Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK I

HIDROSEFALUS

DOSEN PENGAMPUH :
Ns. Vellyza Collin, S.Kep, MAN

DISUSUN OLEH :
1. Dela Saputri (2026010073)
2. Mutiara (2026010071)
3. Nasyita Amalia (2026010061)
4. Rheka Wahyuni Khorisma.P (2026010046)
5. Sinta Maisa Putri (2026010078)
6. Ratna Dwi Puspita (2026010066)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta berkatnya sehingga penyusunan makalah ini dapat di
selesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini di susun untuk diajukan sebagai mata
kuliah Keperawatan Anak I dengan judul “Penyakit Hidrosefalus Pada Bayi Baru
Lahir ” di sekolah tinggi ilmu kesehatan Tri Mandiri Sakti bidan S1 keperawatan.
Terima kasih kami ucapkan kepada Ibu Ns. Vellyza Collin, S.Kep, MAN
selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Anak I yang telah membimbing
dan memberikan materi kuliah demi lancarnya penyelesaian makalah ini.kami
menyadari dalam menyusun materi yang telah kami sajikan ini masih jauh dari
sempurna, dimana banyak kekurangan dan perlu di perbaiki. Untuk itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Demikian makalah ini di susun semoga dapat di gunakan sebagaimana
mestinya dan memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Bengkulu, 06 Juli 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENDAHULUAN............................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................1

A. Latar belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan Masalah...........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................3

A. Definisi........................................................................................3
B. Etiologi........................................................................................3
C. Manifestasi Klinis.......................................................................4
D. Patofisiologi................................................................................5

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................12

KASUS........................................................................................12

BAB IV PENUTUP...............................................................................25

A. Kesimpulan..................................................................................25
B. Saran............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan


serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah
yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%.
Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi dua,
prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis
patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang
berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan peningkatan
tekanan sinus venosa.

Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini.


Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi
intrakranial. Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu penegakan
diagnosis di masa prenatal maupun postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI
pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini sebaiknya dilakukan secepat
mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan tindakan operasi
shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting
seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis ditentukan oleh
berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi
dan tingkat keparahan, serta respon pasien terhadap terapi. Tingkat kematian
pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi karena berbagai
komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi.5,6
Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil akhir dari
proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari kondisi
yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari

1
hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan
keadaan yang menyertai serta yang menjadi penyebabnya. Sangat penting
untuk mempertimbangkan banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini
sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat direncanakan dan dilakukan

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja definisi hidrosefalus?
2. Bagaimana etiologi hidrosefalus?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis hidrosefalus?
4. Bagaimana patofisiologi hidrosefalus?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi hidrosefalus
2. Untuk mengetahui etiologi hidrosefalus
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis hidrosefalus
4. Untuk mengetahui patofisiologi hidrosefalus
5. Mengetahui Asuhan Keperawatan Hidrosefalus pada bayi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti
air, dan cephalus yang berarti kepala.5 Secara umum hidrosefalus dapat
didefiniskan sebagai suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun
penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan cairan
serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan
sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.

B. Etiologi

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebro-


spinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam
sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat
penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005).
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi
yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam
klinik sangat jarang terjadi.  Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi dan anak (Allan H. Ropper, 2005:360)

1. Kelainan bawaan (kongenital)

1. Stenosis akuaduktus sylvii


2. Spina bifida dan kranium bifida
3. Sindrom Dandy-Walker
4. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

2. Infeksi

3
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan
daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.

1. Neoplasma

Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap


tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glikoma
yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.

1. Perdarahan

Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan


fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan
yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

C. Manifestasi Klinis

Tanda klinis hydrocephalus bervariasi dan tergantung pada banyak


faktor, termasuk usia munculnya, sifat lesi yang menyebabkan obstruksi, dan
lama serta kecepatan munculnya tekanan intrakranium.  Iritabilitas, lesu, nafsu
makan buruk, dan muntah adalah lazim pada bayi dan anak yang menderita
hidrosefalus.

Pada bayi, angka percepatan pembesaran kepala merupakan tanda


yang paling menonjol. Fontanela anterior terbuka lebar dan menonjol, dan
vena kulit kepala dilatasi. Dahi lebar dan mata dapat berdeviasi ke bawah
karena pergeseran pelebaran ceruk suprapineal pada tektum menimbulkan
tanda mata “sunset phenomenom” atau matahari terbenam.

4
Pada anak, sutura cranialis sebagian tertutup sehingga tanda
hidrosefalus menjadi lebih tidak kentara. Nyeri kepala merupakan gejala yang
menonjol. Perubahan secara bertahap dalam kepribadian dan kemunduran
dalam produktivitas akademik menunjukkan adanya bentuk hidrosefalus
progresif lambat. Perkusi tengkorak dapat menimbulkan tanda “cracked-pot
sign” atau tanda Macewen, yang menunjukkan adanya pelebaran sutura.

D. Patofisiologi

Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem


ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di
ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan
serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang
0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut
sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai
dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3,
selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke
foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan
kanalis spinalis. Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya
hidrosefalus, yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling


jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh
adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula
yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus
hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau
tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis gayang dapat terjadi di
ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab
terjadinya keadaan patologis ini, yaitu: a. Malformasi yang menyebabkan
penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan

5
malformasi Arnold Chiari. b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi
intrnsik maupun ekstrinsik saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel,
tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom. c. Proses inflamasi
dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk reaksi
ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.

3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal

Suatu kondisi seperti sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat
mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini
termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.

Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam


beberapa sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya
dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan adanya
pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus
komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara sistem ventrikel
dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus non-
komunikans yaitu suatu keadaan dimana terdapat blok dalam sistem
ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif
adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana aliran likuor mengalami
obstruksi. Terdapat pula beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan
waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa hari), subakut (meninggi), dan
kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian hidrosefalus
berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefalus
asimtomatik.

Penatalaksanaan Medis dan keperawatan

1. Terapi sementara

6
Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi cairan dari
pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg
BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka
waktu yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi
ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak
dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak. Pada pasien
yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi dapat dilakukan pemasangan
kateter ventrikular atau yang lebih dikenal dengan drainase likuor eksternal.
Namun operasi shunt yang dilakukan pasca drainase ventrikel eksternal
memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi. Cara lain yang mirip dengan
metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang dapat dilakukan berulang
kali.

2. Operasi shunting

Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat


saluran baru antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas
drainase (seperti peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi
ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan
fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak
setelahnya dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan
menyebabkan kematian.

3. Endoscopic third ventriculostomy

Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering


digunakan di masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus
obstruktif serta diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor
ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi Dandy Walker,
syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma
intraventrikel, myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior dan

7
kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada kasus block shunt atau slit
ventricle syndrome.  Kesuksesan ETV menurun pada kondisi hidrosefalus
pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik,
pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan
perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan  kesuksesan tindakan
ini.

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu:

 Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya


pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik
berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka
dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan
intrakranial.

 Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini


dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3
menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor.
Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

 Lingkaran kepala

8
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua
garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar
lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus
terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus
telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak
akan terjadi secara menyeluruh.

 Ventrikulografi

Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya


dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke
dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat
kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena
fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan
bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat
sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki
fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

 Ultrasonografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG


diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak
mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini
disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem
ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan.

 CT Scan kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran


dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih

9
besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering
ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi
reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran
CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk
ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

 MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan


menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat
bayangan struktur tubuh.

Komplikasi

1. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak),
peritonitis (peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan
sepanjang selang  Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan risiko
terjadinya infeksi dan terkadang diperlukan tindakan pencabutan
selang shunt.
2. Perdarahan subdural (lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung
otak duramater) Perdarahan subdural terjadi karena robekan pada
pembuluh darah balik (vena). Risiko komplikasi ini dapat diturunkan
dengan penggunaan shunt yang baik.
3. Obstruksi atau penyumbatan selang shunt
yang terjadi pada selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus
ada atau timbulnya kembali gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga
kasus hidrosefalus dengan pemasangan shunt memerlukan penggantian
dalam waktu 1 tahun. Sebagian besar kasus (80%) memerlukan revisi
dalam 10 tahun.

10
4. Keadaan tekanan rendah (low pressure)
Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat menjadi keadaan
dengan tekanan rendah. Gejaala yang timbul berupa sakit kepala dan
muntah saat duduk atau berdiri. Gejala ini dapat membaik dengan asupan
cairan yang tinggi dan perubahan posisi tubuh secara perlahan

Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi


klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis
buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi
umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu
meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis,
dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural
hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan intrakranial
dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses
abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat
pemasangan), fistula hernia, dan ilius. 

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS 

Klien L, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang bedah anak lantai
III RS Grand Medistra sejak tanggal 20 februari 2020. Klien dibawa ke rumah sakit
dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Orangtua klien mengatakan,
klien lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir memang kepala klien terlihat agak
besar, namun bidan mengatakan klien normal. Tidak ada kejang. Saat masuk RS,
berat badan klien 6,7 kg. Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8 cm. Klien
telah dilakukan operasi pemasangan VP shunt. Pada saat pengkajian awal, kesadaran
klien compos mentis dan keadaan umumnya sedang. Di kepalanya tampak balutan
luka operasi. Selain itu di abdomen juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda vital
klien cukup stabil yaitu N: 110 x/menit, pernafasan 28 x/menit, dan suhu 36,8OC.
Klien terlihat berbaring di tempat tidur. Klien terlihat sering menangis, terutama pada
saat dilakukan prosedur invasif seperti pemasangan infus dan pengambilan sampel
darah. Hasil dari pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil Tes
Nonne (+) dan Tes Pandy (+), protein total 53 mg/d, glukosa 45 mg/dl, dan klorida
667 mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan hematologi semuanya dalam batas normal.

1) Pengkajian
a. Identitas Data
Nama : An.L
Tempat/tgl lahir : Galang, 20 desember 2019
Usia                    : 2 bln
Nama Ayah/Ibu : Ibu S
Alamat               : Jln. Galang ,Desa pulau tagor, Kec serbajadi
Agama                : Islam
Suku Bangsa       : Jawa

12
b. Keluhan Utama
An. L (2 bulan), perempuan, dengan hidrosefalus. Klien masuk pada tanggal
20 februari 2020  dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir.
Klien direncanakan untuk operasi pemasangan VP shunt. Orangtua anak
mengatakan anak lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir kepala klien
terlihat agak besar, namun bidan mengatakan anak normal. Saat masuk RS,
lingkar kepala anak 49,8 cm.

c. Riwayat Penyakit masa lalu


Penyakit waktu kecil                  : batuk pilek dan demam
Pernah dirawat di RS                 : belum pernah
Obat-obatan yang digunakan     : tidak ada
Tindakan (operasi)                     : belum pernah
Alergi                                       : tidak ada alergi
Kecelakaan                                : tidak pernah
Imunisasi                                   : BCG dan polio

d. Riwayat Sosial
Yang mengasuh                            : orang tua
Hubungan dengan anggota keluarga : baik
Hubungan dengan teman sebaya : baik
Pembawaan secara umum                : sedikit rewel
Lingkungan rumah                          : pemukiman padat penduduk

e. Kebutuhan Dasar
Makanan yang disukai/tidak disukai : ASI
Selera                              : baik
Alat makan yang dipakai : botol susu
Pola makan/jam             : minum ASI 3 jam sekali

13
Pola tidur                        : tidur malam hari 9-10 jam
Kebiasaan sebelum tidur : benda yang dibawa saat tidur yaitu
boneka, diberi dot
Tidur siang                     : 2 jam
Mandi                            : 2 X sehari, pagi dan sore
Aktifitas bermain            : terbatas karena kepala membesar
Eliminasi                        : –     BAB 1X sehari konsistensi lunak
BAK 5-6 kali sehari kuning jernih

f. Riwayat Kesehatan saat ini


Diagnosa medis : hidrosefalus
Tindakan operasi : Pemasangan VP shunt
Status nutrisi                : BB 6,7 kg, PB 58 cm
1000mlàStatus cairan : rumus 0-10 kg
Obat-obatan                  : ketorolac 2×7,5 mg , ceftriaxone 2×200 mg
Aktifitas                        : terbatas karena kepala membesar
Tindakan keperawatan : manajemen nyeri nonfarmakologis
Hasil laboratorium : hasil lab hematologi dalam batas normal, hasil
pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil tes Nonne (+)
dan tes Pandy (+)
Hasil CT scan                : tampak dilatasi ventrikel

g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik, compos mentis
TB/BB                : PB= 58cm, BB= 6,7 kg
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, “sunset
eyes”
Hidung                : jalan nafas tidak ada sumbatan, tidak terdapat sekresi
sputum
Mulut                : mukosa lembab berwarna merah muda

14
Telinga                : tidak ada sekresi dan tidak ada gangguan pendengaran
Tengkuk             : tidak ada sakit tengkuk
Dada                 : simetris
Jantung               : BJ 1 dan BJ2 (+),
Paru-paru            : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-)
Perut : datar, bising usus (+), tidak ada distensi dan tidak ada
nyeri
Punggung           : normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
Genitalia              : tidak ada kelainan
Ekstremitas        : akral hangat CRT<3
Kulit                  : turgor baik
Tanda vital          : HR 110 x/mnt , RR 28 x/mnt, S= 36,8 OC

h. Pemeriksaan tingkat perkembangan


1. Kemandirian dan bergaul :
Anak bermain dengan ibunya di tempat tidur. Anak jarang digendong.
2. Kognitif (piaget) dan bahasa:
Anak belum bisa berbicara, hanya menangis.
3. Perkembangan Psikososial (erikson)
Anak hanya bersosialisasi dengan orangtua.
4. Perkembangan Spiritual
Belum dapat dikaji

2) Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1 Ds: Gejala penyakit Gangguan rasa nyaman


- Ibu klien (D. 0074)
mengatakan, klien
rewel dan menangis.

15
Do:
- Anak tampak
meringis dan sering
menangis.
- Pengkajian nyeri
neonatus 6 dari 7
- Terpasang balutan
luka op di kepala dan
abdomen
2 Ds: luka post Resiko infeksi (D.0142)
- Terpasang balutan operasi
luka op di kepala dan
abdomen
Do:
- Leukosit 10.000 uL
- Suhu 36,8 oC
3 Ds: Tumor Otak Resiko perfusi serebral
- Ibu klien tidak efektif (D.0017)
mengatakan, kepala
klien membesar sejak
lahir

Do:
- Kepala tampak
membesar, lingkar
kepala 49,8 cm
terlihat “sunset eyes”
pada anak
- Hasil CT Scan
tampak dilatasi

16
ventrikel
- Hasil pemeriksaan
makroskopi cairan
otak: tes Nonne (+),
tes Pandy (-).

3) Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Gejala penyakit (D. 0074)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi (D.0142)
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan Tumor Otak
(D.0017)

4) Intrrvensi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Kreteria Hasil
1 Gangguan rasa Status Manajemen nyeri (I. 08238)
nyaman kenyamanan (L. Tindakan
berhubungan 08064) Observasi:
dengan Gejala Setelah - Indentifikasi lokasi,
penyakit melakukan karakteristik, durasi,
intervensi frekuensi, kualitas,
ganguan rasa intensitas nyeri
nyaman membaik - Identifikasi skala nyeri
meningkat - Indentifikasi respons nyeri
nonverbal
- Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik:
- Berikan teknik

17
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, romaterapi,
teknik imajenasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi:
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Resiko infeksi Tingkat infeksi Manajemen imunisasi/vaksinasi


berhubungan (L.14137) (I. 14508)
dengan luka post Setelah Tindakan
operasi melakukan Observasi :
intervensi resiko - Identifikasi riwayat

18
infeksi menurun kesehatan dan riwayat
alergi
- Identifikasi kontraindikasi
pemberiaaan imunisasi
(mis. Reaksi anafilaksis,
terhadap vaksin sebelumnya
dan atau sakit para dengan
atau tanpa demam)
- Identifikasi status imunisasi
setiap kunjungan
kepelayanan kesehatan
Terapeutik:
- Berikan suntikan pada bayi
dibagian paha anterolateral
- Dokumentasikan informasi
vaksinasi (mis. Nama
produsen, tanggal
kadaluarsa)
- Jadwalkan imunisasi pada
interval waktu yang tepat
Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat,
reaksi yang terjadi, jadwal,
dan efek samping
- Informasikan imunisasi
yang diwajibkan pemerintah
(mis. Hepatitis B, BCG,
defteri, tetanus, pertusis, H
influenza B, polio, campak,

19
measles, rubella)
- Informasikan imunisasi
yang melindungi terhadap
penyakit namun saat ini
tidak diwajibkan
pemerintah ( mis. Influenza,
pneu mukokus)

3 Resiko perfusi Perfusi serebral Manajemen peningkatan tekanan


serebral tidak (L. O2014) intrakranial ( I. 09325)
efektif setelah melakukan Tindakan
berhubungan intervensi Obsevasi:
dengan Tumor meningkat - Identifikasi penyebeb
Otak peningkatan TIK ( mis.
Lesi, ganggungan
metabolism, edema
serebral)
- Monitor tanda gejala
peningkatan TIK ( mis.
Tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola nafas
iriguler, kesadaran
menurun)
- Monitor IAP ( mean arterial
pressure)
Terapeutik:
- Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang

20
- Berikan posisi semipowler
- Hindari manuver valsavah
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti konvulsan,
jika perlu
- Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

5) Implemtasi

No Diagnosa Keperawatan Implementasi

1 Gangguan rasa nyaman Memanajemen nyeri


berhubungan dengan Gejala Tindakan
penyakit Observasi:
- Mengindentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Mengindentifikasi respons nyeri
nonverbal
- Mengidentifikasi factor yang
memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik:
- Memberikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,

21
romaterapi, teknik imajenasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Mengontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Memfasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi:
- Menjelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Menjelaskan strategi meredahkan
nyeri
- Menganjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
Kolaborasi:
- Mengkoolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2 Resiko infeksi berhubungan Memanajemen imunisasi/vaksinasi


dengan luka post operasi (I. 14508)
Tindakan
Observasi :
- Mengidentifikasi riwayat kesehatan
dan riwayat alergi
- Mengidentifikasi kontraindikasi
pemberiaaan imunisasi (mis. Reaksi
anafilaksis, terhadap vaksin
sebelumnya dan atau sakit para
dengan atau tanpa demam)
- Mengidentifikasi status imunisasi

22
setiap kunjungan kepelayanan
kesehatan
Terapeutik:
- Memberikan suntikan pada bayi
dibagian paha anterolateral
- Mendokumentasikan informasi
vaksinasi (mis. Nama produsen,
tanggal kadaluarsa)
- Menjadwalkan imunisasi pada
interval waktu yang tepat
Edukasi:
- Menjelaskan tujuan, manfaat, reaksi
yang terjadi, jadwal, dan efek
samping
- Menginformasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah (mis.
Hepatitis B, BCG, defteri, tetanus,
pertusis, H influenza B, polio,
campak, measles, rubella)
- Menginformasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit namun
saat ini tidak diwajibkan pemerintah (
mis. Influenza, pneu mukokus)

3 Resiko perfusi serebral tidak Memanajemen peningkatan tekanan


efektif berhubungan dengan intrakranial
Tumor Otak Tindakan
Obsevasi:
- Mengidentifikasi penyebeb
peningkatan TIK ( mis. Lesi,

23
ganggungan metabolism, edema
serebral)
- Memonitor tanda gejala peningkatan
TIK ( mis. Tekanan darah meningkat,
tekanan nadi melebar, bradikardia,
pola nafas iriguler, kesadaran
menurun)
- Memonitor IAP ( mean arterial
pressure)
Terapeutik:
- Meminimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
- Memberikan posisi semipowler
- Menghindari manuver valsavah
Kolaborasi:
- Mengkolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsan, jika perlu
- Mengkolaborasi pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
- Mengkolaborasi pemberian pelunak
tinja, jika perlu

BAB IV

PENUTUP

24
A. Kesimpulan
Hidrosefalus adalah salah satu kelainan kongenital, kebanyakan kasus
hidrosefalus dialami oleh neonatus. Anak dengan hidrosefalus memerlukan
perawatan khusus dan benar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus
mengalami kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa
gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi
dekubitus.
Berbagai masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak
dengan hidrosefalus. Masalah fisik yang muncul dapat berupa gangguan rasa
nyaman yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial ditandai
dengan membesarnya kepala anak. Penatalaksanaan medis yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus pun beragam, salah satunya dengan
pemasangan VP shunt. Masalah keperawatan yang dapat muncul pada anak
post operasi pemasangan VP shunt adalah risiko infeksi. Risiko infeksi dapat
dicegah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti
perawatan luka dengan prinsip steril.
Perawatan kepada anak terutama neonatus diberikan secara
komprehensif di rumah sakit. Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada
anak mencakup tindakan pemasangan infus, perawatan luka dan prosedur
invasif lain. Bayi baru lahir cukup bulan yang dirawat di rumah sakit secara
kontinu akan dilakukan pemberian terapi, oleh karena itu diperlukan
pemasangan infus. Tindakan ini merupakan prosedur invasif yang
menyakitkan bagi neonatus. Pemberian Non-nutritive sucking (NNS) dapat
membantu untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh neonatus.
B. Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-
kasus yang yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini
maka tindakan terapeutik semacan ini perlu.
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara
maksimal, sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat

25
mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan
lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-Kep%20Neurobehaviour-
Askep%20Hidrosefalus.html

26
Mc Closky & Bulechek. (2002). Nursing Intervention Classification (NIC). United
States of America:Mosby.

Meidian, JM. (2002). “Nursing Outcomes Classification (NOC).United States of


America:Mosby.

Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 29 Agustus


2012http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan).
Jakarta: Salemba Medika.

Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses


penyakit,Jakarta;EGC

27

Anda mungkin juga menyukai