Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR PADA An.R DENGAN


HIDROSEFALUS DI RUMAH SAKIT BAHTERAMAS SULAWESI TENGGARA

Disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan


Pada Stase
Program Studi S1 Kebidanan STIKes Pelita Ibu

Disusun oleh:
Nama NIM
Wa Ode Alna PBd21.246

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU
2023

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus asuhan kebidanan ini berjudul “HIDROSEFALUS’ pada An .i


No.9b di Ruangan lambu barakati anak” RSUD Bahtermas provinsi Sulawesi tenggara
telah disahkan dan disetujui pada:

Nama : Wa Ode Alna (Nim Pbd21.246)

Tanggal : 20 februari- 24 februari 2023

Disetujui Oleh:
Pembimbing CI Dosen Pembimbing

Helmi Hibiawati,STr.Keb RizkaMutmaina,


STr.Keb.,M.Keb

Mahasiswa

Wa Ode Alna
Nim PBd21.246

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT Karena atas limpahan rahmatnyalah sehingga
Asuhan Kebidanan Kehamilan yang berjudul “hidrosefalus” dapat terselesaikan dengan tepat
waktu, sebagai penyusu juga mengirim salam dan shalawat atas junjungan Nabi Muhammad
SAW.
Makalah ini tentunya masih memiliki banyak kelemahan dan kekurangan, baik dari
pembahasan maupun isi di dalamnya untuk itu kami sebagai penyusun sangat mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca. Penulis juga berharap agar pembaca dapat mempelajari dan
memahami dengan mudah laporan yang telah dibuat ini.
sebagai penulis juga berharap melalui saran dan kritik para pembaca untuk
kedepannya agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.

Kendari, 24 Februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN
PENGESAHAN.............................................................. ii
KATA PENGANTAR......................................................................... iii
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian hidrosefalus 3
B. Etiologi hidrosefalus 4
C. Manifestasi klinis 5
D. Patofisiologis 6
E. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan 7
F. Pemeriksaan penunjang 8
G. komplikasi 9
BAB III PEMBAHASAN
A. Kasus 10
B. Pengkajian 11
C. Diagnosa Keperawatan 12
D Analisis data 13
E. Diagnosa keperawatan 14
F. Intervensi keperawatan 15
G. Evaluasi 16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 17
B. Saran 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. latar Belakang
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan
serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering
ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada
anak secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal
maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu
produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan
peningkatan tekanan sinus venosa.
Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi intrakranial. Pemeriksaan
penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa prenatal maupun
postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini
sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan
tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting
seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis ditentukan oleh berbagai macam
faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta
respon pasien terhadap terapi. Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi
shunting masih tinggi karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah
infeksi pasca operasi.5,6 Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil
akhir dari proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari kondisi
yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari hidrosefalus
akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan yang menyertai
serta yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak hal
yang mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat
direncanakan dan dilaku

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan
cephalus yang berarti kepala.5 Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai
suatu gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal
sehingga terjadi kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini
juga dapat diartikan sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.

✓ Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebro-spinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel
dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang
terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan
terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak
(Allan H. Ropper, 2005:360)

1. Kelainan bawaan (kongenital)


1. Stenosis akuaduktus sylvii
2. Spina bifida dan kranium bifida
3. Sindrom Dandy-Walker
4. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis
terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis
dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.

3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap
tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan
ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glikoma
yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma.

4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

✓ Manifestasi Klinis
Tanda klinis hydrocephalus bervariasi dan tergantung pada banyak faktor,
termasuk usia munculnya, sifat lesi yang menyebabkan obstruksi, dan lama serta
kecepatan munculnya tekanan intrakranium. Iritabilitas, lesu, nafsu makan buruk,
dan muntah adalah lazim pada bayi dan anak yang menderita hidrosefalus.
Pada bayi, angka percepatan pembesaran kepala merupakan tanda yang
paling menonjol. Fontanela anterior terbuka lebar dan menonjol, dan vena kulit
kepala dilatasi. Dahi lebar dan mata dapat berdeviasi ke bawah karena pergeseran
pelebaran ceruk suprapineal pada tektum menimbulkan tanda mata “sunset
phenomenom” atau matahari terbenam.
Pada anak, sutura cranialis sebagian tertutup sehingga tanda
hidrosefalus menjadi lebih tidak kentara. Nyeri kepala merupakan gejala yang
menonjol. Perubahan secara bertahap dalam kepribadian dan kemunduran
dalam produktivitas akademik menunjukkan adanya bentuk hidrosefalus
progresif lambat. Perkusi tengkorak dapat menimbulkan tanda “cracked-pot
sign” atau tanda Macewen, yang menunjukkan adanya pelebaran sutura.

✓ Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem
ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di
ventrikel lateral, yaitu kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan
serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan serebrospinalis lebih kurang 0,35-
0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan tersebut sama
pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari
ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya
mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska
dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis. Secara
teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling


jarang dari kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh
adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang
terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A.

2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus.


Kondisi ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan
serebrospinalis gayang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid.
Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu:

a) Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya


stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi Arnold Chiari.

b) Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik


saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista
arakhnoid, dan hematom.

c) Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,


termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili
arakhnoid.

3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal


Suatu kondisi seperti sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat
mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk
hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam
beberapa sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi
ventrikel, sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan adanya pelebaran
rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus komunikans
adalah keadaan di mana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan rongga
subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus non- komunikans yaitu
suatu keadaan dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke
rongga subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis yang paling banyak
ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi. Terdapat pula beberapa
klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa
hari), subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua
pembagian hidrosefalus berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik
dan hidrosefalus asimtomatik.

B. Penatalaksanaan Medis dan keperawatan


1. Terapi sementara
Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi cairan dari
pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari)
dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama
karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan
bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi
ventrikular posthemoragik pada anak. Pada pasien yang berpotensi mengalami
hidrosefalus transisi dapat dilakukan pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih
dikenal dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang dilakukan pasca
drainase ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi. Cara
lain yang mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang dapat
dilakukan berulang kali.
2. Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti
peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga
yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini
menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan
yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian.
3. Endoscopic third ventriculostomy
Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering digunakan di
masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta
diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior,
infark serebral, malformasi Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa
malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel,
ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada
kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada
kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang
baik, pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan
perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini.

Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang yaitu:

a) Rontgen foto kepala


Dengan prosedur ini dapat diketahui:

1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,


tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan
erosi prosessus klionidalis posterior.

2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

b) Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit.
Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada
hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

c) Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar
kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis
kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala
dapat normal hal ini
disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis
maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

d) Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya
dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam
ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi
ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup
untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal
atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di
rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

e) Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain
mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai
nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena
USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya
pada pemeriksaan CT Scan.

f) CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

g) MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan
struktur tubuh.
Komplikasi

1. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak), peritonitis
(peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan sepanjang
selang Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan risiko terjadinya infeksi dan
terkadang diperlukan tindakan pencabutan selang shunt.

2. Perdarahan subdural (lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak


duramater) Perdarahan subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik
(vena). Risiko komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt yang
baik.

3. Obstruksi atau penyumbatan selang shunt


yang terjadi pada selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus ada atau
timbulnya kembali gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga kasus hidrosefalus
dengan pemasangan shunt memerlukan penggantian dalam waktu 1 tahun.
Sebagian besar kasus (80%) memerlukan revisi dalam 10 tahun.

4. Keadaan tekanan rendah(low pressure)


Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat menjadi keadaan dengan
tekanan rendah. Gejaala yang timbul berupa sakit kepala dan muntah saat duduk
atau berdiri. Gejala ini dapat membaik dengan asupan cairan yang tinggi dan
perubahan posisi tubuh secara perlahan

Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis


peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari
infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis
bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis. Komplikasi VP
shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan oleh reduksi
yang cepat pada tekanan intrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi
adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau
trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

BAB III
ASUHAN KEBIDANAN

KASUS
Klien R, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang Lambu barakati anak
lantai II di RS Bhateramas Sulawesi Tenggara sejak tanggal 23 februari 2023. Klien dibawa
ke rumah sakit dengan keluhan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Orangtua klien
mengatakan, klien lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir memang kepala klien terlihat
agak besar, namun bidan mengatakan klien normal. Tidak ada kejang. Saat masuk RS, berat
badan klien 6,7 kg. Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8 cm. Klien telah
dilakukan operasi pemasangan VP shunt. Pada saat pengkajian awal, kesadaran klien compos
mentis dan keadaan umumnya sedang. Di kepalanya tampak balutan luka operasi. Selain itu
di abdomen juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda vital klien cukup stabil yaitu N: 110
O
x/menit, pernafasan 28 x/menit, dan suhu 36,8 C. Klien terlihat berbaring di tempat tidur.
Klien terlihat sering menangis, terutama pada saat dilakukan prosedur invasif seperti
pemasangan infus dan pengambilan sampel darah. Hasil dari pemeriksaan cairan otak secara
makroskopi didapatkan hasil Tes Nonne (+) dan Tes Pandy (+), protein total 53 mg/d,
glukosa 45 mg/dl, dan klorida 667 mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan hematologi
semuanya dalam batas normal.

A. PENGKAJIAN
1.Biodata Pasien

Nama : RAFFASYA QIYAS FADLI

Jenis Kelamin : laki-laki

Usia : 2 bulan

Alamat : kolaka timur

Pendididkan :-

Pekerjaan :-

Rekam medis : 610517

Tanggal masuk Rs : 23-02-2023,jam.14.30

2. Biodata penanggung jawab

Nama : FADLI

Umur : 48 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : kolaka timur

Hubungan dengan pasien : Anak

3.Riwayat Kesehatan

A. Keluhan Utama
An. R (2 bulan), laki-laki, dengan hidrosefalus. Klien masuk pada
tanggal 23 februari 2023 dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak
lahir. Klien direncanakan untuk operasi pemasangan VP shunt. Orangtua anak
mengatakan anak lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir kepala klien
terlihat agak besar, namun bidan mengatakan anak normal. Saat masuk RS,
lingkar kepala anak 49,8 cm.

B. Riwayat Penyakit masa lalu


1. Penyakit waktu kecil : batuk pilek dan demam

2. Pernah dirawat di RS : belum pernah

3. Obat-obatan yang digunakan : tidak ada

4. Tindakan (operasi) : belum pernah

5. Alergi : tidak ada alergi

6. Kecelakaan : tidak pernah

7. Imunisasi : BCG dan polio

C. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh : orang tua

2. Hubungan dengan anggota keluarga : baik


3. Hubungan dengan teman sebaya : baik
4. Pembawaan secara umum : sedikit rewel

5. Lingkungan rumah : pemukiman padat penduduk

D. Kebutuhan Dasar
1. Makanan yang disukai/tidak disukai : ASI
2. Selera : baik

3. Alat makan yang dipakai : botol susu

4. Pola makan/jam : minum ASI 3 jam sekali

5. Pola tidur : tidur malam hari 9-10 jam

6. Kebiasaan sebelum tidur: benda yang dibawa saat tidur yaitu boneka,
diberi dot

7. Tidur siang : 2 jam

8. Mandi : 2 X sehari, pagi dan sore

9. Aktifitas bermain : terbatas karena kepala membesar

10. Eliminasi :– BAB 1X sehari konsistensi


lunak
• BAK 5-6 kali sehari kuning jernih

E. Riwayat Kesehatan saat ini


1. Diagnosa medis : hidrosefalus

2. Tindakan operasi : Pemasangan VP shunt

3. Status nutrisi : BB 6,7 kg, PB 58 cm

4. 1000mlàStatus cairan : rumus 0-10 kg

5. Obat-obatan : ketorolac 2×7,5 mg , ceftriaxone


2×200 mg

6. Aktifitas : terbatas karena kepala membesar

7. Tindakan keperawatan : manajemen nyeri nonfarmakologis

8. Hasil laboratorium : hasil lab hematologi dalam batas normal,


hasil pemeriksaan cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil tes
Nonne (+) dan tes Pandy (+)

9. Hasil CT scan : tampak dilatasi ventrikel

F. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : baik, compos mentis
2. TB/BB : PB= 58cm, BB= 6,7 kg

3. Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,


“sunset eyes”

4. Hidung : jalan nafas tidak ada sumbatan, tidak terdapat


sekresi sputum

5. Mulut : mukosa lembab berwarna merah muda

6. Telinga : tidak ada sekresi dan tidak ada gangguan


pendengaran

7. Tengkuk : tidak ada sakit tengkuk

8. Dada : simetris

9. Jantung : BJ 1 dan BJ2 (+),

10. Paru-paru : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-)

11. Perut : datar, bising usus (+), tidak ada distensi dan tidak
ada nyeri

12. Punggung : normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)

13. Genitalia : tidak ada kelainan

14. Ekstremitas : akral hangat CRT<3

15. Kulit : turgor baik

16. Tanda vital : HR 110 x/mnt , RR 28 x/mnt, S= 36,8 C


O
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan
intrakranial).
• Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
• Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
ANALISA DATA
Data Klien Masalah Keperawatan
Data Subjektif: Gangguan rasa nyaman; Nyeri
Ibu klien mengatakan, klien rewel dan
menangis.
Data Objektif:
Anak tampak meringis dan sering menangis
✓ Pengkajian nyeri neonatus 6 dari 7
✓ Terpasang balutan luka op di kepala dan
abdomen
Data Subjektif: Resiko infeksi
Terpasang balutan luka op di kepala dan
abdomen
✓ Data Objektif:
✓ Leukosit 10.000 uL
✓ Suhu 36,8 oC
Data Subjektif: Resiko gangguan perfusi serebral
Ibu klien mengatakan, kepala klien membesar
sejak lahirData Objektif:
✓ Kepala tampak membesar, lingkar kepala
49,8 cm terlihat “sunset eyes” pada anak
✓ Hasil CT Scan tampak dilatasi ventrikel
✓ Hasil pemeriksaan makroskopi cairan
otak: tes Nonne (+), tes Pandy (-).

Diagnosa Keperawatan
• Resiko gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK
(tekanan intrakranial).
• Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
• Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
Intervensi Keperawatan

1. Diagnosa: Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan TIK


(tekanan intrakranial)
Kriteria hasil:

1. Tidak terjadi peningkatan TIK (ditandai dengan nyeri kepala hebat, kejang, muntah,
dan penurunan kesadaran)

2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5- 37,5 o
C, RR:
20-40x/menit)
3. Klien akan mempertahankan atau meningkatkan kesadaran
Implementasi:

1. Mempertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital
2. Memantau status neurologis
3. Memantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung
4. Memantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi pernapsan.
5. Meninggikan kepala tempat tidur sekitar 30 derajat sesuai indikasi.
6. Menjaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
7. Mengukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung dan
palpasi sutura kranial

8. Diagnosa: Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi

Kriteria hasil:

1. Skala nyeri berkurang menjadi 3


2. Klien tampak tenang dan ekspresi wajah tidak menyeringai
3. Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas dan istirahat
Implementasi:

1. Mengkaji tingkat nyeri menurut skala pengkajian neonatus (0-7)


2. Memberikan posisi nyaman pada klien
3. Memberikan terapi non-nutritive sucking
4. Melibatkan orangtua dalam setiap tindakan
5. Melakukan kolaborasi pemberian ketorolac 2×7,5 mg
6. Diagnosa: Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
Kriteria hasil:

1. Suhu dan tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5-
o
37,5 C, RR: 20-40x/menit)

2. Luka insisi operasi bersih, tidak ada pus


3. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka post operasi (kemerahan, panas, dan
bengkak)

4. Hasil lab: leukosit dalam batas normal (9.000-12.000/uL )


Implementasi:

1. Memonitor tanda-tanda vital.


2. Mengbservasi tanda infeksi: perubahan suhu, warna kulit, malas minum, irritability.
3. Mengubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus
4. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka insisi yang terpasang shunt, melakukan
perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan.

5. Melakukan kolaborasi pemberian ceftrixone 2×200 mg

Evaluasi

1. Diagnosa: Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan


Peningkatan TIK (tekanan intrakranial)
Subjektif:
• Ibu mengatakan tidak ada demam dan muntah pada anak
Objektif:
o
• Suhu: 36,5 C
• Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti kejang dan muntah
• Lingkar kepala 49 cm
Analisa:
• Gangguan perfusi serebral tidak terjadi
Planning:
• Pantau tanda-tanda vital
• Pantau adanya kejang
• Pertahankan posisi kepala 30˚

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hidrosefalus adalah salah satu kelainan kongenital, kebanyakan kasus
hidrosefalus dialami oleh neonatus. Anak dengan hidrosefalus memerlukan
perawatan khusus dan benar karena pada anak yang mengalami hidrosefalus
mengalami kerusakan saraf yang menimbulkan kelainan neurologis berupa
gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat vital dan resiko terjadi
dekubitus.
Berbagai masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak dengan
hidrosefalus. Masalah fisik yang muncul dapat berupa gangguan rasa nyaman
yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan
membesarnya kepala anak. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan
untuk mengatasi hidrosefalus pun beragam, salah satunya dengan pemasangan
VP shunt. Masalah keperawatan yang dapat muncul pada anak post operasi
pemasangan VP shunt adalah risiko infeksi. Risiko infeksi dapat dicegah
dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti perawatan luka
dengan prinsip steril.
Perawatan kepada anak terutama neonatus diberikan secara
komprehensif di rumah sakit. Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada
anak mencakup tindakan pemasangan infus, perawatan luka dan prosedur
invasif lain. Bayi baru lahir cukup bulan yang dirawat di rumah sakit secara
kontinu akan dilakukan pemberian terapi, oleh karena itu diperlukan
pemasangan infus. Tindakan ini merupakan prosedur invasif yang
menyakitkan bagi neonatus. Pemberian Non-nutritive sucking (NNS) dapat
membantu untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh neonatus.

B. Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-
kasus yang yang mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini
maka tindakan terapeutik semacan ini perlu.
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara
maksimal, sehingga dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat
mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas mahasiswa. Selain itu, diperlukan
lebih banyak referensi untuk menunjang proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2012h


Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.
Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses
penyakit,Jakarta;EGC

Anda mungkin juga menyukai