Kelompok 4:
OKTARI FAUZIAH
APPRILLIA
MEDYA
S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES SYEIDA SAINTIKA PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi intrakranial. Pemeriksaan
penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa prenatal maupun
postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini
sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan
tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting
seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis ditentukan oleh berbagai
macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat keparahan,
serta respon pasien terhadap terapi. Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan
terapi shunting masih tinggi karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya
adalah infeksi pasca operasi.5,6 Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan
hasil akhir dari proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari
kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari
hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan yang
menyertai serta yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan
banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat
dapat direncanakan dan dilakukan.
2. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami hidrosefalus.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah mahasiswa:
A. Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan
cephalus yang berarti kepala.5 Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu
gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi
kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan
sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.
B. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebro-spinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel
dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang
terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan
terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak (Allan H. Ropper,
2005:360) :
2. Infeksi
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus
Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glikoma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
Manifestasi Klinis
Tanda klinis hydrocephalus bervariasi dan tergantung pada banyak faktor,
termasuk usia munculnya, sifat lesi yang menyebabkan obstruksi, dan lama serta
kecepatan munculnya tekanan intrakranium. Iritabilitas, lesu, nafsu makan buruk, dan
muntah adalah lazim pada bayi dan anak yang menderita hidrosefalus.
Pada bayi, angka percepatan pembesaran kepala merupakan tanda yang paling
menonjol. Fontanela anterior terbuka lebar dan menonjol, dan vena kulit kepala
dilatasi. Dahi lebar dan mata dapat berdeviasi ke bawah karena pergeseran pelebaran
ceruk suprapineal pada tektum menimbulkan tanda mata “sunset phenomenom” atau
matahari terbenam.
Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem ventrikel.
Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu
kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan
cairan serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan
pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur
aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke
ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke
foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis.
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari
kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus
koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi
ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis
yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga
penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu: a. Malformasi yang menyebabkan
penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi
Arnold Chiari. b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid,
dan hematom. c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,
termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena cava
dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi
jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.
Pathway
Penatalaksanaan Medis dan keperawatan
1.Terapi sementara
2. Operasi shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti
peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga
yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini
menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan
yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian.
3. Endoscopic third ventriculostomy
Pemeriksaan penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik
dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu:
Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat
yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suluran secara
fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.
Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan
alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel.
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.
CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
KASUS
Klien L, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang bedah anak lantai III RSUP
Guna Bangsa sejak tanggal 20 Oktober 2016. Klien dibawa ke rumah sakit dengan alasan
mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Orangtua klien mengatakan, klien lahir di bidan
secara normal. Pada saat lahir memang kepala klien terlihat agak besar, namun bidan
mengatakan klien normal. Tidak ada kejang. Saat masuk RS, berat badan klien 6,7 kg.
Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8 cm. Klien telah dilakukan operasi
pemasangan VP shunt. Pada saat pengkajian awal, kesadaran klien compos mentis dan
keadaan umumnya sedang. Di kepalanya tampak balutan luka operasi. Selain itu di abdomen
juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda vital klien cukup stabil yaitu N: 110 x/menit,
pernafasan 28 x/menit, dan suhu 36,8OC. Klien terlihat berbaring di tempat tidur. Klien
terlihat sering menangis, terutama pada saat dilakukan prosedur invasif seperti pemasangan
infus dan pengambilan sampel darah. Hasil dari pemeriksaan cairan otak secara makroskopi
didapatkan hasil Tes Nonne (+) dan Tes Pandy (+), protein total 53 mg/d, glukosa 45 mg/dl,
dan klorida 667 mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan hematologi semuanya dalam batas
normal.
PENGKAJIAN
1. Identitas Data
2. Nama : An.L
3. Tempat/tgl lahir : Sleman, 29 Agustus 2016
4. Usia : 2 bln
5. Nama Ayah/Ibu : Ibu S
6. Alamat : Jln. Nusa Indah no 23, Condongcatur, Depok, Sleman,
Yogyakarta
7. Agama : Islam
8. Suku Bangsa : Jawa
1. Keluhan Utama
An. L (2 bulan), perempuan, dengan hidrosefalus. Klien masuk pada tanggal 2
November 2016 dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Klien
direncanakan untuk operasi pemasangan VP shunt. Orangtua anak mengatakan anak
lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir kepala klien terlihat agak besar, namun
bidan mengatakan anak normal. Saat masuk RS, lingkar kepala anak 49,8 cm.
Riwayat Sosial
Kebutuhan Dasar
Pemeriksaan Fisik
4. Perkembangan Spiritual
Belum dapat dikaji
5.Pemeriksaan Penunjang
6.Pemeriksaan Laboratorium
7.Pemeriksaan penunjang lain
CT scan
Makroskopi cairan otak
intrakranial).
Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
Data Objektif:
Data Objektif:
Data Objektif:
Diagnosa Keperawatan
1. Tidak terjadi peningkatan TIK (ditandai dengan nyeri kepala hebat, kejang,
muntah, dan penurunan kesadaran)
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5- 37,5 oC,
RR: 20-40x/menit)
3. Klien akan mempertahankan atau meningkatkan kesadaran
Implementasi:
1. Mempertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital
2. Memantau status neurologis
3. Memantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung
4. Memantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi pernapsan.
5. Meninggikan kepala tempat tidur sekitar 30 derajat sesuai indikasi.
6. Menjaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
7. Mengukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung
dan palpasi sutura kranial
Implementasi:
1. Suhu dan tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5-
37,5oC, RR: 20-40x/menit)
2. Luka insisi operasi bersih, tidak ada pus
3. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka post operasi (kemerahan, panas, dan
bengkak)
4. Hasil lab: leukosit dalam batas normal (9.000-12.000/uL )
Implementasi:
Evaluasi
Objektif:
Suhu: 36,5 oC
Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti kejang dan muntah
Lingkar kepala 49 cm
Analisa:
Planning:
1.Kesimpulan
Hidrosefalus adalah salah satu kelainan kongenital, kebanyakan kasus hidrosefalus
dialami oleh neonatus. Anak dengan hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar
karena pada anak yang mengalami hidrosefalus mengalami kerusakan saraf yang
menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat
vital dan resiko terjadi dekubitus.
Berbagai masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak dengan hidrosefalus.
Masalah fisik yang muncul dapat berupa gangguan rasa nyaman yang diakibatkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan membesarnya kepala anak.
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus pun beragam,
salah satunya dengan pemasangan VP shunt. Masalah keperawatan yang dapat muncul pada
anak post operasi pemasangan VP shunt adalah risiko infeksi. Risiko infeksi dapat dicegah
dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti perawatan luka dengan prinsip
steril.
2. Saran
Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang
mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik
semacan ini perlu.
Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga
dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas
mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-Kep%20Neurobehaviour-
Askep%20Hidrosefalus.html
Mc Closky & Bulechek. (2002). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America:Mosby.