Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN HIDROSEFALUS PADA ANAK

Kelompok 4:
OKTARI FAUZIAH
APPRILLIA
MEDYA

S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES SYEIDA SAINTIKA PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan


serebrospinal pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang
sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab
hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal.
Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi hidrosefalus terjadi
karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang
berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.

Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi intrakranial. Pemeriksaan
penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa prenatal maupun
postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini
sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan
tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting
seperti terapi etiologik dan penetrasi membran. Prognosis ditentukan oleh berbagai
macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat keparahan,
serta respon pasien terhadap terapi. Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan
terapi shunting masih tinggi karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya
adalah infeksi pasca operasi.5,6 Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan
hasil akhir dari proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari
kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari
hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan yang
menyertai serta yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan
banyak hal yang mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat
dapat direncanakan dan dilakukan.

2. Tujuan Penulisan
 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami hidrosefalus.
 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah mahasiswa:

1. Mampu mengidentifikasi masalah fisik yang muncul pada anak dengan


hidrosefalus post op pemasangan VP shunt;
2. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan hidrosefalus pos op
pemasangan VP shunt;
3. Mampu menerapkan aplikasi Non-nutritive sucking (NNS) pada anak dengan
hidrosefalus post op pemasangan VP shunt.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan
cephalus yang berarti kepala.5 Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu
gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi
kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan
sebagai gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.

B. Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebro-spinal
(CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel
dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi
ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang
terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan
terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab
penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak (Allan H. Ropper,
2005:360) :

1. Kelainan bawaan (kongenital)


1. Stenosis akuaduktus sylvii
2. Spina bifida dan kranium bifida
3. Sindrom Dandy-Walker
4. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah

2. Infeksi

Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat


penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain.
Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.

3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran
CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus
Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glikoma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

Manifestasi Klinis
Tanda klinis hydrocephalus bervariasi dan tergantung pada banyak faktor,
termasuk usia munculnya, sifat lesi yang menyebabkan obstruksi, dan lama serta
kecepatan munculnya tekanan intrakranium. Iritabilitas, lesu, nafsu makan buruk, dan
muntah adalah lazim pada bayi dan anak yang menderita hidrosefalus.

Pada bayi, angka percepatan pembesaran kepala merupakan tanda yang paling
menonjol. Fontanela anterior terbuka lebar dan menonjol, dan vena kulit kepala
dilatasi. Dahi lebar dan mata dapat berdeviasi ke bawah karena pergeseran pelebaran
ceruk suprapineal pada tektum menimbulkan tanda mata “sunset phenomenom” atau
matahari terbenam.

Pada anak, sutura cranialis sebagian tertutup sehingga tanda hidrosefalus


menjadi lebih tidak kentara. Nyeri kepala merupakan gejala yang menonjol.
Perubahan secara bertahap dalam kepribadian dan kemunduran dalam produktivitas
akademik menunjukkan adanya bentuk hidrosefalus progresif lambat. Perkusi
tengkorak dapat menimbulkan tanda “cracked-pot sign” atau tanda Macewen, yang
menunjukkan adanya pelebaran sutura.

Patofisiologi
Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem ventrikel.
Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu
kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan
cairan serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan
pembentukan cairan tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur
aliran yang dimulai dari ventrikel lateral menuju ke foramen monro kemudian ke
ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii, lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke
foramen luska dan magendi, hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan kanalis spinalis.
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:

1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari
kasus hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus
koroid (papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari
hipervitaminosis vitamin A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi
ini merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis
yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga
penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu: a. Malformasi yang menyebabkan
penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan malformasi
Arnold Chiari. b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid,
dan hematom. c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis,
termasuk reaksi ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena cava
dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi
jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor serebri.

Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam beberapa


sebutan diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel,
sedangkan hidrosefalus eksterna menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di
atas permukaan korteks. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan
antara sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan
hidrosefalus non- komunikans yaitu suatu keadaan dimana terdapat blok dalam sistem
ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid. Hidrosefalus obstruktif adalah jenis
yang paling banyak ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi. Terdapat pula
beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa
hari), subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian
hidrosefalus berdasarkan gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefalus
asimtomatik.

Pathway
Penatalaksanaan Medis dan keperawatan
1.Terapi sementara

Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi cairan dari


pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg BB/hari) dan
hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena
berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien
hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventrikular
posthemoragik pada anak. Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus
transisi dapat dilakukan pemasangan kateter ventrikular atau yang lebih dikenal
dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang dilakukan pasca drainase
ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi. Cara lain yang
mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang dapat dilakukan
berulang kali.

2. Operasi shunting

Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti
peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga
yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini
menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan
yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian.
3. Endoscopic third ventriculostomy

Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering digunakan di


masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta
diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior,
infark serebral, malformasi Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa
malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel,
ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan pada
kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada
kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang
baik, pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan
perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan kesuksesan tindakan ini.

Pemeriksaan penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik
dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu:

 Rontgen foto kepala


Dengan prosedur ini dapat diketahui:

1. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura,


tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan
erosi prosessus klionidalis posterior.
2. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

 Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini
dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat
yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

 Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suluran secara
fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka
penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

 Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan kontras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan
alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel.
Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

 Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.

 CT Scan kepala
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada
hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua
sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.

 MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan
menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur
tubuh.
Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak),
peritonitis (peradangan pada selaput rongga perut), dan peradangan sepanjang
selang Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan risiko terjadinya infeksi dan
terkadang diperlukan tindakan pencabutan selang shunt.
2. Perdarahan subdural (lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak
duramater)
Perdarahan subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik (vena).
Risiko komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt yang baik.
3. Obstruksi atau penyumbatan selang shunt
Yang terjadi pada selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus ada
atau timbulnya kembali gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga kasus
hidrosefalus dengan pemasangan shunt memerlukan penggantian dalam waktu 1
tahun. Sebagian besar kasus (80%) memerlukan revisi dalam 10 tahun.
4. Keadaan tekanan rendah(low pressure)
Bila cairan yang dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat menjadi keadaan
dengan tekanan rendah. Gejaala yang timbul berupa sakit kepala dan muntah saat
duduk atau berdiri. Gejala ini dapat membaik dengan asupan cairan yang tinggi dan
perubahan posisi tubuh secara perlahan

Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi dan


malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan didalam
ventrikel dari bahan–bahan khusus (jaringan /eksudat) atau ujung distal dari thrombosis
sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt sering menunjukan kegawatan
dengan manifestasi klinis peningkatan TIK yang lebih sering diikuti dengan status
neurologis buruk. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi
umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik,
Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di sebabkan
oleh reduksi yang cepat pada tekanan intrakranial dan ukurannya. Komplikasi yang dapat
terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter
atau trokar (pada saat pemasangan), fistula hernia, dan ilius.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Klien L, usia 2 bulan, masuk melalui IGD dan dirawat di ruang bedah anak lantai III RSUP
Guna Bangsa sejak tanggal 20 Oktober 2016. Klien dibawa ke rumah sakit dengan alasan
mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Orangtua klien mengatakan, klien lahir di bidan
secara normal. Pada saat lahir memang kepala klien terlihat agak besar, namun bidan
mengatakan klien normal. Tidak ada kejang. Saat masuk RS, berat badan klien 6,7 kg.
Panjang badan 58 cm. Lingkar kepala klien 49,8 cm. Klien telah dilakukan operasi
pemasangan VP shunt. Pada saat pengkajian awal, kesadaran klien compos mentis dan
keadaan umumnya sedang. Di kepalanya tampak balutan luka operasi. Selain itu di abdomen
juga terdapat luka balutan. Tanda-tanda vital klien cukup stabil yaitu N: 110 x/menit,
pernafasan 28 x/menit, dan suhu 36,8OC. Klien terlihat berbaring di tempat tidur. Klien
terlihat sering menangis, terutama pada saat dilakukan prosedur invasif seperti pemasangan
infus dan pengambilan sampel darah. Hasil dari pemeriksaan cairan otak secara makroskopi
didapatkan hasil Tes Nonne (+) dan Tes Pandy (+), protein total 53 mg/d, glukosa 45 mg/dl,
dan klorida 667 mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan hematologi semuanya dalam batas
normal.

PENGKAJIAN
1. Identitas Data
2. Nama : An.L
3. Tempat/tgl lahir : Sleman, 29 Agustus 2016
4. Usia : 2 bln
5. Nama Ayah/Ibu : Ibu S
6. Alamat : Jln. Nusa Indah no 23, Condongcatur, Depok, Sleman,
Yogyakarta
7. Agama : Islam
8. Suku Bangsa : Jawa

1. Keluhan Utama
An. L (2 bulan), perempuan, dengan hidrosefalus. Klien masuk pada tanggal 2
November 2016 dengan alasan mengalami pembesaran kepala sejak lahir. Klien
direncanakan untuk operasi pemasangan VP shunt. Orangtua anak mengatakan anak
lahir di bidan secara normal. Pada saat lahir kepala klien terlihat agak besar, namun
bidan mengatakan anak normal. Saat masuk RS, lingkar kepala anak 49,8 cm.

 Riwayat Penyakit masa lalu


1. Penyakit waktu kecil : batuk pilek dan demam
2. Pernah dirawat di RS : belum pernah
3. Obat-obatan yang digunakan : tidak ada
4. Tindakan (operasi) : belum pernah
5. Alergi : tidak ada alergi
6. Kecelakaan : tidak pernah
7. Imunisasi : BCG dan polio

Riwayat Sosial

1. Yang mengasuh : orang tua


1. Hubungan dengan anggota keluarga : baik
2. Hubungan dengan teman sebaya : baik
3. Pembawaan secara umum : sedikit rewel
4. Lingkungan rumah : pemukiman padat penduduk

Kebutuhan Dasar

1. Makanan yang disukai/tidak disukai : ASI


2. Selera : baik
3. Alat makan yang dipakai : botol susu
4. Pola makan/jam : minum ASI 3 jam sekali
5. Pola tidur : tidur malam hari 9-10 jam
6. Kebiasaan sebelum tidur : benda yang dibawa saat tidur yaitu boneka,
diberi dot
7. Tidur siang : 2 jam
8. Mandi : 2 X sehari, pagi dan sore
9. Aktifitas bermain : terbatas karena kepala membesar
10. Eliminasi : BAB 1X sehari konsistensi lunak
BAK 5-6 kali sehari kuning jernih

Riwayat Kesehatan saat ini

1. Diagnosa medis : hidrosefalus


2. Tindakan operasi : Pemasangan VP shunt
3. Status nutrisi : BB 6,7 kg, PB 58 cm
4. Status cairan : rumus 0-10 kg  1000ml
5. Obat-obatan : ketorolac 2×7,5 mg , ceftriaxone 2×200 mg
6. Aktifitas : terbatas karena kepala membesar
7. Tindakan keperawatan : manajemen nyeri nonfarmakologis
8. Hasil laboratorium : hasil lab hematologi dalam batas normal, hasil pemeriksaan
cairan otak secara makroskopi didapatkan hasil tes Nonne (+) dan tes Pandy (+)
9. Hasil CT scan : tampak dilatasi ventrikel

 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : baik, compos mentis


2. TB/BB : TB= 58cm, BB= 6,7 kg
3. Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, “sunset eyes”
4. Hidung : jalan nafas tidak ada sumbatan, tidak terdapat sekresi sputum
5. Mulut : mukosa lembab berwarna merah muda
6. Telinga : tidak ada sekresi dan tidak ada gangguan pendengaran
7. Tengkuk : tidak ada sakit tengkuk
8. Dada : simetris
9. Jantung : BJ 1 dan BJ2 (+),
10. Paru-paru : bunyi nafas vesikuler, ronchi (-)
11. Perut : datar, bising usus (+), tidak ada distensi dan tidak ada nyeri
tekan, terdapat balutan luka op
12. Punggung : normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
13. Genitalia : tidak ada kelainan
14. Ekstremitas : akral hangat CRT<3
15. Kulit : turgor baik
16. Tanda vital : HR 110 x/mnt , RR 28 x/mnt, S= 36,8 OC

 Pemeriksaan tingkat perkembangan

1. Kemandirian dan bergaul :


Anak bermain dengan ibunya di tempat tidur. Anak jarang digendong. 2.
Perkembangan

2. Kognitif (piaget) dan bahasa:


Anak belum bisa berbicara, hanya menangis.

3. Perkembangan Psikososial (erikson)


Anak hanya bersosialisasi dengan orangtua.

4. Perkembangan Spiritual
Belum dapat dikaji
5.Pemeriksaan Penunjang
6.Pemeriksaan Laboratorium
7.Pemeriksaan penunjang lain
 CT scan
 Makroskopi cairan otak

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


 Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan

intrakranial).
 Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
 Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

IV. ANALISA DATA

Data Klien Masalah Keperawatan


Data Subjektif:
Ibu klien mengatakan, klien rewel dan
menangis.

Data Objektif:

– Anak tampak meringis dan sering


menangis

– Pengkajian nyeri neonatus 6 dari 7

– Terpasang balutan luka op di kepala


dan abdomen
Gangguan rasa nyaman; Nyeri
Data Subjektif:

Data Objektif:

– Terpasang balutan luka op di kepala


dan abdomen

– Leukosit 10.000 uL Resiko infeksi


– Suhu 36,8 oC
Data Subjektif:
Ibu klien mengatakan, kepala klien membesar
sejak lahir.

Data Objektif:

– Kepala tampak membesar, lingkar


kepala 49,8 cm terlihat “sunset eyes” pada
anak
– Hasil CT Scan tampak dilatasi
ventrikel

– Hasil pemeriksaan makroskopi cairan


otak: tes Nonne (+), tes Pandy (-). Resiko gangguan perfusi serebral

Diagnosa Keperawatan

 Resiko gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan TIK


(tekanan intrakranial).
 Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi
 Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan


intrakranial)
Kriteria hasil:

1. Tidak terjadi peningkatan TIK (ditandai dengan nyeri kepala hebat, kejang,
muntah, dan penurunan kesadaran)
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5- 37,5 oC,
RR: 20-40x/menit)
3. Klien akan mempertahankan atau meningkatkan kesadaran
Implementasi:

1. Mempertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital
2. Memantau status neurologis
3. Memantau frekuensi/irama jantung dan denyut jantung
4. Memantau pernapasan, catat pola, irama pernapasan dan frekuensi pernapsan.
5. Meninggikan kepala tempat tidur sekitar 30 derajat sesuai indikasi.
6. Menjaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.
7. Mengukur lingkar kepala setiap 1 minggu sekali, observasi fontanel dari cembung
dan palpasi sutura kranial

2. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan luka post operasi


Kriteria hasil:

1. Skala nyeri berkurang menjadi 3


2. Klien tampak tenang dan ekspresi wajah tidak menyeringai
3. Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas dan istirahat

Implementasi:

1. Mengkaji tingkat nyeri menurut skala pengkajian neonatus (0-7)


2. Memberikan posisi nyaman pada klien
3. Memberikan terapi non-nutritive sucking
4. Melibatkan orangtua dalam setiap tindakan
5. Melakukan kolaborasi pemberian ketorolac 2×7,5 mg

3.Diagnosa: Risiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi


Kriteria hasil:

1. Suhu dan tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi: 60-120x/menit , suhu: 36,5-
37,5oC, RR: 20-40x/menit)
2. Luka insisi operasi bersih, tidak ada pus
3. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka post operasi (kemerahan, panas, dan
bengkak)
4. Hasil lab: leukosit dalam batas normal (9.000-12.000/uL )
Implementasi:

1. Memonitor tanda-tanda vital.


2. Mengbservasi tanda infeksi: perubahan suhu, warna kulit, malas minum,
irritability.
3. Mengubah posisi kepala setiap 3 jam untuk mencegah dekubitus
4. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka insisi yang terpasang shunt,
melakukan perawatan luka pada shunt dan upayakan agar shunt tidak tertekan.
5. Melakukan kolaborasi pemberian ceftrixone 2×200 mg

Evaluasi

1.Risiko gangguan perfusi serebral berhubungan dengan Peningkatan TIK (tekanan


intrakranial)
Subjektif:

 Ibu mengatakan tidak ada demam dan muntah pada anak

Objektif:

 Suhu: 36,5 oC
 Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK seperti kejang dan muntah
 Lingkar kepala 49 cm

Analisa:

 Gangguan perfusi serebral tidak terjadi

Planning:

 Pantau tanda-tanda vital


 Pantau adanya kejang
 Pertahankan posisi kepala 30˚
BAB IV
PENUTUP

1.Kesimpulan
Hidrosefalus adalah salah satu kelainan kongenital, kebanyakan kasus hidrosefalus
dialami oleh neonatus. Anak dengan hidrosefalus memerlukan perawatan khusus dan benar
karena pada anak yang mengalami hidrosefalus mengalami kerusakan saraf yang
menimbulkan kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran sampai pada gangguan pusat
vital dan resiko terjadi dekubitus.

Berbagai masalah fisik maupun mental dapat dialami oleh anak dengan hidrosefalus.
Masalah fisik yang muncul dapat berupa gangguan rasa nyaman yang diakibatkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan membesarnya kepala anak.
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi hidrosefalus pun beragam,
salah satunya dengan pemasangan VP shunt. Masalah keperawatan yang dapat muncul pada
anak post operasi pemasangan VP shunt adalah risiko infeksi. Risiko infeksi dapat dicegah
dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat seperti perawatan luka dengan prinsip
steril.

Perawatan kepada anak terutama neonatus diberikan secara komprehensif di rumah


sakit. Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada anak mencakup tindakan pemasangan
infus, perawatan luka dan prosedur invasif lain. Bayi baru lahir cukup bulan yang dirawat di
rumah sakit secara kontinu akan dilakukan pemberian terapi, oleh karena itu diperlukan
pemasangan infus. Tindakan ini merupakan prosedur invasif yang menyakitkan bagi
neonatus. Pemberian Non-nutritive sucking (NNS) dapat membantu untuk mengurangi nyeri
yang dirasakan oleh neonatus.

2. Saran

Tindakan alternatif selain operasi diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang yang
mengalami sumbatan didalam sistem ventrikel. Dalam hal ini maka tindakan terapeutik
semacan ini perlu.

Semoga makalah yang kami susun dapat dimanfaatkan secara maksimal, sehingga
dapat membantu proses pembelajaran, dan dapat mengefektifkan kemandirian dan kreatifitas
mahasiswa. Selain itu, diperlukan lebih banyak referensi untuk menunjang proses
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35563-Kep%20Neurobehaviour-
Askep%20Hidrosefalus.html
Mc Closky & Bulechek. (2002). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America:Mosby.

Meidian, JM. (2002). “Nursing Outcomes Classification (NOC).United States of


America:Mosby.

Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal 29 Agustus


2012http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
VSalemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai