari 80 pasien yang menderita hidrosefalus, 41,25%
mengalami hidrosefalus komunikans dan 58,75% mengalami hidrosefalus
non komunikans. Insidens hidrosefalus di Indonesia mencapai 10 permil.
Bayi merupakan kelompok usia terbanyak yang mengalami hidrosefalus
(46,25%), sedangkan neonatus hanya mencapai 5%. Jenis kelamin yang lebih
banyak mengalami hidrosefalus adalah laki-laki dengan rasio 2,1:1. Hal ini
karena adanya faktor genetik (gen resesif terkait-X).  (Rahmayani DD, dkk
2017)

3. Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem
ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di
ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan
serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang
0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut
sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang
dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke
ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan
menuju ke foramen luska dan magendi,hingga akhirnya ke ruang
subarakhnoid dan kanalis spinalis.(Ibrahim S,dkk 2012)
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu
(Satyanegara 2010).:
1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab
paling jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini
disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau
karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus
hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau
tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di
ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga
penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor,
misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold
Chiari.
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun
ekstrinsik saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor
para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti
mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal, fibrosis
leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti
sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi
penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk
hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri
Terdapat pula beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu
onsetnya, yaitu akut (beberapa hari), subakut (meninggi), dan kronis
(berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian hidrosefalus berdasarkan
gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefalus asimtomatik.
(Satyanegara 2010).
Berdasarkan mekanisme terjadinya maka hidrosefalus dibagi menjadi
dua, yaitu (Wright Z,dkk 2016) :

1. Hidrosefalus obstruktif (non-communicating), terjadi karena adanya


obstruksi pada sistem ventrikel sehingga CSF tidak dapat mengalir
dengan mudah sampai ke sinus sagitalis superior, tempat villi
arachnoid mengabsorbsi CSF
2. Hidrosefalus non-obstruktif (communicating), terjadi karena
gangguan absorbsi atau sekresi CSF, dan tidak ada sumbatan pada
sistem ventrikel sampai ke ruang subarachnoid 

4. Etiologi
Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua, yaitu penyebab prenatal dan postnatal.
A. Penyebab prenatal
Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini
sejak lahir atau segera setelah lahir. Beberapa penyebabnya terutama
adalah stenosis akuaduktus sylvii, malfromasi Dandy Walker,
Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari.
Selain itu, terdapat juga jenis malformasi lain yang jarang terjadi.
Penyebab lain dapat berupa infeksi in-utero, lesi destruktif dan faktor
genetik. (Satyanegara 2010 dan Ibrahim S,dkk 2012)
B. Penyebab postnatal
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista
arakhnoid dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang
mengganggu aliran likuor. Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran
vena juga merupakan penyabab yang cukup sering terjadi. (Satyanegara
2010 dan Fazl M, dkk 2006)
Dari penjelasan di atas, hidrosefalus dapat diklasifikasikan menjadi
hidrosefalus obstruktif dan hidrosefalus komunikans seperti yang dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Hidrosefalus
Hidrosefalus obstruktif Hidrosefalus komunikans
Kongenital Kongenital
Stenosis akuaduktus Kista Dandy Malformasi Arnold Chiari (tipe II,
Walker Benign intracranial cysts jarang pada type I) Ensefalokel
(seperti kista arachnoid) Malformasi Deformitas basis kranii
vaskular (seperti aneurisma vena
Galen) Didapat
Infeksi (intrauterin misalnya CMV,
Didapat toxoplasma, postbacterial meningitis)
Tumor (seperti ventrikel 3, Perdarahan (IVH pada infan, sub-
regio pineal, arachnoid haemorrhage)
fossa posterior) Lessi massa lainnya Hipertensi vena (seperti trombosis
(seperti giant aneurysms, abses) sinus venosa, arterio±venous shunts)
Ventricular scarring Meningeal carcinomatosis Sekresi
berlebihan CSF (papiloma pleksus
koroidalis)

5. Gejala Klinis
Gejala yang tamapak berupa sebagai berikut :
1. Gejala akibat tekanan intracranial yang meninggi. Pada bayi biasanya
disertai pembesaran tengkorak sendiri yaitu bila tekanan yang meninggi
ini terjadi sebelum sutura tengkorak menutup. Gejala 200 tekanan
intracranial yang meninggi dapat berupa muntah, nyeri kepala dan pada
anak yang agak besar mungkin terdapat edema papil saraf otak II pada
pemeriksaan funduskopi (choked Disk).
2. Kepala terlihat lebih besar dibandingkan tubuh Dipastikan dengan
menukur lingkar lingkar kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan
dengan lingkaran dada dan angka normal pada usia yang sama.
3. Ubun – ubun besar melabar atau tidak menutup pada waktunya, teraba
tegang atau menonjol. 4) Dahi tampak melebar dengan kulit kepal yang
menipis, teganag dan mengkilat dengan pelebaran vena kulit kepala.
4. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba melebar
5. Didapatkan Cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak
pada perkusi kepala.
6. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan penipisan tulang
supraorbita, sclera tampak diatas iris sehingga seakan – akan matahari
yang tebenam ( sun set sign ). (Buda S, SPd.M.Kes, dkk 2011)

6. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania


merupakan salah satu tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua
deviasi standar di atas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok
usianya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan
menyebabkan empat gejala hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior
yang sangat tegang (37%), sutura tampak atau teraba melebar, kulit kepala
licin, dan sunset phenomenon dimana kedua bola mata berdiaviasi ke atas
dan kelopak mata atas tertarik.

Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
daripada bayi, gejala ini mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan
okulomotor, dan gejala gangguan batang otak (bradikardia, aritmia respirasi).
Gejala lainnya yaitu spastisitas pada eksremitas inferior yang berlanjut
menjadi gangguan berjalan dan gangguan endokrin. (Satyanegara 2010)

Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan USG dapat mendeteksi


hidrosefalus pada periode prenatal, dapat pula digunakan untuk mengukur
dan memonitor ukuran ventrikel, terutama digunakan pada anak prematur.
CT Scan dapat digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel secara kasar dan
menentukan sumber obstruksi. CT Scan dapat menilai baik secara fungsional
maupun anatomikal namun tidak lebih baik daripada MRI, namun karena
pemeriksaannya cukup lama maka pada bayi perlu dilakukan pembiusan.
(Satyanegara 2010)

A. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menunjang diagnosis hidrosefalus


meliputi pencitraan, (ultrasonografi, CT scan, MRI), pungsi lumbal, dan
pemeriksaan laboratorium.

a. USG dan MRI Antenatal

Ultrasonografi antenatal adalah pencitraan hidrosefalus yang pertama


kali dapat dilakukan, dimana pada kepala fetus terlihat adanya pelebaran
ventrikel (normal <10mm).  USG plexus choroid pada ventrikel lateral
potongan transversal pada hydrocephalus akan menunjukkan
“butterfly” sign. hydrocephalus biasanya sudah dapat terdeteksi pada
saat memasuki kehamilan trimester kedua kemudian dapat dikonfirmasi
dengan fetal MRI untuk melihat gambaran otak secara detail. (Bijarnia-
Mahay S, dkk 2015)

MRI fetus berguna untuk mengidentifikasi struktur ventrikel dan


melakukan volumetri ventrikel. MRI digunakan untuk mengevaluasi
ventrikulomegali karena modalitas ini dapat mengidentifikasi
abnormalitas tertentu yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi,
misalnya malformasi kortikal dan migrasi yang abnormal. MRI paling
baik digunakan pada usia kehamilan 22-24 minggu karena saat ini
adalah puncak perkembangan sistem saraf pusat. (Zarutskie A,dkk 2019)
Gambar 2. Gambaran Ultrasonografi pada Fetus dengan Hidrosefalus. Sumber:
Nevit Dilmen, Wikimedia commons, 2010

b. USG Kepala Bayi

Bayi yang dicurigai hidrosefalus dapat dilakukan skrining dengan USG


(Point-of-Care Ultrasonography / POCUS) untuk mengidentifikasi dan
monitoring, terutama pada keadaan gawat darurat. Teknik yang
digunakan adalah transfontanela POCUS, dengan transduser 5-10
MHz. Probe diletakkan pada fontanel anterior, yang masih terbuka
sampai usia 2 tahun, namun pemeriksaan ini akan memberikan
gambaran yang lebih maksimal pada usia 12-18 bulan dimana fontanel
anterior masih paten. Pemeriksaan ini kemudian dapat memvisualisasi
sistem ventrikel yang dilatasi. (Subramaniam S, dkk 2019)

Tanda awal hidrosefalus yang dapat terlihat adalah pelebaran atau


“ballooning” kornu anterior ventrikel lateral. Selanjutnya akan terjadi
dilatasi konsentrik dan memperlihatkan pembesaran kornu frontalis
membentuk lingkaran menyerupai telinga “Mickey Mouse”. Indeks
bifrontal adalah rasio bagian kornu anterior yang terluas dibandingkan
dengan bagian terluas dari bagian dalam kranium (normalnya 0,3),
apabila >0,5 maka dapat dicurigai hidrosefalus. (Subramaniam S, dkk
2019)

c. CT Scan Kepala dan MRI Otak

Diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan melakukan


pemeriksaan neuroimaging, antara lain seperti CT scan kepala,
atau MRI otak. Pemeriksaan neuroimaging ini juga dapat membantu
mengetahui adanya malformasi maupun tumor. Selain itu juga dapat
mengetahui bagian yang mengalami obstruksi, dengan melihat adanya
dilatasi ventrikel pada bagian tersebut. CT scan sebenarnya sudah
sensitif untuk mendiagnosis NPH dan adanya ventrikulomegali, namun
MRI dapat memberikan informasi tambahan yang penting, misalnya
adanya stenosis aquaductus, perubahan substansia alba
(hipersensitivitas substansia alba), maupun adanya etiologi lain (seperti
demensia alzheimer). (Gooriah R, dkk 2016)

CT scan kepala dapat membantu untuk menilai ukuran ventrikel dan


struktur lain di otak. Kriteria hidrosefalus akut CT scan antara lain,
pembesaran kornu temporal bilateral lebih dari 2mm yang jelas terlihat,
dalam keadaan normal kornu temporalis hampir tak terlihat. Rasio
bagian terlebar kornu frontalis dengan diameter biparietal yang
maksimal (Evans ratio) lebih dari 30%. Adanya ballooning pada kornu
frontalis ventrikel lateral dan ventrikel ketiga (mickey mouse sign) dapat
juga mengindikasikan adanya obstruksi aquaductus. Selain untuk
keperluan diagnosis, CT scan juga dapat digunakan untuk memonitor
pasien dengan hidrosefalus post-shunting. (Gooriah R, dkk 2016)

MRI otak dapat dengan kontras dapat melihat kuantitas aliran cairan
serebrospinal pada aquaductus dan memprediksi angka
responsivitas shunt. Selain itu, metode ini juga dapat mengukur tekanan
intrakranial secara tidak langsung, sehingga mengurangi keperluan
tindakan invasif. (McAllister JP, dkk 2016)

Gambar 3. Penegakkan diagnosis hidrosefalus dengan pemeriksaan CT Scan


kepala

d. PET / SPECT Cerebral Blood Flow dan Brain Metabolic Studies

Pemeriksaan positron emission tomography (PET) / single photon


emission tomography (SPECT) pada aliran pembuluh darah otak dan
status metaboliknya dapat dievaluasi 1 minggu sebelum dan 7 bulan
setelah dilakukan tindakan operasi pada pasien dengan normal pressure
hidrosefalus (NPH). Adanya perbaikan setelah
terapi shunting digambarkan dengan menurunnya aliran darah otak.
Adanya perbaikan kemampuan metabolik menandakan adanya
perbaikan neurologis, yang berarti ada perbaikan hemodinamik. Adanya
hipometabolik pada area kortek menunjukkan menurunnya penggunaan
glukosa. (McAllister JP, dkk 2016)

e. Pemeriksaan Pungsi Lumbal


Pemeriksaan pungsi lumbal dilakukan apabila dicurigai adanya etiologi
infeksi, misalnya yang menyebabkan adhesive arachnoiditis atau
ependimitis. Selain itu, pemeriksaan pungsi lumbal atau tap test, dapat
digunakan untuk menunjang diagnosis normal pressure
hidrosefalus (NPH), dengan mengaspirasi 40-50 ml cairan serebrospinal
(tap test) dan didapatkan perbaikan gejala klinis. Pungsi lumbal pada
NPH perlu dilakukan penilaian opening pressure, karena nilainya akan
normal (10-20 cmH2O). Kontraindikasi tindakan ini adalah pasien
dengan bukti adanya space occupying lesion (SOL), karena hal ini
berisiko menyebabkan herniasi serebral. Selain itu, tap test juga tidak
boleh dilakukan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial,
yaitu pasien dengan tanda papilledema, defisit saraf fokal, dan
penurunan kesadaran. (Gooriah R, dkk 2016)

Pemeriksaan cairan serebrospinal yang didapatkan pada pungsi lumbal


untuk menilai biomarker untuk NPH, antara lain TNF, amyloid-beta,
laktat, protein Tau, dan triple protein neurofilamen. Biomarker ini dapat
membantu memprediksi outcome kognitif pasien, mengetahui adanya
mekanisme yang mendasari gangguan perkembangan, dan melakukan
analisis genetik. Namun, penggunaannya dalam praktik klinis sehari-
hari masih jarang dilakukan mengingat biaya dan ketersediaan sarana.
(McAllister JP, dkk 2016)

f. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan darah spesifik yang direkomendasikan sebagai


pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis hidrosefalus.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain adalah
pemeriksaan genetik untuk mengetahui etiologi maupun faktor risiko
yang berhubungan dengan kelainan maupun mutasi genetik. (Sun Y,
dkk 2019)
7. Komplikasi

1. Peningkatan TIK
2. Kerusakan otak
3. Infeksi: septisemia, infeksi luka nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses
otak
4. Emboli otak
5. Obstruksi vena kava superior
6. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
7. Fisik dan intelegent kurang dari normal, gangguan penglihatan
8. Kematian (Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio 2004)
B. Konsep dasar manajemen kebidanan
KONSEP DASAR MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA
NEONATUS/BAYI/BALITA/ANAK
DENGAN HIDROSEFALUS

1. PENGKAJIAN
Pengkajian data subyektif dan data obyektif menggunakan konsep
Refocusing atau menggunakan data fkus yang disesuaikan dengan
kebutuhan klien, Berdasarkan teori yang ada untuk menegakan diagnosis.

A. DATA SUBYEKTIF
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama :
Umur/tanggal lahir : Hidrosefalus umumnya bersifat
kongenital,biasanya tampak pada
masa bayi. Hidrosefalus yang
muncul umur 6 bulan biasanya
tidak bersifat kongenital.(M. Sri,
dkk. 2006)
Jenis kelamin :
- Secara distributif didapatkan laki-laki lebih banyak
menderita hidrosefalus, baik tipe komunikans
maupun non komunikans dibandingkan
perempuan. (Islam, MA, dkk. 2014)
- Penderita hidrosefalus terbanyak pada jenis kelamin
laki-laki. (Sitepu, 2011)
Tanggal MRS :
Diagnosa medis :
b. Identitas orang tua
Nama ayah :
Nama ibu :
Usia ayah/ibu :
Pendidikan ayah/Ibu :
Pekerjaan ayah/ibu :
Agama :
Suku/bangsa :
Alamat :
2. Alasan MRS dan Keluhan Utama
a. Alasan MRS
Alasan MRS bisa disebabkan klien datang sendiri karena
adanya keluhan ataupun rujukan.
b. Keluhan Utama
Ukuran kepala .yang mengalami pembesaran yang lebih dari
normal perubahan perilaku dan penurunan kesadaran (letargi
dan iritabilitas) muntah-muntah, penurunan berat badan
sunsetting of the eyes, serta gangguan perkembangan. (Wright
Z, Larrew TW,et al 2016)
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang
 Riwayat perjalanan penyakit dan upaya untuk mengatasi
b. Riwayat Kesehatan yang lalu
- Riwayat antenatal :
- Toksoplasmosis pada kehamilan dapat
menyebabkan infeksi janin kongenital sehingga
mengalami kerusakan organ/struktur, salah satunya
ialah hidrosefalus (Yudrawati, 2017).
- Paparan ibu terhadap obat-obatan atau minuman
beralkohol pada saat hamil, misalnya seorang ibu
yang makan obat anti depresan saat sedang mengandung
atau seorang ibu yang sedang hamil suka
mengkonsumsi minuman beralkohol. Kedua hal tersebut
dapat mempengaruhi janin yang ada didalam
rahimnya seperti terkena hidrosefalus (Kalyvas, 2016)
- Riwayat intranatal :
- Kehamilan dengan hidrosefalus merupakan penyakit
kongenital (gangguan perkembangan janin dalam uterus
atau infeksi intrauteri) atau didapat (neoplasma,
perdarahan, atau infeksi) (Wong, 2008).

- Hidrosefalus dapat diturunkan karena kelainan genetik,


maupun didapat karena komplikasi persalinan prematur,
tumor, trauma, infeksi, dan gangguan metabolik. (Wright
Z,dkk. 2016 dan Liew B, dkk 2019)

- Riwayat postnatal :
Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus
hidrosefalus, kista arakhnoid dan kista neuroepitelial
merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran likuor.
Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga
merupakan penyabab yang cukup sering terjadi.
(Satyanegara 2010 dan Fazl M, dkk 2006)

 Riwayat imunisasi :
 Riwayat alergi
 Riwayat penyakit yang pernah di derita :
 Riwayat operasi/pembedahan
 Riwayat tumbuh kembang
Riwayat Pertumbuhan :
- Ukuran kepala .yang mengalami pembesaran yang
lebih dari normal perubahan perilaku dan penurunan
kesadaran (letargi dan iritabilitas) muntah-muntah,
penurunan berat badan juga dapat terjadi sunsetting of
the eyes, serta gangguan perkembangan. (Wright Z,
Larrew TW,et al 2016)

Riwayat perkembangan :
- Pada anak dengan hidrosefalus obstruktif yang
memiliki korteks serebral intak, perkembangan yang
adekuat dapat dicapai hanya dengan ETV, meskipun
pencapaian tersebut lebih lambat. Pada anak dengan
perkembangan otak tidak adekuat atau serebrum telah
rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang
optimal tidak dapat dicapai hanya dengan terapi ETV
meskipun tekanan intrakranial terkontrol. (Takahashi
Y 2006)
4. Riwayat kesehatan keluarga
a. Penyakit menular :
b. Penyakit menurun :
- Beberapa penyebabnya terutama adalah stenosis
akuaduktus sylvii, malfromasi Dandy Walker,
Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan Malformasi
Arnold Chiari. Selain itu, terdapat juga jenis malformasi
lain yang jarang terjadi. Penyebab lain dapat berupa
infeksi in-utero, lesi destruktif dan faktor genetik.
(Ibrahim S, Rosa AB, et al 2012)

c. Riwayat penyakit menahun :

5. Pola fungsional kesehatan

Kebutuhan dasar Keterangan

Pola nutrisi Kebanyakan anak hidrosefalus mengalami kesulitan


dalam menelan makanan. Sekitar 80% anak hidrosefalus
usia 1 – 5 tahun masih mengkonsumsi bubur atau
makanan halus, mereka belum bisa makan makanan
dalam bentuk padat karena kerja tubuhnya mengalami
gangguan (Sulistyoningsih, 2010).

Pola eliminasi Pada hidrosefalus sulit menahan kemih atau menahan


buang air besar. (Academi edu, Alodokter 2018)

Pola istirahat Didapat (Acquired), Hidrosefalus terjadi saat lahir atau


setelah dilahirkan. disebabkan oleh trauma atau
berbagai penyakit. Selain penderita akan mengalami
mual dan nyeri leher, nyeri kepala juga akan muncul.
Nyeri kepala ini biasanya sangat terasa di pagi hari,
setelah bangun tidur. Gejala lain dari hidrosefalus adalah
mengantuk, penglihatan buram, bingung, sulit menahan
kemih atau menahan buang air besar, dan sulit berjalan.
(Academi edu, Alodokter 2018)

Pola personal hygiene

Pola aktifitas Gejala lainnya yaitu spastisitas pada eksremitas inferior


yang berlanjut menjadi gangguan berjalan dan gangguan
endokrin. (Ibrahim S, Rosa AB, et al 2012)

6. Riwayat psikososiokultural spiritual


a. Komposisi fungsi,dan hubungan keluarga
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
- Kondisilingkungan yang dapat menyebabkan kelainan
kongenital adalah terpaparnyaradiasi, zat-zat kimia, polusi
industri, serta agen-agen mutagenik di tempatkerja. Salah
satu kelainan dari kelainan kongenital adalah
hidrosefalus(Reeder, 2011).
c. Kultur dan kepercayaan yang membengaruhi kesehatan
B. Data objektif
1. Pemeriksaan Umum:
Kesadaran :
Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah :
Nadi :
Suhu :
Pernapasan :
Antropometri :
Panjang badan
Berat badan : sebelum sakit :
saat ini :
LILA :
Lingkar kepala : - >37 cm normal (34-35 cm)
- Pada bayi normal. Circumferentia
suboccipu bregmetica(lingkaran
kecil kepala) 32 cm
Circumferentia fronto occipitalis
(lingkaran sedang kepala) 34 cm,
Circumferentia mento occipitalis
(lingkaran besar kepala) 35 cm.
- Penelitian di RSUP Dr. Sardjito
lingkar kepala pasien hidrosefalus
bayi dan anak adalah ± 50,09cm.
(Subagio Y., Pramusinto H., Basuki
E. / SM Vol.15 No.1 Juni 2019 Page
72)
Lingkar dada :
Lingkar perut :
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi.
Inspeksi :
Kepala : Pada bayi hidrosefalus ukuran lingkar
kepala (occipito-frontal) yang lebih
besar daripada normal (makrosefali)
(Wright Z, Larrew TW et al 2016)

Mata : Mata penderita hidrosefalus


memperlihatkan gambaran yang khas,
yaitu setting-sun sign (skelera yang
tampak di atas iris). (Hoffman, M, dkk
2013).

Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia eksterna :
Anus :
Ekstremitas :
Palpasi :

Kepala : Kepala lebih besar dari tubuh, ubun-


ubun besar melebar,teraba tegang atau
menonjol, dahi tampak melebar ,kulit
kepala yang menipis,tegang dan
mengkilat dengan pelebaran vena kulit
kepala , sutura melebar ± 2-3 cm.
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia eksterna :
Anus :
Ekstremitas :
Auskultasi :

Perkusi :

3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks
Pemeriksaan refleks yang dilakukan antara lain :
Refleks moro :
Refleks tonic neck :
Refleks rooting :
Refleks sucking :
Refleks graps (plantar & palmar grasp) :Refleks babinski atau
refleks plantar adalah refleks pada syaraf kaki
yang dimiliki bayi ketika berusia sekitar 6
bulan hingga 2 tahun. Refleks ini biasanya
muncul ketika telapak kaki dibelai atau ditekan
sedikit.
Refleks plantar positif (Oliveira LM, et al
2019)

Refleks babynski : Hiperrefleks, spastisitas, klonus pada


ekstremitas inferior, serta refleks babinski
positif yang disebabkan karena adanya
stretching dan gangguan pada serat
kortikospinal untuk regio extremitas bawah
pada korteks motorik. (Oliveira LM, et al
2019)
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:

Tidak ada pemeriksaan darah spesifik yang


direkomendasikan sebagai pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis hidrosefalus. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dilakukan antara lain adalah pemeriksaan genetik
untuk mengetahui etiologi maupun faktor risiko yang
berhubungan dengan kelainan maupun mutasi genetik. (Sun Y,
dkk 2019)

Pemeriksaan USG:
Dengan menggunakan usg dapat mendeteksi hidrosefalus
pada periode prenatal, dapat pula digunakan untuk mengukur
dan memonitor ukuran ventrikel, terutama digunakanpada anak
prematur. (Satyanegara. 2010)
Pemeriksaan CT scan and MRI otak:

CT scan sebenarnya sudah sensitif untuk mendiagnosis


NPH dan adanya ventrikulomegali, namun MRI dapat
memberikan informasi tambahan yang penting, misalnya
adanya stenosis aquaductus, perubahan substansia alba
(hipersensitivitas substansia alba), maupun adanya etiologi lain
(seperti demensia alzheimer). (Gooriah R, dkk 2016)

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis : bayi usia 7 bulan dengan Hidrosefalus
Masalah : Pembesaran kepala yang abnormal, Mual muntah dan
penurunan kesadaran (Wright Z, Larrew TW, et al 2016)

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSE/MASALAH POTENSIAL


Diagnosa Potensial: Atrofi otak Peningkatan TIK(Tekanan
intrakranial) dan Herniasi otak yang dapat
berakibat kematian. (Prasetio 2004)
Masalah Potensial: Dehidrasi (Muntah dan diare yang hebat dapat
mengakibatkan dehidrasi dan penurunan tekanan
darah, sehingga terjadi syok. (Da Pratiwi 2011))
Stupor (soporos coma) merupakan kantuk yang
dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan
rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera
menurun lagi.
( Fakultas ilmu Kesehatan. 2011)
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA
Kebutuhan Tindakan Segera: Melakukan Rujukan dan Konsultasi
Dengan dokter bedah syaraf.

V. INTERVENSI
1. Jelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan bayinya .
R: Menjelaskan mengenai keadaan anak, orang tua akan mengerti
sehingga bersifat kooperatif terhadap tindakan dan anjuran petugas
kesehatan (Suparyanti,2008)
2. Beri dorongan kepada ibu untuk bisa menerima bayinya bahwa bayi ibu
adalah anugrah tuhan dan juga berikan semangat kepada ibu dan
keluarga
R: Memberikan dukungan sosial ini berkenaan dengan keuntungan
yang didapat oleh seorang individu dalam hubungan dengan orang
lain dia akan mampu mengelola dan meningkatkan kemampuannya
dalam mengahadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
(Corsini, dalam Jurnal Psikologi, 2010).
Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non
verbal. ( Citra 2010)
3. Jelaskan kepada orang tua penyebab hidrosefalus
R: Informasi dapat membantu menurunkan ansietas dan meningkatkan
hubungan yang baik diantara klien dan bidan (Doenges, 2007)
4. Jelaskan kepada ibu untuk tetap memberikan asi dan terus menjaga
asupan bayi.
R: Perilaku makan pada anak hidrosefalus cenderung pasif, yaitu hanya
menerima makanan yang diberikan oleh ibunya, sehingga peran ibu
sangat bersar dalam menentukan menu makanan yang bergizi
legkap dan seimbang (Sulistyoningsih, 2010).
Makanan paling ideal dan seimbang bagi bayi dapat diberika
secara langsung ataupun tidak langsung (Suryoprayogo,2009).
5. Anjurkan kepada ibu untuk konsul khusus pada dokter special bedah
syaraf  agar bayinya mendapatkan tindakan operatif dalam bentuk
pemasangan Vp SHUNT.
R: Shunt adalah alat dalam pengobatan hidrosefalus pada bayi yang
berguna untuk mengeluarkan kelebihan cairan serebrospinal dari
dalam otak. VP shunt merupakan saluran khusus yang dipasang
melalui prosedur pembedahan untuk mengurangi penumpukan
cairan otak pada penderita hidrosefalus. Alat ini bertujuan untuk
mengurangi tekanan pada otak akibat penumpukan cairan
serebrospinal. (alodokter, 2018)

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan oleh bidan atau
sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya
VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASKEB PADA BAYI DENGAN HIDROSEFALUS

Tanggal Pengkajian   : 17 Agustus 2020


Waktu Pengkajian : 16.00 WIB
Tempat Pengkajian : PMB Alam
Nama Pengkaji : Sinta Alam Sari

SUBJEKTIF
A. Identitas
Nama bayi :  Bayi Ny “N”
Umur :  7 bulan
Tgl/Jam Lahir :  11-02-2020/14.50 WIB
Jenis Kelamin :  Perempuan
Berat Badan : 8,6 kg
Panjang badan :  65 cm

Nama Ibu :  Ny ”I” Nama Ayah :  Tn. “D”


Umur :  23 Th Umur  :  23 Th
Agama :  Islam Agama :  Islam
Pendidikan :  SMA Pendidikan :  SMK
Pekerjaan :  IRT Pekerjaan :  Swasta
Suku :  Jawa Suku :    Jawa/Indonesia
Alamat :  Jl. Sabanar Lama Hilir

B. Alasan Datang dan Keluhan Utama

1. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin memeriksakan kondisi bayinya yang rewel dan
muntah.
2. Keluhan Utama
Ukuran kepala .yang mengalami pembesaran yang lebih dari normal
perubahan perilaku dan penurunan kesadaran (letargi dan iritabilitas)
muntah-muntah, penurunan berat badan, ibu mengatakan kepala
anaknya mulai membesar pada umur 6 bulan tapi ibu menganggap
normal karena ukurannya tida terlalu besar atau masih terlihat normal.

C. Riwayat Kesehatan Klien


1. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak mengalami pembesaran ukuran kepala yang lebih dari normal
perubahan perilaku dan penurunan kesadaran (letargi dan iritabilitas)
muntah-muntah, penurunan berat badan sunsetting of the eyes, serta
gangguan perkembangan.
2. Riwayat Penyakit Terdahulu
 Riwayat kehamilan dan kelahiran :
 Riwayat antenatal :
Ini merupakan kehamilan ibu yang pertama, umur ibu saat
hamil adalah 22 tahun. Ibu tidak terlalu rutin melakukan ANC
di Puskesmas selama kehamilannya. Saat hamil ibu mengalami
anemia ringan. Selama hamil ibu makan makanan yang
mengandung nutrisi, karbohidrat, serat dan vitamin seperti
sayur sayuran, kacang kacangan,buah buahan,ikan telur dan
daging.Ibu mengonsumsi vitamin, asam folat dan tablet Fe
yang telah diberikan oleh bidan. Ibu sudah mendapatkan
imunisasi TT sebanyak 1x. TT1 saat UK 6 bulan.
 Riwayat intranatal:

Lahir tanggal 11-04-2020/14.50 WIB di BPM. Bayi prematur


dan ditolong oleh dr. Obgyn. Berat 1.500 gram dan panjang
badan saat lahir 30 cm.
 Riwayat postnatal :
Setelah lahir bayi langsung di beri penggunaan pemancar
panas, yang diterapkan pada bayi dengan berat badan 1500
gram atau lebih.

 Riwayat imunisasi

Bayi telah mendapatkan HB 0, Imunisasi hepatitis B,


Imunisasi polio, Imunisasi BCG

 Riwayat alergi
Bayi tidak ada alergi
 Riwayat penyakit yang pernah di derita
Demam pada umur 6 bulan
 Riwayat operasi/pembedahan
Tidak ada operasi
 Riwayat tumbuh kembang
Riwayat Pertumbuhan : Ukuran kepala .yang mengalami
pembesaran

D. Riwayat penyakit keluarga


Di dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit keturunan
seperti hipertensi, asma, diabetes mellitus, dan penyakit jantung serta
penyakit menular seperti TBC, hepatitis, HIV/AIDS.
Kebutuhan dasar Keterangan

Pola nutrisi Bayi diberi ASI setiap kali 2 jam.


Ibu juga mengatakan bahwa anaknya kurang nafsu
makan.

Pola eliminasi BAK : 7 - 8 x/hari, kuning jernih, konsistensi encer dan


tidak ada kelainan
BAB :1x/hari, warna kuning keemasan, konsistensi
lunak tidak ada kelainan

Pola istirahat Sering mengantuk dan tidur

Pola personal hygiene Bayi dimandikan 1x sehari

Pola aktifitas Tidak banyak bergerak, kadang hanya tangan atau


kakinya saja.

E. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (Genogram)
Bayi tinggal dengan keluarga suamidan perkawinan ibu dan ayah si bayi
bukan keluarga dekat (konsanguinasi)
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
Keluarga bayi tinggal dilingkungan yang tidak terlalu bersih, keluarga
bayi tinggal di sekitaran sungai
c. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
Tidak ada adat istiadat dalam keluarga yang dapat memberikan dampak
negatif atau merugikan bagi kesehatan bayi

OBJEKTIF     
1. Pemeriksaan Umum
KU : Buruk , KES : Samnolen
Tanda Vital : Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 60 x/menit
Suhu : 37, 8 °C
Antropometri : Panjang badan : 65 cm,
Berat badan : 8,6 Kg,
LILA : 12 cm
Lingkar kepala :
- Circumferentia suboccipu bregmetica = 40cm
- Circumferentia fronto occipitalis = 48 cm
- Circumferentia mento occipitalis = 52 cm.
Lingkar dada : 38 cm
Lingkar perut : 36 cm

2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Tampak membesar, Asimetris, berbenjol pada bagian
pariental danfrontal, Dahi tampak melebar dengan kulit
kepala yang menipis, tegang dan mengkilat dengan
pelebaran vena kulit kepala.
Mata : Tidak simetris, bola mata kearah bawah/ sunset
fenomena, konjungtiva pucat, mata tidak tampak kotor
Telinga : Simetris, bersih, tidak tampak serumen.
Hidung : Bentuk hidung simetris, pernapasan cuping hidung,
tidak ada polip.
Mulut : Simetris, pucat kering, tidak ada labioskisis, tidak ada
palatoskisis, tidak ada labiapalatoskisis, lidah bersih,
tidak ada kelainan pallatum, tidak ada cyanosis, gusi
kemerahan, reflek rooting dan sucking tampak lemah.
Leher : Tampak simetris,tidak tampak pembengkakan
kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening, tidak ada
perlukaan, reflek tonick neck negatif.
Dada : Simetris kiri-kanan, terdapat retraksi dinding dada,
tidak tampak adanya perlukaan., lapang paru terdengar
sonor, Suara nafas vesikuler . BJ 1 menutupnya katup
mitral dan trikuspidalis dan BJ 2 menutupnya aorta dan
pulmo, terdengar teratur
Abdomen : Abdomen tampak datar, simetris, kulit tampak
pucat,bising usus normal (10 x/menit), timpani tidak
nyeri tekan, ,tidak ada pembekakan., hepar dan lien.
Genetalia : Perempuan, vagina tampak normal, labia mayora
menutupi labia minora, klitoris normal, bersih, tidak
terdapat benjolan dikelenjar skane dan bartholini
Anus : Tampak lubang anus, tidak terdapat haemoroid, tidak
ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada tanda kelainan.
Ekstermitas : Pada ekstremitas superior dan inferior tidak terdapat
oedem, namun ujung ekstremitas tampak pucat, crt
kembali dalam 3 detik babinski positif.
Punggung : Tidak tampak adanya kelainan pada tulang punggung,
tidak teraba adanya pembengkakan, dan tidak ada
perlukaan.

Pemeriksaan Neurologis/Refleks
Pemeriksaan refleks yang dilakukan antara lain:
Refleks Moro : (-) bayi tidak tampak terkejut ketika dikejutkan
dengan suara,
Refleks tonic neck : (-) saat dilakukan gerakan di tengkurapkan
spontan bayi tida bisa memiringkan kepalanya ke
samping karena kepala bayi abnormal
Refleks rooting : (-) bayi tidak tampak menoleh kearah sentuhan
ketika pipi bayi disentuh
Refleks sucking :(+) refleks isap lemah, berusaha untuk menghisap
puting yang disentuhkan.
Refleks graps (plantar & palmar grasp): (+)
- Stimulasi pada telapak kaki menyebabkan jari-jari kaki melengkung
(plantar flexion ).
- Jari bayi melekuk di sekeliling benda dan menggenggamnya seketika
bila jari diletakkan di tangan bayi
Refleks babynski : (+) dibuktikan dengan dengan bila bayi telapak
kakinya digores dengan jari pemeriksa maka
jari kaki bayi berusaha untuk menggenggam

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan CT Scan Kepala : tampak pelebaran berat, fentrikel
kanan fentrikel kiri, tampak massa di
fentrikel IV dengan pelebaran vosa
posterior
ANALISA
Diagnosis : Bayi 7 bulan dengan Hidrosefalus
Masalah : - Terjadi pembesaran kepala yang abnormal
- Mual dan muntah
- Penurunan kesadaran
Diagnosis potensial : - Atrofi otak
- Herniasi otak yang dapat berakibat kematian.
- Peningkatan TIK
Masalah Potensial : - Dehidrasi
- Sopor (stupor)
Kebutuhan segera : kolaborasi dan rujuk ke dokter spesialis anak dan
dokter bedah syaraf dan memerlukan tindakan
Operasi shunting.
PLANNING

Tanggal/Jam Pelaksanaan Pelaksana

17 agustus 2020 Menjelaskan kepada orang tua hasil Bidan


16.10 pemeriksaan bayinya bahwa bayinya
mengalami hidrosefalus. Hasil pemeriksaan
Tanda Vital :
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 60 x/menit
Suhu : 37, 8 °C
Antropometri :
Panjang badan : 65 cm,
Berat badan : 8,6 Kg,
LILA : 12 cm
Lingkar kepala : 52 cm
Lingkar dada : 36 cm
Lingkar perut : 34 cm
;Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan dan
mengetahui bahwa bayinya dalam keadaan
hidrosefalus

16.15 Memberikan dorongan kepada orang tua Bidan


untuk bisa menerima bayinya bahwa bayi
ibu adalah anugrah tuhan dan juga berikan
semangat kepada ibu dan keluarga
;ibu mengerti dan bisa menerima keadaan
bayinnya.
16.25 Bidan
Menjelaskan kepada orang tua penyebab
hidrosefalus. Hidrosefalus disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara produksi dan
penyerapan cairan di dalam otak. Akibatnya,
cairan di dalam otak terlalu banyak dan
membuat tekanan dalam kepala meningkat.
Kondisi ini bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, yang meliputi:

 Aliran cairan otak yang tersumbat.


 Produksi cairan otak yang lebih cepat
dibanding penyerapannya.
 Penyakit atau cedera pada otak, yang
memengaruhi penyerapan cairan otak.

Hidrosefalus bisa juga terjadi pada bayi


ketika proses persalinan, atau beberapa saat
setelah dilahirkan. Ada beberapa faktor yang
dapat memengaruhi kondisi tersebut, di
antaranya:
 Perdarahan di dalam otak akibat kelahiran
prematur.
 Perkembangan otak dan tulang belakang
yang tidak normal, sehingga menyumbat
aliran cairan otak.
 Infeksi selama masa kehamilan yang dapat
memicu peradangan pada otak janin,
misalnya toxoplasmosis dan TORCH.
;Ibu mengerti dan paham dengan penjelasan
bahwa prematur, perkembangan otak yang
tidak normal, infeksi dan lain-lain adalah
penyebab hidrosefalus
16.33 Mejelaskan kepada ibu untuk tetap Bidan
memberikan asi dan terus menjaga asupan
bayi. Perilaku makan pada anak hidrosefalus
cenderung pasif, yaitu hanya menerima
makanan yang diberikan oleh ibunya,
sehingga peran ibu sangat besar. Pemberian
asi bisa secara langsung, atau menggunakan
sendok.
;Ibu paham apa yang dijelaskan dan akan
melakukan anjuran yang telah diberikan.
16.38 Menganjurkan kepada orang tua untuk Dokter
konsul khusus dokter special bedah
syaraf  agar bayinya mendapatkan tindakan
operatif dalam bentuk pemasangan Vp
SHUNT
;Ibu bersedia datang dan mau membawa
bayinya untuk ke dokter spesialisbedah
syaraf
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan
serebrospinal pada sistem saraf pusat. Secara umum hidrosefalus dapat
didefiniskan sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun
penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan
serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan
sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.
Terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu produksi likuor
yang berlebihan, gangguan aliran likuor dan gangguan penyerapan cairan
serebrospinal. Likour adalah sejenis cairan tubuh yang menempati ruang sub-
arachnoid. Penyebab hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua, yaitu penyebab prenatal dan postnatal. Hidrosefalus dapat
diklasifikasikan menjadi hidrosefalus obstruktif dan hidrosefalus
komunikans.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan USG bisa mendeteksi
hidrosefalus pada periode prenatal, dapat pula digunakan untuk mengukur
dan memonitor ukuran ventrikel, terutama digunakan pada anak prematur.
CT Scan dapat digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel secara kasar dan
menentukan sumber obstruksi

B. Saran
Sebagai mahasiswa diharapkan agar dapat mencari informasi dan
memperluas wawasan mengenai klien dengan Hidrosefalus karena dengan
adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu
mengembangkan diri dalam masyarakat dan memberikan pendidikan
kesehatan bagi masyarakat mengenai Hidrosefalus, dan fakor –faktor
pencetusnya serta bagaimana pencegahan untuk kasus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abstracts from hydrocephalus 2018. the tenth meeting of the International


Society for Hydrocephalus and Cerebrospinal Fluid Disorders. Fluids
Barriers CNS. 2018 Dec 24;15(2):35.

Agung, R. P., & Sari, F. (2013). Hidrosefalus Pada Anak. JAMBI MEDICAL


JOURNAL" Jurnal Kedokteran dan Kesehatan", 1(1).

Alvaro RE. Control of Breathing and Apnea of Prematurity. NeoReviews. 2018


Apr;19(4):e224–34

Bijarnia-Mahay S, Puri RD, Kotecha U, et al 2015. Outcome of Prenatally-


Detected Fetal Ventriculomegaly. J Fetal Med. 1;2(1):39–44.

Buda S, SPd.M.Kes, , Sih Sajekti, SST. Buku Ajar : Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi dan Balita (2011).

dr. Felicia. 2020. Pendahuluan Hydrocephalus: Alomedika.


https://www.alomedika.com/penyakit/neurologi/hydrocephalus

Fazl M, Rowel DW, Laxton A, Panu N, Tawadros P. Neurosurgery. MCCQE;


2006. P. 33.

Gooriah R, Raman A 2016 Sep 28 . Idiopathic Normal Pressure Hydrocephalus:


An Overview of Pathophysiology, Clinical Features, Diagnosis and
Treatment. Update Dement Available from:
https://www.intechopen.com/books/update-on-dementia/idiopathic-normal-
pressure-hydrocephalus-an-overview-of-pathophysiology-clinical-features-
diagnosis-

Hoffman, M, dkk Hydrocephalus. 2013. Diakses 16 July 16, 2020. Available at


http://www.emedicine.medscape.com/arti kel/1135286 (on line).

Hydrocephalus Fact Sheet | National Institute of Neurological Disorders and


Stroke. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2019.
Available from: https://www.ninds.nih.gov/Disorders/Patient-Caregiver-
Education/Fact-Sheets/Hydrocephalus-Fact-Sheet

Ibrahim S, Rosa AB, Harahap AR. Hydrocephalus in children. In: Sastrodiningrat


AD, ed. Neurosurgery lecture notes. Medan: USU Press; 2012. P.671-80.
Islam, MA, Amin, MR, Rahman, MA, Hossain, MA, Barua, KK, Hossain, M.
Fontanelle as an indicator of hydrocephalus in early childhood. Bangladesh J
Neurosci 2014;27:83-6

Kalyvas, AV., Theodosis K., Mantha O., Georgios DL., George S., Gorge AA.,
2016. Maternal Enviromental Risk Factors For Congenital Hydrocephalus: A
Systematic Review.Department of Neurosurgery Evangelismos Hospital,
University of Athens. Jurnal Of Neurosurgery Volume 41(5):E3 November
2016. http://www.thejns.10.3171/

Klinge PM. Updates in diagnostic evaluation and management of Normal


pressure hydrocephalus. :29.

Langner S, Fleck S, Baldauf J, et al. Diagnosis and Differential Diagnosis of


Hydrocephalus in Adults. RöFo - Fortschritte Auf Dem Geb Röntgenstrahlen
Bildgeb Verfahr. 2017 Aug;189(08):728–39.

Liew B, Takagi K, Kato Y, et al. Current updates on idiopathic normal pressure


hydrocephalus. Asian J Neurosurg. 2019;14(3):648.

McAllister JP, Williams MA, Walker ML, et al. An update on research priorities
in hydrocephalus: overview of the third National Institutes of Health-
sponsored symposium “Opportunities for Hydrocephalus Research:
Pathways to Better Outcomes.” J Neurosurg. 2015 Dec;123(6):1427–38.

M Sri, dkk. Tinjauan pustaka hidrosefalus.Denpasar, Bali.Seksi bedah saraf


Lab/SMF Bedah FK UNUD.Dalam : Dexa media jurnal kedokteran
dan farmasi. 2006.No.1 Vol. 19:40-48.

Oliveira LM, Nitrini R, Román GC,et al. Normal-pressure hydrocephalus: A


critical review. Dement Amp Neuropsychol. 2019 Jun;13(2):133–43.

Omidi-Varmezani R. Pediatric Hydrocephalus; A Statistical and Historical


Approach. In 2015.

Rahmayani DD, Gunawan PI, Utomo B. Profil Klinis dan Faktor Risiko
hydrocephalus Komunikans dan Non Komunikans pada Anak di RSUD dr.
Soetomo. Sari Pediatri. 2017 Aug 22;19(1):25.

Rizvi R, Anjum Q. Hydrocephalus in children [internet]. Pakistan: Journal of


Pakistan Medical Association; 2005 [cited 2013 April 28]. Available from:
http://jpma.org.pk/full_article_text.php?article_id=956

Satyanegara. Buku Ajar Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama; 2010. P.267- 89
Subagio, Y., Pramusinto, H., & Basuki, E. (2019). Faktor–Faktor Risiko Kejadian
Malfungsi Pirau Ventrikuloperitoneal Pada Pasien Hidrosefalus Bayi Dan
Anak Di Rumah Saikit Umum Pendidikan dr. Sardjito Yogyakarta. Saintika
Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 15(1), 69-77.

Subramaniam S, Chen AE, Khwaja A, et al. Identifying infant hydrocephalus in


the emergency department with transfontanellar POCUS. Am J Emerg Med.
2019 Jan;37(1):127–32.

Sun Y, Li Y, Chen M, Luo Y, et al. A Novel Silent Mutation in the L1CAM Gene
Causing Fetal Hydrocephalus Detected by Whole-Exome Sequencing. Front
Genet. 2019;10. Available from:
https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fgene.2019.00817/full

Wright Z, Larrew TW, Eskandari R. Pediatric Hydrocephalus: Current State of


Diagnosis and Treatment. Pediatr Rev. 2016 Nov;37(11):478–90.

Yokota H, Vijayasarathi A, Cekic M, et al. Diagnostic Performance of


Glymphatic System Evaluation Using Diffusion Tensor Imaging in
Idiopathic Normal Pressure Hydrocephalus and Mimickers. Current
Gerontology and Geriatrics Research. 2019.

Yudrawati.,2010.TORCH dalam Kehamilan. Fakultas Kedokteran Universitas


Andalas. https://fkunand2010.files.wordpress.com.

Zarutskie A, Guimaraes C, Yepez M, et al. Prenatal brain imaging for predicting


need for postnatal hydrocephalus treatment in fetuses that had neural tube
defect repair in utero. Ultrasound Obstet Gynecol. 2019;53(3):324–34

Anda mungkin juga menyukai