Anda di halaman 1dari 260

PSIKOLOGI

KLINIS
LIDYA CATRUNADA, M.PSI.PSI
GROUND RULES:
1. Aktif dalam
pembelajaran (video
on)
2. Saling menghargai satu
sama lain (mekanisme
mute & unmute)
3. Disiplin dalam hal
kehadiran maupun
pengumpulan tugas
Gambaran Umum Perkuliahan
Mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai pendekatan dalam
psikologi klinis dan penerapannya, memahami prinsip-prinsip
asesmen klinis, memahami berbagai pendekatan dalam intervensi
klinis, memahami prinsip-prinsip psikologi komunitas. psikologi
kesehatan, dan psikologi forensik, serta memahami isu-isu
professional dan etika dalam penelitian ataupun praktek psikolog
klinis.
BUKU REFERENSI
Freeman, A., Felgoise S, H., & Davis, D.D. (2008). Clinical psychology : Integrating science and
practice. New jersey : John Wiley & Sons, Inc. Pomerantz, A. M. (2013).
Clinical psychology : science, practice, and culture (3th edition). SAGE Publications, Inc. Sundberg, N.
D., Wineberger, A.A., & Taplin, J.R. (2002).
Clinical psychology : Evolving theory, practice, and research (4th edition). New Jersey : Prentice hall.
*Trull, T. J. (2005).
Clinical psychology (8th edition). Belmont CA : Thomson Wadsworth. Young, Kimberly, S., & De
Abreu, Cristiano, N. (2011).
Internet Addiction-A Handbook and Guide To Evaluation and Treatmen. New Jersey: John Wiley and
Sons, Inc.
Pekan ke - 1
Dasar-dasar psikologi lklinis
A. Pengantar :Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan psikologi
klinis secara umum
B. Sejarah :Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan sejarah dan
perkembangan ilmu psikologi klinis
C. Isu-isu dalam psikologi klinis :Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan isu-isu aktual dalam psikologi klinis
PSIKOLOGI KLINIS SECARA UMUM

Psikologi secara umum adalah ilmu mengenai pengalaman dan tindakan

Psikologi klinis adalah applied psychologist, psikologi terapan sama seerti psikolog sekolah, psikolog industry dan
organisasi, dan lain-lain. Psikologi klinis adalah aplikasi pada berbagai masalah dan kemungkinan hidup manusia

Clinical diambil dari Bahasa Yunani yang artinya klinike, yang berarti praktis medis d tempat tidur untuk orang sakit
(sickbed). Jadi wajar bila orang menganggapnya sebagai perawatan terhadap orang-orang yang sakit secara fisik atau
mental.

Beberapa kamus menyebutkan psikologi klinis adalah “bidang psikologi yang berhubungan dengan perilaku yang
menyimpang, maladaptive, atau abnormal. (Rober, 1995).

Meskipun memang benar bahwa pemahaman tentang penyimpangan manusia merupakan bagian penting bidang ini,
psikologi klinis telah menjangkau area yang lebih luas daripada sekedar perilaku abnormal atau sakit mental yang
bersifat individual.
Definisi psikologi klinis dari APA
Bidang psikologi klinis mengintegrasikan ilmu pengetahuan, teori, dan praktik
untuk memahami, memprediksi, dan mengurangi maladjustment, disabilitas, dan
ketidaknyamanan dan memperbaiki adaptasi, penyesuaian, dan perkembangan
pribadi manusia. Psikologi klinis difokuskan pada aspek-aspek intelektual,
emosional, biologis, psikologis, social, dan perilaku dari fungsi manusia seumur
hidupnya, diberbagai macam budaya dan di semua tingkat social ekonomi.
(American, Psychological Association/APA, 1992)
Pemain kunci dalam drama psikologi klinis terdiri dari 2 orang, klien dan psikolognya, tetapi juga
selalu ada situasi dan orang-orang lain di seputar mereka.

3 Aspek psikologi klinis:

1. Setting dari psikolog

2. Klien yang mereka tangani

3. Aktivitas yang mereka kerjakan


3 Aspek psikologi klinis:

1. Setting dari psikolog.

Kantor praktik swasta yang dilaksanakan secara individual atau kelompok, rumah sakit jiwa dan
umum klinik, penjara, pengadilan, badan pemerintahan, sekolah, universitas, militer, dunia industri
3 Aspek psikologi klinis:

2. Klien yang mereka tangani.

Klien psikolog termasuk orang-orang dari segala umur dan latar belakang, mereka yang datang
dengan atau diluar kemauannya sendiri, mereka yang kaya, miskin, atau biasa-biasa saja.
Kisarannya mulai dari orang-orang dengan sedikit maslaah yang ingin mengembangkan diri
secara psikologis dan mereka yang mengalami depresi atau konflik transisional samapi orang
yang sama sekali tidak dapat berfungsi di masyarakat karena mengalami sakit atau retardasi
mental berat. Klien mereka bisa perorangan, pasangan, keluarga kelompok, dan organisasi.
3 Aspek psikologi klinis:

3. Aktivitas yang mereka kerjakan.

Aktivitas utamanya termasuk asesmen psikologis dengan tes, wawancara, psikoterapi, konseling,
terapi perkawinan dan keluarga, merancang program penanganan atau pencegahan, melakukan
penelitian atau mengembangkan berbagai tes atau prosedur baru, dan mengadministrasikan atau
mengevaluasi berbagai program atau prganisasi kesehatan mental.
HISTORY PSIKOLOGI KLINIS
Terimakasih
PSIKOLOGI
KLINIS
LIDYA CATRUNADA, M.PSI.PSI
Psikologi Klinis: Definisi APA

Bidang psikologi klinis mengintegrasikan ilmu pengetahuan, teori, dan


praktik untuk memahami, memprediksi, dan mengurangi
maladjustment, disabilitas, dan ketidaknyamanan dan memperbaiki
adaptasi, penyesuaian, dan perkembangan pribadi manusia. Psikologi
klinis difokuskan pada aspek-aspek intelektual, emosional, biologis,
psikologis, social, dan perilaku dari fungsi manusia seumur hidupnya,
diberbagai macam budaya dan di semua tingkat social ekonomi.
(American, Psychological Association/APA, 1992)
PSIKOLOGI KLINIS: definisi
Merupakan lahan/bidang dari Psikologi yang bertujuan untuk
melakukan studi (mempelajari), melakukan diagnosis, dan
melakukan treatment terhadap masalah psikologis, gangguan,
ataupun perilaku abnormal
Ruang lingkup psikologi klinis
Merupakan subarea dari ilmu Psikologi yang mempelajari proses
perilaku dan mental, meliputi penelitian tentang proses mental dan
perilaku, asesmen atau pengukuran thd kemampuan/potensi dan
karakteristik individu, dan usaha untuk menolong orang yang
mengalami gangguan psiologis.
Memiliki sikap klinis ataupun pendekatan klinis : mengkombinasikan
antara hasil riset ttg proses mental dan perilaku dengan asesmen
individu untuk memahami dan menolong seseorang.
Psikologi klinis lebih mengutamakan penerapan hasil penelitian
sesuai perbedaan masing-masing individu (idiographic level), tidak
untuk orang secara umum (nomothetic level)
PROFESI LAIN DALAM BIDANG YANG SAMA:
Psikiater,
Psychiatric social worker,
counseling psychologists,
school psychologists,
rehabilitation psychologists,
health psychologists,
dan profesi lain dalam bidang kesehatan mental
Profesi lain ….

Psikiater: dokter, punya power dan status profesi medis; karena


dokter → bisa membuat resep, menangani keluhan fisik dan
melakukan pemeriksaan fisik; bidang spesialisasi setelah dokter
umum
Psychiatric social worker: aktivitas profesionalnya serupa dgn
psikiater dan psikolog klinis. Dahulu lebih banyak berhubungan
dengan kekuatan-kekuatan sosial dan agensi di luar individu yang
memberi kontribusi pada kesulitan klien
Profesi lain ….
Counseling psychologist: sangat overlap dengan psikolog klinis,
tetapi lebih banyak bekerja dengan individu normal atau moderately
maladjusted
School psychologist: bekerja sama dengan para pendidik untuk
meningkatkan pertumbuhan intelektual, sosial dan emosional dari
anak usia sekolah. Juga konsultasi dengan guru-guru dalam isu-isu
kebijakan sekolah, manajemen kelas, dll.
Profesi lain …
Rehabilitation Psychologist: baik dalam riset maupun praktiknya,
berhubungan dengan individu yang cacat fisik. Cacat mungkin karena
kelainan kelahiran, penyakit, atau cedera lain. Membantu individu
untuk beradaptasi terhadap kecacatannya (fisik, sosial, psikologis,
lingkungan)
Health psychologist: menyumbang pada promosi dan maintenance
dari good health, prevensi dan treatment penyakit. Membuat riset
dan mempraktikkan program intervensi untuk prevensi (mis. Berhenti
merokok)
Lingkup Kerja Psikolog Klinis

Sebagai peneliti dan praktisi yang meliputi kegiatan:


terapi/intervensi,
diagnosis/asesmen,
teaching,
clinical supervision,
riset,
Konsultasi,
administrasi
SEJARAH PSIKOLOGI KLINIS
Akar Sejarah
Asesmen Masa Awal (1850-1899)
Intervensi Masa Advent Era Modern (1900-1919)
Penelitian Masa Antar Perang (1920-1939)
Profesi Masa Perang Dunia II&Sesudahnya (1940-1969)
Akar Psikologi Klinis
Kemunculan Psikologi Klinis dipengaruhi oleh faktor-faktor :
a. penggunaan metode penelitian di dalam Psikologi,
b. studi tentang perbedaan individu,
c. dan perubahan dalam pandangan gangguan psikologis
serta intervensinya.
AKAR SEJARAH
Sulit untuk menentukan awal psikologi klinis
Diawali tokoh-tokoh filosof Yunani seperti Aristoteles, Hippocrates yang
berspekulasi mengenai keberadaan manusia dan fungsi berpikir, sensasi, &
patologi (Shaffer & Lazarus, 1952).
Sebelum 1890, psikologi klinis tidak dapat dibedakan dari psikologi
abnormal (medical psychology)
Akar Psikologi klinis yang modern adalah gerakan reformasi yang muncul
pada abad 19 dalam hal perawatan:
terhadap penderita gangguan mental di rumah sakit dengan lebih beradab
dan manusiawi, dipelopori oleh Phillippe Pinel (Perancis), Wiliam Tuke
(Inggris), Elli Tod & Dorothea Dix (AS)
AKAR SEJARAH
Pemikiran para tokoh-tokoh di atas dengan didukung kekuatan sosial
dan keberadaan waktu yang tepat, Psikologi klinis pun berkembang
pada akhir abad 19 “Knowledege through experimentation”.
Para filsuf dan penulis mulai berbicara tentang harkat dan martabat
manusia, dan pemerintahan pun mendukung, sehingga berakibat
pada munculnya profesi baru dalam bidang yang kemudian akan
dikenal sebagai mental health
KRONOLOGI ASESMEN & DIAGNOSIS
1882 Galton : laboratorium 1917 Yerkes committee mengembangkan
anthropometric Army Alpha/Beta Test
1890 CattelL : “mental test” 1921:Rorschah : metode inkblot
1904 Binet : skala inteligensi 1935 Morgan & Murray : TAT

1905 Jung : metode asosiasi kata 1937 L.K. Frank : istilah “teknik Proyektif”
1938 Bender – Gestalt Test
1913 Kraepelin : diagnosis psikiatrik
1939 Wechsler-Bellevue Intelligence Scale
1914: Terman → versi Amerika
1943 MMPI
skala Binet 1949 Halstead : baterei tes neuropsikologi
KRONOLOGI ASESMEN & DIAGNOSIS
1952: publikasi DSM IV 2000: DSM IV-TR

1968: DSM II

1970-an: bangkitnya behavioral assessment

1980: DSM III

1980-an: minat utk asesmen kepribadian dan


interpretasi tes menggunakan komputer

1987: DSM III-R dipublikasi

1990-an: pengaruh health care pada asesmen


kepribadian

1994: publikasi DSM IV


KRONOLOGI PROFESI
1793 Pinel : humane care in French 1920 Watson & Rayner : conditioning of
asylums fears
1848: Dorothea Dix : fasilitas rumah sakit 1932 Moreno mengenalkan konsep terapi
yang lebih baik untuk penderita gangguan kelompok
jiwa di New Jersey
1950 Dollard-Miller publish : personality
1895 Breuer & Freud : studies in Hysteria and Psychotherapy
1900 Freud : The Interpretation of Dreams 1951 Rogers : Client-Centered Therapy
1908 Clifford Beers : mental hygiene 1952 Eysenck kritik thd Psikoterapi
movement
1953 Skinner :aplikasi prinsip Operant
1909 Healy membuat klinik bimbingan
anak di Chicago 1958 Wolpe :Desensitisasi Sistematik
KRONOLOGI PROFESI
1965 : konperensi di Swampscott, MA:
lahirnya “community Psychology”
1980-an: bangkitnya “Health Psychology”,
fokus meningkat pada psikoterapi singkat
dan riset dalam psikoterapi
1990-an: health care mempunyai pengaruh
besar pada pelayanan psikologis
1995: daftar tritmen yang didukung secara
empiris
KRONOLOGI PENELITIAN
1897 Wundt : Laboratorium Psikologi I di 1939 Wechsler publikasi penelitian
Leipzig Wechsler-Bellevue

1890 William James publikasi :Principles of 1943 Hathaway & McKinley publikasi data
Psychology MMPI

1905 Binet & Simon : validitas tes yang 1952 Eysenck : kritik thd Psikoterapi
dibuatnya
1954 Rotter : Social Learning Theory
1916 Terman : penelitian skala Binet
KRONOLOGI PENELITIAN
1954 : Roger & Dymond : laporan riset 1990-an: minat dalam behavior genetics
proses konseling meningkat

1977 Smith & Glass : laporan metaanalisis


studi terapi

1980-an: tumbuh riset paikopatologi


mengikuti publikasi DSM III
KRONOLOGI PROFESI
1892 American Psychological Association 1945 hukum sertifikasi pertama utk bidang
(APA) berdiri Psikologi klinis di Connecticut
1946 VA & NIMH mulai mendukung
1896 Witmer mendirikan Klinik Psikologi I psikologi Klinis
1909 Divisi Psikologi Klinis di APA terbentuk 1947 ABEPP/ABPP didirikan untuk sertifikasi
kompetensi klinisi
1935 APA : Standard Training utk Psi. Klinis
1949 Boulder Conferences : Scientist-
1936 Louttit: Publikasi I teks Psikologi Klinis practioner model
1937 Journal of Consulting Psychology 1953 APA : publikasi Ethical Standards
KRONOLOGI PROFESI
1968 Psy.D. Program berdiri di Universitas
Illinois
1988: perpecahan di dalam APA →
pembentukan American Psychological
Society (APS)
1992: publikasi revisi Ethical Principles
1995: APA mendukung pembuatan resep
oleh psikolog
ISU-ISU SEPUTAR
PSIKOLOGI KLINIS
ISU-ISU SEPUTAR PSIKOLOGI KLINIS
▪Scientist-Practitioner (Peneliti-Praktisi)
▪Doctor of Psychology (Psy.D) Degree (vs Ph.D)
▪Sekolah Profesional
▪Regulasi Profesional
▪Private practice
▪The Health Care Revolution
▪Culturally “Sensitive” Mental-Health Service
▪Ethical Standard
▪Prescription Privilege
Isu: scientist-practitioner

▪1949: Boulder conference di Colorado: scientist-practitioner model


utk pendidikan
▪Skilled practitioners who could produce their own research as well
as consume the research of others
▪Practice the art with sensitivity, but would also contribute to the
body of clinical knowledge by understanding how to translate
experience into testable hypotheses, and subsequently test the
hypotheses
▪The art of clinical intuition and the logical empiricism of science
Isu: Ph.D vs Psy.D
Psy.D: the emphasis on the development of clinical skills, and de-
emphasize on research competency → advantage in competing for
clinical positions
Ph.D→ engaged in more scholarly activities
Isu: sekolah profesional
Sekolah profesional (Professional schools): seringkali berdiri sendiri,
terlepas dari universitas, sulit mencari profesornya yang major
employmentnya ada pada institusi lain
Sangat sedikit berorientasi pada riset
Hanya beberapa yang diakreditasi oleh American Psychological
Association
Isu: Regulasi Profesional
▪ American Board of Professional Psychology (ABPP):
▪ Memberi sertifikasi utk kompetensi profesional dlm bidang psi klinis, psi konseling, PIO, psi sekolah
▪ Pengalaman postdoktoral 5 tahun
▪ Sertifikasi
▪ Usaha untuk melindungi publik
▪ Gelar psikolog baru boleh dipakai kalau sudah disertifikasi oleh “board of examiners”
▪ Lisensi
▪ Aktifitas profesional yang lebih spesifik, mis behavior analyst
▪ Register Nasional: daftar nama praktisi yang mendapat sertifikasi atau
lisensi, dan mendaftarkan namanya.
Isu: Private Practice
Trend banyak siswa yang mengikuti clinical training → dokter
menjadi role model
Kritik utk profesi medis: kehilangan image “good samaritan” karena
lebih mementingkan aspek ekonomi – psikolog klinis juga ke arah ini?
Apakah melatih Ph.D utk praktik adl ekonomis dan memenuhi
kebutuhan kesehatan mental bangsa
Isu: Revolusi Health Care
Biaya health care meningkat tajam
Health care menjadi industri besar
Pelayanan menjadi minimal, apa yang “affordable”
Terapi untuk waktu lama tidak lagi dianjurkan
Pelayanan kesehatan berubah → “managed care system”, mis. Bbrp
provider bergabung melayani mereka yang menjadi anggota.
Isu:Culturally sensitive MH service

▪Sue (1998) mengidentifikasi 3 karakteristik utama dlm hal


kompetensi kultural:
 Scientific Mindedness. Klinikus harus memformulasi dan menguji hipotesis
mengenai klien-kliennya yang beda secara kultural. Tidak ada lagi “myth of
sameness”
 Dynamic sizing. Klinikus harus terampil memahami kapan menggeneralisasi
dan inklusif dan kapan individualisasi dan eksklusif.
 Cultural specific expertise. Klinikus harus menyadari budaya dan
perspektifnya sendiri dan menyadari kelompok kultur di mana dia bekerja.
Isu: Standar Etis
▪APA: standar etis:
 Beneficence and maleficence: Menguntungkan yang dilayani dan tidak
merugikan
 Fidelity and responsibility: Mempunyai tanggung jawab profesional dan
ilmiah kepada masyarakat dan menegakkan hubungan trust
 Integrity: Dalam semua aktivitasnya, harus accurate, honest dan
truthful
 Justice: Semua orang mempunyai kesempatan utk mendapat layanan
psikologis; psikolog hrs tahu bias dirinya dan batas-batas
kompetensinya
 Respect for people’s rights and dignity: Menghargai hak dan martabat
semua orang dan melakukan penjagaan untuk melindungi hak-hak
mereka
Isu: Key area of the ethical standards

Competence:
◦ Harus merepresentasikan pendidikannya. Jangan mengaku Ph.D kalau
hanya master.
◦ Kalau meragukan sesuatu yang spesifik → cari supervisi dari klinikus lain
yang lebih berwenang
◦ Sensitif untuk isu gender, latar belakang etnik, agama, disabilitas, status
sosial ekonomi.
◦ Menyadari masalah pribadi atau titik sensitif yang dapat mengganggu
performa
Isu: Key area …
▪Privacy and Confidentiality:
 Menghargai dan melindungi konfidensialitas informasi
 Apakah semua informasi bersifat konfidensial? Kapan boleh
dilanggar?
 Komplikasi konfidensialitas sangat banyak. Bagaimana dengan
klien anak? HIV?
 Umumnya ada kesepakatan untuk broken confidentiality pada
suspected child abuse, potensi untuk bunuh diri atau
membunuh, dan situasi lain yang mengancam hidup.
Isu: key area ….
▪Human relations:
 Dual relationship? Sexual relation, employing a client, selling a
product, becoming friends
 Yang paling parah: sexual harrassment dan sexual intimacies
 Menurut penelitian dilemma etis yang paling sering dihadapi adl:
 Breaching confidentiality because of actual or potential risks to third parties(suspected
child abuse)
 Blurred, dual, conflicting relationships (maintaining therapeutic boundaries, personal vs
professional)
 Involving payment, settings
Isu: prescription privilege
▪Boleh menulis resep?
Pro:
 Memungkinkan psikolog klinis untuk memberi treatment yang lebih
bervariasi dengan jenis klien yang lebih beragam
 Potential increase in efficiency and cost-effectiveness
 Competitive advantage in the health care market
Con:
 “deemphasize” psychological forms of treatment
 Merusak hubungan dengan psikiater dan dokter umum
Metode Penelitian Dalam
Psikologi Klinis
Research Methods
1. Observation
2. Case Studies
3. Epidemiological research
4. Correlational research
5. Cross-sectional >< longitudinal approaches
6. The experimental method
7. Single-case designs
8. Mixed designs
Observation
Unsystematic observation : casual observation, & developing hypotheses that can
be tested
Naturalistic observation :
(+) carried out in real-life settings, more systematic, carefully planned, no real
control by observer
(-) Limited to a relatively few individuals/situations
Controlled observation : same as naturalistic observation, except the investigator
exerts a degree of control over the events being observed
Case studies
Intensive study of a client or patient who is in treatment
Information from : interviews, test responses, & treatment
Such material might also include biographical & autobiographical
data, letters, diaries, life-course information, medical histories, etc.
Epidemiological research
Is a study of the incidence, prevalence, & distribution of illness
or disease in a give population
Incidence : the rate of new cases of the illness/disorder is on
increase (ex. AIDS cases increasing this year compared with last
year)
Prevalence : percentage of the target population is affected by
the illness/disorders
Ex : “smoking and health”, “relationship between schizophrenia
and either socioeconomic class & factor
Correlational Methods
The technique : Correlating 2 variables. Commonly using The
pearson product-moment correlation coefficient to determine
the degree of relationship between 2 variables
The questions of causality : no matter how logical it may
appear, we cannot, on the basis of correlation alone, assert that
one variable has caused another. Correlational >< experiment
Factor analysis : examining the interrelationship among a
number of variables at the same time
Cross sectional & longitudinal
Birth date Age

1980 65 70 75 80 85

1895 60 65 70 75 80

1900 55 60 65 70 75

1905 50 55 60 65 70

1910 45 50 55 60 65

1915 40 45 50 55 60

1920 35 40 45 50 55

1925 30 35 40 45 50

measurement 1955 1960 1965 1970 1975


The experimental method
Experimental group
Control group
Experimental hypothesis
Independent variables : is supposed to be under the control of
investigators & is expected to have a causal effect on participants
behavior, which is referred to as the dependent variable
Experiment
Between group design : two separate sets of participants, each of
which receives a different kind of treatment
Within group design : Comparisons might be made on the same
patient at different points in time
Single-case designs

A-B : Merupakan sebuah eksperimen dengan satu baseline dan satu treatment, dan
tidak mempertimbangkan variabel-variabel ekstra yang mempengaruhi perubahan
perilaku.
A-B-A-B : Merupakan sebuah eksperimen dengan dua (atau lebih) baseline dan dua
(atau lebih) treatment, untuk perilaku yang sama, pada satu subyek.
Multiple-baseline-across-behaviors : Fase baseline dan treatment diberikan pada dua
atau lebih perilaku yang berbeda, pada subyek yang sama.
Multiple-baseline-across-subject : Fase baseline dan treatment diberikan pada
perilaku target yang sama, dengan dua atau lebih subyek yang berbeda.
Multiple-baseline-across-settings : Fase baseline dan treatment diberikan pada dua
atau lebih seting, dengan perilaku dan subyek yang sama.
Mixed designs
Experimental + correlational design
Research & ethics
Informed consent
Confidentiality
Deception
Diagnosis & klasifikasi
masalah psikologis
What is abnormal behavior?
10 different people have 10 different definition of ‘abnormal
behavior’. Why?
1.No single descriptive feature is shared by all forms of abnormal
behavior, & no one criterion of “abnormality” is sufficient
2.No discrete boundary exists between normal & abnormal behavior
3.Abnormal behavior : bizarre behavior, dangerous behavior, shameful
behavior
Conformity to norms (1)
Statistical infrequency or violation of social norms
When a person’s behavior tends to conform to prevailing social norms or
when this particular behavior is frequently observed in other people, the
individual is not likely to come to the attention of mental health
professionals
When a person behavior becomes patently deviant, outrageous, or
otherwise nonconforming, then he/she is more likely to be categorized as
“abnormal”
Conformity to norms (2)
1. Advantages :
Cutoff points : the statistical infrequency approach is appealing
because it establishes cutoff points that are quantitative in
nature
Intuitive appeal : those behaviors we ourselves consider
abnormal would be evaluated similarly by others
Conformity to norms (3)
2 Problems with this definition:
Choice of cutoff points
The number of deviations
Cultural relativity
Subjective distress (1)
The perceptions of observer >< the perceptions of the affected
individual
The basic data of behavior that are not observable : subjective
feelings & sense of well-being
Subjective distress (2)
1. Advantages :
Every person can assess whether they are experiencing emotional
or behavioral problems and can share this information when
asked to do so ( ex. Self-report inventories)
2. Problems :
The judgment depends on one’s criteria or values
Disability or Dysfunction
First step : create some degree of social (interpersonal) or
occupational problems for the individual.
Advantages : individuals come to realize the extent of their emotional
problems, when these problems affect their family & social
relationship, their performance at work/school
Problems : Who should establish the standards for social or
occupational dysfunction? The patient? The therapist? Friends? Or the
employer?
Mental Illness
Like abnormal behavior, the term ‘mental illness’ or ‘mental disorder’
is difficult to define
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR)
Mental disorder
Is conceptualized as a clinically significant behavioral or psychological syndrome
or pattern that occurs in an individual and that is associated with present
distress or disability or with significantly increased risk of suffering, death, pain,
disability, or an important loss of freedom. In addition, this syndrome or pattern
must not be merely an expectable and culturally sanctioned response to a
particular event...............whatever its original cause, it must currently be
considered a manifestation of a behavioral, psychological, or biological
dysfunction in the individual. Neither deviant behavior (e.g. religious, political, or
sexual) nor conflicts that are primarily between the individual and society are
mental disorders, unless the deviance or conflict is a symptom of the
dysfunction in the individual as described above
The Importance of diagnosis
Why? Categorization is essential to our survival because it allows us
to make important distinctions
Function :
1.Information/communication
2.Empirical research in psychopathology
3.Research into etiology (causes)
4.May suggest which mode of treatment is most likely to be
effective
Classification systems (1)
DSM-I (1952), DSM-II (1968), DSM-III (1980), DSM-III-R
(1987), DSM-IV (1994), DSM-IV-TR (2000) :
Axis I : indicate the presence of any clinical disorders, or other
relevant conditions, with the exception of the personality disorders
& mental retardation.
Axis II : personality disorders and mental retardation
Classification Systems (2)
Axis III : is used to highlight any current medical condition that may
be relevant to the conceptualization or treatment of an individual on
Axis I or II
Axis IV : Diagnosis, treatment, & prognosis of psychosocial and
environmental problem
Axis V : a quantitative estimate (1 to 100) of an individual’s overall
level of functioning.
General issues in classification
Categories vs dimensions
Bases of categorization
Pragmatics of classification
Description
Reliability
Validity
Bias
Coverage
Causes of abnormal behavior & mental illness
Model Explanation Example of abnormal behv
Biological Processes in central nervous system have gone Schizophrenia is caused by an
awry excess of dopaminergic activity
Psychodinamic Intrapsychic conflict Specific phobia is due to
displacement of an intraphysic
conflict onto an external object
that can be avoided
Learning Learned the same way normal behavior is Specific phobia is learned
learned
Cognitive Due to maladaptive cognitions Depression results from negative
views
Humanistic Relative neglect of one’s own self-view and Generalized anxiety disorder
overreliance on the appraisals of others when reflects this overreliance and
the two are incongruous incongruity
Clinical Assessment (I) :
The Assessment Interview
DOSEN: LIDYA CATRUNADA, M,PSI., PSI.
Clinical assessment

• An evaluation of an individual's strengths and weakness


• A conceptualization of the problem at hand (as well as
possible etiological factors)
• Some prescription for alleviating the problem
• Lead us to a better understanding of the client
• Assessment is not something that is done once and then is
forever finished, it's ongoing process
• Whether the clinician is making decisions or solving
problems, clinical assessment is the means to the end
The Referral

• The assessment process begin with a referral


• Someone (parent, teacher, psychiatrist, judge, psychologist) poses a
question about the patient

what influences how the clinician addresses the referral question?

answer : influenced by the clinician's theoretical commitments


(pychodynamic, behavioral, cognitive-behavior. etc)
The interview

The assessment interview is at once the most basic and the most serviceable
technique used by clinical psychologist

General characteristic of interviews :


1. An Interaction
2. Interviews versus tests : interviews are more purposeful and organized than
conversation but sometimes less formalized or standardized then
psychological test
3. The art of interviewing

computer-assisted interview assessment : many nonverbal cues, only clinicians


are able to apply "clinical judgment", only clinicians can encode & process
information
Interviewing essentials and techniques

 The physical arrangements


Few patients are likely to be open and responsive if : Take place anywhere
that 2 people can meet and interact, & Privacy and protection from
interruptions

 Note-Taking & recording


To recall much from the earlier interviews
Rapport

Definition : the relationship between patient and clinician. Rapport involves a


comfortable atmosphere and a mutual understanding of the purpose of
interview

Characteristics :
1. Patients realize that the clinician is trying to understand their problems in
order to help them
2. Patients accepts the clinician’s ultimate goal of helping.
3. Patients recognize that the clinician is not seeking a personal satisfaction in
the interview
Communication

1. Beginning a session
2. Language
3. The use of question
4. Silence
5. Listening
6. Gratification of self
7. Impact of the clinician
8. The clinician's values and background
Five type of interview questions

1. Open-ended : gives patient responsibility and latitude for responding. Ex :


"would you tell me about your experiences in the army"
2. Facilitative : encourage patient's flow of conversation. Ex: "Can you tell me a
little more about that?"
3. Clarifying : encourages clarity of amplification. Ex: "i guess this means you
felt like....?"
4. Confronting : challenges inconsistencies or contradiction. Ex : "before, when
you said....?"
5. Direct : once rapport has been established and the patient is taking
responsibility. Ex : "what did you say to your father when he criticized your
choice?"
Varieties of interviews (1)

 The intake-admission interview


Purpose : to determine why the patient has come to the clinic or hospital,
& to judge weather the agency’s facilities, policies, and services will meet
the needs and expectations of the patients

 The case-history interview


Purpose : to provide a board background and context in which both the
patient and the problem can be placed
Varieties of interviews (2)

 The mental status examination interview


Purpose : to assess the presence of cognitive, emotional, or behavioral
problems

 The crisis interview


Purpose : to meet problems as they occur and to provide an immediate
resource
Varieties of interviews (3)

 The diagnostic interview


o Consists of a standard set of questions and follow-up probes that are asked in a
specified sequence
o Clinical psychologists evaluate patients according to DSM-IV criteria (ex : specific
phobia section of the structured clinical interview for Axis I)
o All patients or subjects are asked the same question
o Interrater reliability : two clinicians who evaluate the same patient will arrive at the
same diagnostic formulation
Reliability of interviews

 Interrater / interjudge reliability : index of the degree of agreement between 2


or more raters of judges as to the level of a trait that is present or the
presence/absence of a feature or diagnosis

 Test-retest reliability : index of the consistency of interview scores across


some period of time
Validity of interviews (1)

 Content Validity : refers to the measure’s comprehensiveness in


assessing the variable of interest (ex : measuring depression. Give
multiple questions assessing various emotional, cognitive, &
physiological aspects of depression)
 Predictive validity : the degree to which interview scores can predict
(correlate with) behavior or test score that are observed or obtained at
the same point in the future
Validity of interviews (2)

 Concurrent validity : the extent to which interview scores are correlated


with a related, but independent, set of test/interview scores or behaviors
 Construct validity : the extent to which interview score are correlated with
other measures or behaviors in a logical and theoretically consistent way.
Asesmen Klinis :
Tes Kepribadian

Tes Ojektif & Tes Proyektif


Dosen: Lidya Catrunada, M.Psi., Psi.
• Tes kepribadian objektif disebut juga self-report
Tes Objektif inventory

• Objective personality measure involve the administration


of a standard set of question or statement to which the
examinee respond using a fixed set of options.

• Berisi pertanyaan tertutup atau pernyataan


• Pilihan jawaban: benar/salah, ya/tidak, skala
dimensional
• Keuntungannya :
Tes Objektif Mudah dalam administrasi
Bisa dilakukan secara klasikal (Bersamaan)
Pasien yang datang ke psikolog bisa mengerjakan tes
tersebut sendiri.
Biayanya lebih murah
Skoring bisa dilakukan secara komputer
Hasilnya bisa cepat diketahui hanya dengan skoring
sederhana
• Kelemahannya :
Tes Objektif Karena berisi pernyataan-pernyataan tentang
perilaku natural manusia, kadang pernyataan itu
memang merupakan pribadi dari subjek namun,
bisa juga bukan
Pernyataan-pernyataan ini hanya mengukur sedikit
dari perilaku yang sebenarnya , misalnya:
• Pada pernyataan “Saya sulit tidur di malam hari” bisa
saja bukan karena gangguan kepribadian tapi karena
ada suatu pekerjaan (Perawat, polisi dll)
• Kelemahan (Lanj..)
Tes Objektif Tes objektif meupakan tes yang menggabungkan antara
variabel sikap, kognitif dan emosi
Namun, tes objektif banyak yang memberi interpretasi
secara keseluruhan dari ketiga aspek tersebut
Dalam tes objektif sangat sulit untuk membuat
pernyataan yang mengungkap kepribadian sebenarnya
dari subjek
Subjek sangat mungkin untuk berbohong dalam tes,
supaya pribadinya terlihat baik dan hal itu
memungkinkan kehilangan informasi yang
sesungguhnya dari tes
• Metode untuk membuat konstruk dalam tes
Tes Objektif objektif :
Psikolog harus membuat pertanyaan-pertanyaan yang
dapat mengumpulkan informasi apa yang akan dinilai
dari subjek, misalnya :
• Jika seorang psikolog ingin mengetahui apakah pasiennya
mengalami “Neurosis” atau “psikosis” maka mereka harus
menanyakan “Apakah anda sulit tidur di malam hari?” “Apakah
perasaan anda selalu senang jika bangun di pagi hari?” dll.
Jika pertanyaan-pertanyaan yang ada dapat
mengumpulkan informasi secara akurat seperti yang
terdapat dalam teori, maka tes objektif tersebut
dinyatakan valid
MMPI (Minnesota Multiphasic Personality
Inventory)
• Ada lebih dari 10.000 kajian tentang MMPI dan hasilnya bahwa mereka
butuh MMPI yang update, maka lahirlah MMPI-2
• Terdiri dari 567 Pernyataan
• Tokoh pencetus: Hathaway & McKinley (1943)
• Subjek diminta untuk memberikan respon pada tiap pernyataan yang
sesuai dengan dirinya
• Sempat disebut sebagai alat tes yang paling baik untuk mengukur
kepribadian
• Tes ini untuk subjek umur 16 tahun keatas
• MMPI dapat memprediksikan apa yang akan terjadi dari suatu
pemikiran subjek, dan bagaimana suatu rumah tangga dapat berjalan
dengan baik
• Hathaway & McKinley ingin melihat
MMPI bagaimana individu yang mengalami
penyakit psikotik dalam hidupnya
(Minnesota • Ini dilakukan pada 700 orang yang

Multiphasic mengunjungi RS Minnesota


• Penyakit psikis yang dites dalam MMPI :
Personality Hypochondriasis, Depression, hysteria, psychopatic
deviate, paranoya, schizofrenia, hypomania

Inventory) Ditambah 2 kategori : Masculinity-femininity dan


social introversion
• Validitas dan reliabilitas
• 7 Skala dalam MMPI :

MMPI Can not say: adalah pernyataan-pernyataan yang tidak dijawab


oleh subjek
F Scale (Infrequency) : Pernyataan yang rata-rata akan dijawab

(Minnesota orang secara standar


L Scale (Lie) : ada 15 pernyataan yang jika dijawab subjek dalam

Multiphasic posisi yang sangat baik, mungkin saja itu suatu kebohongan
K Scale (Defensifness) : ada 15 pernyataan yang
mengindikasikan bahwa subjek tersebut sedang menutupi

Personality permasalahannya
FB Scale (Back-page Infrequency) : 40 pernyataan terakhir
dalam Tes MMPI

Inventory) VRIN Scale (Variable Response Inconsistency): 67 pernyataan


yang merupakan pernyataan yang mengandung persamaan
atau pertidak samaan
TRIN scale (True Response Inconsistency) : 23 pernyataan yang
berisi pernyataan yang bertolak belakang, jika skor TRIN rendah,
maka subjek terseut kemungkinan memberikan respon yang
salah
• Reliabilitas Tes MMPI : 0,80
• Tes proyeksi adalah pengungkapan aspek psikologis
manusia dengan menggunakan alat proyeksi

Tes • Tes proyektif adalah alat yang memungkinkan untuk


mengungkap motif, nilai, keadaan emosi, need yang
sukar diungkap dalam situasi wajar dengan cara

Proyektif individu memproyeksikan pribadinya melalui objek


diluar individu
• Tes proyeksi memberikan stimuli yang artinya tidak
segera jelas; yaitu beberapa hal yang berarti dia
mendorong pasien untuk memproyeksikan
kebutuhannya sendiri kedalam situasi tes.
• Tes proyeksi kemungkinan tidak mempunyai jawaban
benar atau salah, orang yang diuji harus memberikan
arti terhadap stimulus sesuai dengan kebutuhan
dalamnya, kemampuan dan pertahanannya.
• Pelopor tes proyeksi adalah Freud (1984) dengan teori
psikodinamikanya, dan kemudian dikembangkan oleh
Herman Rorschach (1921) dengan tes Rorschach dan
Murray (1935) dengan tes TAT (Thematic Apperception
Test)
• Dalam tes proyeksi, bila subjek dihadapkan pada
Tes materi atau stimulus yang sifatnya ambiguous,
kemudian subjek diminta untuk memberi respon

Proyektif terhadap stimulus tersebut, subjek akan memberi


respon dengan cara memproyeksikan dorongan-
dorongan yang ada pada dirinya dalam perbuatan
yang biasanya melalui koreksi/kerjasama dengan
tuntutan-tuntutan yang bersifat eksternal. Menurut
Murray, reaksi individu terhadap stimulus
ambiguous tersebut merupakan kerjasama atau
interaksi antara need dan press yang
disebut thema
• Fungsi Tes Proyeksi
Tes • Tes proyeksi berfungsi untuk mengungkap
keadaan psikologi bawah sadar manusia yang
Proyeksi selama ini di repres kealam bawah sadar. Melalui
tes proyeksi ini diharapkan dinamika psikologis itu
dapat dikeluarkan melalui alat bantu tes-tes
proyeksi. Sebagai sebuah tes, tes proyeksi
mempunyai kelebihan dan kekurangan jika
dibandingkan dengan tes-tes psikologi yang lain.
• Evaluasi Tes Proyektif
Tes • Kelebihan

Proyeksi Dapat mengungkap hal-hal di bawah sadar untuk


keperluan klinis
Dapat menurunkan ketegangan
Bersifat ekonomis
Rapport dan keleluasaan penggunaan
• Evaluasi Tes Proyektif
Tes • Kekurangan
Validitas dan reliabilitasnya rendah
Proyektif Tester harus memiliki keterampilan yang khusus untuk
dapat menggunakan tes ini dalam kaitannya dengan
ketepatan melakukan diagnose.
Interpretasinya bisa subyektif
Butuh license untuk menginterpretasinya (psikolog)
Interpretasinya susah, administrasinya juga lumayan
karena harus observasi dan dengar klien juga.
Ujian ini hanya diadministrasi oleh seorang psikolog
yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan
ahli dalam menafsirkannya
• Adalah tes yang menggunakan bercak tinta
Rorschach • Pencetusnya bernama Herman Rorschach
• Mengungkap tentang kepribadian manusia, yang
abstrak
• Sekitar 75% persen orang, merasa menggunakan
tes Rorschach memiliki banyak ketidak jelasan,
namun Rorschach adalah tes yang mempelopori
bahwa pribadi manusia bisa dideskripsikan dan
bisa diukur
• Rorschach terdiri dari 10 kartu yang memiliki bercak tinta

Rorschach • Pada tes ini klien diminta untuk melihat kartu tersebut dan
memberitahu apa saja yang diihatnya dalam kartu tersebut.
• Tiap kartu yang ditunjukan tester selalu bertanya “Apa yang
Anda lihat?”
• Untuk mengurangi kebingungan pasien, maka perlu
ditekankan jika tidak ada jawaban yang benar atau salah
dalam tes ini
• Tester memberikan waktu kepada pasien untuk
memberikan respon pada tiap kartu
• Ada tester yang mencatat semua respon yang keluar dari
pasein dan mencatat berapa waktu yang diperlukan pasien
untuk menghasilkan semua respon itu

• Skoring :
Rorschach Skoring pada tes ini dilakukan dalam 3 isi, yaitu
• Location: mengacu pada area mana pasien menunjukan respon
tersebut (seluruh bagian tinta, bagian yang besar saja, bagian
yang kecil-kecil atau bagian yang berwarna putih
• Content : mengacu pada sifat responnya ( binatang, manusia,
pakaian, benda atau hal lain)
• Determinant: mengacu pada aspek yang ditunjukan kartu, yang
dikeluarkan pasien sebagi responnya (warnanya, teksturnya,
bayangan dll)
• Pada tes ini skoring dilakukan dengan cara
Rorschach menghitung jumlah respon, menghitung waktu
yang diperlukan pasien untuk memberikan respon
tersebut dan juga kesesuaian gambar dengan
respon yang diberikan pasien
• Reliabilitas dan validitas
Rorschach Reliabilitas
• Tes Rorschach mengungkap hal-hal yang kualitatif, dengan
begitu sulit bagi para pakar untuk menilai reliabilitas dari tes ini,
karena respon yang muncul bisa saja berbeda dari waktu ke
waktu
Validitas
• Pada beberapa tes yang dilakukan perhitungan angka validitas
tes ini memang sangat rendah ika dibandingkan tes objektif
seperti MMPI,
• Contohnya Parket et al melaporkan bahwa nilai validitas tes Ro
adalah sebesar 0,29
Gambar Rorschach
Gambar Rorschach
Gambar Rorschach
Gambar Rorschach
Gambar Rorschach
• Dikembangkan oleh Morgan dan Murray tahun 1935
TAT • Mengungkap karakteristik dari kepribadian
seseorang

(Thematic • Kebanyakan psikolog menggunakan tes TAT untuk


menginterfensi psikologis pasiennya (seperti:
kebutuhan berprestasi, kebutuhan untuk
Apperception berhubungan, kebutuhan untuk berkuasa, kebutuhan
untuk seksual dll)

Test) • Berbeda dengan Ro, TAT tidak menggunakan


gambar yang abstrak tetapi lebih meliahat
bagaimana kepribadian dari interaksi sosial
• TAT mengukur tingkat dari penyimpangan,
pengungkapan masalah dan kualitas dari hubuangan
interpersonal
• Ada 31 kartu dalam TAT, 1 Kartu adalah blank card
TAT • Pada saat melakukan pengetesan TAT hanya 20
kartu yang diberikan kepada pasien
(Thematic • Dalam pengetesan TAT pasien akan ditunjukan
kartu dan tester akan meminta pasin untuk
Apperception menceritakan : Siapa tokoh dalam kartu itu, apa
yang dilakukannya, apa yang dirasakan dan

Test) dipikirkan oleh tokoh itu, apa yang menjadi


masalahnya dan bagaimana cara tokh itu
menhadapi masalahnya.
• Tester akan mencatat semua hasil respon dari
subjek
• Reliabilitas dan validitas
TAT Reliabilitas
• Sama seperti Ro, sulit juga untuk menentukan nilai reliabilitas

(Thematic dari TAT, karena begitu banyak variasi respon yang mungkin
muncul

Apperception Validitas
• Dalam melihat nilai validitas dari TAT, kita tidak terlepas dari
interpretasi respon, evaluasi pasien dari terapisnya dan teknik

Test) penyamaan dari berbagai reiew. Dan itu pun hasilnya sangat
sulit untuk didapatkan, sama dengan Ro test hasilnya lebih kecil
daripada tes objektif
Gambar kartu TAT
Gambar kartu TAT
Gambar kartu TAT
Gambar kartu TAT
Gambar Kartu CAT
• Sangat mungkin sekali terjadi diskriminasi dalam
Tes tes proyektif. Tidak semua lingkungan sosial sama,
suatu alat tes proyektif mungkin bisa diterima

Proyektif disuatu daerah, namun belum tentu di daerah


yang lain
• Perlu diingat bahwa dalam tes proyektif nilai dari
tiap-tiap individu tidak dapat digeneralisir dengan
individu yang lainnya, itu akan menyebabkan tes
bias.
ASESMEN KLINIS:
TES INTELIGENSI
DOSEN: LIDYA CATRUNADA, M.PSI., PSI.
Reliabilitas

 Mengacu pada kekonsistenan respon individu thd stimuli tes


 Bbrp cara mengukur reliabilitas:
1. Test-retest reliability
→ Individu membuat respon serupa pada stimuli tes yg sama dalam waktu yg berulang
→ Jika di setiap waktu didapatkan respon yg berbeda, maka data tes tidak akan berguna
→ Pada bbrp kasus, di waktu yg kedua, klien mungkin akan mengingat responnya saat waktu yg pertama atau
akan mengembangkan semacam ‘test-wiseness’ dari tes yg pertama yg mempengaruhi skor tes pada waktu yg
kedua.
→ Bbrp kasus jg memungkinkan klien berlatih diantara kesempatan tes atau menunjukkan efek latihan.
2. Equivalent-forms reliability
→ Form yg ekivalen atau paralel dikembangkan utk menghindari masalah terdahulu
→ Terkadang menghabiskan banyak waktu dan uang utk pengembangan form ini, atau terlalu sulit atau tidak
mungkin utk memastikan bahwa formnya benar2 ekivalen.
→ Tidak praktis.

3. Split-half reliability
→ Tes dibagi menjadi dua (biasanya nomor item yg ganjil & genap), dan skor partisipan pada dua bagian tsb
dibandingkan.
4. Internal consistency reliability
→ Apakah item2 dlm tes dapat mengukur hal yg sama?
→ Apakah item2 tsb berkorelasi tinggi satu sama lain?
→ Pengukuran reliabilitas ini meliputi penghitungan rata2 pada
semua korelasi split-half utk tes yg diberikan (alpha Cronbach)
5. Interrater or interjudge reliability
→ Goal: menunjukkan bahwa observer yg independen
dapat menyetujui rating atau penilaian beberapa
aspek perilaku sso

 Tanpa reliabilitas, konsistensi, atau stabilitas pengukuran, maka tes tidak


akan valid.
 Namun, walaupun suatu tes dinyatakan reliabel, tidak secara otomatis dapat
dikatakan bahwa tes itu juga valid.
Validitas

 Mengacu pada teknik pengukuran untuk mengukur apa yg seharusnya diukur

 Beberapa cara pengukuran validitas:


1. Content validity
→ Mengindikasikan bahwa item2 tes mewakili berbagai aspek dari variabel
yg diteliti.
→ Dapat diketahui dgn melihat kesesuaian item2 dalam tes dgn blue-printnya
2. Predictive validity
→ Menunjukkan ketika skor tes secara akurat memprediksikan bbrp perilaku atau peristiwa di masa yg akan
datang.
→ Dapat dilihat dari hasil analisis korelasional antara skor tes tsb dgn skor performansi yg ingin diprediksi
(ada tenggang waktu utk mendapatkan skor performansi)

3. Concurrent validity
→ Meliputi hubungan skor tes saat ini dengan skor kriteria yg didapat bersamaan (tidak ada tenggang waktu
untuk mendapatkan skor kriteria)

4. Construct Validity
→ meliputi hubungan skor tes Ketika dikaitkan dengan pengukuran atau perilaku lain secara logika dan
teoritis.
INTELIGENSI

DEFINISI

Tidak ada definisi yg diterima secara universal, karena berbeda-beda pada setiap
tokoh.

Definisinya tercakup dalam tiga pokok:


1. Definisi yg menekankan adjustment atau adaptation terhadap lingkungan
2. Definisi yg berfokus pada kemampuan utk belajar
3. Definisi yg menekankan kemampuan berpikir abstrak
TEORI

Pendekatan teoritis untuk memahami inteligensi yaitu


a. teori psikometris,
b. teori perkembangan,
c. teori neuropsikologis, dan
d. teori pemrosesan-informasi
Pendekatan Faktor Analitik
- Tokoh: Charles E. Spearman (bapak faktor analisis) (1927)
→ Teori: inteligensi faktor g (gen faktor s (spesifik)

- L. L. Thurstone (1938)
→ Teori: 7 faktor kelompok (Thurstone’s Primary Mental Ability):
number, word fluency, verbal meaning, perceptual speed, space, reasoning,
dan memory
Teori Cattell
- Tokoh: R. B. Cattell (1987)
- Teori: menekankan sentralitas factor g, juga memberikan daftar
tentatif dari 17 konsep kemampuan primer.
- Membagi faktor g Spearman ke dlm 2 komponen, yaitu fluid ability
(secara genetik seseorang memiliki kapasitas intelektual), crystallized
ability (kapasitas, diketahui dgn tes inteligensi terstandar, yg dilengkapi
dgn p’belajaran culture-based)
Klasifikasi Guilford

* Tokoh: Guilford (1967)


- Teori: model Structure of the Intellect (SOI)
- Menggunakan teknik statistik dan faktor analitik utk mengetesnya.
- Bpendapat bhw komponen inteligensi dibagi ke dlm 3 dimensi:
a. Operasi (apa yg dilakukan): kognisi, memori, produksi konvergen, & evaluasi
b. Isi (hakikat materi atau informasi dimana operasi dijalankan): figural (visual, auditori,
kinestetik), simbolik, semantik, PL
c. Produk (bentuk dimana informasi diproses) : unit, kelas, relasi, sistem, transformasi, implikasi
Sehingga, 5x4x6 = 120 factor. Th 1982, konten auditori dipisahkan dari figural → 5x5x6 = 150
faktor Selanjutnya, faktor kinestetik juga dipisahkan → 5x6x6 = 180 faktor
Perkembangan Terbaru

- Tes inteligensi lama : mengukur apa yg diketahui atau dapat dilakukan


Tes inteligensi baru : take on highly cognitive or information-processing look
→ Lebih dinamis
- Beberapa peneliti fokus pada kecepatan pemrosesan informasi, yang
lainnya pada strategi pemrosesan
- Gardner (1983, 1999), menjelaskan a theory of multiple intelligences → Family of six
intelligences: linguistic, musical, logical- mathematical, spatial, bodily-kinesthetic, & personal

- Sternberg (1985, 1991), mengemukakan triarchic theory of intelligence→ Fungsi manusia


berdasarkan pada 3 aspek inteligensi: componential (berpikir analitik), experiental (berpikir
kreatif), & contextual (dilihat sbg “street smart”- orang yg tahu how to play the game & dapat
secara sukses memanipulasi lingkungan).→ Tidak menekankan pada kecepatan & akurasi
performa, namun menekankan pada perencanaan dan monitoringnya.

- Total IQ dpt menggambarkan skor rata2 atau gabungan dari subtes2

- Dua orang yang secara keseluruhan memiliki skor IQ yg sama, dapat berbeda pada
kemampuan spesifiknya
INTELLIGENCE QUOTIENT (IQ)

 Merupakan angka normatif dari hasil tes intelegensi yang dinyatakan dalam
bentuk rasio (quotient)

 Rasio IQ
- Binet b’pendapat bhw mental age (MA) sbg indeks dari performa mental
- Stern (1938), mengembangkan konsep intelligence quotient (IQ) antara chronological
age (CA) dan MA utk menunjukkan deviansi
- Rumus: IQ = MA/CA x 100
- IQ tidak dapat ditambah atau dikurangi
 Deviasi IQ
- Rasio IQ scr signifikan terbatas dalam pengaplikasiannya pada kelompok usia yg
lebih tua. Alasan: kekonsistenan skor MA disertai dgn peningkatan skor CA yg akan
m’hasilkan IQ rendah → IQ terlihat semakin menurun walaupun kenyataannya
kemampuan intelektual seseorang terus dipertahankan
- Solusi: Wechsler mengenalkan konsep deviasi IQ. Asumsi dibuat bhw inteligensi
secara normal didistribusikan pada seluruh populasi. Deviasi IQ selanjutnya meliputi
perbandingan antara performa individu dlm tes IQ dgn umur sebayanya.
- Skor IQ 100 mengindikasikan kemampuan inteligensi pada tingkat rata-rata dalam
kelompok usianya
 Korelasi IQ
- Kesuksesan sekolah* Skor IQ dpt m’prediksi kesuksesan sekolah
* Umumnya, skor IQ berhubungan dgn kesuksesan sekolah & tes prestasi
yg mengukur hasil belajar
* Korelasi antara skor IQ & nilainya: 50% → Kesuksesan sekolah juga
dipengaruhi oleh motivasi, ekspekstasi guru, latar belakang budaya, perilaku
orang tua, dsb
* So, jika sekolahnya gagal, penyebabnya?
- Status & Kesuksesan Pekerjaan Skor inteligensi menjadi prediktor yg bagus bagi
performa kerja
- Perbedaan kelompok
* Laki2 & perempuan → Perbedaan scr signifikan t’lihat pada kemampuan
spesifiknya, & bukan pada skor IQ secara keseluruhan → Laki2 cenderung lebih tinggi
skornya pada kemampuan spasial & setelah pubertas, pada kemamuan kuantitatifnya
→ Perempuan cenderung lebih tinggi skornya pada kemampuan verbal
* Ras/ Etnis → Amerika Hispanik & Amerika-Afrika cenderung lebih rendah skor
IQnya dibanding Amerika-Eropa→ Apa yg menyebabkan perbedaan tersebut?
 Hereditas & Stabilitas Skor IQ

* Hereditas IQ. IQ berkorelasi dgn faktor genetik sebesar 51% - 81% → sisanya adalah
faktor lingkungan

* Stabilitas skor IQ
- Uji reliabilitas dgn mengunakan test-retest correlation, dapat menunjukkan kestabilan
skor sepanjang waktu
- Skor IQ cenderung kurang stabil utk anak kecil, dan lebih stabil utk orang dewasa.
- Krn itu, klinisi seringkali dalam laporan tes menggambarkan ‘present level of intellectual
functioning’
- Berbagai faktor (mis., motivasi & perubahan emosi) dpt mempengaruhi skor individu.
ASESMEN KLINIS PADA INTELIGENSI

 Skala Stanford-Binet
 Revisi Binet:
Binet (1905) – Terman (1916) – Stanford-Binet (1937) – Standford-Binet (1960) –
revisi norma (1972) – Standford-Binet 4th Ed.(SB-4) (1986)
 Deskripsi:
Stanford Binet ditandakan dengan skala usia. Ada 20 level usia, mulai dari
Tahun II hingga Superior Adult level III. Masing-masing level memiliki enam
item. Tiap item dikonversikan dalam 1 atau 2 bulan kredit usia mental.
 Item-item dikelompokkan berdasarkan usia
 Versi 1986 berdasarkan model hirarki inteligensi.
 SB-4 terdiri dari empat kelas general, dimana masing-masing kelas tediri dari beberapa subtes:
1. Verbal reasoning:
Vocabulary, comprehension, absurdities, verbal relations
2. Quantitative reasoning:
Quantitative, number series, equation building
3. Abstract/ visual reasoning:
Pattern analysis, copying, matrices, paper folding & cutting
4. Short-term memory:
Bead memory, memory for sentences, memory for digits, memory for objects
 Skala Wechsler
 David Wechsler mengembangkan Wechsler-Bellevue Intelligence Scale di th.1939 → respon thd skala
Standford-Binet awal yg kurang menguntungkan
 Didesain utk dewasa
 Item2 dikelompokkan berdasarkan subtes
 T’diri dari skala performance & skala verbal
→ ada IQ masing2 skala tsb & ada IQ total
 Menggunakan konsep deviasi IQ
→ Membandingkan individu dgn indvd yg seusianya → IQ 100 sbg rata2 utk tiap kelompok usia
* WAIS-III

- Versi terbaru skala W-B adalah WAIS di th 1955


- Revisi: WAIS-R di thn 1981
- Versi terbaru: WAIS-III di th 1997
- 14 Subtes WAIS-III:
1. Vocabulary 8. Picture completion
2. Similarities 9. Digit symbol-coding
3. Arithmetic 10. Block design
4. Digit span 11. Matrix reasoning
5. Information 12. Picture arrangement
6. Comprehension 13. Symbol search
7. Letter number sequencing 14. Object assembly
- Perubahan:
1. Adanya reversal item pada bbrp subtes.
Dalam subtes ini, dimulai dgn 2 item basal yg sama & hrs mendapatkan skor yg
sempurna, jika tidak, item sebelumnya harus diberikan dahulu hingga skornya
sempurna utk dua item berturut2.
Tujuan: ?
2. Adanya index scores dlm penambahan skor IQ (IQ verbal, IQ performance, & IQ total)
4 index scores:
verbal comprehension (vocabulary, similarities, information), perceptual organization (picture
completion, block design, matrix reasoning), working memory (arithmetic), digit span, letter-number
sequencing), procesing speed (digit symbol, coding, symbol search)
 Memperoleh IQ & skor indeks
Raw scores dikonversikan ke dalam scaled score → disesuaikan denga kelompok umurnya
IQ & index scores didapat dari menjumlahkan scaled score dari subtes yang dipilih lalu
dikonversikan ke dalam ekivalen IQ.
* WISC-IV
- Pertama kali dikembangkan thn 1949
- Revisi thn 1974: WISC-R, lalu 1991: WISC-III
- Versi terakhir: WISC-IV thn 2003 utk usia 6-16 th.
- T’diri dari 10 subtes inti & 5 subtes pelengkap.
- Memiliki struktur hirarki → subtes digolongkan ke dalam 4
klp index:
1. The verbal comprehension index (VCI) :
Similarities, vocabulary, comphrehension. Suplementer: information & word reasoning= IQ verbal pada
tes Wechsler yg lain
2. The perceptual reasoning index (PRI):
Block design, picture concepts, & matrix reasoning. Suplementer: picture completion= IQ performance
pada tes wechsler yg lain
3. The working memory index (WMI):
Digit span, & letter-number sequencing
Suplementer: arithmetic.
Mengukur kemampuan anak utk menyimpan informasi dlm kesadaran,
menunjukkan beberapa operasi matematika
4. The processing speed index (PSI):
Coding, & symbol search,
Suplementer: cancellation.
Mengukur kecepatan memproses informasi & tugas-tugas yang
menggunakan waktu
 Kegunaan Klinis Tes Inteligensi
 Estimasi dari level intelektual yg general
Alat utk m’dapatkan estimasi level intelektual.
Klinisi bukan hanya mendapatkan skor IQ, tapi juga menginterpretasikannya
 Prediksi kesuksesan akademis : logisnya, inteligensi merefleksikan kapasitas yg bagus di
sekolah
 The appraisal of style: tidak penting apakah klien berhasil atau gagal pada item2 yang ada,
tapi yang penting adalah bagaimana klien bisa berhasil atau gagal dalam kehidupannya.
PENGUKURAN PERILAKU Lidya Catrunada, M.Psi., Psi.
PENDAHULUAN

Pada dasarnya kepribadian adalah suatu sistem


yang lebih banyak mempengaruhi perilaku.

Sistem tersebut dapat berupa ego, pengharapan,


kecurigaan/kehati-hatian, atau potensi-potensi yg
ada dalam diri individu.

Ahli perilaku dan terapis perilaku biasanya melihat


kepribadian tidak hanya berdasarkan system-
sistem di atas, tetapi juga melihat bagaimana
perilaku terjadi dan dalam situasi apa.

2
PENGERTIAN
Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang
sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang
yang melakukannya
Perilaku mempunyai beberapa dimensi:
- fisik, dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik
frekuensi, durasi dan intensitasnya
- ruang, suatu perilaku mempunyai dampak
kepada lingkungan (fisik maupun sosial) dimana
perilaku itu terjadi
- waktu, suatu perilaku mempunyai kaitan dengan
masa lampau maupun masa yang akan datang
Perilaku diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada
hubungan antara perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan
perilaku dapat diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang
menyebabkan perilaku tersebut
Perilaku dapat bersifat covert ataupun overt
- overt artinya nampak (dapat diamati dan
dicatat)
- covert artinya tersembunyi (hanya dapat
diamati oleh orang yang melakukannya)
BEHAVIOR TRADISIONAL
1. Sample Vs Sign
 Sample : jika dalam suatu pengukuran subjek memberikan respon perilaku
agresif, hal itu dapat diasumsikan bahwa jika subjek dihadapkan pada
situasi yang lain dia akan mengeluarkan respon yang sama
 Sign : perilaku agresif yang muncul pada diri subjek merupakan
karakteristik dari subjek
BEHAVIORAL TRADITION
2. FUNCTIONAL ANALYSIS
Mengacu pada penelitian dilakukan B.F Skinner
Penyebab dari suatu perubahan perilaku dapat diukur dari cara dari subjek
merespon berbagai stimulus yang berhubungan dengan perubahan perilaku.
Perilaku dapat dipelajari dan menjadi adaptif karena akibat dari pembelajaran.
Begitu juga dengan perubahan perilaku tidak baik, dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi stimulus dan menentukan penguatan apa yang cocok untuk itu
PENGUKURAN PERILAKU TRADISIONAL
Model pengukuran functional analysis :
 S = Stimulus yang ada dalam perilaku bermasalah
 O = variabel dari organisme yang berhubungan dengan perilaku bermasalah (Organistic Variable)
 R = respon dari perilaku bermasalah
 C = akibat dari perilaku bermasalah (Consequences)

Contoh :
Anak yang berperilaku agresif di kelas (Organismic variable),
akan mengganggu anak yang lainnya, karena dia mencoba
untuk menimbulkan rasa puas dalam dirinya. Perilaku ini muncul
jika dia tidak mendapat perhatian dari gurunya (Stimulus). Dia
akan mulai mengambil pensil milik temannya (respon) Dan
gurunya diharapkan memberikan perhatian itu agar perilaku
ini tidak terjadi terus-menerus (Consequences)
BEHAVIORAL TRADITION
3. ONGOING PROCESS
Terapi dalam pengukuran perilaku tidak dengan mudah dievaluasi dan berubah
Terapi perilaku merupakan suatu proses yang akan ditunjukan sebelum, selama dan
sesudah terapi
Pengukuran perilaku sangat penting, karena itu akan membantu untuk menentukan
terapi apa yang tepat untuk diberikan
Perlu juga diadakan feedback setelah terapi, agar mengetahui kefektifan terapi
yang sudah dijalani.
BEHAVIORAL INTERVIEWS
Definisi: Wawancara klinis adalah
percakapan yg bertujuan (Bingham & Moore, 1924
dalam Korchin, 1976)
WAWANCARA PERILAKU
functional analysis tidak bisa dilakukan sebelum kita mengetahui apa saja perilaku
bermasalah yang ada pada subjek
Yoman (2008) mengatakan bahwa terapis harus menanyakan pada subjek apa yang
dia harapkan dari terapi perilaku yang akan dijalani
Perlu diadakan interview awal
Hasil dari interview ini akan mengiformasikan, apa terapi yang cocok untuk
mengubah perilaku subjek, apa konsekuensi yang akan timbul dari terapi perubahan
perilaku ini dan bagaimana efek jangka panjangnya, apakah akan sesuai dengan
yang diharapkan subjek?
TUJUAN WAWANCARA
Membantu klien dalam menemukan masalah
yang dihadapinya
Untuk memahami klien dengan teliti dari awal
hingga akhir dalam rangka mengurangi
penderitaannya
TUGAS DARI KLINISI
1. Mencatat atau mengingat cerita klien
2. Mengobservasi perilaku klien
3. Mengases pengaruh tindakan-tindakannya
terhadap apa yang dia lihat dan dia
dengar dari klien.
TAHAP-TAHAP INITIAL (ASSESSMENT) INTERVIEW

FASE PEMBUKA
1.Membuat suasana nyaman
2.Membangun raport
3.Mencari informasi tentang
• Cara pandang klien terhadap masalah
• Tanggung jawab klien terhadap masalah
• Bagaimana klien memahami masalahnya apakah
disebabkan karena masalah psikologis dalam dirinya
atau oleh orang lain atau situasi luar dirinya
YANG DILAKUKAN KLINISI PADA WAKTU FASE PEMBUKA

Menunjukkan perhatian pada masalah klien


Penerimaan apa adanya
Memberikan kehangatan hubungan
Membantu klien memahami hubungan dalam
proses klinis dan peran klien di dalamnya
Memberi empati
Memberikan perhatian terhadap pengaruh-
pengaruh yang mungkin menyebabkan
penderitaan klien
CONTOH:
“Memang berat untuk bercerita tentang…..”
(empati),
“Jangan khawatir, sebagian besar orang
merasakan hal seperti itu”
(menurunkan intensitas perasaan klien; semua
individu adalah unik sehingga setiap individu
mempunyai perasaan yang berbeda dalam
menghadapi permasalahan).
FASE PERTENGAHAN
1. Merupakan inti dari proses wawancara.
2. Fokusnya adalah mencari informasi yang diperlukan untuk
merumuskan masalah dan karakteristik klien.
3. Secara umum klinisi berusaha untuk mempelajari:
Apa masalah klien, simtom atau keluhannya? Mengapa dia mencari
bantuan? Bagaimana kehidupannya saat ini?
Apakah ada stressful events yang mempengaruhi permasalahannya
sekarang?
Bagaimana kepribadian klien?Apakah bakat, kelebihan dan kompetensi
atau kekurangan yang dimilikinya? Konflik, karakter, defense-defense
apakah yang relevan dengan masalah saat ini? Apakah ada perubahan
perilaku pada masa lalu? Apakah ada pengalaman masa kanak-kanak
yang mungkin berhubungan dengan masalah sekarang?
Apakah ada faktor-faktor organik yang relevan? Apakah perlu konsultasi
medis?
4. Setelah klien bercerita tentang kesulitan-kesulitannya, lakukan inquiry
misalnya: “Sudah berapa lama hal itu berlangsung?, “Bagaimana kehidupan
Anda sebelumnya?:, dll.
5. Eksplorasi lagi tentang precipitating events (faktor-faktor pencetus)
permasalahan klien.
6. Klinisi harus mempunyai formulasi sementara dalam pikirannya (working
image) tentang permasalahan klien, lingkungan sosial, faktor pencetus,
kebiasaan mekanisme coping, kepribadian klien, bakat dan intelektual,
kapasitas kerja dan hubungan yang memuaskan, konsep diri, dll.
7. Memastikan klien untuk bisa menerima psikoterapi, keinginannya untuk
berubah, kesadaran diri, juga faktor-faktor pribadi dan sosial yang mungkin
dapat dipertimbangkan untuk kontak selanjutnya atau dirujuk ke pihak lain atau
mungkin beberapa pengukuran emergensi misalnya pada kasus depresi dan
potensial bunuh diri.
FASE PENUTUP
1. Mengkomunikasikan secara empatik tentang
kesulitan-kesulitan yang dialami selama
wawancara.
2. Apresiasi terhadap permasalahan klien.
3. Harapan di waktu yang akan datang.
4. Bicara jujur tentang keadaan klien, permasalahan
dan merencanakan intervensi lanjutan.
5. Membuat kesimpulan hasil interview.
OBSERVATION METHOD
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
atas fenomena-fenomena yang diteliti.
Observasi adalah teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data primer dengan
mengamati langsung objek datanya.
PERSOALAN TENTANG RELIABILITAS
Pengamatan
Dua indera yang sangat diperlukan atau berperan penting dalam pengamatan
adalah mata dan telinga.
Ingatan
Kendala ingatan adalah ‘Ingatan yang tidak setia’
PETUNJUK-PETUNJUK UNTUK MENGADAKAN
OBSERVASI
• Menurut Rummel:
▫ Peroleh dahulu pengetahuan apa yang akan di observasi
▫ Selidiki tujuan umum dan khusus dari dari problem riset untuk menentukan apa yang harus
diobservasi
▫ Buat suatu cara untuk mencatat hasil observasi
▫ Adakan dan batasi dengan tegas macam-macam tingkat kategori yang akan digunakan
▫ Adakan observasi yang secermat-cermatnya dan sekritis-kritisnya
▫ Catat tiap gejala-gejala secara terpisah
▫ Ketahui baik-baik alat-alat pencatatan dan tata cara mencatatnya sebelum melakukan observasi
HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM
OBSERVASI
Pengamat harus memiliki perhatian yang fokus
tidak mencampur adukkan antara ‘data’ dan ‘interpretasi’
Kehadiran peneliti selama pengamatan tidak mengganggu komunitas subjek
Ada pedoman pembuatan catatan dalam melaksanakan observasi
BEBERAPA JENIS TEKNIK OBSERVASI
Observasi Partisipan-Observasi Nonpartisipan
Observasi Sistematik-Observasi Nonsistematik
Observasi Eksperimental-Observasi Noneksperimental
METODE OBSERVASI
Observasi natural
 Subjek diobservasi pada kondisi natural, di tempat biasa subjek melakukan aktivitas
 Contoh : di rumah, di sekolah, di rumah sakit
 Observasi terkontrol
 Observasi dilakukan dalam seting klinis untuk mndapatkan perilaku yang bermasalah dan informasi mengenai perilaku tersebut
(bentuknya, frekuensinya dll)
 Self monitoring
 Subjek menuliskan sendiri apa yang dialaminya dan alasan mengapa dia mengalami hal tersebut
 Metode ini akan menunjukan secara alamiah, apa yang dirasakan, dipikirkan subjek dan dialami subjek
 Contohnya : subjek menulis buku diari
BEBERAPA ALAT OBSERVASI

Anecdotal Records
Catatan Berkala
Check List
Rating Scale
Mechanical Devices
KECERMATAN OBSERVASI

• Faktor-faktor yang mempegaruhi:


▫ Prasangka dan keinginan dari observer
▫ Keterbatasan pancaindera
▫ Terbatasnya wilayah pandang
▫ Kemampuan untuk menangkap hubungan sebab-akibat bergantung kepada keadaan mental,
indera, dan faktor lain pada suatu waktu
▫ Ketangkasan penggunaan alat pencatatan
▫ Kadar ketelitian pencatatan atas hasil observasi
▫ Ketepatan alat yang digunakan dalam observasi
▫ Pengertian observer tentang gejala-gejala yang diobservasi
KETERBATASAN DAN KEBAIKAN OBSERVASI
• Keterbatasan Observasi
▫ Tidak semua observasi atau pengamatannya bisa secara langsung
▫ Observees menjadi baik jika tahu akan diteliti
▫ Kejadian tidak selalu dapat diramalkan
▫ Tugas observasi terganggu jika ada peristiwa tak terduga
▫ Lamanya berlangsung kejadian
▫ Karena lama biaya banyak
▫ Hanya melihat yang tampak saja
KETERBATASAN DAN KEBAIKAN OBSERVASI
Kebaikan Observasi
 Bisa meneliti berbagai gejala
 Sedikit tuntutannya
 Pencatatan bisa serempak
 Tidak tergantung pada self-report
 Datanya bisa orisinil
 Data alamiah
ROLE-PLAYING
Role playing dapat digunakan untuk membuat pola yang baru dalam beperilaku
Subjek diajak untuk dapat merespon stimulus dari situasi sosial yang harus dia
hadapi
 Contohnya : subjek diminta untuk menjadi pemimpin kelompok, menjadi seorang pekerja profesional
dan lain-lain.

Dari sana akan terbentuk perilaku-perilaku baru yang jika diadakan penguatan
secara baik, akan menjadi karakter dari subjek
Banyak terapis klinis yang menggunakan metode ini, karena lebih efektif, efisien dan
hasilnya baik
Pengertian Role Playing
Menurut Hamalik (2004: 214) bahwa Model role playing
(bermain peran) adalah “Model pembelajaran dengan cara
memberikan peran-peran tertentu kepada peserta
didik dan mendramatisasikan peran tersebut kedalam
sebuah pentas”.
Tujuan Role Playing

1.Mengembalikan skill pemecahan masalah dan tingkah


laku, juga mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang
berbeda.
2. Berperan untuk eksplorasi perasaan klien
3. Berperan untuk eksplorasi perasaan klien
Asumsi Role Playing

Bermain peran dilaksanakan berdasarkan


pengalaman klien dan isi dari pelaksanaan
teknik ini yaitu pada situasi “disini pada saat
ini”.
Asumsi Role Playing

Role playing bisa menggambarkan perasaan


klien, baik perasaan yang hanya dipikirkan
maupun perasaan yang diekspresikan.
MANFAAT ROLE PLAYING

1. ROLE PLAYING dapat memberikan semacam hidden


practice
2. ROLE PLAYING melibatkan jumlah murid yang cukup
banyak, cocok untuk kelas besar
3. Role playing dapat memberikan murid kesenangan karena role
playing pada dasarnya adalah permainan.
(Bobby DePorter, 2000).
Sistem Pendukung ROLE PLAYING

1. Materi dalam role playing utamanya adalah situasi permasalahan.


Situasi ini terkadang membantu dalam membentuk pengarahan pada setiap
peran.
2. Cerita problematik adalah narasi pendek yang menggambarkan
setting, keadaan, aksi, dan dialog dalam situasi tersebut.
Beberapa ciri khas masalah sosial yang mudah untuk ditelusuri
dengan bantuan teknik ini, yakni:

1. Konflik Interpersonal
2. Konflik antarkelompok
3. Dilema individu
4. Masalah historis
INVENTORY & CHECKLIST

▪Klinisi perilaku banyak menggunakan alat ukur (inventory & checklist) utk
m’identifikasi perilaku, respon emosional, dan persepsi terhadap
lingkungannya.
COGNITIVE-BEHAVIORAL
ASSESMENT

▪Kognisi & perilaku menjadi subjek pembelajaran yang intense. Dikarenakan


kedua hal itu b’kaitan dengan situasi2 patologis, penyebab, dan perubahan
yg terjadi di dalamnya.

▪Maka bagaimana kognitif subjek dan apa yg dipikirkannya (tentang dirinya


– bagaimana dia menyatakan pendapatnya) adalah penting.
KEKUATAN-KELEMAHAN DARI
PENGUKURAN PERILAKU
▪ Kekuatan
1. Menggunakan metode yang sistematis dan tepat dalam
mengevaluasi tritmen
2. Munculnya pedoman Diagnostic Statistical Manual of Mental
Disorders, berupa klasifikasi penggolongan kesehatan jiwa

▪Kelemahan
1. Pengukuran dengan melihat perilaku dinilai tidak praktis
2. Untuk observasi secara alami membutuhkan banyak waktu
dan mahal
Menangani Anak-anak
(Intervensi Lintas-lingkungan)
DOSEN: LIDYA CATRUNADA, M.PSI.
 Pengetahuan yang adekuat tentang perilaku (normative) tipikal
merupakan salah satu dasar untuk membedakan antara perilaku yang
normal dan abnormal.
 Penelitian tentang perkembangan normal menemukan ada berbagai
macam perilaku yang tipikal untuk anak-anak dengan usia yang berbeda
 Pertimbangan umur sebagai variable kunci dalam psikopatologi disebut
developmental perspective (perspektif perkembangan), sebuah istilah
yang dikemukakan oleh psikolog Inggris terkemuka Michael Rutter.
 Usia merupakan indeks kasar dari factor-factor penting seperti
kematangan biologis, perkembangan kognitif, dan pengalaman hidup
 Pertimbangan lain yang diperlukan dalam mengembangkan definisi
tentang kenormalan dan keabnormalan pada anak-anak menurut
perspektif oleh Garber adalah:
 A. umur dan sex trend (trends terkait jenis kelamin)
 B. Taraf fungsi dan progresi perkembangan anak
 C. Tugas perkembangan
 Studi longitudinal menunjukkan bahwa sebagian masalah perkembangan
bersifat spesifik umur dan cenderung menghilang seiring perjalanan waktu
 Salah satu isu kritis dalam psikopatologi untuk anak adalah penetapan
tentang apakah kesulitan anak ini harus dilihat sebagai fase yang temporer
dan tidak membahayakan atau sesuatu yang abnormal dan patologis. Ada 3
aspek dalam isu ini:
a. Bagaiman kontinuitas antara gangguan-gangguan yang onsetnya pada
masa kanak kanak dan gangguan-gangguan pada masa dewasa
b. Berapa lama sebuah pola perilaku harus tampak sebelum dapat dianggap
patologis
c. Berapa lama pola perilaku ini harus tampak sebelum perlu dilakukan intervensi
Berbagai model pelayanan untuk
menangani anak-anak

 Intervensi-intervensi psikologis terjadi di berbagai


macam setting seperti klinik, rumah sakit, dirumah atau
kegiatan sekolah dan menangani berbagi proses
psikologis dan interpersonal untuk memperbaiki
bagaimana cara anak berpikir, merasakan, dan
bertindak.
Strategi intervensi untuk menangani masalah-masalah perilaku anak

Konteks intervensi Tipe intervensi

1. Intervensi anak-remaja Psikoterapi individual, psikoterapi


kelompok, terapi bermain, terapi
behavioral dan kognitif behavioral,
latihan keterampilan, psikofarmakologi
2. Intervensi orang tua Konsultasi, latihan-Pendidikan

3. Intervensi keluarga Terapi keluarga, dukungan


pemberdayaan keluarga
4. Intervensi sekolah dan masyarakat Konsultasi dengan pelayanan social,
konsultasi dengan system hokum,
konsultasi dalam setting medis
 Mengidentifikasi anak yang membutuhkan penanganan adlah tugas yang kompleks kafrena
anak-anak jarang merujuk dirinya sendiri untuk mendapatkan penanganan dan seringkali tidak
mengenali kesulitan perilaku, emosional, atau belajarnya sendiri. Orangtuanyalah yang
biasanya mengambil keputusan untuk mencari bantuan dari professional.
 Mengumpulkan informasi yang akan digunakan untuk menangani anak membutuhkan multi
informan (orang tua, guru, dokter) yang memberikan data mengenai fungsi anak itu.
 Terapi untuk anak dan remaja sering dianggap dre facto-context therapy karena masalah
anak harus ditangani dalam konteks system keluarga dan system social yang lebih besar.
 Watson dan Gresham (1998) menekankan nilai penting mengambil pendekatan fungsional
untuk perubahan perilaku yang tidak hanya difokuskan pada tipe perilaku yang diperlihatkan
oleh anak seperti memukul dan menangis, tetapi juga pada fungsi atau tujuan perilaku
tersebut. Cth: jika anak agresif memukul maka dicari tahu apakah itu dilakukan untuk mencari
perhatian dari temannya atau untuk menghindari tuntutan tugas disekolah? Dengan kita
mengetahuinya maka intervensi yang diberikan akan lebih tepat.
 Tantangan dari psikolog yang berorientasi psikolog klinis adalah mendapatkan
pemahaman tentang bagaimana perkembangan normal menyimpang dari
jalurnya, situasi atau variable apa saja yang mempertahankan
penyimpangan itu dan kondisi apa saja yang memungkinkan untuk kembali ke
jalur normal.
 Cth: factor-factor apa saja yang menyebabkan seorang anak
mengembangkan ketakutan terhadap sekolah, dan mengapa perilaku itu
bertahan, dan intervensi atau perubahan lingkungan apa yang akan
mengeliminasi ketakutannya? Membantu anak mengurangi gejala dan
perilaku maladaptive dapat mendukung perkembangan yang sehat serta
meningkatkan interaksi yang tepat guna dan aktivitas yang normal.
 Mendukung jalur perkembangan yang sehat dapat dilakukan dengan
mengajarkan keterampilan adaptif di bidang-bidang seperti problem solving,
komunikasi, dan interaksi social, sambil mendukung system keluarganya.
PSIKOLOGI PEDIATRIK

 PSIKOLOGI PEDIATRIK adalah bidang interdisipliner yang menangani fungsi


dan perkembangan fisik, kognitif, dan emosional dalam kaitannya
dengan isu-isu kesehatan dan penyakit pada anak-anak, remaja, dan
keluarga
 Muncul istilah ini pada pertengahan tahun 1960 yang dilontarkan oleh
Wright (1967) dalam sebuah artikel yang menjadi tonggak bersejarah
yang merekomendasikan masa depan bidang ini.
 Bidang keahlian khusus psikologi pediatric ini dikembangkan karena
profesi kedokteran pediatric dan psikologi anak-klinis yang sudah ada
sebelumnya tidak mampu memenuhi tantangan berbagai masalah anak
dalam kerangka kerja yang sudah ada
 Psikologi pediatric sering ditemukan di setting medis, seperti klinik dan rumah
sakit.
 Mereka memperhatikan kebutuhan anak dengan berbagai macam masalah
medis maupun perkembangan, perilaku, dan emosional.
 Psikolog pediatric bekerja dengan berkonsultasi dengan staf medis dalam isu
pain management, mengatasi sakit kronis, Pendidikan perawatan kesehatan,
mencegah onset masalah emosional yang muncul mengikuti diagnosis
gangguan medis tertentu
 Cth: seorang psikolog pediatric membantu dokter anak dalam usahanya
menaikkan asupan kalori seorang anak yang didiagnosis gagal tumbuh
kembang. Psikolog akan mengases anak dan keluarganya dan
mengembangkan rencana pemberian makan yang berorientasi perilaku
3 aspek primer psikologi pediatric

 Perspektif perkembangan
 Pengumpulan data berdasarkan asesmen yang komprehensif dan
berkelanjutan
 Pendekatan penanganan behavioral
3 aspek primer psikologi pediatric

1. Perspektif perkembangan ➔ Perkembangan normal dianggap sebagai titik


acuan (reference point) bagi konseptualisasi dan intervensi klinis dengan
focus khusus pada bagaimana masalah medis memengaruhi anak-anak
selama proses perkembangan.

2. Pengumpulan data berdasarkan asesmen yang komprehensif dan


berkelanjutan ➔ Proses ini merupakan salah satu peran unik psikologi
disetting medis
3 aspek primer psikologi pediatric

3. Pendekatan penanganan behavioral ➔ memungkinkan psikolog


mendapatkan dan memahami fungsi-fungsi perilaku seperti ketidakpatuhan
medis dan menangani berbagai masalah dengan menggunakan
pendekatan yang sistematis dan berbasis empiris. Intervensi behavioral dan
psikososial menjadi pendekatan yang paling efektif untuk menangani
berbagai gangguan terkait medis pada anak-anak.
Neuropsikologi pediatric

 Neuropsikologi adalah ilmu pengetahuan terapan yang difokuskan pada


hubungan antara disfungsi otak dan perilaku yang berakar pada
hendaya otak dewasa. Dalam pediatris neuropsychology asesmen yang
seksama terhadap fungsi kognitif dan psikologis harus menghasilkan
sebuah rencana penanganan terintegrasi untuk coping, adaptasi, dan
rehabilitasi yang mungkin melibatkan tindakan membantu anak untuk
kembali ke sekolah atau mengembangkan strategi kompensatoris untuk
ingatan yang hilang (memory loss)
 Praktisi neuropsikologi pediatric harus memahami keplastisan
perkembangan otak pada anak-anak, keplastisan inilah yang
memungkinkan otak pulih dan melakukan kompensasi setelah terjadi
cedera
Neuropsikologi pediatric

 Selain pemahaman menyeluruh mengenai perkembangan otak seumur


hidup, seorang neuropsikolog pediatric harus memiliki fondasi yang solid
dibidang perkembangan anak, pesikopatologi anak, psikologi Pendidikan,
dan rehabilitasi anak-anak.
 Tren saat ini difokuskan pada validitas ekologis dari asesmen
neuropsikologis dalam mengembangkan strategi penanganan untuk
anak-anak (misalnya mengaitkan performa tes dengan berbagai
kegiatan actual)
PART I
FOUNDATION OF CLINICAL PSYCHOLOGY
Bab I
Clinical Psychology: An Introduction
Bab II
Historical Overview of Clinical Psychology
Bab III
Current Issues in Clinical Psychology
Bab IV
Research Methods in Clinical Psychology
Bab V
Diagnosis and Classification of Psychological Problems
PART 2
CLINICAL ASESSMENT
Bab VI
The Assessment Interview
Bab VII
The Assessment of Intelligence
Bab VIII
Personality Assessment
Bab IX
Behavioral Assessment
Bab X
Clinical Judgment

Anda mungkin juga menyukai