Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIDROCHEPALUS

Mata Kuliah:
Keperawatan Medikal Bedah III

Disusun Oleh :
Putri Puji Pangestuti

PRODI S1 KEPERAWATAN SEMESTER 5

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAHRUL ‘ULUM


Tahun Pelajaran 2017/2018
Jl. KH. Abd. WahabChasbullah Gg.IV Tambakberas
Jombang
Telp/Fax (0321) 876040-081357452623

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayat, dan
anugerah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dengan tepat waktu.

Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan Dengan Hidrochepalus, tujuan


penulis membuat makalah ini adalah untuk membantu di dalam mengetahui tentang
Asuhan Keperawatan Dengan Hidrochepalus. Dan kami ucapkan terima kasih
kepada Ibu Shelfi S.Kep.,Ns. M.Kep yang tealah membimbing dan memberikan
tugas ini.

Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepas pula dengan tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang sifatnya membangun.

Jombang, 30 September 2019

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………..……....i

Daftar Isi………………………………………………………..............................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang………………………………….…………........................1

1.2. Tujuan.....................…………………………...………..............................2

1.3. Manfaat…….……….....……………..........................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Definisi Hidrochepalus.............................................................................3

2.2. Etiologi Hidrochepalus..............................................................................3

2.3. Patofisiologi Hidrochepalus.........................................................................5

2.4. WOC Hidrochepalus....................................................................................8

2.5. Manifestasi Klinis.......................................................................................10

2.6. Pelaksanaan Medis Hidrochepalus...........................................................10

2.7. Proses Keperawatan Hidrochepalus...........................................................12

BAB 3 PENUTUP

4.1. Kesimpulan……………………………………………………………....28

4.2. Saran…………………………………………………………………......28

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang


Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu
hydrocephalus dikenal sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan
teknologi yang semakin berkembang maka mengakibatkan polusi didunia
semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi faktor penyebab
suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat
rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah
satunya adalah Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat
dilaporkan sebesar tiga kasus per seribu kehamilan hidup menderita
hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit yang sangat
memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.

Hydrocephalus itu sendiri adalah akumulasi cairan serebro spinal


dalam ventrikel serebral, ruang subaracnoid, ruang subdural (Suriadi dan
Yuliani, 2001). Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi
paling banyak pada bayi yang ditandai dengan membesarnya kepala
melebihi ukuran normal. Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak,
sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi pada orang dewasa, hanya
saja pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah
dideteksi dan diagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi ubun-ubunnya
masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat
dikompensasi dengan melebarnya tulang- tulang tengkorak. Sedang pada
orang dewasa tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

Angka kejadian hidrosefalus kira-kira 30 % yang di temui sejak


lahir, dan 50% pada 3 bulan pertama. Frekuensi hidrosefalus ini utero
2:2000 bayi, dan kira-kira 12% dari semua kelainan konginetal.
Hidrosefalus sering menyebabkan distosia persalinan. Apabila hidrosefalus

1
2

berlanjut setelah lahir dan tetap hidup akan menjadi masalah pediatri
sosial.

Mahasiswa keperawatan perlu mempelajari cara mencegah dan


menanggulangi masalah hidrosefalus dengan student center learning
berupa pembuatan makalah dan diskusi antar teman di kelas.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan Hidrochefalus.

1.3. Tujuan

1.      Tujuan Umum


Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah Untuk Mengetahui
dan Memahami Asuhan Keperawatan dengan Hidrochepalus.
2.      Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain adalah :
1.Untuk mengetahui Definisi dari Hidrochepalus.
2.Untuk mengetahui Etiologi dari Hidrochepalus.
3.Untuk mengetahui Patofisiologi dari Hidrochepalus.
4.Untuk mengetahui WOC dari Hidrochepalus.
5.Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Hidrochepalus.
6.Untuk mengetahui Pelaksanaan Medis Hidrochepalus
7.Untuk mengetahui Proses Keperawatan dari Hidrochepalus
1.4. Manfaat
1. Klien
Untuk mengetahui dan memahami penyakit tentang Hidrochepalus.
2. Perawat
Untuk menambah wawasan dan ilmu mengenai penyakit Hidrochepalus.
3. Institusi
Untuk meningkatkan dan memberikan arahan terhadap mahasiswa
mengenai memahami penyakit Hidrochepalus
2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Hidrochepalus

Hidrocephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang


mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah
dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya CSS ( Hardiyanti, 2016)
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intracranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel, pelebaran
ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorsi cairan
serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit
atau kerusakan otak, adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala
menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (Ghoe
Wio, 2016)
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang
berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal
(CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak
dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel
atau ruang subarachnoid (Sulistyawati, 2012)
Hidrosefalus merupakan adanya penumpukan cairan serebrospinal yang
ada di dalam otak yang menyebabkan ventrikel melebar, sehingga pelebaran
ini lah yang tidak menyeimbangkan antara produksi dan absorbsi cairan CSS.

2.2. Etiologi Hidrochepalus


Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan
tempat absorbsi dalam ruang subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi

3
4

dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada
bayi dan anak ialah:

1. Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim,atau


infeksi intrauterine meliputi :
a. Stenosis aquaductus sylvi
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Syndrom Dandy-Walker
d. Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2. Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan
a. Infeksi : Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen secara
patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar
sisterna basalis dan daerah lain. penyebab lain infeksi adalah
toksoplasmosis.
b. Neoplasma : Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya
suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan
ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
c. Perdarahan : Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal
otak, selain penyumbatan yang terjakdi akibat organisasi dari darah itu
sendiri.

Etiologi Hidrosefalus menurut L.Djoko Listiono :

1. Sebab-sebab Prenatal

Sebab prenatal merupakan faktor yang bertanggung jawab atas


terjadinya hidrosefalus kongenital yang timbul in- utero ataupun setelah
lahir. Seabb-sebab ini mencakup malformasi ( anomali perkembangan
sporadis ), infeksi atau kelainan vaskuler. Pada sebagian besar pasien
banyak yang etiologi tidak dapat diketahui dan untuk ini diistilahkan
sebagai hidrosefalus idiopatik.
5

2. Sebab-sebab Postnatal
a. Lesi masa menyebabkan peningkatan resistensi aliran liquor
serebrospinal dan kebanyakan tumor berlokasi di fosa posterior.Tumor
lain yang menyebabkan hidrosefalus adalah tumor di daerah
mesencephalon. Kista arachnoid dan kista neuroepitalial merupakn
kelompok lesi masa yang menyebabkan aliran gangguan liquor
berlokasi di daerah supraselar atau sekitar foramen magmum.
b. Perdarahan yang disebabkan oleh berbagai kejadian seperti prematur,
cedera kepala, ruptura malformasi vaskuler.
c. Meningitis. Semua meningitis bakterialis dapat menyebabkan
hidrosefalus akibat dari fibrosis leptomeningeal. Hidrosefalus yang
terjadi biasanya multi okulasi, hal ini disebabkan karena keikutsertaan
adanya kerusakan jaringan otak
d.  Gangguan aliran vena. Biasanya terjadi akibat sumbatan antomis dan
fungsional seperti akhondroplasia dimana terjadi gangguan drainase
vena pada basis krani, trombosis jugularis (Hardiyanti, 2016)

2.3. Patofisiologi Hidrochepalus


Banyak yang menjadi penyebab hidrosefalus antara lain kelainan
bawaan/kongenital, infeksi, neuplasma, dan perdarahan. Jika terdapat
obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel
serebri melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengerut dan
menyobek garis ependimal. Substansia alba di bawahnya akan mengalami
atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada substansia grisea terdapat
pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah
mengalami pembesaran, substansia grisea tidak mengalami gangguan. Proses
dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba-tiba(akut) dan dapat juga
selektif bergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan
kasus kegawatan. Pada bayi dan anak kecil, sutura kranialnya melipat dan
melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika Fontanela
anterior tidak tertutup, maka fontanel ini tidak akan berkembang dan terasa
tegang pada perabaan. Stenosis aquaduktus menyebabkan titik pelebaran pada
6

ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk


khas, yaitu dahi tampak menonjol secara dominan (dominan frontal blow).
Sindrom dandy-Walker terjadi jika karena adanya obstruksi pada foraminal di
luar pada ventrikel IV. Ventrikel IV melebar dan fosa pascaerior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang di bawah tentorium. Klien dengan tipe
hydrochepalus di atas akan mengalamai pembesaran cerebrum yang secara
simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang
lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa
otak, akibatnya gejala peningkatan tekanan intracranial terjadi sebelum terjadi
ventrikel serebri menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorpsi dan
sirkulasi CSS adalah hydrocephalus tidak komplet. CSS melebihi kapasitas
normal system ventrikel setiap 6-8 jam dan tidak adanya absorpsi total akan
menyebabkan kematian. Ventrikular yang melebar menyebabkan sobeknya
garis ependimal normal, khusunya pada dinding rongga sehingga
mengakibatkan peningkatan absorpsi. Jika rute kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventricular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.
Dalam keadaan normal tekanan likuor berkisar 50-200 mm, praktis sama
dengan 50-200 mmH20. Ruang tengkorak bersama dura yang tidak elastis
merupakan suatu kotak tertutup yang berisikan jaringan otak dan medulla
spinalis sehingga volume otak total (kranio spinal) ditambah dengan volume
darah dan likuor merupakan angka tetap (hukum Monroe Kellie). Bila
terdapat peningkatan volume likuor akan menyebabkan peningkatan TIK.
Keadaan ini terdapat pada perubahan volume likuor, pelebaran dura,
perubahan volume pembuluh darah terutama volume vena, perubahan
jaringan otak (bagian putih otak berkurang pada hidrosefalus obstruktif). Pada
umumnya volume otak serta tekanan likuor berubah oleh berbagai pengaruh
sehingga volume darah selalu akan menyesuaikan diri (Harsono, 1996).
Hidrosefalus secara teoritis hal ini terjadi sebagai akibat dari 3
mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
7

3. Peningkatan tekanan sinus venosa


Sebagai konsekuesi dari 3 mekanisme di atas adalah peningakatan
tekanan intrakranial sebagia upaya mempertahankan keseimbangan sekresi
dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel masih belum dapat
dipahami secara terperinci, namun hal ini bukannlah hal yang sederhana
sebagaimana akumulasi akibat dari ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda setiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari:
1. Kompresi sistem serebro vaskuler
2. Redistribusi dari likuor serebro spinalis atau cairan ekstraseluler atau
keduanya di dalam sistem susunan saraf pusat.
3. Perubahan mekanis dari otak (peningkatan elastisitas otak, gangguan
viskoelastisitas otak, kelainan turgor otak)
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis (masih diperdebatkan)
5. Hilangnya jaringan otak
6. Pembesaran volume tengkorak (pada penderita muda) akibat adanya
regangan abnormal pada sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan hampir semua disebabkan oleh karena
tumor pleksus khoroid (papiloma atau karsinoma). Adanya produksi yang
berlebihan akan menyebabkan TIK meningkat dalam mempertahankan
keseimbangan antara sekresi dan resorbsi likuor, sehingga akhirnya
ventrikel akan membesar. Ada pula beberapa laporan mengenai produksi
likuor yang berlebihan tanpa adanya tumor pada pleksus khoroid, disamping
juga akibat hipervitaminosis A.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus
hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan oleh gangguan aliran
akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya
mempertahankan resobrsi yang seimbang. Peningkatan tekanan sinus vena
mempunyai 2 konsikuensi yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga
menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan
8

intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran


likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi.
Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari kompliens
tengkorak. Bila sutura kranial sudah menutup, dilatasi ventrikel akan
diimbangi dengan peningkatan volume vaskuler, dalam hal ini peningkatan
tekanan vena akan diterjemahkan dalam bentuk klinis dari pseudotumor
serebri. Sebaliknya, bila tengkorak masih dapat menghadaptasi, kepala akan
membesar dan volume cairan akan bertambah. Derajat peningkatan
resistensi aliran cairan likour dan kecepatan perkembangan gangguan
hidrodinamik berpengaruh pada penampilan klinis.

2.4. WOC Hidrochepalus

Kelainan Infeksi Neoplasma Perdarahan


kongenital

Radang Hydrocephalus Fibrosis


1. Obstruksi salah satu jaringan otak komunikans leptomeningens
tempat pembentukan pada daerah basal
(ventr.III/IV). otak
1. Obstruksi tempat
2. Obstruksi pada duktus
pembentukan/penyerapan
rongga tengkorak.
LCS. Obstruksi oleh
3. Gangguan absorpsi LCS
2. Rangsangan produksi LCS. perdarahan
(Foramen Mondroe,
Luscha, dan Magendie).

Jumlah cairan dalam


Hydrocephalus Peningkatan jumlah cairan ruang sub araknoid
nonkomunikans serebrospinal meningkat

Pembesaran relatif kepala Peningkatan TIK Tingkatan pembedahan

Kesulitan bergerak Terpasang shunt


Herniasi falks Penekanan
serebri dan ke pada saraf
Adanya Port de
foramen cranial II
Penekanan Kerusakan Entrée dan benda
magnum asing masuk ke
total mobilitas
fisik Papil edema otak

Gangguan Kompresi
Depresi
integritas kulit batang Risiko
saraf
otak
kardiovasku-
lar dan
pernapasan
9

Disfungsi persepsi
visual-spasial dan
kehilangan sensorik
Respons
inflamasi

Gangguan Hiperterm
persepsi i
sensori
visual

Kematian Koma

Penurunan Otak semakin Kerusakan


kesadaran tertekan ke fungsi motorik
bagian bawah
pada batang
Koping otak
Defisit
keluarga
perawatan diri
tidak efektif
Hipotalamus
semakin tertekan

Pembuluh Kejang Mual, Saraf –saraf pusat


darah muntah akan semakin
tertekan tertekan
Resiko cedera
Penurunan
BB
Aliran darah
ke otak↓ Kesadaran Sakit
Kebutuhan menurun kepala
Perfusi jaringan nutrisi : kurang
serebral tidak dari kebutuhan PK : Nyeri
efektif tubuh Penurunan
kesadaran
10

2.5. Manifestasi Klinis


Pada bayi terdapat tanda dan gejala yang biasanya ditemukan mencakup :
1. Pembesaran kepala yang tidak proporsional dengan pertumbuhan bayi
(tanda khas yang paling sering ditemukan ) akibat peningkatan volume
cairan serebrospinalis.
2. Distensi vena-vena kulit kepala akibat peningkatan tekanan cairan
serebrospinalis.
3. Kulit kepala yang tampak tipis, mengkilat dan rapuh akibat peningkatan
tekanan cairan serebrospinalis.
4. Otot-otot leher yang tidak berkembang akibat peningkatan berat badan.
5. Depresi atap orbita (atap orbita tertekan) disertai pergeseran bola mata ke
bawah dan sklera yang menonjol sebagai akibat peningkatan tekanan.
6. Tangisan yang melengking dan bernada tinggi, iritabilitas (rewel), serta
tonus otot yang abnormal sebagai akibat kompresi saraf.
7. Muntah proyektil (muntah menyembur) akibat peningkatan tekanan
intrakranial.
8. Pelebaran tengkorak untuk mengakomodasi peningkatan tekanan.

Pada dewasa dan anak yang sudah besar, tanda- tanda yang menunjukkan
hidrosefalus meliputi :

1. Penurunan tingkat kesadaran akibat peningkatan tekanan intrakranial.


2. Ataksia akibat kompresi pada daerah-daerah motorik.
3. Inkontinensia (ketidakmampuan spinter untuk menahan urine)
4. Gangguan intelektual.

2.6. Pelaksanaan Medis Hidrochepalus


1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan
penyuluhan genetic, penerangan keluarga berencana serta menghindari
perkawinan antar keluarga dekat. Proses persalinan/kelahirandiusahakan
dalam batas-batas fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi.
11

Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih dari pada


menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
2.  Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid
dengan dosis 25 – 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan
menitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya
kurang memuaskan. Pembarian diamox atau furocemide juga dapat
diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ±
40 – 50 % kasus.
3.  Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat
absorbsi. Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan
pembedahan juga dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang
disebut :
a.  Ventrikulo Peritorial Shunt
b.  Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalajh memberikan pengertian
pada keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan
(misalnya : kateter “shunt” obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan
biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal
dari ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu
pintasan ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak
menimbulkan raksi radang atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di
dalam yubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%, terutama
berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4.  Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) mengurangi produksi CSS
12

b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat


absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

2.7. Proses Keperawatan Hidrochepalus


1. Pengkajian
a. Anamnesis : Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
b. Keluhan utama:
Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan bergantung seberapa jauh dampak dari hidrosefalus pada
peningkatan tekanan intracranial, meliputi muntah, gelisah nyeri
kepala, letargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, dan
kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat penyakit sekarang:
Adanya riwayat infeksi (biasanya riwayat infeksi pada selaput otak
dan meningens) sebelumnya. Pengkajian yang didapat meliputi
seorang anak mengalami pembesaran kepala, tingkat kesadaran
menurun (GCS <15), kejang, muntah, sakit kepala, wajahnya tanpak
kecil cecara disproposional, anak menjadi lemah, kelemahan fisik
umum, akumulasi secret pada saluran nafas, dan adanya liquor dari
hidung. A danya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
akibat adanya perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan
prilaku juga umum terjadi.
d. Riwayat penyakit dahulu:
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hidrosefalus sebelumnya, riwayat adanyanya neoplasma otak, kelainan
bawaan pada otak dan riwayat infeksi.
1) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
2) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
3) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
e. Riwayat perkembangan :
13

Kelahiran premature. lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir


menangis keras atau tidak. Riwayat penyakit keluarga, mengkaji
adanya anggota generasi terdahulu yang menderita stenosis akuaduktal
yang sangat berhubungan dengan penyakit keluarga/keturunan yang
terpaut seks.
f. Pengkajian psikososiospritual :
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien dan keluarga
(orang tua) untuk menilai respon terhadap penyakit yang diderita dan
perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam keluarga
maupun masyarakata. Apakah ada dampak yang timbul pada klien dan
orang tua, yaitu timbul seperti ketakutan akan kecatatan, rasa cemas,
rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis
dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup individu. Perspektif perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua
masalah: keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam
hubungan dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan
mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam system
dukungan individu.
g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum:
Pada keadaan hidrosefalus umumnya mengalami penurunan
kesadaran (GCS <15) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
1) B1(breathing)
Perubahan pada system pernafasan berhubungan dengan
inaktivitas. Pada beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari
system ini akan didapatka hal-hal sebagai berikut:
Inspeksi umum:
Apakah didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot batu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernafasan. Terdapat retraksi klavikula/dada, mengembangan paru
14

tidak simetris. Ekspansi dada: dinilai penuh/tidak penuh, dan


kesimetrisannya. Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai
retraksi dada dari otot-otot interkostal, substernal pernafasan
abdomen dan respirasi paraddoks(retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola nafas ini terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada.
Palpasi: taktil primitus biasanya seimbang kanan an kiri
Perkusi: resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: bunyi nafas tambahan, seperti nafas berbunyi stridor,
ronkhi pada klien dengan adanya peningkatan produksi secret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien hidrosefalus dengan penurunan tingkat kessadaran.
2) B2 (Blood)
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan
homeostasis tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan
oksigen perifer. Nadi brakikardia merupakan tanda dari perubahan
perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat merupakan tanda
penurunan hemoglobin dalam darah. Hipotensi menunjukan adanya
perubaha perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syok.
Pada keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang
pelepasan antideuretik hormone yang berdampak pada kompensasi
tubuh untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh
tubulus. Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektroloit
sehingga menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit pada system kardiovaskuler.

3) B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan
lebih lengkap disbanding pengkajian pada system yang lain.
Hidrosefalus menyebabkan berbagai deficit neurologis terutama
15

disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intracranial akibat


adanya peningkatan CSF dalam sirkulasi ventrikel.
Kepala terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan tubuh. Hal ini
diidentifikasi dengan mengukur lingkar kepala suboksipito
bregmatikus disbanding dengan lingkar dada dan angka normal
pada usia yang sama. Selain itu pengukuuran berkala lingkar
kepala, yaitu untuk melihat pembesaran kepala yang progresif dan
lebih cepat dari normal. Ubun-ubun besar melebar atau tidak
menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol, dahi tampak
melebar atau kulit kepala tampak menipis, tegang dan mengkilat
dengan pelebaran vena kulit kepala.
Satura tengkorak belum menutup dan teraba melebar.
Didapatkan pula cracked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang
yang retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong kebawah oleh
tekanan dan penipisan tulang subraorbita. Sclera tanpak diatas iris
sehingga iris seakan-akan matahari yang akan terbenam atau sunset
sign.
4) B4 (Bledder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Peningkatan jumlah urine dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunya
perfungsi pada ginjal. Pada hidrosefalus tahap lanjut klien mungkin
mengalami inkontensia urin karena konfusi, ketidak mampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
menggunakan system perkemihan karena kerusakan control
motorik dan postural. Kadang-kadang control sfingter urinarius
eksternal hilang atau steril. Inkontensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, serta mual dan muntah pada fase akut. Mual
16

sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung


sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltic usus.
Adanya kontensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakann
neurologis luas.
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan peniaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukkan adanya dehidrasi. Pemeriksaan bising usus untuk
untuk menilai keberadaan dan kualitas bising usus harus dikaji
sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau
hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan
observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus
dapat terjadi akibat tertelanya udara yang berasal dari sekitar selang
endotrakeal dan nastrakeal.
6) B6 (Bone)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan fisik
umum, pada bayi disebabkan pembesaran kepala sehingga
menggangu mobilitas fisik secara umum. Kaji warna kulit, suhu,
kelembapan, dan turgon kulit. Adanya perubahan warna kulit;
warna kebiruaan menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku,
ekstermitas,telingga, hidung, bibir dan membrane mukosa). Pucat
pada wajah dan membrane mukosa dapat berhubungan dengan
rendahnya kadar hemoglobinatau syok. Warna kemerahan pada
kulit dapat menunjukan adanyadamam atau infeksi. Integritas kulit
untuk menilai adanya lesi dan dekubitus. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.
Pemeriksaan Fisik Head to toe :
1. Kepala
a. Inspeksi : Keadaan rambut ( warna rambut, penyebaran, mudah
rontok, kebersihan rambut)
17

b. Palpasi : Benjolan, Nyeri tekan dan tekstur rambut


2. Muka
a. Inspeksi : Simetris, bentuk wajah, gerakan abnormal dan ekspresi
wajah
b. Palpasi : nyeri tekan, data lain.
3. Mata
a. Inspeksi : Pelpebra, Sclera, Conjungtiva, Pupil, Posisi mata,
Gerakan Bola mata, Keadaan bulu mata, Penutupan kelopak mata,
keadaan visus dan penglihatan.
b. Palpasi : Tekanan bola mata dan data lain
4. Hidung dan Sinus
Inspeksi : Posisi hidung, Bentuk, Keadaan septum, secreet atau cairan
dan data lain.
5. Telinga
a. Inspeksi : Posisi telinga, ukuran atau bentuk telinga, Aurikel,
Lubang Telinga, Pemakaian Alat Bantu
b. Palpasi : Pemeriksaan Uji pendengaran ( Winne, Weber, Swabach)
6. Mulut
Inspeksi : Gigi, Gusi, Lidah, Bibir dan Data lain
7. Tenggorokan
Warna mukosa, nyeri tekan, nyeri menelan
8. Leher
Inspeksi dan Palpasi : Kalenjar Tyroid
9. Thorax dan Pernapasan
Bentuk dada, Irama pernapasan, Pengembangan diwaktu bernapas,
Tipe pernapasan
a. Palpasi : Vokal fremitus dan massa atau nyeri
b. Auskultasi : Suara nafas dan suara tambahan
c. Perkusi : Redup, Pekak, Hypersonor, Tympani
d. Data lain
10. Jantung
a. Palpasi : Ictus Cordis
18

b. Perkusi : Pembesaran Jantung


c. Auskultasi : BJ I, BJ II, BJ III
d. Bunyi jantung tambahan
11. Abdomen
a. Inspeksi : Membuncit, Luka
b. Palpasi : Hepar, Lien, Nyeri tekan
c. Auskultasi : Peristaltik
d. Perkusi : Tympani, Redup
e. Data lain
12. Genetalia dan Anus
13. Ekstermitas
Ekstermitas Atas
a. Motorik : Pergerakan kanan/kiri, Pergerakan Abnormal, Kekuatan
Otot kanan/kiri, Tonus otot kanan/kiri dan Koordinasi gerak.
b. Refleks : Biceps kanan/kiri, Triceps kanan/kiri
c. Sensori : Nyeri, Rangsang suhu, Rasa Raba
Ekstermitas bawah
a. Motorik : Gaya berjalan, Kekuatan kanan/kiri, Tonus otot
kanan/kiri
b. Refleks : KPR kanan/kiri, APR kanan/kiri, Babinsky kanan/kiri
c. Sensori : Nyeri, Rangsang suhu, Rasa raba

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d peningkatan jumlah
cairan serebrospinal.
b. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
c. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon inflamsi karena
masuknya bakteri ditandai dengan suhu tubuh pasien 39¬0 C.
d. Resiko tinggi infeksi b.d port’d’ entere organism sekunder akibat trauma,
pemasangan drain/shunt
e. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang
19

f. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilitas, tidak adekuatnya


sirkulasi perifer.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah
sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
h. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d penurunan aliran darah ke otak
ditandai dengan vena-vena di area cerebral melebar, sutura melebar.
i. Gangguan sensori persepsi visual b.d perubahan sensori persepsi
(penekanan cranial 2) ditandai dengan sunset phenomenon.

3. Intervensi

a. Resiko tinggi peningkatan tekanan intracranial b.d peningkatan jumlah


cairan serebrospinal.
Tujuan:
Setelah dilakukan atau diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam klien
tidak mengalami peningkatan TIK.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4,5,6
tidak terdapat papil edema, TTV dalam batas normal.
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi ketat tanda-tanda 1. Untuk mengetahui secara
peningkatan TIK dini peningkatan TIK
2. Tentukan skala coma 2. Penurunan keasadaran
3. Hindari pemasangan infus menandakan adanya
dikepala peningkatan TIK
4. Hindari sedasi 3. Mencegah terjadi infeksi
5. Jangan sekali-kali memijat sistemik
atau memopa shunt untuk 4. Karena tingkat kesadaran
memeriksa fungsinya merupakan indikator
6. Ajari keluarga mengenai peningkatan TIK
tanda-tanda peningkatan TIK 5. Dapat mengakibatan
sumbatan sehingga terjdi nyeri
20

kepala karena peningkatan


CSS atau obtruksi pada ujung
kateter diperitonial
6. Keluarga dapat berpatisipasi
dalam perawatan anak dengan
hidrosefalus

b. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial.


Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan nyeri
kepala klien hilang.
Kriteria hasil:
Pasien mengatakan nyeri kepala berkurang atau hilang (skala nyeri 0), dan
tampak rileks, tidak meringis kesakitan, nadi normal dan RR normal.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji pengalaman nyeri pada 1. Membantu dalam
anak, minta anak menunjukkan mengevaluasi rasa nyeri.
area yang sakit dan 2. Pujian yang diberikan akan
menentukan peringkat nyeri meningkatkan kepercayaan diri
dengan skala nyeri 0-5 (0 = anak untuk mengatasi nyeri
tidak nyeri, 5 = nyeri sekali) dan kontinuitas anak untuk
2. Bantu anak mengatasi nyeri terus berusaha menangani
seperti dengan memberikan nyerinya dengan baik.
pujian kepada anak untuk 3. Perubahan TTV dapat
ketahanan dan memperlihatkan menunjukkan trauma batang
bahwa nyeri telah ditangani otak.
dengan baik. 4. Pemahaman orang tua
3. Pantau dan catat TTV mengenai pentingnya
4. Jelaskan kepada orang tua kehadiran, kapan anak harus
bahwa anak dapat menangis didampingi atau tidak,
lebih keras bila mereka ada, berperan penting dalam
21

tetapi kehadiran mereka itu menngkatkan kepercayaan


penting untuk meningkatkan anak.
kepercayaan. 5. Teknik ini akan membantu
5. Gunakan teknik distraksi mengalihkan perhatian anak
seperti dengan bercerita dari rasa nyeri yang dirasakan.
tentang dongeng menggunakan
boneka, nafas dalam, dll.

c. Hipertermi berhubungan dengan adanya respon inflamsi karena masuknya


bakteri ditandai dengan suhu tubuh pasien 39¬0 C.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan
hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
Suhu klien dalam batas normal (36,0-37,50)

INTERVENSI RASIONAL
1. Mandikan klien dengan 1. Meningkatkan kenyamanan
menggunakan air hangat klien
2. Ciptakan lingkungan yang 2. Lingkungan yang nyaman
nyaman bayi klien akan mampu meningkatkan
3. Sesuaikan temperatur perbaikan status kesehatan
ruangan dengan kebutuhan klien.
klien 3. Menjaga suhu yang sesuai
4. Berikan kompres hangat dalam meningkatkan perbaikan
status kesehatan klien.
4. Menurunkan suhu tubuh
klien sehingga dapat berada
dalam batas normal
22

d. Resiko tinggi infeksi b.d port’d’ entere organism sekunder akibat trauma,
pemasangan drain/shunt
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam tidak terdapat tanda-tanda
infeksi
Kriteria hasil :
TD dalam batas normal, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat
kemerahan

INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda-tanda 1. Mengetahui penyebab
infeksi( letargi, nafsu makan terjadinya infeksi
menurun, ketidakstabilan, 2. Mencegah timbulnya
perubahan warna kulit) infeksi
2. Lakukan rawat luka 3. Asupan nutrisi dapat
3. Pantau asupan nutrisi membantu menyembuhkan
4. Kolaborasi dalam luka
pemberian antibiotik 4. Antibiotik dapat mencegah
timbulnya infeksi

e. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan kejang


Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 jam Tidak terjadi peningkatan
TIK
Kriteria hasil :
Tanda vital normal, pola nafas efektif, reflek cahaya positif, tidak tejadi
gangguan kesadaran, tidak muntah dan tidak kejang.

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi ketat tanda-tanda 1. Untuk mengetahui secara
peningkatan TIK dini peningkatan TIK
2. Tentukan skala coma 2. Penurunan keasadaran
3. Hindari pemasangan infus menandakakan adanya
23

dikepala peningkatan TIK


4. Hindari sedasi 3. Mencegah terjadi infeksi
5. Jangan sekali-kali memijat sistemik
atau memopa shunt untuk 4. Karena tingkat kesadaran
memeriksa fungsinya merupakan indikator
6. Ajari keluarga mengenai peningkatan TIK
tanda-tanda peningkatan TIK 5. Dapat mengakibatan
sumbatan sehingga terjadi
nyeri kepala karena
peningkatan CSS atau obtruksi
pada ujung kateter diperitonial
6. Keluarga dapat berpatisipasi
dalam perawatan anak dengan
hidrosefalus

f. Resiko gangguan integritas kulit b.d imobilitas, tidak adekuatnya sirkulasi


perifer.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

INTERVENSI RASIONAL
1. Ubah posisi setiap 2 jam 1. Menghindari tekanan dan
2. Observasi terhadap eritema, meningkatkan aliran darah
kepucatan, dan palpasi area 2. Hangat dan pelunakan
sekitar terhadap kehangatan adalah tanda perusakan
dan pelunakan jaringan tiap jaringan
mengubah posisi 3. Mempertahankan keutuhan
3. Jaga kebersihan kulit kulit
seminimal mungkin hindari 4. Mencegah resiko infeksi
24

trauma terhadap panas nosokomial


terhadap kulit 5. Mencegah resiko infeksi
4. Instruksikan pengunjung nosokomial
untuk mencuci tangan saat
memasuki dan meninggalkan
ruangan klien
5. Cuci tangan sebelum dan
sesudah setelah melakukan
perawatan kepada klien

g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah


sekunder akibat kompresi serebral dan iritabilitas.
Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
baik
Kriteria hasil :
Tidak terjadi penurunan berat badan sebesar 10% dari berat awal, tidak
adanya mual-muntah

INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan kebersihan 1. Mulut yang tidak bersih
mulut dengan baik sebelum dapat mempengaruhi rasa
dan sesudah mengunyah makanan dan meninbulkan
makana mual
2. Tawarkan makanan porsi 2. Makan dalam porsi kecil
kecil tetapi sering untuk tetapi sering dapat mengurangi
mengurangi perasaan tegang beban saluran pencernaan.
pada lambung Saluran pencernaan ini dapat
3. Atur agar mendapatkan mengalami gangguan akibat
nutrien yang berprotein/ kalori hidrocefalus
yang disajikan pada saat 3. Agar asupan nutrisi dan
25

individu ingin makan kalori klien adeakuat


4. Timbang berat badan pasien 4. Menimbang berat badan
saat ia bangun dari tidur dan saat baru bangun dan setelah
setelah berkemih pertama. berkemih untuk mengetahui
5. Konsultasikan dengan ahli berat badan mula-mula
gizi mengenai kebutuhan kalori sebelum mendapatkan nutrient
harian yang realistis dan 5. Konsultasi ini dilakukan
adekuat. agar klien mendapatkan nutrisi
sesuai indikasi dan kebutuhan
kalorinya.

h. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d penurunan aliran darah ke otak
ditandai dengan vena-vena di area cerebral melebar, sutura melebar.
Tujuan :
26

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan


perfusi jaringan serebral kembali efektif
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial

INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi pupil atau 1. Memberikan deteksi awal
perubahan tanda-tanda vital, dan intervensi untuk
penurunan tingkat kesadaran meminimalkan penekanan
dan/atau fungsi motor intrakranial
2. Baringkan klien (tirah 2. Perubahan pada tekanan
baring) total dengan posisi intrakranial akan dapat
tidur terlentang tanpa bantal. menyebabkan risiko terjadinya
3. Monitor tanda-tanda vital, herniasi otak.
seperti suhu, dan frekuensi 3. Mengetahui keadaaan
pernapasan. umum klien
4. Monitor kadar hemoglobin 4. Hemoglobin berperan
dalam darah (nilai normal : dalam pengangkutan oksigen
9,0-14,0 g/dL) ke jaringan otak

i. Gangguan sensori persepsi visual b.d perubahan sensori persepsi


(penekanan cranial 2) ditandai dengan sunset phenomenon.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan
gangguan sensori persepsi visual klien berkurang
Kriteria hasil :
Kemampuan penglihatan klien meningkat, Sunset phenomenon berkurang.

INTERVENSI RASIONAL
27

1. Gunakan siaran TV sebagai 1. Meningkatkan kemampuan


bagian dari rencana program sensorik klien
stimulasi sensorik 2. Kemerahan pada mata
2. Monitor adanya tanda menunjukkan iritasi ringan
kemerahan pada mata klien 3. Menyentuh mata bagian
3. Bantu klien untuk tidak dalam dapat meningkatkan
menyentuh mata bagian dalam resiko infeksi dan iritasi

j. Kurang pengetahuan orang tua b.d penyakit yang di derita oleh anaknya
Tujuan :
Meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai penyakit yang diderita
anaknya
Kriteria hasil :
Kecemasan orang tua pada kondisi kesehatan anaknya dapat berkurang ,
orang tua mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, pengobatan dan
perubahan pola hidup yang dibutuhkan

INTERVENSI RASIONAL
1. Beri kesempatan orang tua 1. Keluarga dapat
untuk mengekspresikan mengemukakan perasaannya
kesedihannya sehinnga perasaan orang tua
2. Beri kesempatan orang tua dapat lebih lega
untuk bertanya mengenai 2. Pengetahuan orang tua
kondisi anaknya bertambah mengenai penyakit
3. Jelaskan tentang kondisi yang di derita oleh anaknya
penderita, prosedur, terapi dan sehinnga kecemasan orang tua
prognosanya. dapat berkurang
4. Ulangi penjelasan tersebut 3. Pengetahuan kelurga
bila perlu dengan contoh bila bertambah dan dapat
keluarga belum mengerti mempersiapkan keluarga
28

dalam merawat klien post


operasi
4. Keluarga dapat menerima
seluruh informasi agar tidak
menimbulkan salah persepsi.
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Hidrosefalus adalah keadaan patologik otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan
tekanan intrakranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan
tempat mengalirnya CSS. Penyebab hidrosefalus adalah karena kongenital,
infeksi, neuplasma/tumor, dan perdarahan.
Komplikasi yang bisa ditimbulkan dari hidrosefalus adalah : Retardasi
mental; Gangguan fungsi motorik; Kehilangan penglihatan; Herniasi otak;
Kematian akibat peningkatan tekanan intrakranial; Infeksi; Malnutrisi; Infeksi
pada shunt (sesudah pembedahan); Septikemia (sesudah pemasangan shunt);
Ileus paralitik, adhesi, peritonitis, dan perforasi usus (sesudah pemasangan
shunt)

3.2. Saran

1. Kepada orang tua khususnya harus lebih waspada dalam memerhatikan


tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak
2. Kami selaku penulis menyarankan kepada para pembaca baik individu,
keluarga maupun masyarakat serta teman-teman, agar kiranya dapat
memerhatikan adanya pembesaran kepala atau hidrosefalus karena bila hak
tersebut dibiarkan bisa berakibat fatal

13
Daftar Pustaka

Hardiyanti 2016, Lp Hidrosefalus


( https://id.scribd.com/doc/294763377/Lp-Hidrosefalus ) Di akses pada tanggal
30 September 2019 jam 19:00 WIB

Ghoe Wio 2016, LP HIDROSEFALUS


( https://id.scribd.com/doc/306073393/LP-HIDROSEFALUS ) Di akses pada
tanggal 30 September 2019 jam 19:08 WIB

Sulistyawati 2012, Lp Hidrosefalus


( https://id.scribd.com/doc/96129460/Lp-Hidrosefalus ) Di akses pada tanggal 30
September 2019 jam 19:13 WIB

Irwan 2017, LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS


(https://id.scribd.com/document/346515653/LAPORAN-PENDAHULUAN-
HIDROSEFALUS ) Di akses pada tanggal 30 September 2019 jam 19:45 WIB

13

Anda mungkin juga menyukai