Anda di halaman 1dari 274

TEMU ILMIAH NASIONAL IV

IKATAN PSIKOLOGI KLINIS


PSIKOLOGI KLINIS DALAM UPAYA KESEHATAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
Rahmat dan hidayah-Nya Buku Abstrak ini dapat diselesaikan. Buku abstrak ini
1

merupakan kumpulan dari abstrak dalam acara TEMU ILMIAH NASIONAL IV


2019, yang diselenggarakan oleh IKATAN PSIKOLOG KLINIS INDONESIA.
Acara ini berlangsung di kota Bandung mulai tanggal 24-25 Agustus 2019 dengan
mengangkat tema PSIKOLOGI KLINIS DALAM UPAYA KESEHATAN,
integrasi kesehatan dan layanan dalam ranah promotif, preventif, kuratif,
rehabilitasi, dan paliatif untuk menunjang pencapaian SDGs.

Subtema yang diangkat dan dibahas adalah penyusunan karya ilmiah dari
pengalaman praktik psikologi klinis; psikologi klinis dalam keluarga dan
perkembangan rentang usia; psikologi klinis dalam kasus kekerasan, bencana,
dan situasi sosial lainnya; psikologi klinis dalam menghadapi era 5.0 dalam
konteks budaya Indonesia; psikologi klinis dalam setting medis/kesehatan;
psikologi klinis dalam memahami pola kepribadian dan gangguan kepribadian.
Kami ucapkan terima kepada para peserta yang telah berpartisipasi dalam acara
Temilnas ini dengan melakukan penelitian dan berbagi pengetahuan serta
pengalamannya sebagai ilmiawan maupun praktisi dalam bidang psikologi klinis.
Semoga dengan terselenggaranya acara Temu Ilmiah Nasional IV IPK Indonesia
ini, para psikolog klinis dapat lebih berperan dalam pengembangan ilmu di bidang
psikologi, maupun berguna untuk meningkatkan kesehatan mental masyarakat
Indonesia.
Akhir kata kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyelesaian buku abstrak ini.

Penyusun
Panitia Temu Ilmiah Nasional IV 2019
Ikatan Psikologi Klinis Indonesia

DAFTAR REVIEWER

 Prof. Dr. Sofia Retnowati, M.S., Psikolog


2

 Dr. Hamidah, M.Si., Psikolog

 Dr. O. Irene P Edwina, M.Si., Psikolog

 Dra. Astrid Regina Wiratna, Psikolog

 Robert O Rajagukguk, M.A., Ph. D., Psikolog

 Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Psikolog

 Dr. Henndy Ginting, M.Si., Psikolog

 Dra. Riza Sarasvita, M.Si., MHS, Ph,D

 Dr. Ahmad Gimmy Prathama, S, M. Si, Psikolog


3

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 0
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
SUB TEMA 1
PENYUSUNAN KARYA ILMIAH DAN PENGALAMAN PRAKTEK PSIKOLOGI
KLINIS ............................................................................................................................ 11
Pentahapan Klinis : Sebuah Model dalam Diagnosis dan Tantangan Penggunaannya
dalam Penanganan Kasus-Kasus Kesehatan Mental Pada Remaja
F. Fridayanti ................................................................................................................. 12-12
Pengetahuan Guru Tentang Siswa dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktifitas di Sekolah Dasar Inklusif Jakarta
Iriani Indri Hapsari, Gantina Komalasari, Rizka ......................................................... 14-14
Terapi Kelompok Menulis Ekspresif untuk Menurunkan Depresi Pada Remaja yang
Melakukan Self Injury
Nurul Hikmah Maulida, Libbie Annatagia .................................................................. 16-16
Studi Kasus : Penggunaan Terapi Neurofeedback Pada Pasien dengan ADHD, Autis, dan
Gangguan Kecemasan
Ghea Amalia Arpandy ................................................................................................. 18-18
Kasus Gangguan Afektif Bipolar dengan Kepribadian Dependent Pasif
Melinda Bahri, Vita Ariyanti Kusumaningru .............................................................. 20-20
Pendekatan Psikoedukasi Pada Pelatihan Peningkatan Kemampuan Selective Atteniion
Pada Anak GPPH
Naeila Rifatil Muna, Ratna Jatnika, Urip Purwono, dan Juke R. Siregar ..................... 23-23
Terapi Bermain Non-Directive untuk Menangani Anak dengan Keluhan Awal Kecanduan
Gadget
Putu Nugrahaeni Widiasavitri dan Luh Ayu Tirtayani................................................. 25-25
Support Group Therapy untuk Menurunkan Kecemasan Pada Siswa yang Mengalami
Bullying
Putri Nilam Bachry dan Libbie Annatagia ................................................................... 27-27
Efektivitas Terapi Penerimaan dan Komitmen untuk Meningkatkan Peran Orang Tua
dengan Anak Berkebutuhan Khusus dalam Pendidikan Inklusif
Ni Luh Arick Istriyanti................................................................................................. 29-29
Studi Awal: Kesesuaian Pendampingan Psikologis Berdasarkan Dinamika Gangguan
Psikologis
Vincent Eddy Kuncoro Hartono dan Lucia Peppy Novianti ........................................ 32-32
Serba Serbi Layanan Psikologi Klinis di Puskesmas dan Klinik Psikiatri
Rika Fitriyana dan Sarita Candra Merida ..................................................................... 34-34
4

Penerapan Art Therapy dan Cognitive Behavior Therapy untuk Mengurangi Simptom
Panic Disorder (Studi kasus pada P)
Abigail Theodora Tanzil .............................................................................................. 37-37
Latihan Mindfulness dan Qigong untuk Mengurangi Tekanan Mental serta Emosional dan
Menghilangkan Kejang Otot Pada Perempuan Dewasa Muda yang Didiagnosa Complex
Ptsd (CPTSD): Tinjauan Kasus Tunggal
Tatiana S.P. Basuki ...................................................................................................... 39-39
Penerapan Therapy Psikodinamika dan Cognitive Behavior Therapy dalam Mengurangi
Symptom Avoidant Personality Disorder
Cindy Stefanie Tanjung, Untung Subroto, dan Monty P. Satiadarma ......................... 41-42
Pembentukan dan Pelatihan Kader Program Dukuh Sadar Sehat Jiwa Sebagai Upaya
Deteksi Dini ODGJ di Dukuh X Sleman
Fairuzatul Hakimah Alamsyah dan Rr. Indahria Sulistyarini ...................................... 44-44
Hubungan Antara Gaya Pengasuhan Permisif dan Penggunaan Gawai dengan Perilaku
Agresif Pada Anak
Sukarsini ...................................................................................................................... 46-46
Membangun Dukungan Keluarga pada Pasien dengan Gangguan Kecemasan: Tinjauan
Psychological Ambiguous Loss
Darjanti Kalpita Rahajuningrum1................................................................................. 48-48
Integrated Approach Pada Kasus Panic Disorder dengan Trauma Masa Kecil
Iip Fariha ...................................................................................................................... 51-51
Dukungan Psikologis “Care Giver” Bagi Pasien HIV/AIDS: Studi Kasus Pada Keluarga
dan Profesional Kesehatan
Nisa Rachmah Nur Anganthi dan Dwiana Widiyanti .................................................. 53-54
Child Sexual Abuse Ditinjau dari Karakteristik Pola Asuh Permissive
Indulgent/Uninvolve
Magdalena Hanoum, Siti Nurhidayah, dan Lucky Purwantini .................................... 56-57
Sikap Terhadap Pernikahan Ditinjau dari Keberfungsian Keluarga Pada Dewasa Awal
dengan Orangtua Bercerai
Rahmah Saniatuzzulfa dan Rizqiana Rahmadilla......................................................... 59-59
Penanganan Kasus Orientasi Seksual Non-Heteroseksual: Telaah Literatur
Anrilia Ema Mustikawati Ningdyah ............................................................................ 62-62
Sandplay Therapy untuk Menurunkan Gangguan Stres Pasca Trauma Pada Anak
Penyintas Bom Bunuh Diri
Ratna Jessyka Malau .................................................................................................... 65-64
Cognitif Behavior Therapy For Psychosis (CBT-p) untuk Mengurangi Distress Gejala
Positif Delusi Paranoia Pada Skizofrenia Paranoid
(Studi Kasus di Rsj Prof. Dr. Soerojo Magelang)
Ni Made Ratna Paramita .............................................................................................. 67-67
5

Mindfulness dengan Konseling Kelompok untuk Mengurangi Stres Kehidupan Sehari-


hari Remaja Rumah Tahfidz Yatim Dhuafa X di Yogyakarta
Marina Yollanda dan Faridah Ainur Rohmah.............................................................. 70-70
Pengaruh Forgiveness Therapy untuk Meningkatkan Kontrol Diri Pada Remaja Korban
Bullying
Nobelina Adicondro ..................................................................................................... 73-73
Program Pencegahan Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan Skizofrenia (ODS)
Aldila Putri Sandani dan Faridah Ainur Rohmah......................................................... 76-76
Pencegahan Kekerasan Seksual Melalui Penerapan Pendidikan Seksual Berdasarkan
Tahapan Usia Perkembangan
Nurul Hasanah dan Faridah Ainur Rohmah ................................................................. 79-79
Konseling Kelompok Cognitive Behavioral Theraphy (CBT) untuk Mengurangi Stres
Pada Lansia
Siska Puspitasari dan Faridah Ainur Rohmah .............................................................. 82-82
Cognitive Behavior Therapy dengan Teknik Mind Over Mood untuk Mengatasi
Gangguan Kecemasan Menyeluruh
Dedek Jannatul Makwa dan Erny Hidayati .................................................................. 85-85
Psikoedukasi dan Pembentukan Kader Kesehatan Mental Sebagai Upaya Penanganan
Gangguan Mental di Smp X Ngemplak
Indah Dewanti Rahmalia, Ika Aprilistari, dan Rumiani............................................... 88-87
Terapi Perilaku Kognitif Pada Individu yang Mengalami Gangguan Hipokondriasis
Ridha Habibah dan RA. Retno Kumolohadi ................................................................ 90-89
Positif CBT Untuk Memberikan Pemahaman Dan Kemampuan Mengambil Keputusan
Terhadap Peran Gender Dan Karir Wanita Dewasa Awal Yang Mengalami Gangguan
Peran Gender
(Studi Kasus Tunggal Pada Wanita LGBT)
Hamidah ....................................................................................................................... 92-92
Efektivitas Positif CBT Untuk Menurunkan Depresi Mahasiswa Yang Sedang
Menyelesaikan Tugas Belajar Di Luar Negeri
Hamidah ....................................................................................................................... 95-95
Hubungan Literasi Kesehatan Mental dengan Perilaku Mencari Bantuan pada Mahasiswa
Hamidah dan Azmul Fuady Idham .............................................................................. 98-97
SUB TEMA 2
PSIKOLOGI KLINIS DALAM KELUARGA DAN PERKEMBANGAN
RENTANG USIA .......................................................................................................... 100
Penerapan Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) Untuk Menangani Masalah Perilaku
Disruptive Pada Anak Usia Prasekolah
Anindya Dewi Paramita ........................................................................................... 101-101
6

Biblioterapi: Psikoterapi Pelengkap Yang Efektif Mengatasi Berbagai Gangguan


Psikologis Pada Anak Hingga Lansia
Setia Asyanti ............................................................................................................ 104-104
Kesejahteraan Subyektif (Subjective Well Being) Dan Kepuasan Hidup (Life Satisfaction)
Pada Mahasiswa Yang Mengalami Depresi
Ni Gusti Made Rai dan Rieka Intansari.................................................................... 107-107
Menua Secara Aktif : Studi Kasus Pada Waria Lanjut Usia
Lita Widyo Hastuti, Kwartarini Wahyu Yuniarti, dan MG Adiyanti....................... 110-110
Pengujian Konsep Dan Aspek-Aspek Rasa Syukur Pada Ibu Anak Prasekolah Bekerja
Yeni Triwahyuningsih ............................................................................................. 113-113
Strategi Coping Ibu dalam Pengasuhan Anak dengan Gangguan Spektrum Autisme
(GSA)
Aisyah Chandra Asri ................................................................................................ 116-115
Karakteristik Personal dan Lingkungan Remaja Usia 15- 18 Tahun dengan Early Sexual
Intercourse di Medan
Rahmi Lubis, Zahrotur Rusyda Hinduan, Ratna Jatnika dan Hendriati Agustiani... 118-117
The Effects Of Marital Satisfaction On Postpartum Depression In Primiparous Mothers
Tania Achsanah, Anindya Dewi Paramita, dan Sri Juwita Kusumawardhani ......... 120-119
Strategi Menyeimbangkan Karir dan Keluarga pada Pasangan di daerah Urban
Alfiana Indah Muslimah ......................................................................................... 122-122
Pemaknaan Individu Dewasa Awal Terhadap Tantangan Yang Dihadapi Keluarga: Studi
Pendahuluan Mengenai Konsep Ketahanan Keluarga Indonesia
Annastasia Ediati, Dian Veronika Sakti Kaloeti, dan Salma Salma ........................ 125-125
Flow State, Hiperarousal Fisiologis dan Kecemasan Sosial Remaja
Ahyani Radhiani Fitri, Ivan Muhammad Agung, dan Dody Leyno Amperawan .... 128-128
Perkembangan Sosioemosional dan Permasalahannya Pada Anak Berkebutuhan Khusus
Brigitta Erlita Tri Anggadewi .................................................................................. 131-130
SUB TEMA 3
PSIKOLOGI KLINIS DALAM KASUS KEKERASAN, BENCANA DAN SITUASI
LAIN (POLITIK, SOSIAL, BUDAYA) ...................................................................... 133
DEMEN (Dance Movement Therapy) Untuk Menurunkan PTSD Pada Korban
Pemerkosaan
Fahrool Khanafi, Fia Sari Kusumawati, Fitria Khairun Nisa, dan Diany Ufieta Syafitri
................................................................................................................................. 134-134
Terapi Pemaafan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Pada Perempuan
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Desi Ratna Sari, Qurrotul Uyun, dan Rumiani ........................................................ 137-137
Self-Harm dan Budaya: Perbedaan Tingkat dan Faktor Pendorong Self-Harm Pada
Kelompok Etnik di Indonesia.
7

Intan Putri Maghfiroh dan Nugraha Arif Karyanta .................................................. 140-139


Efektivitas Teknik Resources Development and Installation untuk Mengurangi Gejala
Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) pada Perempuan Korban Kekerasan
Yudi Kurniawan, Agung Santoso Pribadi, dan Anindita Nova Ardhani ................. 142-142
Cerita Unik Penyalahguna dan Pecandu Narkoba Dalam Proses Konseling
Gartika Nurani Erawan ............................................................................................ 145-144
Validasi Modul Pelatihan Psychological First Aid Dalam Bencana Alam
Emanuel Radityo Hapsoro Ekoputranto dan Sofia Retnowati ................................. 147-146
Peran Psikologi Klinis Dalam Penanganan Kasus Kekerasan di UPTD PPA Bantul, Studi
dan Evaluasi Kasus SWN, Disabilitas Intelektual
Nobelina Adicondro ................................................................................................. 149-148
SUB TEMA 4
PSIKOLOGI KLINIS DALAM MENGHADAPI ERA 5.0 DALAM KONTEKS
BUDAYA INDONESIA ................................................................................................ 152
Color Therapy: Red Lipstick Meningkatkan Self-Acceptance Mahasiswa Dalam
Menghadapi Beauty Norms
Risma Fernanda, Maya Rizky R., Bella Nadia A., dan Elda Trialisa Putri ............. 153-153
Strategi Promosi Kesehatan Mental di Kampus Melalui Optimalisasi Layanan Unit PDC
Sebagai Peningkatan Kualitas Lulusan
Ni Gusti Made Rai, Tony Dwi Susanto, dan Eka Dian Savitri ................................ 156-155
Studi Awal Dinamika Gangguan Psikologis Masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta
Yoga Padma Wanny dan Lucia Peppy Novianti ...................................................... 158-158
Intensi Pemuda Dalam Mengakses Layanan Konseling Secara Daring: Analisis Deskriptif
Atribut Personal dan Situasional
Shahnaz Safitri dan Jordan Brahmansyah ................................................................ 161-161
Apakah Jarak Memberi Dampak? Hubungan Antara Jarak Nyata Dengan Stres
Akulturatif Pada Mahasiswa Migran Internal di Indonesia
Nugraha Arif Karyanta, Suryanto, dan Andik Matulessy ........................................ 164-163
Studi Awal Dinamika Gangguan Psikologis pada Generasi Z: Anteseden dan Kesesuaian
Proses Pendampingan Psikologis
Nico Wilson dan Lucia Peppy Novianti .................................................................. 166-166
Peranan Dongeng Dalam Mengembangkan Karakter Remaja Mengatasi Gangguan Jiwa
Dra. Ni Desak Made Santi Diwyarthi, M. Si1 .......................................................... 169-169
“Mahalabiu” Humor Spesial Suku Banjar
Achmad Faisal dan Aziza Fitriah ............................................................................. 172-172
Kuliah WhatsApp Sebagai Media Psikoedukasi Menurunkan Stigma Terhadap Orang
dengan Gangguan Jiwa: Sebuah Penemuan Awal
Diany Ufieta Syafitri ................................................................................................ 175-175
8

Resiliensi Digital: Analisis Eksploratori Peran Guru Menghadapi Teknologi Digital dan
Dampaknya Bagi Siswa Sekolah Dasar
Dian Veronika Sakti Kaloeti dan Rouli Manalu....................................................... 178-177
Pemilihan Sosial Media Sebagai Bentuk Pemenuhan Kebutuhan Individu Generasi 4.0
Laelatus Syifa Sari Agustina .................................................................................... 180-179
Studi Rancangan Kerangka Acuan Adaptasi Cognitive Behaviour Therapy Berdasarkan
Budaya Dan Konteks Indonesia Pada Mahasiswa
Muhana Sofiati Utami, Primadhani Setyaning Galih, dan Alifah Sri Sabekti ......... 182-181
Pengaruh Pengasuhan Berbasis Nilai Jawa dan Trait Anak Terhadap Kesejahteraan
Subjektif Anak Di Yogyakarta
Agnes I. Etikawati, Juke R. Siregar, Hanna Widjaja, dan Ratna Jatnika ................. 184-183
Gambaran Kesehatan Mental Perempuan Papalele di Kota Ambon
Jeanete Ophilia Papilaya .......................................................................................... 186-186
SUB TEMA 5
PSIKOLOGI KLINIS DALAM SETTING MEDIS/KESEHATAN ........................ 189
Randomized Control Trial to Compare Effectiveness of Emotional Freedom Technique
and Therapeutic Communication to Reduce the Anxiety in Cancer Patients at Sanglah
Hospital Bali
Retno Indaryati, Ni Made Swasti Wulanyani, dan Desak Putu Yuli Kurniati ......... 190-190
Penanganan Kasus Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dengan Cognitive Behavioral
Therapy (CBT) pada Klien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
Sepi Indriati.............................................................................................................. 193-193
Terapi Kognitif-Perilaku untuk Menurunkan Depresi pada Gay dengan HIV/AIDS di
Yayasan X Surabaya
Ni Luh Indah Desira Swandi dan Tri Kurniati Ambarini ........................................ 196-196
Pengaruh Intervensi Psikologi Acceptance Commitment Therapy (ACT) terhadap Kadar
TNF-α pada Penderita Kanker Payudara Lanjut Lokal
Dini Latifatun Nafi’ati dan Husnul Ghaib ................................................................ 199-199
Pemahaman dan Minat Mahasiswa Magister Profesi Psikolog Klinis pada Pelayanan
Kesehatan Jiwa Masyarakat (Keswamas)
Osi Kusuma Sari dan Subandi .................................................................................. 202-202
Studi Deskriptif mengenai Pengetahuan Kesehatan Reproduksi terhadap Sexuality Need
pada Istri-istri Pelaut
Windah Riskasari ..................................................................................................... 205-205
Pengaruh antara Fungsi Kognitif dan Tingkat Kecemasan terhadap Penyesuaian Diri
Penyandang Disabilitas Mental di UPT Rehabilitasi Sosial Bina Laras Kediri
Tatik Imadatus Sa’adati ........................................................................................... 208-208
Sindrom Diabetes Burnout: Apakah Itu?
Nida Ul Hasanat ....................................................................................................... 211-210
9

Fungsi Kognitif pada Anak dengan Epilepsi


Bayu Pramana Putra, Agung Triono, dan Dwi Susilawati ....................................... 213-213
Keterlibatan Psikolog Klinis dalam Upaya Kesehatan Mental Masyarakat Melalui
TPKJM
Osi Kusuma Sari dan Subandi ................................................................................. 216-215
Pengaruh Pelatihan Self-Management untuk Meningkatkan Kontrol Diri terhadap
Makanan pada Orang yang Mengalami Obesitas
Zulfa Khofifa dan Dessy Pranungari ....................................................................... 218-217
Analisis Jaringan Asesmen Komunitas terhadap Pengalaman Psikotik
Suriatmaja, H., Hermanto, E., dan Jaya, E.S. .......................................................... 220-220
Depresi pada ODHA Perempuan: Adakah Layanan Psikologis di Layanan Primer?
Madyastha Aji Bhirawa dan Evi Sukmaningrum ..................................................... 223-223
Pengembangan Modul Konseling dengan Pendekatan Motivational Interviewing untuk
Meningkatkan Inisiasi dan Kepatuhan ARV pada ODHA
Evi Sukmaningrum, Lydia Verina Wongso, Sarasita Hendrianti, Prisilia Riski, Desy
Natalia, dan Follen Salindeho .................................................................................. 226-226
Pengelompokan Gejala pada Mahasiswa Baru yang Memiliki Gangguan Mental
Emosional untuk Mengekplorasi Intervensi Psikologi
Ika Malika, Fadhilah Amalia, dan Yuanita Zandy Putri .......................................... 229-229
Studi Awal Gambaran Stres dan Coping Stress pada Tenaga Ahli Kesehatan Kandungan
Denrich Suryadi dan Widya Risnawaty ................................................................... 232-231
Gambaran Daily Hassle Stress Pada Remaja
Sandi Kartasasmita, Denrich Suryadi dan Maretta Caroline ................................... 234-233
Pelatihan Mindfulness untuk Meningkatkan Empati dalam Proses Konseling
Umniyah Saleh dan Istiana Tajuddin ....................................................................... 236-235
Survei Kebutuhan Pertemuan Dukungan Sosial bagi Orang Tua dari Anak Penyandang
Kanker
Dwi Susilawati ......................................................................................................... 239-238
Acceptability to Cognitive Behaviour Therapy (CBT): Perspective of Psychologists
Working in Primary Health Care
Diana Setiyawati dan Theo Bouman ........................................................................ 241-241
Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan Gejala pada Penderita Bipolar di
Rumah Sakit Umum Daerah La Temmamala Kabupaten Soppeng
Diah Ayu Permatasari, Widyastuti, dan Ahmad Ridfah .......................................... 244-244
Cara Berbeda itu Menenangkanku: Perilaku Stereotip Suatu Bentuk Regulasi Emosi pada
anak Autis (Analisis Buku Autobiografi Donna Williams, Dunia Dibalik Kaca ’Kisah
Nyata Seorang Anak Autistik’)
Subandi dan Retty Thiomina....................................................................... 245-247
10

SUB TEMA 6
PSIKOLOGI KLINIS DALAM MEMAHAMI POLA DAN GANGGUAN
KEPRIBADIAN ............................................................................................................ 250
Contoh Kasus Borderline Personality Disorder Dengan Kebiasaan Self-harm yang Sukses
Menjalani Dialectical Behavior Therapy di Indonesia
Edo S. Jaya , Steffi Hartanto, dan Sri Wulandari ..................................................... 251-251
Contoh Kasus Penggunaan Proactive Coping Pada klien Yang Mengalami Stress Dan
Penolakan Pada Gender Dysphoria
Sukma Noor Akbar, Muhammad Abid Mujaddid ................................................... 254-253
Analisa Fenomenologis : Gambaran Ranah Pergerakan Gay Di Lingkungan Sosial Yang
Terjadi Di Indonesia
Rino Ariyanto Akhmad, Lutfi Putri Kholfiyah ........................................................ 256-256
Profil Kepribadian Generasi Millenial (sebuah tinjauan kepribadian dengan alat tes
psikologi 16 pf)
Adhyatman Prabowo, M.Psi., Psikolog ................................................................... 259-261
Borderline Personality Disorder: Studi Kasus Pada Pria Dewasa Muda Ditinjau Dari
Adlerian
Lina, Untung Subroto............................................................................................... 264-264
Dinamika Psikologis Korban Kekerasan Seksual Masa Anak
Cystarini Dian Samodra, Ira Paramastri .................................................................. 267-266
Gambaran Profil Kepribadian Mahasiswa Kedokteran Preklinik Tingkat Akhir Dengan
Alat Ukur PID-5 (Studi Pada Mahasiswa Kedokteran Preklinik Di Jabodetabek)
Clarisa Sutjiatmadja ................................................................................................. 269-269
Hubungan Faktor Kepribadian Big Five Dan Shyness Pada Mahasiswa Baru
Yusmita M, Sitti Murdiana, Ahmad Ridfah ............................................................. 272-271
DAFTAR REVIEWER ..................................................................................................... 1
11

SUB TEMA 1

PENYUSUNAN KARYA ILMIAH DAN PENGALAMAN


PRAKTEK PSIKOLOGI KLINIS
12

Running Head : MODEL DALAM DIAGNOSIS

Pentahapan Klinis : Sebuah Model dalam Diagnosis dan Tantangan

Penggunaannya dalam Penanganan Kasus-Kasus Kesehatan Mental Pada Remaja

F. Fridayanti

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tentang Penulis

F. Fridayanti, Fakultas Psikologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi F. Fridayanti,

Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati di Bandung.

Kontak : fridayanti@uinsgd.ac.id
13

MODEL DALAM DIAGNOSIS

Abstrak

Persoalan remaja di Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu. Dalam

hal kesehatan mental remaja, usia remaja seringkali merupakan periode onset

munculnya gangguan. Apabila tidak mendapat penanganan akan berlanjut menjadi

gangguan mental yang lebih parah. Ini menunjukkan signifikansi intervensi pada

tahap dini yaitu pada masa remaja. Di sisi lain diagnosis terhadap remaja memberi

kesulitan tersendiri karena intervensi harus dibimbing oleh diagnosis, namun

sistem diagnostik yang ada sekarang sangat terbatas dalam aplikasinya. Pada

remaja salah satu kesulitan disebakan karena simptomnya kurang jelas, bercampur

dan masih berkembang. Baru-baru ini sekelompok peneliti mengembangkan

pentahapan klinis untuk memberi arah dan panduan dalam diagnosis dan

intervensi bagi remaja. Tujuan artikel ini adalah menguraikan apa dan bagaimana

pentahapan klinis tersebut. Pada bagian diskusi kesulitan serta peluang dan tangan

model ini untuk dterapkan akan diuraikan.

Kata Kunci : Model dalam Diagnosis, Kesehatan Mental, Remaja


14

Running Head : PENGETAHUAN GURU TENTANG SISWA

Pengetahuan Guru Tentang Siswa dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan


Hiperaktifitas di Sekolah Dasar Inklusif Jakarta

Iriani Indri Hapsari, Gantina Komalasari, Rizka


Universitas Negeri Jakarta

Tentang Penulis

Iriani Indri Hapsari, Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta

Gantina Komalasari, Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta

Rizka, Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Iriani Indri

Hapsari di Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas Negeri Jakarta, kontak :

irianiunj@gmail.com, dan Rizka di Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas

Negeri Jakarta, kontak : rizka.rahmayadi@gmail.com


15

PENGETAHUAN GURU TENTANG SISWA

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris gambaran pengetahuan

guru tentang siswa yang memiliki gangguan pemusatan perhatian dan

hiperaktifitas (GPPH) di SD Inklusif Jakarta. Subyek penelitian ini berjumlah 96

guru di SD Inklusif Jakarta. Metode penelitian ini menggunakan kuantitatif

dengan statistika deskriptif. Teknik sampling yang digunakan yaitu probability

sampling dengan cluster sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu Knowledge of Attention Deficit Disorder Scale (KADDS) yang di

kembangkan oleh Machula dengan nilai reliabilitas 0.90. Hasil dari penelitian

menunjukan bahwa pengetahuan guru lebih banyak yang rendah dengan

persentase 55,2% dibandingkan yang tinggi dengan persentase 44,8%.

Kata Kunci: Anak dengan GPPH, Pengetahuan Guru, SD Inklusif


16

Running Head : TERAPI KELOMPOK MENULIS EKSPRESIF

Terapi Kelompok Menulis Ekspresif untuk Menurunkan Depresi Pada Remaja


yang Melakukan Self Injury

Nurul Hikmah Maulida, Libbie Annatagia


Universitas Islam Indonesia

Tentang Penulis

Nurul Hikmah Maulida, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas

Islam Indonesia

Libbie Annatagia, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam

Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Nurul Hikmah

Maulida, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Kontak: nurul.hikmahmaulida@gmail.com
17

TERAPI KELOMPOK MENULIS EKSPRESIF

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi kelompok menulis

ekspresif untuk mengurangi depresi pada remaja yang melakukan Self Injury.

Pengukuran depresi menggunakan skala Beck Depression Inventory (BDI II).

Asesmen yang dilakukan yaitu wawancara dengan guru BK dan FGD kepada para

subjek. Subjek penelitian ini adalah 6 siswa SMP X yang melakukan self injury

yang berada pada kategori depresi tingkat sedang hingga tinggi. Penelitian ini

menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan one group pretest-

posttest control group design. Metode analisis data yang digunakan adalah non-

parametrik dengan menggunakan teknik wilcoxon signed-rank test untuk menguji

perbedaan skor pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen. Hasil

menunjukkan bahwa kelompok menulis ekspresif efektif untuk menurunkan

depresi pada remaja yang melakukan self injury (Z = -2.201, P = 0.028).

Kata Kunci : Terapi Menulis Ekspresif, Remaja, Depresi, Self Injury


18

Running Head: STUDI KASUS: PENGGUNAAN TERAPI NEUROFEEDBACK

Studi Kasus : Penggunaan Terapi Neurofeedback Pada Pasien dengan ADHD,


Autis, dan Gangguan Kecemasan

Ghea Amalia Arpandy


Klinik Kapita Psikologi Banjarmasin

Tentang Penulis

Ghea Amalia Arpandy, Klinik Kapita Psikologi Banjarmasin.

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Ghea Amalia Arpandy,

Klinik Kapita Psikologi Banjarmasin, Banjarmasin.

Kontak : ghea.arpandy@gmail.com
19

STUDI KASUS: PENGGUNAAN TERAPI NEUROFEEDBACK

Abstrak

Kelainan fungsi otak dan gangguan mental ataupun masalah psikologis dapat

dijelaskan oleh gambaran gelombang otak atau brainmapping. Gelombang otak

yang abnormal pada area otak tertentu dapat dirubah dengan terapi

Neurofeedback. Di Indonesia sendiri, masih sulit menemui penelitian yang

membahas mengenai penggunaan terapi Neurofeedback terutama di psikologi.

Penelitian menggunakan metode studi kasus berdasarkan pengalaman praktek

psikologi pada pasien dengan ADHD, autis, dan gangguan kecemasan. Subjek

penelitian ini ada tiga orang yang mewakili setiap gangguan. Tahapan

pemeriksaan yang dilakukan yaitu wawancara, brainmapping dan observasi.

Kemudian dilanjutkan proses terapi neurofeedback 10-20 sesi tergantung tingkat

keparahan dari pemeriksaan brainmapping. Hasil penelitian ini adalah terapi

neurofeedback ini mampu menurunkan atau menaikkan gelombang otak yang

abnormal sesuai dengan pemeriksaan brainmapping. Subjek ADHD menunjukkan

penurunan gelombang Theta, SMR, dan HiBeta. Subjek autis menunjukkan

penurunan gelombang HiBeta. Subjek gangguan kecemasan menunjukkan

penurunan gelombang HiBeta dan peningkatan gelombang Theta. Subjek

penelitian menunjukkan perubahan perilaku yang sesuai dengan tujuan terapi.

Kata Kunci : ADHD, Autis, Kecemasan, Neurofeedback, QEEG


20

Running Head: KASUS GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Kasus Gangguan Afektif Bipolar dengan Kepribadian Dependent Pasif

Melinda Bahri, Vita Ariyanti Kusumaningru


RSUD dr.H.Moch.Ansari Saleh

Tentang Penulis

Melinda Bahri, RSUD dr.H.Moch.Ansari Saleh Banjarmasin

Vita Ariyanti Kusumaningru, RSUD dr.H.Moch.Ansari Saleh Banjarmasin

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Melinda Bahri

dan Vita Ariyanti Kusumaningru di RSUD dr.H.Moch.Ansari Saleh Banjarmasin,

Banjarmasin.

Kontak : melindabahri@yahoo.com, dan vitaariyanti88@yahoo.com


21

KASUS GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Abstrak

Gangguan afektif bipolar merupakan gangguan bersifat episode berulang

(sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya

terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan

energi dan aktivitas (mania atau hipomania) dan pada waktu lain berupa

penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).

Perkembangan perilaku sosial individu tidak lepas dari tipe kepribadiannya

(Millon,1969). Tipe kepribadian dependent pasif (submissive) adalah individu

yang berkembang dengan reward dan perlindungan dari pihak lain. Konflik

diatasi dengan mengupayakan reinforcement dari orang lain (kebutuhan akan

social approval dan afek). Individu dengan kepribadian submissive menunjukkan

usaha memperoleh kesenangan dan mengindari kesakitan, dengan cara

menggantungkan diri pada objek yang memberikan perlindungan dan afeksi.

Dilaporkan 1 kasus gangguan afektif bipolar dengan kepribadian dependent pasif

dengan gejala klinis merasa gelisah, sulit tidur, mudah marah, tersinggung namun

di lain waktu suka mengurung diri di kamar, merasa sedih dan kehilangan minat

untuk bertemu dengan orang lain. Stressor psikososial adalah keterpisahan antara

pasien dan ibu saat usia pasien 12 tahun karena ibu meminta pasien tinggal

bersama saudara ibu (tante). Dengan tipe kepribadian pasien yang submissive

maka menuruti keinginan ibu adalah salah satu cara untuk tidak kehilangan

perhatian dari ibu, agar pasien tetap mendapatkan reinforcement positif sebagai

anak yang patuh. Gambaran klinis yang ditimbulkan dari perilaku dengan karakter
22

dependent pasif adalah menunjukkan perasaan rendah diri, dan tidak memiliki

kemampuan untuk penegasan diri. Pasien menuruti keinginan ibunya dan diasuh

oleh ibu pengganti (tante) yang memiliki karakter penyayang, memenuhi semua

kebutuhan pasien secara materi, namun memiliki emosi yang labil. Pasien

menjalani pengobatan dengan farmakoterapi dari psikiater dan psikoterapi dari

psikolog.

Kata Kunci : Gangguan Afektif Bipolar, Kepribadian Dependent Pasif


23

Running Head: PENDEKATAN PSIKOEDUKASI PADA ANAK GPPH

Pendekatan Psikoedukasi Pada Pelatihan Peningkatan Kemampuan Selective


Atteniion Pada Anak GPPH

Naeila Rifatil Muna, Ratna Jatnika, Urip Purwono, dan Juke R. Siregar
Universitas Padjadjaran

Tentang Penulis

Naeila Rifatil Muna, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran

Ratna Jatnika, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran

Urip Purwono, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran

Juke R. Siregar, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menguhubungi Naeila Rifatil

Muna, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran, di Jl. Raya Bandung-

Sumedang Km.21 Jatinangor Kab. Sumedang Jawa Barat 45363.

Kontak : naeila13001@mail.unpad.ac.id
24

PENDEKATAN PSIKOEDUKASI PADA ANAK GPPH

Abstrak

Masalah yang muncul dan dialami oleh anak mengalami Gangguan Pemusatan

Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) adalah tidak mampu memfokuskan atensi,

mengontrol diri, mengatur diri dan mengarahkan diri pada tujuan. Hal tersebut

dikarenakan kurangnya kemampuan selective attention, yaitu kemampuan untuk

mengabaikan distraksi yang menyebabkan tugas-tugas yang dikerjakan cenderung

tidak selesai sesuai instruksi dan batas waktu yang diberikan. Salah satu bentuk

pelatihan penanganan yang bertujuan meningkatkan selective attention dengan

pendekatan psikoedukasi yang memiliki prinsip repetitive (pengulangan). Subjek

penelitian ini adalah anak dengan GPPH sebanyak 2 orang yang diambil dengan

teknik pengambilan sampel purposive sampling. Penelitian ini merupakan

penelitian kuasi eksperimen dengan desain time series pre-test post-test. Hasil

penelitian menunjukkan adanya pengaruh sebelum dan sesudah pemberian

pendekatan psikoedukasi pada pelatihan terhadap peningkatan kemampuan

selective attention ditunjukkan dengan hasil uji wilcoxon. Hasil menunjukkan

bahwa pendekatan psikoedukasi pada pelatihan dapat digunakan untuk

meningkatkan kemampuan selective attention pada anak dengan GPPH.

Kata Kunci: Psikoedukasi, Selective Attention, Anak dengan GPPH


25

Running Head: TERAPI BERMAIN NON-DIRECTIVE

Terapi Bermain Non-Directive untuk Menangani Anak dengan Keluhan Awal


Kecanduan Gadget

Putu Nugrahaeni Widiasavitri dan Luh Ayu Tirtayani


Universitas Udayana dan Universitas Pendidikan Ganesha

Tentang Penulis

Putu Nugrahaeni Widiasavitri, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

Luh Ayu Tirtayani, Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha.

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Putu Nugrahaeni

Widiasavitri di Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana

Kontak : putunugrahaeni.w@gmail.com
26

TERAPI BERMAIN NON-DIRECTIVE

Abstrak

Gadget menjadi permainan yang terkesan wajar di kalangan anak-anak jaman

sekarang. Padahal ada banyak efek negatif bila kegiatan bermain gadget tidak

dikontrol. Dua tahun belakangan makin banyak orangtua yang datang dengan

keluhan awal adalah anak kecanduan gadget dan meminta psikolog untuk

diberikan terapi. Terapi bermain non-directive terbukti mampu memberikan efek

terapeutik bagi klien anak dengan keluhan awal kecanduan gadget. Metode

penelitian dilakukan dengan menggunakan kuasi eksperimen. Alat ukur yang

digunakan untuk mengukur pre-test dan post-test adalah SDQ. Jumlah subyek

adalah 2 orang anak laki-laki yang berusia 7 tahun dan 11 tahun. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat penurunan skor SDQ pre-test dan post-test yang

artinya terapi bermain terbukti dapat menangani masalah anak dengan keluhan

awal kecanduan gadget.

Kata Kunci: Anak, Kecanduan Gadget, Non-Directive, Terapi Bermain


27

Running Head: SUPPORT GROUP THERAPY KORBAN BULLYING

Support Group Therapy untuk Menurunkan Kecemasan Pada Siswa yang


Mengalami Bullying

Putri Nilam Bachry dan Libbie Annatagia


Universitas Islam Indonesia

Tentang Penulis

Putri Nilam Bachry, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas

Islam Indonesia

Libbie Annatagia, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam

Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Putri Nilam

Bachry, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta.

Kontak : putrinilamb@gmail.com
28

SUPPORT GROUP THERAPY KORBAN BULLYING

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas support group therapy untuk

mengurangi kecemasan pada siswa yang mengalami bullying. Pengukuran skala

menggunakan skala Beck Anxiety Inventory (BAI). Pemberian intervensi support

group therapy ini menggunakan pedoman dari Suprobo, dkk (2015). Asesmen

yang dilakukan yaitu wawancara dengan guru bimbingan konseling (BK) dan

guru bagian kesiswaan serta FGD kepada para subjek. Subjek penelitian ini adalah

5 orang siswa SMP X yang mengalami bullying yang berada pada kategori

kecemasan tinggi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan

menggunakan one group pretest-posttest control group design. Metode analisis

data yang digunakan adalah non-parametrik dengan menguji perbedaan skor pre-

test dan post test pada kelompok eksperimen. Hasil menunjukkan bahwa support

group therapy tidak menunjukkan hasil signifikan yaitu (p= 0.138). Namun, saat

dilakukan follow up menunjukkan hasil yang efektif untuk menurunkan

kecemasan pada siswa yang mengalami bullying (p= 0.042)

Kata Kunci : Support Group Therapy, Kecemasan, Bullying


29

Running Head: EFEKTIFITAS TERAPI PENERIMAAN DAN KOMITMEN

Efektivitas Terapi Penerimaan dan Komitmen untuk Meningkatkan Peran Orang


Tua dengan Anak Berkebutuhan Khusus dalam Pendidikan Inklusif

Ni Luh Arick Istriyanti


Dinas Pendidikan Kabupaten Badung Bali

Tentang Penulis

Ni Luh Arick Istriyanti, Dinas Pendidikan Kabupaten Badung, Bali

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Ni Luh Arick Istriyanti,

di Dinas Pendidikan Kabupaten Badung, Bali

Kontak : arick.istriyanti@gmail.com
30

EFEKTIFITAS TERAPI PENERIMAAN DAN KOMITMEN

Abstrak

Pendidikan Inklusif merupakan pendekatan pendidikan yang inovatif dan strategis

untuk memperluas akses pendidikan bagi semua anak, terutama bagi anak

berkebutuhan khusus (Stubbs, 2002). Dalam pelaksanaannya orang tua yang

memiliki anak berkebutuhan khusus seharusnya memberikan perhatian ekstra

melalui kemitraan yang baik antara orang tua dengan pendidik dan profesional

yang terlibat (Leicester, 2008). Peran orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

khusus dalam pendidikan inklusif adalah dapat memberikan informasi tentang

kondisi anak secara utuh, pengakuan terhadap eksistensi anak, sebagai kolaborator

dan rekomendator dalam penyusunan media/program belajar untuk anak serta

menunjukkan komitmen dalam pelaksanaan program dan kerjasama dengan pihak

sekolah. Meningkatkan peran aktif orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

khusus dalam pendidikan inklusif dapat dilakukan dengan mengembangkan

fleksibilitas psikologis orang tua sehingga orang tua mampu menerima kondisi

anaknya dengan penuh kesadaran dan memiliki komitmen untuk bertindak sesuai

dengan nilai-nilai yang ada. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas

terapi penerimaan dan komitmen untuk meningkatkan peran orang tua dengan

anak berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusif di kabupaten Badung. Alat

ukur yang digunakan untuk mengetahui peran orang tua yakni Parental

Psychological Flexibility Questionnaire (PPFQ) dari Burke & Moore (2014).

Penelitian ini menggunakan desain penelitian subjek tunggal (single subject

design) yang melibatkan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus di
31

salah satu sekolah dasar yang ditunjuk untuk menjalankan pendidikan inklusif

oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Badung. Analisa data menggunakan analisis

visual, analisis inferensial dengan menggunakan uji wilcoxon dan uji efektivitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor fleksibilitas

psikologis orang tua setelah fase intervensi. Meningkatnya Fleksibilitas psikologis

orang tua diikuti dengan meningkatnya peran orang tua yang memiliki anak

berkebutuhan khusus dalam proses belajar pada pendidikan inklusif.

Kata Kunci : Terapi Penerimaan dan Komitmen, Fleksibilitas Psikologis,

Orang Tua dengan Anak Berkebutuhan Khusus, Pendidikan Inklusif


32

Running Head: STUDI AWAL: KESESUAIAN PENDAMPINGAN

PSIKOLOGIS

Studi Awal: Kesesuaian Pendampingan Psikologis Berdasarkan Dinamika


Gangguan Psikologis

Vincent Eddy Kuncoro Hartono dan Lucia Peppy Novianti


Universitas Sanata Dharma akarta dan Wiloka Workshop

Tentang Penulis

Vincent Eddy Kuncoro Hartono, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma

Lucia Peppy Novianti, Wiloka Workshop Yogyakarta

Vincent Eddy Kuncoro Hartono saat ini bertugas sebagai dosen tidak tetap di

Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Lucia Peppy Novianti saat ini bertugas sebagai Psikolog dan CEO di Wiloka

Workshop, Yogyakarta.
33

STUDI AWAL:KESESUAIAN PENDAMPINGAN PSIKOLOGIS

Abstrak

Berbagai permasalahan kehidupan yang tidak terkelola membuat seseorang

mudah mengalami distres. Kondisi demikian, memicu berkembangnya gangguan-

gangguan neurotik bahkan psikotik. Gangguan psikologis akan membuat

seseorang tidak mampu berfungsi secara maksimal untuk menjalani kehidupan

sehari-hari. Studi awal kali ini bertujuan untuk memberikan gambaran

penanganan yang telah diupayakan untuk menangani berbagai permasalahan klien

melalui konseling maupun pendekatan ekletik. Enam permasalahan yang

ditangani oleh tiga pendamping psikologis di Wiloka Workshop dikaji dalam studi

awal ini. Wawancara yang dilakukan terhadap para pendamping psikologis

menunjukkan bahwa penanganan yang diberikan dapat menyelesaikan

permasalahan klien yang telah dialami lebih dari tiga bulan. Biasanya para

pendamping psikologis akan memberikan konseling untuk klien. Pada beberapa

kasus kompleks, pendekatan ekletik menjadi pilihan. Penanganan psikologis

mampu memberikan dukungan sosial yang kurang diperoleh dari keluarga

maupun orang-orang terdekat klien. Minimnya dukungan sosial ditemukan

menjadi salah satu sumber pemicu gangguan psikologis. Ditemukan

kebermanfaatan pada klien setelah memperoleh pendampingan, berupa

peningkatan emosi positif dan perubahan sikap akan masalah yang dihadapi.

Kajian mengenai petimbangan pengambilan keputusan strategi pendampingan

berdasarkan pengalaman empiris dan dasar literatur dibahas lebih mendalam

dalam diskusi.
34

Kata Kunci: Pendampingan Psikologis, Konseling, Pendekatan Ekletik

Running Head: SERBA SERBI LAYANAN PSIKOLOGI KLINIS

Serba Serbi Layanan Psikologi Klinis di Puskesmas dan Klinik Psikiatri

Rika Fitriyana dan Sarita Candra Merida

Tentang Penulis

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Rika Fitriyana dan Sarita

Candra Merida.

Kontak : rika.fitriyana@dsn.ubharajaya.ac.id dan

sarita.candra@dsn.ubharajaya.ac.id
35

SERBA SERBI LAYANAN PSIKOLOGI KLINIS

Abstrak

Masalah kesehatan mental terus mengalami peningkatan angka kejadian di

Indonesia secara umum . Peningkatan proporsi gangguan jiwa pada data yang

didapatkan Riskesdas 2018 cukup signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas

2013, naik dari 1,7% menjadi 7%. Untuk itulah pelayanan konsultasi psikologis

diberikan sejak dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas). Di samping

puskesmas, layanan psikologi diberikan di klinik psikiatri. Pemberian layanan

psikologi di puskesmas merupakan rujukan dari dokter yang ada di balai umum

ketika ditemukan berbagai keluhan fisik tetapi tidak ditemukan diagnosis secara

fisik. Kasus yang ditemui di puskesmas adalah psikosomatis, depresi, stres, dan

gangguan kecemasan menyeluruh. Psikoterapi yang digunakan adalah relaksasi,

psikoedukasi, CBT dan Solution Focused Therapy. Sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Subekti dan Utami (2011) di salah satu puskesmas di

Yogyakarta bahwa relaksasi dapat menurunkan stres dan rasa sakit secara fisik

terutama sakit di bagian tukak lambung yang merupakan salah satu ciri

psikosomatis. Saat berada di klinik psikiatri, pasien merupakan rujukan dari

psikiater yang juga menjalani farmakoterapi. Hal ini dimaksudkan agar

farmakoterapi dan psikoterapi berjalan beriringan. Berbagai kasus yang ditemui

antara lain; depresi, bipolar, autism, ADHD, gangguan tingkah laku, dan beberapa

skizofrenia residual. Metode penanganan yang dilakukan melalui psikoterapi

individual dengan teknik CBT. Sesuai dengan penelitian yang pernah kami

lakukan pada tahun 2018 bahwa CBT yang terintegrasi dengan nilai Islami
36

mampu mengurangi gejala depresi yang dialami oleh pasien. Sedangkan untuk

penanganan terapi kelompok dengan menggunakan psikoedukasi dan teknik

mindfulness. Pendampingan kelompok yang dilakukan di puskesmas dengan

mendampingi korban pasca gempa di Bantul dan letusan gunung merapi.

Pendampingan kelompok dilakukan dengan play therapy, psikodrama dan

psikoedukasi kepada korban bencana alam. Menurut Safitri (2018) bahwa

penanganan trauma salah satunya dapat dilakukan dengan play therapy. Hasil

yang didapatkan melalui praktek psikologi yang sudah kami lakukan adalah

perbaikan kondisi pasien, berkurangnya perilaku maladaptive, dan juga perubahan

pola pikir negatif menjadi positif.

Kata Kunci: Klinik, Kesehatan Mental, Pelayanan Psikologis, Puskesmas


37

Running Head: PENERAPAN ART THERAPY DAN CBT

Penerapan Art Therapy dan Cognitive Behavior Therapy untuk Mengurangi


Simptom Panic Disorder (Studi kasus pada P)

Abigail Theodora Tanzil

Abstrak

Gangguan panik adalah suatu perasaan takut yang intens atau ketidaknyamanan

yang mencapai puncaknya dalam beberapa menit dan terjadi secara tiba-tiba.

Serangan panik ditandai dengan gejala kecemasan yang berat seperti: berdebar-

debar, nyeri dada, sesak nafas, tremor, pusing, merasa dingin atau panas, ada

depersonalisasi atau derealisasi. Terdapat berbagai macam cara untuk menangani

gangguan panik salah satunya Art Therapy dan Cognitive Behavior Therapy. Art

therapy adalah sebuah teknik terapi dengan menggunakan media seni, proses

kreatif dan hasil dari seni untuk mengeksplorasi perasaan, konflik emosi,

meningkatkan kesadaran diri, mengontrol perilaku dan adiksi, mengembangkan

kemampuan sosial, meningkatkan orientasi realitas, mengurangi kecemasan dan

meningkatkan penghargaan diri. Sedangkan Cognitive Behavior Therapy

menggunakan pendekatan teoretis dan metodologi yang menggabungkan

komponen terapi kognitif dan terapi perilaku. Cognitive Behavior Therapy

menggunakan teori dan metode terapi perilaku untuk mempromosikan suatu


38

perubahan perilaku. Terapi perilaku berpendapat bahwa anteseden situasional,

asosiasi, dan konsekuensi dari suatu perilaku memperkuat terulangnya kembali;

ini harus diubah agar perilaku dapat dikurangi atau diubah. Penelitian ini

bertujuan untuk melihat dampak penerapan Art Therapy dan Cognitive Behavior

Therapy untuk mengurangi simptom gangguan panik. Subjek penelitian ini adalah

P, seorang remaja berusia 17 tahun yang datang dengan keluhan sering merasakan

serangan panik secara tiba-tiba yang membuat reaksi tubuhnya sesak nafas,

jantung berdebar-debar, kepala pusing, dan sebagainya. Hal ini sudah dialami P

selama lebih dari 12 bulan. Metode yang digunakan yaitu Art Therapy

(menggambar, panic cycle, panic brainstorm, mandala, mendiskusikan tentang hal

yang digambar, dan mengajarkan teknik pernafasan seperti watercolor breathing

technique) dan Cognitive Behavior Th

erapy (Psychoeducation, Cognitive Reframing, Solution Focus Therapy, dan

Progressive Muscle Relaxation). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa setelah P menjalani rangkaian sesi terapi sebanyak 9 sesi, Art Therapy dan

Cognitive Behavior Therapy yang dijalankan mengurangi simptom panik yang

dimiliki P antara lain seperti jantung yang berdebar, nyeri dada, kepala pusing,

gemetar, dan sebagainya.

Kata Kunci: Gangguan Panik, Art Therapy, Cognitive Behavior Therapy


39

Running Head: LATIHAN MINDFULNESS DAN QIGONG

Latihan Mindfulness dan Qigong untuk Mengurangi Tekanan Mental serta


Emosional dan Menghilangkan Kejang Otot Pada Perempuan Dewasa Muda yang
Didiagnosa Complex Ptsd (CPTSD): Tinjauan Kasus Tunggal

Tatiana S.P. Basuki

Tentang Penulis

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Tatiana S.P.

Basuki

Kontak : tatiana.basuki@gmail.com
40

LATIHAN MINDFULNESS DAN QIGONG

Abstrak

Complex PTSD (CPTSD) terjadi bila invidu mengalami kejadian traumatis secara

terus menerus dan keparahan simptomnya pun meningkat seiring lamanya jangka

waktu paparan. Di dalam institusi keluarga, trauma kompleks terjadi sebagai

dampak dari kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak. Situasi-

situasi traumatis lainnya antara lain penderitaan akibat perang, menjadi tahanan

perang atau pengungsi serta perdagangan manusia. Trauma kompleks dapat

mengganggu kesehatan fisik seseorang secara signifikan, dengan efek yang terjadi

secara bertahap sekaligus kumulatif. Penderita mengalami penyakit akut atau

kronis sepanjang kehidupannya sehingga membutuhkan intervensi medis secara

intensif. Stres yang berlebihan menyumbang pada predesposisi terhadap gangguan

mental, gangguan otot seperti tremor dan kejang serta penyakit-penyakit seperti

diabetes, jantung, darah, bahkan kanker. Intervensi integrative body-mind

dilakukan yang terdiri dari 38-sesi meliputi meditasi mindfulness, guided imagery,

teknik bernafas, dan qigong. Terjadi kemajuan yang signifikan secara bertahap

pada tekanan mental dan emosional serta menghilangnya kejang otot. Simtom-

simtom CPTSD secara keseluruhan perlahan mulai membaik dan bertahan meski

kondisi di dalam keluarga tidak berubah.

Kata Kunci: Complex PTSD, Intervensi Integrative Mind-Body, Kejang

Otot, Mindfulness, Qigong


41

Running Head: PENERAPAN THERAPY PSIKODINAMIKA DAN CBT

Penerapan Therapy Psikodinamika dan Cognitive Behavior Therapy dalam


Mengurangi Symptom Avoidant Personality Disorder

Cindy Stefanie Tanjung, Untung Subroto, dan Monty P. Satiadarma


Universitas Tarumanagara

Tentang Penulis

Cindy Stefanie Tanjung, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Untung Subroto, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Monty P. Satiadarma, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Cindy Stefanie

Tanjung, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara, Jakarta


42

PENERAPAN THERAPY PSIKODINAMIKA DAN CBT

Abstrak

Gangguan kepribadian menghindar (Avoidant Personality Disorder) adalah suatu

kondisi karakteristik dimana individu mengalami hambatan-hambatan sosial, rasa

tidak percaya diri, sensitive dalam mengevaluasi diri dan menghindari interaksi

sosial. Avoidant Personality Disorder dapat ditangani melalu berbagai cara,

diantaranya adalah menggunakan Therapy Psikodinamika dan Cognitive Behavior

Therapy. Therapy Psikodinamika adalah terapi yang berfokus pada pencarian

konflik-konflik yang menjadi akar perilaku, analisis pengalaman masa lalu, dan

membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Sedangkan

Cognitive Behavior Therapy didefinisikan sebagai pendekatan konseling yang

dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli dengan cara melakukan

restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Cognitive Behavior

Therapy adalah intervensi psikoterapeutik yang bertujuan untuk mengurangi

distress psikologis dan perilaku maladaptif dengan mengubah proses kognitif.

Selain itu, tujuan dari Cognitive Behavior Therapy adalah untuk menentang

pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan

dengan keyakinan tentang masalah yang dihadapi. Penelitian ini bertujuan untuk

melihat dampak penerapan Therapy Psikodinamika dan Cognitive Behavior

Therapy untuk mengurangi symptom avoidant personality disorder. Subjek

penelitian ini adalah AN, seorang remaja perempuan berusia 20 tahun yang datang

dengan keluhan merasa sedih yang berkepanjangan, merasa diri sangat lemah dan
43

tidak berdaya, dan selalu menjauh dari orang-orang disekitarnya (terutama orang-

orang yang mempunyai hubungan dekat dengan dirinya karena merasa orang-

orang selalu menilai dirinya negatif). dimana AN mengalami hal ini selama 6

bulan terakhir. Metode yang digunakan adalah Therapy Psikodinamika (free

association dan catharsis; disertai teknik generalisasi) dan Cognitive behavior

Therapy (core belief identification, solution focus therapy, talk therapy and

affirmation, reframing and relabeling, problem solving, dan evaluation and

reinforcing). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa setelah AN

menjalani rangkaian sesi terapi sebanyak 8 sesi, Therapy Psikodinamika dan

Cognitive Behavior Therapy yang dijalankan dapat mengurangi symptom avoidant

personalit disorder yang dialami AN.

Kata Kunci : Avoidant Personality Disorder, Therapy Psikodinamika,

Cognitive Behavior Therapy


44

Running Head: PEMBENTUKAN DAN PELATIHAN DETEKSI DINI ODGJ

Pembentukan dan Pelatihan Kader Program Dukuh Sadar Sehat Jiwa Sebagai
Upaya Deteksi Dini ODGJ di Dukuh X Sleman

Fairuzatul Hakimah Alamsyah dan Rr. Indahria Sulistyarini


Universitas Islam Indonesia

Tentang Penulis

Fairuzatul Hakimah Alamsyah, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial, Universitas

Islam Indonesia

Rr. Indahria Sulistyarini, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam

Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Fairuzatul

Hakimah Alamsyah, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial, Universitas Islam

Indonesia di Yogyakarta.

Kontak: alamsyahfairuz93@gmail.com
45

PEMBENTUKAN DAN PELATIHAN DETEKSI DINI ODGJ

Abstrak

Penelitian ini betujuan untuk meningkatkan pemahaman dan informasi bagi para

kader mengenai isu kesehatan jiwa; memberikan keterampilan kepada para kader

untuk dapat menyampaikan informasi yang telah didapatkan selama proses

pelatihan, kepada masyarakat sekitar; meningkatkan pemahaman para kader

mengenai pentingnya deteksi dini kesehatan jiwa dan melatih keterampilan para

kader untuk melakukan deteksi dini terhadap warganya dengan tiga kategori yang

sudah ditentukan, asesmen dilaksanakan melalui proses wawancara dengan

Psikolog Puskesmas Depok II dan Ibu Dukuh X, serta FGD terhadap 10 orang

warga perwakilan dari tiap RT di Dukuh X. Sedangkan subjek dari penelitian ini

terdiri dari 10 kader yang dibentuk berdasarkan perwakilan tiap RT di Dukuh X.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Proses

analisis data menggunakan analisis uji Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil

penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara skor sebelum

dan sesudah diberikan pelatihan kepada para kader, yaitu sebesar (p=0.024).

Selain itu, juga dilakukan analisis singkat secara kualitatif.

Kata Kunci : Pelatihan Kader, Deteksi Dini ODGJ


46

Running Head: GAYA PENGASUHAN DAN PENGGUNAN GAWAI

Hubungan Antara Gaya Pengasuhan Permisif dan Penggunaan Gawai dengan


Perilaku Agresif Pada Anak

Sukarsini

Abstrak

Sebanyak 228 anak usia sekolah dasar mengunjungi Klinik Psikologi RSJD Dr.

RM. Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah pada bulan Januari – Mei 2019 dengan

keluhan adanya perilaku agresif yang dilakukan di rumah dan sekolah. 20 anak

menunjukkan agresif secara verbal dan 5 anak melakukan agresif secara fisik yang

ditunjukkan dengan membanting barang-barang di sekitarnya. Penyebab

munculnya perilaku agresif pada anak tersebut seringkali disebabkan oleh

pangasuhan orang tua yang membiarkan, membebaskan, kurang kontrol, dan

ketidakpedulian orang tua terhadap anak. Hal ini selaras dengan Baumrind (Casas

et al, 2006) yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antara gaya pengasuhan

orang tua yang otoriter dan permisif dengan perilaku agresif pada anak. Selain itu,

penggunaan gawai pada anak juga menjadi salah satu penyebab munculnya

perilaku agresif. Steyer (2003) menyatakan bahwa penggunaan gawai dapat


47

meningkatkan perilaku agresif pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara gaya pengasuhan permisif dan penggunaan gawai

sejak dini dengan perilaku agresif pada anak usia sekolah dasar. Penelitian ini

menggunakan metode kuantitatif dengan teknik korelasional. Pengambilan data

dilakukan dengan menggunakan 3 jenis skala, yaitu skala gaya pengasuhan

permisif, perilaku agresif pada anak, dan penggunaan gawai (Haug, dkk., 2015).

Subjek penelitian ini siswa-siswi kelas 6 SD (Sekolah Dasar) berjumlah 84 orang

dari SD di Klaten Tengah dan 37 orang dari SD di Klaten Utara, total subjek

penelitian berjumlah 121 orang. Penelitian ini menggunakan studi populasi. Data

penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment dengan

bantuan SPSS 22.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara gaya pengasuhan permisif dengan perilaku agresif pada anak (p

< 0.01, rx1y= 0.358). Semakin tinggi gaya pengasuhan permisif yang dilakukan

orang tua kepada anak, maka semakin tinggi pula perilaku agresif pada anak.

Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan gawai dengan

perilaku agresif pada anak (p < 0.01, rx2y= 0.245). Hal ini menunjukkan bahwa

semakin tinggi penggunaan gawai pada anak, maka semakin tinggi pula perilaku

agresif pada anak.

Kata Kunci: Gaya Pengasuhan Permisif, Perilaku Agresif, Penggunaan

Gawai
48

Running Head: DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN

Membangun Dukungan Keluarga pada Pasien dengan Gangguan Kecemasan:


Tinjauan Psychological Ambiguous Loss

Darjanti Kalpita Rahajuningrum1


RS Azra Bogor

Tentang Penulis

Darjanti Kalpita Rahajuningrum, Rumah Sakit Azra Bogor

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Darjanti Kalpita

Rahajuningrum, Rumah Sakit Azra Bogor, di Bogor.

Kontak: darjantipita@gmail.com
49

DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN

Abstrak

Gangguan kecemasan merupakan diagnosa yang banyak ditegakkan oleh praktisi

Psikolog Klinis di dunia, termasuk di Indonesia. Proses intervensi psikologis yang

terdiri dari beberapa sesi pertemuan, dirasakan sebagai sesuatu yang tidak

menyenangkan baik bagi pasien maupun keluarga. Hanya saja, sejak pasien

datang ke ruang praktek Psikolog Klinis dengan keluhan yang mengindikasikan

gangguan kecemasan, Psikolog Klinis biasanya lebih banyak fokus pada

penanganan pasien untuk dapat kembali berfungsi normal dalam menjalani

aktivitas kehidupannya sehari-hari. Keberhasilan dan efektivitas penanganan

pasien tergantung pada beberapa faktor, yang salah satu diantaranya adalah

dukungan keluarga kepada pasien tersebut. Ketika ada salah satu anggota keluarga

mengalami gangguan kecemasan, akan memberikan tekanan terhadap situasi dan

kondisi keluarga tersebut. Keluarga dapat mengalami keresahan, tidak tahu apa

yang sedang terjadi pada diri pasien dan perubahan perilaku yang ditampilkannya

sehingga mereka tidak tahu apa yang sebaiknya dilakukan dalam mendampingi

pasien di rumah. Kondisi ini terjadi karena pasien yang merupakan salah satu

anggota keluarga tercinta kehilangan fungsi psikologisnya, namun secara fisik ia

masih hadir di dalam keluarga. Kondisi yang dialami keluarga pasien ini disebut

Psychological Ambiguous Loss. Tujuan penulisan ini adalah untuk membagikan

pengalaman penulis dalam melakukan intervensi Terapi Keluarga pada keluarga

pasien yang mengalami Psychological Ambiguous Loss karena salah satu anggota
50

keluarga mereka mengalami gangguan kecemasan. Terapi keluarga yang

merupakan salah satu bentuk intervensi psikologis, perlu dilakukan untuk

membangun dukungan keluarga selama pasien mengikuti terapi bagi pemulihan

kondisi psikologisnya. Dalam beberapa sesi Terapi Keluarga yang diikuti oleh

keluarga pasien, anggota keluarga merasa lebih nyaman, lebih mampu mengelola

emosi dan sikap serta perilaku yang sesuai saat mendampingi pasien di rumah.

Selaras dengan hal tersebut, pasien juga merasa nyaman untuk mengikuti sesi

terapi untuk mengatasi gangguan kecemasan yang dialaminya. Fungsi psikologis

pasien dapat berfungsi normal kembali dengan intervensi psikologis yang dapat

dilakukan secara efektif karena dukungan semua keluarga.

Kata Kunci: Dukungan Keluarga, Pasien dengan Gangguan Kecemasan,

Psychological Ambiguous Loss, Terapi Keluarga


51

Running Head: INTEGRATED APPROACH KASUS PANIC DISORDER

Integrated Approach Pada Kasus Panic Disorder dengan Trauma Masa Kecil

Iip Fariha
52

INTEGRATED APPROACH KASUS PANIC DISORDER

Abstrak

Panic disorder terjadi karena pola berpikir katastropik terhadap suatu sensasi fisik

tertentu. Serangan panik berulang terjadi dan bersifat tak terduga dalam bentuk

gelombang ketakutan yang tiba-tiba dan intens sehinga menimbulkan gejala serius

seperti sensasi tercekit, gawat perut, pingsan, nafas tersenggal, dll (DSM V.300.01

(F41.0)), Panic Disorder umumnya di tangani dengan obat-obatan psikiatri dalam

perawatan jangka panjang. Psikoterapi dengan pendekatan CBT juga dinyatakan

mampu mengatasi distorsi berpikirnya sehingga dapat digunakan bersinergi

dengan penggunaan obat. Pada kasus Panic Disorder yang disertai pengalaman

traumatic pada masa kecil, dinamika masalah menjadi semakin rumit dan sensasi

tubuh di warnai ingatan pada pengalaman masa lalu tersebut. A adalah seorang

klien yang mengalami intimidasi sejak kecil dari orangtuanya, di diagnosa Panic

Disorder pada usia 35 tahun. Ia telah mendapatkan pengobatan psikiatri selama 2

tahun, dalam kasus ini telah menerima psikoterapi dengan pendekatan integrative

(Psikodinamik dan CBT ) selama 40 jam. Proses penerimaan klien terhadap masa

kecil yang traumatic ini dan perubahan proses kognitifnya mampu mengatasi

serangan panik dan mengurangi penggunaan obat psikiatrinya. Proses CBT

tercatat dalam jurnal selama proses terapi berlangsung. Interview terstruktur,

analisa worldview terhadap pengalaman hidupnya memberikan hasil yang positif

pada perubahan yang signifikan dari keluhannya.


53

Kata Kunci : Integrated Approach, Panic Disorder

Running Head: DUKUNGAN PSIKOLOGIS BAGI PASIEN HIV/AIDS

Dukungan Psikologis “Care Giver” Bagi Pasien HIV/AIDS: Studi Kasus Pada
Keluarga dan Profesional Kesehatan

Nisa Rachmah Nur Anganthi dan Dwiana Widiyanti


Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tentang Penulis

Nisa Rachmah Nur Anganthi, Magister Psikologi Profesi, Universitas

Muhammadiyah Surakarta

Dwiana Widiyanti, Magister Psikologi Profesi, Universitas Muhammadiyah

Surakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Nisa Rachmah

Nur Anganthi, Magister Psikologi Profesi, Universitas Muhammadiyah Surakarta,

di Surakarta.

Kontak : nisa.r.n.anganthi@ums.ac.id
54

DUKUNGAN PSIKOLOGIS BAGI PASIEN HIV/AIDS

Abstrak

Pasien HIV/AIDS rentan terhadap berbagai masalah psikologis, seperti kawatir

terhadap status penyakitnya, tekanan keluarga dan sosial, penurunan kualitas

hidup, serta kemunduran fisik maupun psikis. Tujuan penulisan ini untuk (1)

mendeskripsikan bentuk dukungan psikologis “care-giver” terhadap pasien

HIV/AIDS; (2) menjelaskan metode dukungan psikologis “care giver”; serta (3)

mengidentifikasi faktor yang berperan dalam dukungan psikologis “care giver”.

Informan terdiri dari 3 pasien, 7 keluarga pasien, dan 4 profesional kesehatan

Rumah Sakit yang memiliki layanan ODHA. Pengumpulan data menggunakan

observasi deskriptif, wawancara semi-terstruktur, skala dukungan sosial, dan

kuesioner terbuka. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana keluarga dan

profesional kesehatan memberikan dukungan psikologis pada pasien HIV/AIDS.

Hasil temuan menunjukkan bahwa bentuk dukungan psikologis “care giver” dari

keluarga lebih berorientasi perawatan. Sedangkan profesional kesehatan lebih

berorientasi pada pelayanan dan tindakan medis. Metode dukungan psikologis

“care giver” terhadap pasien menggunakan orientasi afektif. Sedangkan

profesional kesehatan menggunakan orientasi kognitif. Faktor yang berperan

terhadap dukungan psikologis adalah karakteristik personal pasien ODHA,

informasi tentang HIV/AIDS, dan peran keluarga. Disimpulkan bahwa “care-

giver” pasien HIV/AIDS dari keluarga lebih mampu mendukung secara psikologis

daripada profesional kesehatan. Care-giver keluarga lebih peduli, perhatian, serta


55

terlibat dalam mengelola pasien. Profesional kesehatan lebih banyak melakukan

tindakan medis seperti memotivasi kepatuhan minum obat, menghindari perilaku

beresiko, dan melatih perawatan diri. Implikasi penelitian menunjukkan perlunya

pengelolaan secara holistik yang melibatkan aspek afek-emosi dan tindakan

kognitif pada pasien HIV/AIDS. Artinya pengelolaan ODHA oleh keluarga perlu

memperkuat keterampilan kognitif. Sedangkan profesional kesehatan perlu

memperkuat keterampilan afektif.

Kata Kunci: Dukungan Psikologis, Care-Giver, Studi Kasus, Keluarga,

Profesional Kesehatan
56

Running Head: CHILD SEXUAL ABUSE

Child Sexual Abuse Ditinjau dari Karakteristik Pola Asuh Permissive


Indulgent/Uninvolve

Magdalena Hanoum, Siti Nurhidayah, dan Lucky Purwantini


Unisma Bekasi

Tentang Penulis

Magdalena Hanoum, Program Studi Psikologi, Unisma Bekasi

Siti Nurhidayah, Program Studi Psikologi, Unisma Bekasi

Lucky Purwantini, Program Studi Psikologi, Unisma Bekasi

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Magdalena

Hanoum Program Studi Psikologi, Unisma Bekasi di Bekasi

Kontak: maryam_psikologi06@yahoo.co.id
57

CHILD SEXUAL ABUSE

Abstrak

Kasus pelecehan sexual pada anak /child sexual abuse (CSA) semakin banyak

terjadi dengan rentang usia korban yang semakin beragam, mulai dari balita,

kanak-kanak awal, kanak-kanak menengah dan kanak-kanak akhir. Pola perilaku

pelecehan seksual yang dilakukan pun semakin beragam, tempat kejadian serta

rentang usia pelaku yang beragam pula. Dari hampir semua kasus CSA yang

terjadi, pola asuh orangtua ditenggarai sebagai salah satu faktor yang

berkontribusi pada kerentanan anak-anak menjadi korban, yaitu pola asuh permisif

indulgent/uninvolved. Karakteristik pola asuh permisif indulgent/uninvolved

dicirikan oleh rendahnya parental responsiveness dan rendahnya parental

demandingness. Penelitian kualitatif dengan pendekatan/desain studi kasus

intrinsik ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam, bagaimana karakteristik pola

asuh permisif indulgent /uninvolved berkontribusi pada kerentanan anak-anak

menjadi korban CSA. Pendekatan studi kasus intrinsik digunakan peneliti,

dikarenakan peneliti ingin mempelajari, menerangkan dan menginterpretasi suatu

kasus yang pernah ditangani oleh peneliti sebagai psikolog anak secara mendalam

(intrinsik dapat menjangkau dimensi yang lebih spesifik) dan dalam konteks

alamiah, bukan untuk menciptakan sebuah teori ataupun untuk mengeneralisasi

kepada populasi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara interview

mendalam (depth interview) pada korban (anak), pelaku (anak) dan orangtua

korban (ibu), serta pengisian alat ukur pola asuh oleh ibu. Peneliti menggunakan 3
58

alat ukur pola asuh; authoritative, authoritarian dan permisif

indulgent/uninvolved. Alat ukur pola asuh (data kuantitatif) digunakan peneliti

sebagai data pelengkap dari data hasil interview (data kualitatif) pola asuh.

Informan dalam penelitian ini adalah anak (sebagai korban), anak (sebagai

pelaku), orangtua korban, psikolog yang melakukan asesmen awal dan psikolog

pendamping (psikolog anak dan psikolog dewasa) yang melakukan

penanganan/intervensi. Teknik analisa data dilakukan dengan cara pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data (display data) dan kesimpulan (verifikasi data).

Saat ini peneliti sudah melaksanakan pengumpulan dan reduksi data. Peneliti

sedang mempersiapkan penyajian data dan kesimpulan hasil penelitian. Dengan

diajukannya sebagian dari hasil penelitian/tulisan ini dalam forum ilmiah, peneliti

berharap mendapat kesempatan untuk mempresentasikannya dalam forum

Temilnas IV IPK 2019, sehingga penulis akan mendapatkan banyak saran dan

masukan dari para peneliti dan praktisi sejawat. Saran dan masukan yang sangat

bermanfaat tersebut tentunya akan memperkaya penyajian data/analisa data dan

hasil kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Kata Kunci: Child Sexual Abuse , Pola Asuh Permisif

Indulgent/Uninvolved
59

Running Head: SIKAP TERHADAP PERNIKAHAN

Sikap Terhadap Pernikahan Ditinjau dari Keberfungsian Keluarga Pada Dewasa


Awal dengan Orangtua Bercerai

Rahmah Saniatuzzulfa dan Rizqiana Rahmadilla


Universitas Sebelas Maret

Tentang Penulis

Rahmah Saniatuzzulfa, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran,

Universitas Sebelas Maret

Rizqiana Rahmadilla, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Sebelas Maret

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Rahmah

Saniatuzzulfa, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas

Maret, di Jl. Ir Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah

57126, kontak : 1rsaniatuzzulfa@gmail.com; dan Rizqiana Rahmadilla, Program

Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, di Jl. Ir Sutami

No.36 A, Pucangsawit, Jebres, Surakarta, Jawa Tengah 57126, kontak:

2rrahmadilla@gmail.com
60

SIKAP TERHADAP PERNIKAHAN

Abstrak

Sikap terhadap pernikahan merupakan salah satu hal yang berkontribusi pada

dewasa awal ketika akan melakukan pengambilan keputusan untuk menikah.

Salah satu faktor yang memengaruhi sikap terhadap pernikahan adalah

keberfungsian keluarga. Keluarga yang memiliki keberfungsian keluarga yang

baik, mampu melakukan pembagian peran dan tanggung jawab dalam keluarga

dengan adil sehingga dapat mengantarkan dewasa awal memiliki sikap yang

positif terhadap pernikahan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan

antara keberfungsian keluarga dengan sikap terhadap pernikahan pada dewasa

awal yang orangtuanya bercerai. Penelitian ini menggunakan skala Sikap terhadap

Pernikahan (r= 0,921) dan modifikasi skala Family Assessment Device (FAD) (r=

0,890). Partisipan penelitian berjumlah 42 orang dewasa awal berlatar belakang

keluarga bercerai di komunitas Inspirasi Hamur. Terdapat hubungan yang

signifikan antara keberfungsian keluarga dengan sikap terhadap pernikahan pada

dewasa awal yang orangtuanya bercerai (F = 14,077; p <0,05,2-tailed) dengan

sumbangan efektif sebesar 26%. Semakin tinggi keberfungsian keluarga dapat

membentuk sikap positif terhadap pernikahan.

Kata Kunci: Dewasa Awal dengan Orangtua Bercerai, Keberfungsian

Keluarga, Sikap Terhadap Pernikahan.


61
62

Running Head: PENANGANAN KASUS ORIENTASI SEKSUAL

Penanganan Kasus Orientasi Seksual Non-Heteroseksual: Telaah Literatur

Anrilia Ema Mustikawati Ningdyah


Rumah Sakit Hermina Palembang

Tentang Penulis

Anrilia Ema Mustikawati Ningdyah, Rumah Sakit Hermina Palembang

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Anrilia Ema

Mustikawati Ningdyah, di Palembang

Kontak: anrilia_ema@yahoo.com
63

PENANGANAN KASUS ORIENTASI SEKSUAL

Abstrak

Pendekatan yang secara ilmiah terbukti efektif dalam penanganan kasus-kasus

orientasi seksual non-heteroseksual, termasuk di sini homoseksual dan biseksual,

telah menjadi topik pembahasan yang penting dan menarik secara sekaligus,

terutama dalam sepuluh tahun terakhir di mana terjadi kontroversi di berbagai

belahan dunia dalam menyikapi fenomena ini. Meskipun oleh berbagai organisasi

kesehatan mental dipandang sebagai suatu kondisi yang bukan termasuk dalam

ranah gangguan mental, kasus-kasus orientasi seksual non-heteroseksual, yang

terdiri atas lesbian, gay dan biseksual, tetap menimbulkan distres tersendiri baik

bagi klien maupun orang-orang terdekat di lingkungannya. Penanganan kasus ini

juga telah lama menjadi tantangan tersendiri bagi para psikolog. Diperlukan

sebuah telaah literatur yang memberi informasi mengenai jenis-jenis pendekatan

dalam penanganan kasus orientasi seksual non-heteroseksual, untuk membantu

meningkatkan pemahaman psikolog klinis akan tindakan penanganan yang

bersifat evidence-based sehingga dapat menentukan tata laksana tindakan secara

tepat sesuai kondisi klien. Penelitian ini berupaya mengidentifikasi jenis-jenis

intervensi untuk kasus orientasi seksual non-heteroseksual. Metode telaah literatur

digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai berbagai jenis intervensi yang

muncul pada pembahasan ilmiah, dengan pembatasan pada literatur yang terbit

pada dua dekade terakhir. Pembatasan periode terhadap literatur yang ditelaah

dilakukan untuk menjamin diperolehnya hasil yang relatif baru dan relevan

dengan perkembangan isu orientasi seksual di saat ini. Telaah literatur

menunjukkan munculnya pendekatan-pendekatan terapi yang berorientasi pada


64

penerimaan dan, di sisi lain, terapi yang terarah pada upaya pengubahan orientasi

seksual. Hasil telaah menunjukkan rekomendasi intervensi yang menekankan

penerimaan oleh diri pribadi klien dan lingkungan, untuk membantu terciptanya

integrasi antar elemen-elemen kepribadian. Beberapa literatur juga menekankan

pentingnya pemahaman dan sensitifitas psikolog akan konteks lingkungan di

sekitar klien, termasuk stigma dan manifestasinya dalam kehidupan klien.

Tantangan penerapan metode intervensi ini dalam konteks Indonesia dibahas pada

bagian diskusi yang mengiringi pemaparan hasil telaah literatur. Untuk membantu

memberikan kerangka kerja dalam melakukan penanganan pada kelompok kasus

ini, pada bagian akhir artikel ini juga dipaparkan rekomendasi bentuk-bentuk

respon profesional yang dapat ditampilkan oleh psikolog.

Kata Kunci: Orientasi Seksual, LGBT, Heteroseksual, Homoseksual,

Lesbian
65

Running Head: SANDPLAY THERAPY PADA ANAK PENYINTAS BOM

BUNUH DIRI

Sandplay Therapy untuk Menurunkan Gangguan Stres Pasca Trauma Pada Anak
Penyintas Bom Bunuh Diri

Ratna Jessyka Malau


66

SANDPLAY THERAPY PADA ANAK PENYINTAS BOM BUNUH DIRI

Abstrak

Peristiwa bom bunuh diri merupakan pengalaman traumatis yang dapat

menimbulkan gangguan stres pasca trauma, apalagi pada anak. Sandplay Therapy

adalah terapi bermain menggunakan figur miniatur di atas kotak berisi pasir yang

dapat membantu anak mengekspresikan emosinya dengan aman dan nyaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengalaman praktik psikologi

dengan Sandplay Therapy untuk mengurangi gangguan stres pasca trauma.

Partisipan dalam penelitian adalah dua orang anak perempuan berusia 11 dan 13

tahun, penyintas peristiwa bom bunuh diri di Sidoarjo, mengalami gangguan stres

pasca trauma. Instrumen pengukuran adalah Child PTSD Symptom Scale (CPSS)

yang sudah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Desain penelitian

menggunakan eksperimen kuasi one group pre test-post test. Sandplay Therapy

dilakukan sebanyak 5 sesi secara individual dengan durasi 60-90 menit per sesi.

Data skor CPSS dianalisis secara kuantitatif dan tema cerita permainan dianalisis

secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan penurunan rerata skor CPSS

sebesar 17 poin dan ada perubahan positif pada tema cerita. Kesimpulannya,

Sandplay Therapy dapat menurunkan gangguan stress pasca trauma pada anak

penyintas bom bunuh diri.

Kata Kunci : Sandplay Therapy, Gangguan Stres Pasca Trauma, Anak,

Bom Bunuh Diri


67

Running Head: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY FOR PSYCHOSIS

Cognitif Behavior Therapy For Psychosis (CBT-p) untuk Mengurangi Distress


Gejala Positif Delusi Paranoia Pada Skizofrenia Paranoid

(Studi Kasus di Rsj Prof. Dr. Soerojo Magelang)

Ni Made Ratna Paramita


RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang

Tentang Penulis

Ni Made Ratna Paramita, Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang

Ni Made Ratna Paramita adalah Psikolog Klinis RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Ni Made Ratna

Paramita, Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang di Magelang

Kontak: ratnaparamita@gmail.com, atau ratna_paramita@yahoo.com


68

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY FOR PSYCHOSIS

Abstrak

Treatmen Cognitif Behavior Therapy for Psychosis (CBT-p) ini bertujuan untuk

mengurangi penilaian delusi paranoia yang dipengaruhi pula oleh halusinasi yang

dirasakan penderita. Studi ini melibatkan dua (2) orang penderita dengan rentang

usia 28-59 tahun, dengan diagnosa skizofrenia paranoid yang ditegakkan oleh

psikiater, telah mengalami relaps kembali minimal 3 kali, masih dalam proses

pengobatan psikiatri, serta atas kemauan sendiri dan dorongan keluarga untuk

melanjutkan pengobatan di rawat jalan. Studi ini menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan metode studi kasus. Data studi ini dilakukan dengan observasi

klinis, deep interview klinis, tes kecerdasan SPM (Standard Progressive Matric),

tes projective (Wartegg test, Tree Test, Draw A person Test dan House Tree

Person Test) untuk melihat tipe dan dinamika kepribadian pasien, EPPS (Edward

Personal Preference Schedule) untuk mengukur motivasi, kebutuhan dan motif

pasien dalam interaksinya dengan lingkungannya, serta self-rating yaitu

pengukuran dimana pasien memberikan rating pengurangan gejala positif yang

dirasakannya pada tiap sesi treatmen. Treatmen Cognitif Behavior Therapy for

Psychosis (CBT-p) dilakukan selama empat (4) sesi dengan durasi tiap sesinya 60-

90 menit setiap pertemuan. Hasil studi memperlihatkan bahwa Cognitif Behavior

Therapy for Psychosis (CBT-p) dapat menurunkan penilaian paranoia dan

halusinasi pada penderita dengan kecepatan kesembuhan yang berbeda pada

masing-masing penderita hal ini dipengaruhi oleh kemampuan pola pikir kognitif,

pola kepribadian pasien, dan dukungan keluarga pada setiap pasien. Perbedaan
69

kecepatan kesembuhan dipengaruhi pula oleh motivasi untuk sembuh dan persepsi

pasien terhadap dukungan sosial yang dimilikinya.

Kata Kunci : Cognitive Behaviour Therapy for Psychosis, Skizofrenia

Paranoid, Delusi, Halusinasi


70

Running Head: MINDFULNESS DENGAN KONSELING KELOMPOK

Mindfulness dengan Konseling Kelompok untuk Mengurangi Stres Kehidupan


Sehari-hari Remaja Rumah Tahfidz Yatim Dhuafa X di Yogyakarta

Marina Yollanda dan Faridah Ainur Rohmah


Universitas Ahmad Dahlan

Tentang Penulis

Marina Yollanda, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas

Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Faridah Ainur Rohmah, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis,

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Marina Yollanda,

Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi

Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta, kontak:

marina.yollanda96@gmail.com; Faridah Ainur Rohmah, Magister Psikologi

Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

di Yogyakarta, kontak: faridahainur@gmail.com


71

MINDFULNESS DENGAN KONSELING KELOMPOK

Abstrak

Panti asuhan adalah tempat untuk membimbing anak-anak yang orangtuanya tidak

mampu mengasuh dan membiayai. Anak yang dirawat di Panti Asuhan tidak

semuanya dirawat sejak bayi atau kecil, sehingga perubahan yang tiba-tiba dari

kehidupan sebelumnya ke kehidupan di Panti Asuhan biasanya menyebabkan

kesulitan untuk beradaptasi dan mengakibatkan stres. Sarafino & Smith (2014)

mengartikan stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu

dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang

berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis, dan sosial

dari seseorang. Proses asesmen menggunakan metode focus group discussion,

wawancara individual, dan alat ukur DASS 42 (Depression Anxiety Stress Scale

42) untuk mengetahui tingkat depresi, kecemasan dan stres yang dialami remaja.

Berdasarkan hasil asesmen, 6 dari 11 remaja Rumah Tahfidz Yatim Dhuafa X

mengalami tingkat stres kategori sedang hingga berat. Stres yang dialami enam

remaja tersebut adalah perasaan tertekan yang muncul karena sering dibandingkan

oleh orangtua maupun pengasuh akan hal akademik, tuntutan kedua orangtua

untuk berprestasi, konflik kedua orangtua yang sering bertengkar serta

permasalahan ekonomi keluarga menengah ke bawah. Selain itu, adanya perasaan

tertekan karena harus menghafal ayat Al-Qur’an di Rumah Tahfidz Yatim &

Dhuafa X, banyaknya tugas sekolah dan merasa tertekan ketika sedang

melaksanakan ujian sekolah. Stres yang dialami peserta memunculkan respon

fisiologis dan psikis seperti sulit untuk konsentrasi, gelisah, mudah lelah, sulit

tidur, pusing, mual, muntah, keluhan asam lambung, sulit bernafas, jantung yang
72

berdebar kencang, keringat dingin serta pusing. Permasalahan di atas perlu

dilakukan penanganan untuk menurunkan tingkat stres remaja Rumah Tahfidz

Yatim Dhuafa X melalui konseling kelompok dan terapi mindfulness. Kabat-Zinn

(1990) mendefinisikan mindfulness sebagai kesadaran yang muncul akibat

memberi perhatian terhadap sebuah pengalaman saat ini secara disengaja dan

tanpa penilaian agar mampu merespon dengan penerimaan. Teknik mindfulness

yang digunakan adalah Mindfulness Based Stres Reduction (MBSR). Hasil

intervensi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara stres yang

dialami oleh peserta sebelum dan sesudah mengikuti proses intervensi dengan

nilai Z = -2,207 dan signifikansi p = 0,027 (p<0,05) menggunakan uji Wilcoxon.

Peserta mengalami penurunan stres dan menyatakan beban pikiran menjadi lebih

berkurang serta lebih tenang.

Kata Kunci : Mindfulness, Konseling kelompok, Stress, Remaja


73

Running Head: FORGIVENESS THERAPY KORBAN BULLYING

Pengaruh Forgiveness Therapy untuk Meningkatkan Kontrol Diri Pada Remaja


Korban Bullying

Nobelina Adicondro
74

FORGIVENESS THERAPY KORBAN BULLYING

Abstrak

Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau

sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban

merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Remaja yang menjadi

korban bullying lebih berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan, baik

secara fisik maupun mental. Oleh karena besarnya resiko yang dapat berpengaruh

pada korban bullying, tentunya memerlukan suatu terapi psikologi untuk dapat

mengatasi permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh forgiveness therapy dalam meningkatkan kontrol diri pada remaja

korban bullying. Subjek penelitian berjumlah 7 (tujuh) remaja korban bullying.

Karakteristik subjek penelitian adalah remaja berusia 12 sampai 21 tahun yang

pernah mengalami bullying, belum pernah mengikuti kegiatan forgiveness

therapy, komunikatif dan kooperatif dalam kelompok, serta bersedia mengikuti

seluruh rangkaian kegiatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

quasi eksperimental dengan sampel kecil. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan pre-test and post-test one group design. Pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan melalui pengukuran variabel kontrol diri pada saat pre-

test dan post-test. Alat ukur yang digunakan skala kontrol diri berupa 16 aitem.

Uji analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan bantuan program

komputer IBM SPSS Statistic 23. Intervensi Forgiveness Therapy diberikan dalam

4 (empat) tahapan yang dibagi dalam 12 sesi yang berdurasi 30 - 45 menit/sesi

yang disajikan secara klasikal dalam 2 hari. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah forgiveness therapy dan variabel tergantung adalah tingkat kontrol diri.
75

Dianalisis dengan uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test. Hasil pengolahan data

menunjukkan taraf signifikansi nilai Z = -2.264 dengan p = 0,024 (p<0,05).

Artinya bahwa terdapat perbedaan peningkatan skor kontrol diri antara tes awal

(pre-test) dengan tes akhir (post-test) secara signifikan. Kesimpulan penelitian

menunjukkan bahwa kontrol diri pada subjek mengalami peningkatan setelah

diberikan intervensi Forgiveness Therapy dibandingkan sebelum diberikan

intervensi.

Kata Kunci : Remaja, Kontrol Diri, Bullying, Forgiveness Therapy


76

Running Head: PROGRAM PENCEGAHAN STIGMA ODS

Program Pencegahan Stigma Masyarakat Terhadap Orang Dengan Skizofrenia


(ODS)

Aldila Putri Sandani dan Faridah Ainur Rohmah


Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Tentang Penulis

Aldila Putri Sandani, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis,

Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Faridah Ainur Rohmah, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis,

Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Aldila Putri

Sandani, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi,

Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta, kontak:

Aldilaputrisandani@gmail.com; Faridah Ainur Rohmah, Magister Psikologi

Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan

di Yogyakarta, kontak: Faridahainur@gmail.com


77

PROGRAM PENCEGAHAN STIGMA ODS

Abstrak

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang merusak dan dapat melibatkan

gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan,

emosi dan perilaku. Khususnya skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling

melumpuhkan dan paling berhubungan dengan pandangan popular tentang gila

atau sakit mental. ODS tidak hanya membutuhkan dukungan ekonomi saja tetapi

juga memerlukan sistem dukungan sosial yang mencakup dukungan emosional,

informasional, penilaian atau penghargaan untuk menjalani program pemulihan

serta untuk menghadapi stigma di masyarakat. Stigma merupakan kumpulan

sikap, keyakinan, pikiran, dan perilaku negatif yang berpengaruh pada individu

atau masyarakat umum untuk takut, menolak, menghindar, berprasangka dan

membedakan seseorang. Stigma masyarakat yang negatif terjadi karena ODS

tidak memiliki keteranpilan atau kemampuan untuk berinteraksi dan bahaya yang

mungkin dapat ditimbulkannya. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

pemahaman stigma kepada masyarakat terhadap Orang Dengan Skizofrenia

(ODS). Penelitian ini dilakukan di wilayah Puskesmas Kotagede II di RW 12

Kelurahan Rejowinangun, Yogyakarta. Metode pengumpulan data pada penelitian

ini menggunakan observasi dan wawancara. Hasil dari observasi terlihat adanya

interaksi antar masyarakat yang masih menggunakan kata “gila” kepada ODS.

Hasil wawancara dari ketua RW menunjukkan masih ada beberapa keluarga yang

memandang keluarga yang memiliki ODS adalah sebuah aib dan masyarakat

kurang peduli dengan ODS jika bertemu di lingkungan masyarakat. Keluarga

yang memiliki ODS menjadi ketakutan akan dikucilkan dan mendapatkan


78

perlakuan yang kurang baik dari masyarakat. Intervensi pada penelitian dengan

mengadakan penyuluhan dalam bentuk materi dan video kepada masyarakat

setempat dan kader jiwa kelurahan. Dalam kegiatan ini juga menggunakan

kuesioner untuk mengetahui pemahaman masyarakat dan kader jiwa. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan jika masyarakat sudah memahami cara untuk

memberdayakan ODS di lingkungan masyarakat. Salah satu ODS sudah ada yang

bekerja menjadi ART ketika kondisi ODS tersebut sudah stabil. Kader jiwa

berusaha untuk selalu memberikan pemahaman kepada keluarga dan masyarakat

sekitar terkait dengan ODS agar nantinya ODS menjadi tidak dikucilkan dan tetap

dapat berinteraksi dengan masyarakat.

Kata Kunci : ODS (Orang Dengan Skizofrenia), Stigma Masyarakat


79

Running Head: PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL

Pencegahan Kekerasan Seksual Melalui Penerapan Pendidikan Seksual


Berdasarkan Tahapan Usia Perkembangan

Nurul Hasanah dan Faridah Ainur Rohmah


Universitas Ahmad Dahlan

Tentang Penulis

Nurul Hasanah, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas

Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan

Faridah Ainur Rohmah, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis,

Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Nurul Hasanah,

Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi,

Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta, Kontak:

Nurulhasanah278@ymail.com; Faridah Ainur Rohmah Magister Psikologi Profesi

Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan di

Yogyakarta, Kontak: Faridahainur@gmail.com


80

PENCEGAHAN KEKERASAN SEKSUAL

Abstrak

Pendidikan seksual pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan pengajaran

dan pemahaman kepada anak tentang hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas.

Namun di wilayah kelurahan Purbayan Kota Yogyakarta terdapat pemaknaan

yang keliru mengenai pendidikan seksual. Masyarakat cenderung menganggap

pendidikan seksual adalah hal yang tabu sehingga takut, sungkan, dan bingung

untuk membicarakan topik tentang seksualitas. Rahmawati (2012) menjelaskan

bahwa anak yang tidak menerima pendidikan seksual memiliki risiko untuk

melakukan perilaku yang negatif di masa yang akan datang. Selain itu anak juga

akan berpotensi untuk mendapatkan pemahaman yang keliru tentang seksual dan

dapat menyebabkan anak melakukan perilaku seksual menyimpang (Ambarwati,

2013). Untuk itu pendidikan seksual adalah hal yang penting untuk diberikan pada

anak. Berdasarkan hasil wawancara masyarakat Kelurahan Purbayan, terdapat

riwayat kasus kasus pelecehan seksual yang dialami anak usia dini dengan pelaku

orang terdekat yaitu (ayah, paman, dan tetangga). Selain itu, anak di wilayah

Kelurahan Purbayan juga pernah didapati oleh masyarakat sendang menonton film

video porno yang diberi oleh tetangga. Pada wawancara psikolog puskesmas,

terdapat perilaku orientasi seksual yang dialami anak usia 10 tahun dengan

merangsang vagina menggunakan benda tumpul. Kemudian, psikolog puskesmas

Kotagede1 juga pernah mendapatkan pelaporan kasus kekerasan seksual yang

dilakukan oleh paman dan orientasi seksual dengan perilaku menggesek penis

pada benda tumpul. Meskipun begitu, dari pelaporan tersebut tidak banyak yang

membawakan korban ke psikolog untuk mendapatkan penanganan psikologis.


81

Berdasarkan temuan diatas, peneliti ingin melakukan upaya pencegahan melalui

intervensi komunitas. Subjek pada penelitian ini terdiri dari 20 orang dengan

sasaran orang tua dan anak usia 5-6 tahun. Metode intervensi melalui penyuluhan

tentang kekerasan seksual dan pendidikan seksual yang diberikan kepada

orangtua, pelatihan mengenai pengenalan anggota tubuh pribadi dan permainan

peran yang diberikan kepada anak. Hasil intervensi menunjukkan adanya

perubahan skor pre-test dan post-test yang berarti psikoedukasi dapat meningkat

pengetahuan peserta tentang kekerasan seksual dan pendidikan seksual. Pelatihan

mengenai anggota tubuh pribadi juga membuat anak menjadi tahu akan bagian

tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain. Melalui

bermain peran, anak-anak menjadi tahu apa yang harus dilakukan jika dihadapkan

pada situasi kejahatan seksual.

Kata Kunci : Kekerasan Seksual, Pendidikan Seksual


82

Running Head: KONSELING KELOMPOK CBT

Konseling Kelompok Cognitive Behavioral Theraphy (CBT) untuk Mengurangi


Stres Pada Lansia

Siska Puspitasari dan Faridah Ainur Rohmah


Universitas Ahmad Dahlan

Tentang Penulis

Siska Puspitasari, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas

Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Faridah Ainur Rohmah, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis,

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi

Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Siska Puspitasari,

Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi

Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta, kontak:

siskapuspitasari888@gmail.com; Faridah Ainur Rohmah, Magister Psikologi

Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

di Yogyakarta, kontak: faridahainur@gmail.com


83

KONSELING KELOMPOK CBT

Abstrak

Sebagai proses alamiah, perkembangan manusia sejak periode awal hingga usia

lanjut merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, berjalan terus menerus

dan berkesinambungan. Menurut UU No. 13 Tahun 1998, lanjut usia adalah

seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Proses menua (aging)

disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik maupun psikologis yang dapat

menimbulkan berbagai masalah baik secara fisiologis, biologis, sosial ekonomi

maupun mental (Nugroho, 2000). Masalah mental yang sering dijumpai pada

lansia adalah stres, depresi, dan kecemasan. Stres adalah kondisi yang tidak

menyenangkan di mana individu merasakan adanya tuntutan dalam suatu situasi

sebagai beban atau diluar batas kemampuannya untuk memenuhi tuntutan

tersebut. Stres menghasilkan berbagai respon fisiologi, kognitif, emosi dan

tingkah laku (Nasir dan Muhith, 2011). Menurut Greenberg (2002) stres yang

dialami dalam kehidupan tidak dapat dihilangkan seluruhnya sehingga dibutuhkan

kemampuan untuk mengelola stres. Berdasarkan hal tersebut maka perlu

dilakukan intervensi untuk membantu lansia dalam mengelola stres. Sebelum

memberikan intervensi, dilakukan asesmen terlebih dahulu menggunakan alat

ukur skala PSS-10 (Perceived Stress Scale), wawancara individu, dan focus group

discussion untuk mengetahui tingkat stres yang dialami oleh lansia. Hasil asesmen

menunjukkan bahwa 7 dari 30 lansia peserta posyandu lansia di Desa X

Kecamatan Kota Gede Yogyakarta memiliki tingkat stres pada kategori sedang

hingga tinggi. Adapun sumber stres yang dihadapi yaitu masalah penurunan

kemampuan fisik, mengalami sakit, menjadi caregiver, kehilangan pasangan, dan


84

masalah lain yang berhubungan dengan keluarga serta kondisi ekonomi. Stres

yang dihadapi berdampak pada kondisi fisik, psikologis, dan tingkah laku lansia.

Adapun dampak yang dirasakan yaitu ketegangan otot, nyeri, naiknya tekanan

darah, perasaan menjadi lebih sensitif, mudah kesal atau tersinggung, gelisah dan

masalah tidur.Evaluasi hasil intervensi menggunakan pengujian statistik dengan

uji non-parametrik Wilcoxon. Hasil intervensi menunjukkan bahwa ada perbedaan

yang signifikan antara stres yang dialami lansia sebelum dan sesudah mengikuti

intervensi, yaitu nilai Z=-2.375 dan signifikansi p=0,018 (p˂ 0,05). Lansia

mengalami penurunan tingkat stres, terjadi peningkatan kenyamanan dan perasaan

lega. Selain itu, lansia juga mengalami penurunan ketegangan fisik, rasa sakit dan

nyeri yang disebabkan oleh stres yang dialami.

Kata kunci: Stres, Konseling Kelompok, Psikoedukasi, Latihan Relaksasi


85

Running Head: COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY

Cognitive Behavior Therapy dengan Teknik Mind Over Mood untuk Mengatasi
Gangguan Kecemasan Menyeluruh

Dedek Jannatul Makwa dan Erny Hidayati


Universitas Ahmad Dahlan

Tentang Penulis

Dedek Jannatul Makwa, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis,

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Erny Hidayati, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas

Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Dedek Jannatul

Makwa, Magister Psikologi Profesi Bidang Peminatan Klinis, Fakultas Psikologi

Universitas Ahmad Dahlan, di Yogyakarta

Kontak: Maqwajd@gmail.com
86

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY

Abstrak

Gangguan kecemasan menyeluruh adalah suatu kondisi yang menyebabkan

seseorang merasa cemas dan khawatir secara berlebihan terhadap berbagai situasi

yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari. Kecemasan dan kekhawatiran yang

dirasakan oleh penderita gangguan kecemasan menyeluruh terkadang

mengganggu fungsi penting dalam hidupnya seperti fungsi pekerjaan atau fungsi

sosial. Subjek S merupakan laki-laki berusia 53 tahun memiliki keluhan sering

merasa cemas hampir disetiap aktivitas dan situasi dalam kehidupannya sehari-

hari, selain itu subjek juga merasa mudah panik ketika mendengarkan berita buruk

yang terkadang tidak memiliki hubungan dengan dirinya, sering merasa pusing,

tangan gemetar, jantung berdetak lebih cepat daripada biasanya dan wajah yang

memerah. Gejala tersebut dialami oleh subjek selama 6 tahun terakhir. Kejadian

yang memicu subjek mengalami gangguan kecemasan adalah saat subjek gagal

memperbaiki handphone milik pelanggannya. Kondisi ekonomi subjek yang sulit

menyebabkan pikiran subjek menjadi kacau dan panik. Terapi yang digunakan

dalam kasus ini adalah Cognitive Behavior Therapy menggunakan teknik Mind

Over Mood. Terapi ini diberikan kepada subjek karena adanya distorsi kognitif

yang menyebabkan subjek mengalami gangguan kecemasan menyeluruh. Subjek

memiliki distorsi kognitif bahwa hidup adalah hal yang sulit baginya. Hal tersebut

menimbulkan asumsi bahwa jika dirinya miskin maka banyak hal buruk yang

akan terjadi sehingga menimbulkan perasaan cemas dan khawatir. Cognitive

Behavior Therapy dengan teknik Mind Over Mood mengajarkan untuk

mengidentifikasi perasaan, pikiran, perilaku dan reaksi fisik pada suatu situasi.
87

Teknik ini mengajarkan peserta untuk dapat mencari alternatif pengganti pikiran

negatif menjadi lebih positif untuk mengatasi masalah perasaan dan tingkah laku.

Hasil intervensi menunjukkan bahwa Terapi CBT dapat menurunkan gejala

kecemasan yang dialami oleh subjek. Subjek mampu mencari alternatif pengganti

pikiran yang lebih positif dan menyadari bahwa selama ini sering bertindak atau

berperilaku berdasarkan pikiran negatifnya tanpa berpikir panjang sehingga

membantu mengendalikan perasaan-perasaan cemas, takut, marah, sedih dan

gejala fisik seperti percepatan detak jantung dan keringat dingin. Lembar kerja

berupa action plan membantu subjek dalam menghadapi situasi yang membuatnya

cemas seperti pertengkaran antar anggota keluarga yang sering disaksikan. Subjek

dapat mengatasi perasaan bingung yang mendadak muncul jika sedang tidak

melakukan aktivitas apapun dengan mencari teman bicara.

Kata Kunci : Gangguan Kecemasan Menyeluruh, Cognitive Behavior

Therapy
88

Running Head: PSIKOEDUKASI DAN PEMBENTUKAN KADER

Psikoedukasi dan Pembentukan Kader Kesehatan Mental Sebagai Upaya


Penanganan Gangguan Mental di Smp X Ngemplak

Indah Dewanti Rahmalia, Ika Aprilistari, dan Rumiani


Universitas Islam Indonesia

Tentang Penulis

Indah Dewanti Rahmalia, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas

Islam Indonesia

Ika Aprilistari, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam

Indonesia

Rumiani, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Indah Dewanti

Rahmalia, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam

Indonesia, di Yogyakarta.

Kontak: dewantiindah@gmail.com
89

PSIKOEDUKASI DAN PEMBENTUKAN KADER

Abstrak

Penelitian ini betujuan untuk menur unkan masalah gangguan mental yang

semakin berkembang di lingkungan remaja serta mengurangi kondisi yang

berpotensi untuk menimbulkan masalah psikologis para siswa SMP X Ngemplak.

Proses pengumpulan informasi dilakukan melalui wawancara terhadap psikolog

puskesmas Ngemplak I, dua orang guru, dan kepala sekolah SMP X Ngemplak;

observasi kondisi, aktivitas, dan lingkungan sekolah; serta FGD terhadap enam

orang perwakilan siswa kelas VII dan VIII. Proses yang akan dilakukan adalah

memberi psikoedukasi kepada para guru, siswa, serta pembentukan dan penguatan

pemahaman kepada kader sehat mental yang merupakan beberapa perwakilan dari

para siswa. Subjek dari penelitian ini terdiri dari Para siswa SMP X Ngemplak

kelas VII dan VIII. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif dengan melakukan pengukuran pre-test dan post-test. Adapun analisis

data menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test dengan hasil (p=0.000) yang

artinya terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara sebelum dan sesudah

diberikan intervensi. Intervensi berupa psikoedukasi mengenai kesehatan mental

yang dilakukan terhadap siswa dan guru di SMP X Ngemplak cukup efektif. Hal

tersebut terlihat dari peningkatan pengetahuan siswa mengenai kesehatan mental

dan adanya beberapa siswa yang konsultasi psikologi setelah sesi penutupan.

Kata Kunci : Pembentukan Kader, Gangguan Mental, Remaja


90

Running Head: TERAPI PERILAKU KOGNITIF

Terapi Perilaku Kognitif Pada Individu yang Mengalami Gangguan


Hipokondriasis

Ridha Habibah dan RA. Retno Kumolohadi


Universitas Islam Indonesia

Tentang Penulis

Ridha Habibah dan RA. Retno Kumolohadi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial

Budaya Universitas Islam Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Ridha Habibah

dan RA. Retno Kumolohadi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya

Universitas Islam Indonesia, di Yogyakarta

Kontak: ridhahabibaha@gmail.com
91

TERAPI PERILAKU KOGNITIF

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi perilaku kognitif

terhadap individu yang mengalami gangguan hipokondriasis. Gangguan

hipokondriasis menurut DSM-IV yakni sebuah preokupasi ketakutan terhadap

sesuatu, atau adanya pikiran terhadap suatu penyakit serius yang didasarkan pada

interpretasi yang tidak tepat terhadap gejala-gejala tubuh. Preokupasi ini harus

tetap ada meskipun telah didapatkan hasil pemeriksaan medis, hingga

mengakibatkan distres atau ketidakmampuan dalam fungsi tertentu. Asesmen

yang dilakukan yaitu dengan observasi, wawancara, dan tes psikologi. Terapi

yang dilakukan mengacu pada terapi kognitif perilaku dari Beck (Visser dan

Bouman, 1992) yang mengalami modifikasi dalam jumlah sesi yang dilakukan.

Metode penelitian yang dipakai adalah single subject research yakni pada pasien

seorang laki-laki berusia 34 tahun yang memiliki gejala hipokondriasis. Hasil

terapi yang dilakukan dengan langkah-langkah terapi kognitif dan teknik paparan

in vivo sebanyak enam kali pertemuan dengan tujuh belas sesi menunjukkan

bahwa terapi ini berdampak pada perubahan kognitif, perilaku, dan emosi pasien.

Kata Kunci : Terapi Perilaku Kognitif, Gangguan Hipokondriasis


92

Running Head: POSITIF COGNITIF BEHAVIOR THERAPY

Positif CBT Untuk Memberikan Pemahaman Dan Kemampuan Mengambil


Keputusan Terhadap Peran Gender Dan Karir Wanita Dewasa Awal Yang
Mengalami Gangguan Peran Gender

(Studi Kasus Tunggal Pada Wanita LGBT)

Hamidah
Universitas Airlangga

Tentang Penulis

Hamidah, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Hamidah,

Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, di Surabaya

Kontak: hamidah@psikologi.unair.ac.id
93

POSITIF COGNITIF BEHAVIOR THERAPY

Abstrak

Belakangan ini isu tentang peran gender semakin gencar baik tentang identitas

peran gender, penyimpangan peran gender dan juga gangguan peran gender baik

di dunia maupun di Indonesia. Oleh karena itu, pembelaan dan perjuangan hak-

hak dan status hukum dari subjek yang bermasalah dengan peran gender juga

semakin terbuka dan dilakukan secara intensif oleh pihak-pihak yang

berkepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran CBT dalam

membantu kasus gangguan terhadap peran gender pada wanita yang mengalami

disorientasi peran genjer. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif

dengan menggunakan analisis studi kasus tunggal. Data dianalisis dengan

menggunakan analisis tematik. Intervensi yang dilakukan dengan menggunakan

Positif CBT, sesi intervensi dijalankan sebanyak 4 sesi pertemuan, masing-masing

sesi memerlukan waktu sebanyak 3-4 jam. Subjek penelitian ini adalah satu kasus

(kasus tunggal). Subjek berjenis kelamin wanita, anak tunggal yang berusia 25

tahun, dan mengambil peran gender sebagai pria. Strategi pengumpulan data

dengan menggunakan wawancara dan observasi, dan kredibilitas data dilakukan

melalui member checking. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan

meningkat atas pemahaman yang dimiliki oleh subjek terhadap keadaan dirinya,

kemampuannya dalam mengambil keputusan atas peran gender, pasangan dan

karirnya serta kebaraniannya dalam memutuskan memilih pasangan. Hal ini

terlihat pada, 1. Subjek memahami bahwa peran gender yang selama ini dia jalani

adalah peran yang bertentangan dengan kodrat fisiknya, sehingga bertentangan

dengan nilai-nilai yang ada didalam dirinya, keluarganya, masyarakat dan


94

agamanya. 2. Subjek memahami berbagai resiko yang akan dia hadapi ketika dia

memutuskan untuk tetap memerankan perannya sebagai gender laki-laki atau

wanita. Subjek dapat memutuskan untuk memilih kembali dan menjalankan peran

gender-nya sebagai seorang wanita. 3. Subjek telah memutuskan untuk tidak

menjadi pasangan dari seorang perempuan dan mencoba membuka perasaannya

terhadap lawan jenis (laki-laki) dan saat ini telah memiliki pacar dengan jenis

kelamin laki-laki. 4. Subjek telah mampu memilih dan memutuskan karirnya

untuk menjadi wirausaha dan telah mampu membesarkan aset usaha (rumah

makan dan café) yang dikelolanya dengan 10 orang karyawan. Saat kasus ini

ditulis, subjek telah mengembangkan usahanya di bidang lain.

Kata kunci: Peran gender, Karir, dan Positif CBT.


95

Running Head: POSITIF CBT UNTUK MENURUNKAN DEPRESI

Efektivitas Positif CBT Untuk Menurunkan Depresi Mahasiswa Yang Sedang


Menyelesaikan Tugas Belajar Di Luar Negeri

Hamidah
Universitas Airlangga

Tentang Penulis

Hamidah, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Hamidah,

Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, di Surabaya

Kontak: hamidah@psikologi.unair.ac.id
96

POSITIF CBT UNTUK MENURUNKAN DEPRESI

Abstrak

Mahasiswa yang sedang menjalani tugas belajar di kota atau negara yang berbeda

dengan asalnya pasti membutuhkan penyesuaian. Penyesuaian ini tidak dapat

berjalan dengan tepat, maka sering kali menimbulkan persoalan tersendiri. Akibat

yang dirasakan seringkali mengganggu aktivitas akademik, prestasinya tidak

maksimal bahkan sampai menimbulkan gangguan kesehatan mental. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas dari Positif CBT untuk

menurunkan depresi dan meningkatkan kesejahteraan psikologis mahasiswa yang

sedang studi lanjut. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif,

menggunakan analisis kasus tunggal (1 kasus) pada mahasiswa S2 Hukum yang

sedang melanjutkan studi di Columbia dan sedang direkomendasikan cuti belajar

karena perfoma dan prestasi akademiknya menurun drastis di semester 3.

Intervensi yang diberikan menggunakan pendekatan Positif CBT. Intervensi ini

diberikan sebanyak 6 sesi, masing-masing sesi membutuhkan waktu antara 3 jam.

Variabel bebas adalah intervensi dengan positif CBT dan variabel terikatnya

adalah depresi dan kesejahteraan psikologis. Variabel terikat diukur dengan

menggunakan pengukuran skala dan juga dilengkapi dengan observasi dan

wawancara. Hasil akhir dari penelitian ini berupa hasil analisis kuantitatif dari

skala dan kualitatif dalam bentuk menurunnya simtom yang muncul berdasarkan

wawancara dalam hal ini menggunakan member checking dan observasi. Data

dianalisis dengan menggunakan analisis tematik dan penyajian perbedaan skor pre

dan post intervensi. Data divalidasi dengan menggunakan member checking. Hasil

penelitian menunjukkan adanya perbendaan skor pada skala depresi (BDI dari 30
97

menjadi 15) dan skala kesejahteraan psikologis meningkat secara member

checking dengan menggunakan skala 1-5. Rata-rata dari skala terhadap simptom

kesejahteraan psikologis menurun dari angka 4 menjadi antara 1-2. Ini berarti

terjadi peningkatan simtom kesejahteraan psikologis yang dialami oleh subjek.

Berdasarkan deskripsi dari hasil intervensi dapat dijelaskan bahwa subjek telah

mengalami perubahan membaik dalam depresi dan kesejahteraan psikologisnya

menurut skala (member chacking) dan skala tentang perasaan dan pikiran

negatifnya yang relatif menurun (membaik) serta dapat melakukan kegiatan

akademik (menulis naskah / artikel ilmiah 3 naskah tentang hal yang terkait

dengan pemilu dan hukum) serta melakukan interaksi dengan teman baik di Kota

dia tinggal saat itu maupun dengan teman kuliahnya, dosen, dan teman dekat serta

keluarga teman dekat dan juga mahasiswa lain (beda jurusan dan beda jenjang)

yang tinggal berdekatan dengan subjek. Berdasarkan perubahan tersebut, maka

subjek direkomendasikan dapat melanjutkan studinya dan berdasarkan keputusan

pihak Universitas, subjek telah diterima untuk melanjutkan kuliahnya di jurusan

dan universitas yang sama.

Kata kunci: Depresi, Kesejahteraan Psikologis, dan Positif CBT


98

Running Head: LITERASI KESEHATAN MENTAL

Hubungan Literasi Kesehatan Mental dengan Perilaku Mencari Bantuan pada


Mahasiswa

Hamidah dan Azmul Fuady Idham


Universitas Airlangga

Tentang Penulis

Hamidah, Departemen. Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Fakultas

Psikologi, Universitas Airlangga,

Azmul Fuady Idham, Magister Psikologi, Universitas Airlangga

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Hamidah,

Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, di Jl. Airlangga 4-6, Surabaya – 60286,

Telp. (031) 5032770, 5014460, kontak: hamidah@psikologi.unair.ac.id; dan

Azmul Fuady Idham, Magister Psikologi, Universitas Airlangga, di Jl. Airlangga

4-6, Surabaya – 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, kontak:

azmul.fuady.idham-2016@psikologi.unair.ac.id
99

LITERASI KESEHATAN MENTAL

Abstrak

Pelayanan bantuan psikologis pada tingkat universitas belum dimanfaatkan secara

maksimal oleh mahasiswa dalam penanganan psikologis. Penelitian ini dilakukan

untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara literasi kesehatan

mental terhadap perilaku mencari bantuan pada mahasiswa di salah satu

universitas di Surabaya. Literasi kesehatan mental menggunakan alat ukur mental

health literacy (Jung, von Sternberg, & Davis, 2016) dan perilaku mencari

bantuan menggunakan alat ukur Help-Seeking Questionnaire (Wilson, Deane,

Ciarrochi & Rickwood, 2005). Partisipan berjumlah 255 mahasiswa dengan

menggunakan teknik sample random sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan

terdapatnya hubungan yang signifikan antara literasi kesehatan mental dan

perilaku mencari bantuan pada mahasiswa, Hasil dari uji hipotesis dengan

menggunakan korelasi Spearman menunjukan nilai signifikansi sebesar 0,02 (sig

< 0,05). Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan

perilaku mencari bantuan pada jenis kelamin, usia, bidang studi, tahun kuliah,

pendapatan dan status tinggal. Akses yang mudah dan ketersediaan informasi

sangat dibutuhkan untuk meningkatkan keterbukaan mahasiswa dalam mencari

bantuan pada permasalahan psikologis.

Kata kunci: Literasi Kesehatan Mental, Perilaku Mencari Bantuan,

Mahasiswa, Kesehatan Mental


100

SUB TEMA 2

PSIKOLOGI KLINIS DALAM KELUARGA DAN PERKEMBANGAN

RENTANG USIA
101

Running Head: PENERAPAN PARENT-CHILD INTERACTION THERAPY

Penerapan Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) Untuk Menangani Masalah

Perilaku Disruptive Pada Anak Usia Prasekolah

Anindya Dewi Paramita

Tentang Penulis

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Anindya Dewi

Paramita.

Kontak: anindya.dparamita@gmail.com
102

PENERAPAN PARENT-CHILD INTERACTION THERAPY

Abstrak

Perilaku disruptive merupakan suatu istilah yang memayungi serangkaian perilaku

seperti temper tantrum, menangis dan mengeluh yang berlebihan, terus menerus

menuntut perhatian, tidak patuh, melawan, agresif terhadap diri sendiri atau orang

lain, mencuri, berbohong, merusak barang-barang, serta tindak kekerasan

(Schroeder & Gordon, 2002). Penelitian ini akan memaparkan sebuah studi kasus

mengenai penerapan Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) kepada seorang

anak (F) berusia tiga tahun yang menunjukkan perilaku disruptive, seperti tidak

patuh pada instruksi, arahan atau aturan dari orang tua maupun orang dewasa

lainnya. Selain itu, ia juga menunjukkan perilaku merusak dan menyerang ketika

ia sedang marah dan melawan, seperti melempar barang, melempar suatu benda

ke arah benda lain (seperti televisi, lemari) hingga rusak, memukul, menendang,

menjambak, dan lain sebagainya. Ketika bermain dengan anak seusianya, ia juga

cenderung mendominasi, ingin menguasai, dan merebut mainan orang lain secara

paksa. PCIT merupakan gabungan dari terapi bermain dengan terapi perilaku

operant (McNeil & Hembree-Kigin, 2010). Terapi ini terbagi ke dalam dua fase,

yaitu fase Child-Directed Intervention (CDI) dimana anak yang mengarahkan dan

memimpin permainan, dan fase Parent-Directed Intervention (PDI) dimana orang

tua yang mengarahkan permainan. Setelah mengikuti sepuluh sesi PCIT dalam

dua bulan, F menunjukkan penurunan perilaku disruptive yang signifikan. Hasil

penelitian menunjukkan di akhir sesi F berhasil menunjukkan penurunan perilaku

disruptive dan peningkatan kepatuhan terhadap ibu. Hal ini ditunjukkan dengan

lebih banyaknya respon patuh terhadap instruksi dan arahan ibu yang muncul
103

selama sesi. Di sisi lain, keterampilan ibu dalam memberikan perhatian positif

kepada anak, memberikan perintah yang efektif, serta memberikan konsekuensi

yang tepat atas sikap anak juga mengalami peningkatan. Dapat disimpulkan

bahwa untuk dapat mengubah perilaku disruptive pada anak, dibutuhkan

hubungan yang positif dan hangat antara orang tua dan anak terlebih dahulu.

Penerapan disiplin yang konsisten juga turut berpengaruh terhadap pembentukan

perilaku positif pada anak. Salah satu keterbatasan dalam pemberian intervensi ini

adalah tidak terlibatnya ayah dalam seluruh sesi yang dilakukan, sehingga

penyampaian informasi dan pelatihan keterampilan untuk ayah disampaikan

melalui ibu.

Kata kunci: Parent-Child Interaction Therapy (PCIT), Perilaku

Disruptive, Anak Usia Prasekolah


104

Running Head: BIBLIOTERAPI: PSIKOTERAPI PELENGKAP

Biblioterapi: Psikoterapi Pelengkap Yang Efektif Mengatasi Berbagai Gangguan

Psikologis Pada Anak Hingga Lansia

Setia Asyanti

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tentang Penulis

Setia Asyanti, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Setia Asyanti,

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta di Surakarta

Kontak: setia.asyanti@ums.ac.id

BIBLIOTERAPI: PSIKOTERAPI PELENGKAP


105

Abstrak

Biblioterapi atau terapi pustaka dikenal sejak sekitar tahun 1916. Awalnya

biblioterapi hanya menggunakan buku sebagai sarana intervensinya. Dalam

perkembangan selanjutnya, biblioterapi juga menggunakan sarana puisi, film dan

gambar. Terapi ini telah digunakan secara luas baik oleh psikiater, dokter,

psikolog, konselor maupun pustakawan di seluruh dunia. Meskipun demikian,

berdasarkan penelusuran artikel jurnal psikologi di Indonesia didapatkan

informasi minimnya intervensi psikologi yang menggunakan biblioterapi sebagai

terapi pelengkap bagi berbagai jenis terapi yang sudah umum digunakan. Dengan

kata lain, penggunaan biblioterapi untuk mengoptimalkan perkembangan remaja

(biblioterapi perkebangan) maupun untuk membantu memecahkan permasalahan

yang dihadapi individu dan kelompok (biblioterapi klinis) masih belum banyak

dijumpai. Artikel ini bertujuan mengkaji berbagai literatur tentang penerapan

biblioterapi dalam bidang perkembangan dan klinis. Sebagai sebuah seni dalam

psikoterapi, biblioterapi merupakan strategi intervensi yang bersifat kognitif.

Selain murah dan efisien, biblioterapi dapat diterapkan pada klien anak hingga

lansia. Klien dapat mempelajari buku, puisi, gambar dan film sesuai dengan

arahan psikoterapis sehingga lebih memahami dirinya dan dunia sekitarnya.

Selain itu, melalui biblioterapi klien belajar untuk mengubah pikiran, perasaan

dan perilakunya sehingga lebih adaptif. Dalam setting perkembangan, biblioterapi

membuat anak muda merasakan kenyamanan dengan dirinya sendiri dan

mendukung penyembuhan emosional sehingga mencapai tahap perkembangan

dengan tepat waktu. Dalam setting klinis, biblioterapi terbukti efektif untuk

menurunkan distress, kecemasan, kesulitan penyesuaian diri, perilaku sulit diatur,


106

dan agresifitas. Selain itu biblioterapi mampu meningkatkan mindfulness, kualitas

hidup, resiliensi, ketrampilan interpersonal, kemandirian belajar dan konsep diri

positif. Untuk menjamin efektifitasnya, terapis secara sistematis memilihkan

buku, puisi, gambar dan film yang sesuai dengan permasalahan klien. Oleh karena

itu, terapis harus mengetahui terlebih dahulu isi sarana terapi tersebut sebelum

diberikan kepada klien. Baik diimplementasikan secara individual maupun dalam

format kelompok, biblioterapi menggunakan empat tahapan yakni identifikasi,

katarsis, pencerahan dan universalisasi. Biblioterapi cukup efektif untuk

mengatasi berbagai gangguan psikologis yang dialami individu maupun

kelompok. Oleh karena itu, biblioterapi bisa digunakan sebagai pelengkap terapi-

terapi lain dalam psikologi.

Kata kunci: Intervensi Kognitif, Biblioterapi Klinis, Gangguan Psikologis


107

Running Head: KESEJAHTERAAN SUBJECTIVE DAN KEPUASAN HIDUP

Kesejahteraan Subyektif (Subjective Well Being) Dan Kepuasan Hidup (Life

Satisfaction) Pada Mahasiswa Yang Mengalami Depresi

Ni Gusti Made Rai dan Rieka Intansari

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Tentang Penulis

Ni Gusti Made Rai, Departemen Studi Pembangunan Fakultas Bisnis Manajemen

Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Rieka Intansari, Departemen Studi Pembangunan Fakultas Bisnis Manajemen

Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Ni Gusti Made

Rai, Departemen Studi Pembangunan Fakultas Bisnis Manajemen Teknologi,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Surabaya.

Kontak: ni.gusti@its.ac.id
108

KESEJAHTERAAN SUBJECTIVE DAN KEPUASAN HIDUP

Abstrak

Setiap individu memiliki penilaian kesejahteraan subyektif dan tingkat kepuasan

hidup yang berbeda, dimana tingkat yang positif berimplementasi pada reaksi

positif dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa yang berada pada masa transisi

remaja dan dewasa menunjukkan dinamika tersendiri dalam memaknai hidup.

Lingkup keluarga, pengaruh teman sebaya, pencarian identitas diri, perannya

dalam dunia kampus mempengaruhi kondisi psikologis pada mahasiswa.

Berbagai tantangan kehidupan tersebut salah satunya berdampak munculnya

gejala stress hingga depresi. Bahkan adanya perasaan sedih dan hingga putus asa

menimbulkan adanya gejala pemikiran bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran bagaimana kesejahteraan subyektif (subjective well being)

dan kepuasan diri (life satisfaction) mahasiswa yang mengalami depresi dengan

disertai pemikiran untuk bunuh diri. Metode penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif. Penelitian ini memberikan gambaran tentang bagaimana

mahasiswa memaknai hidup dalam pikiran dan perasaan, tidak terkait dengan apa

yang terjadi ataupun apa yang mereka miliki dalam kehidupan mereka.

Kesejahteraan subyektif dan kepuasan hidup pada segenap individu termasuk

mahasiswa menjadi faktor yang sangat penting dalam mencapai hidup yang

berkualitas walaupun menghadapi tekanan yang besar sekalipun. Diharapkan

dengan mendapatkan gambaran mengenai kepuasan hidup yang dialami oleh

mahasiswa dengan depresi diharapkan dapat menyusun desain intervensi yang

tepat dan efektif dan meningkatkan kualitas hidup pada mahasiswa.


109

Kata kunci: Kesejahteraan subyektif, Kepuasan Hidup, Kualitas

Hidup Mahasiswa, Depresi Mahasiswa, Bunuh Diri


110

Running Head: STUDI KASUS PADA WARIA LANJUT USIA

Menua Secara Aktif : Studi Kasus Pada Waria Lanjut Usia

Lita Widyo Hastuti, Kwartarini Wahyu Yuniarti, dan MG Adiyanti

Universitas Katolik Soegijapranata dan Universitas Gadjah Mada

Tentang Penulis

Lita Widyo Hastuti, Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata

Kwartarini Wahyu Yuniarti, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

MG Adiyanti, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Lita Widyo

Hastuti, Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata di Semarang.

Kontak: lita@unika.ac.id
111

STUDI KASUS PADA WARIA LANJUT USIA

Abstrak

Individu pada masa lanjut usia mengalami degradasi fisik dan psikis yang tidak

dapat dihindari, demikian pula halnya pada waria. Proses memasuki masa lanjut

usia pada waria (transgender male to female) menuntut upaya yang lebih kuat

dibandingkan dengan orang lanjut usia pada umumnya. Hal ini dikarenakan waria

semasa hidupnya harus menghadapi stigma sosial, tersisih dari masyarakat serta

berada dalam kondisi yang secara umum sulit mengakses berbagai fasilitas

termasuk fasilitas kesehatan, dan pada akhirnya situasi ini berefek sepanjang

hidupnya termasuk saat memasuki usia tua. Berdasarkan fenomena tersebut

timbul pertanyaan mengenai bagaimana waria melalui masa lanjut usianya

sembari bertahan dari berbagai kesulitan di sekeliling mereka. Meskipun tetap

masih harus berusaha mendapatkan penerimaan dari masyarakat, sebagian kecil

waria yang memasuki usia lanjut memilih untuk aktif dalam kegiatan pelayanan

sosial. Di dalam riset ini metode kualitatif dengan teknik studi kasus dipakai untuk

membangun sebuah ilustrasi mengenai penuaan aktif pada individu lanjut usia

(activity theory of aging) dengan partisipan waria. Data diperoleh melalui

wawancara mendalam pada dua partisipan waria berusia 57 dan 63 tahun,

didukung observasi partisipatif terhadap kegiatan di komunitas waria yang berada

di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dimana kedua partisipan aktif berperan

dan memberikan layanan dalam kegiatan sosial mereka. Koding dan analisis inter-

rater dipakai untuk menyusun tema yang muncul dan membuat kategori

berdasarkan data verbatim hasil wawancara.


112

Temuan yang diperoleh menunjukkan bahwa teori aktivitas mengenai penuaan

pada kedua partisipan memiliki dinamika yang khas, dan aktif berperan dalam

kegiatan sosial bukan saja memberikan dampak perasaan positif namun juga

merupakan bentuk aktualisasi diri. Hasil riset ini menjadi sebuah temuan awal

untuk melihat secara lebih menyeluruh mengenai bagaimana waria berproses di

masa tuanya, dan kemudian menjadi pijakan riset selanjutnya.

Kata kunci : Waria, transgender, lanjut usia, teori aktivitas


113

Running Head: PENGUJIAN KONSEP DAN ASPEK RASA SYUKUR

Pengujian Konsep Dan Aspek-Aspek Rasa Syukur Pada Ibu Anak Prasekolah

Bekerja

Yeni Triwahyuningsih

Tentang Penulis

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Yeni

Triwahyuningsih

Kontak: triwahyuningsihyeni@yahoo.com
114

PENGUJIAN KONSEP DAN ASPEK RASA SYUKUR

Abstrak

Fokus penelitian ini adalah pengujian validitas konstrak dengan menggunakan

analisis faktorial dengan menggunakan analisa faktor eksploratori, kemudian

dilanjutkan dengan analisa faktor konfirmatori. Analisa faktor eksploratori

bertujuan untuk mengurangi jumlah aitem dalam skala sehingga aitem yang

tersisa memaksimalkan varians dan reliabilitas alat ukur serta mengidentifikasi

aspek-aspek potensial yang menjelaskan konstruk. Jadi analisis faktor eksploratori

ditujukan untuk mengetahui muatan faktor yang besar yang ada dalam satu faktor

dan tidak pada faktro lain. Analisis faktor konfirmatori bertujuan untuk melihat

faktor yang digunakan atau ditetapkan untuk menyusun suatu konstruk benar-

benar fit dan bersifat independensi satu sama lain. Jadi analisis faktor konfirmatori

pada dasarnya digunakan untuk menguji sebuah konsep, serta menguji validitas

konstrak suatu alat ukur. Sampel penelitian sebanyak 204 subjek. Analisis data

dilakukan melalui SPSS untuk analisis faktor eksploratori dan SEM untuk analisis

faktor konfirmatori. Hasil analisis eksploratori menunjukkan bila ada empat

aspek/komponen yang terbentuk, yang memiliki eigen values diatas satu dan

mampu menjelaskan 57,768% variasi. Kemudian dilakukan analisa faktor dengan

memasukkan dua aspek/komponen sesuai dengan aspek yang ada pada teori. Hasil

menunjukkan dua aspek ini memiliki eigen values diatas satu dan secara

keseluruhan aspek-aspek tersebut mampu menjelaskan 42,740% variasi. Hasil uji

analisis faktor konfirmatori menunjukkan nilai CMIN/DF sebesar 1,984 (Fit), nilai

GFI sebesar 0,964 (Fit) dan nilai RMSEA sebesar 0,070 (Fit). Nilai matan faktor
115

semua aitem diatas 0,40 (Fit). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep

dan aspek-aspek rasa syukur yang diajukan mengukur satu variabel.

Kata kunci: Rasa syukur, analisis faktor eksploratori, analisis faktor

konfirmatori.
116

Running Head: STRATEGI COPING IBU

Strategi Coping Ibu dalam Pengasuhan Anak dengan Gangguan Spektrum

Autisme (GSA)

Aisyah Chandra Asri

Universitas Gadjah Mada

Tentang Penulis

Aisyah Chandra Asri, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Aisyah Chandra

Asri, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada di LPDK Kemuning Kembar

Kontak: aisyahchandraasri@gmail.com
117

STRATEGI COPING IBU

Abstrak

Gangguan spektrum autisme (GSA) merupakan salah satu gangguan

perkembangan yang semakin banyak ditemukan dari tahun ke tahun. Angka

prevalensi kemunculan GSA di Indonesia pada tahun 2015 adalah 1 berbanding

250 anak usia sekolah. Beberapa penelitian menunjukkan tingginya tingkat stress

orangtua, terutama ibu yang memiliki anak dengan GSA. Penelitian ini dilakukan

untuk menggali pengalaman ibu dalam pengasuhan anak dengan GSA dan strategi

coping yang di gunakan. Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview

terhadap dua orang ibu yang memiliki anak dengan diagnosa GSA. Hasil

wawancara dianalisis dengan metode Deskripsi Fenomena Individu (DFI).

Terdapat empat tema yang berkaitan dengan strategi coping ibu, yakni 1)

kepercayaan kepada Tuhan, 2) adanya dukungan dari suami, 3) adanya kemajuan

perkembangan pada anak GSA, 4) adanya dukungan dari keluarga dan respon

yang positif dari lingkungan terhadap anak GSA. Secara umum, kedua partisipan

cukup mampu menemukan strategi coping yang efektif dalam menghadapi proses

pengasuhan anak dengan GSA. Kedua partisipan sangat mendedikasikan waktunya

untuk keluarga, namun di sisi lain keduanya cenderung kurang mampu melihat

dan mengapresiasi diri atas semua usaha yang telah mereka lakukan selama

mengasuh anak dengan GSA.

Kata kunci: Strategi coping, gangguan spektrum autis (GSA), ibu,

pengalaman pengasuhan
118

Running Head: REMAJA DENGAN EARLY SEXUAL INTERCOURSE

Karakteristik Personal dan Lingkungan Remaja Usia 15- 18 Tahun dengan Early

Sexual Intercourse di Medan

Rahmi Lubis, Zahrotur Rusyda Hinduan, Ratna Jatnika dan Hendriati Agustiani

Tentang Penulis

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Rahmi Lubis

Kontak: makmunrahmi@yahoo.com
119

REMAJA DENGAN EARLY SEXUAL INTERCOURSE

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik personal dari remaja

yang melakukan hubungan seksual di usia dini. Subjek penelitian berjumlah 20

orang responden usia 15- 18 tahun yang memiliki pengalaman seksual dan

menjadi dampingan PKBI di Medan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan

metode observasi dan wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan

karakteristik personal emosi yang tidak stabil, konsep diri negatif, dan tidak

memiliki rencana masa depan yang jelas. Responden kurang mampu mengambil

keputusan, kurang memiliki tanggung jawab sosial, dan sering melanggar aturan.

Responden juga memiliki pandangan yang positif mengenai hubungan seks,

lingkungan pergaulan yang mendukung perilaku seksual, serta memiliki kontrol

yang rendah terhadap perilaku seksualnya. Pada responden pria, terdapat

kebiasaan menonton media pornografi. Dalam aspek lingkungan, responden

memiliki kondisi keluarga yang kurang berfungsi, memiliki teman dengan

masalah perilaku, pengalaman negatif di sekolah, dan lingkungan yang permisif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan karakter personal yang lemah

dan lingkungan yang kurang berfungsi dapat mempercepat usia melakukan

hubungan seks. Intervensi perlu difokuskan pada pengembangan potensi positif

remaja dan peningkatan kapasitas lingkungan untuk memperlambat usia

pengalaman seksual remaja.

Kata kunci: Remaja, karakteristik personal, lingkungan, early sexual

intercourse
120

Running Head: THE EFFECTS OF MARITAL SATISFACTION

The Effects Of Marital Satisfaction On Postpartum Depression In Primiparous

Mothers

Tania Achsanah, Anindya Dewi Paramita, dan Sri Juwita Kusumawardhani

University of Pancasila

Tentang Penulis

Tania Achsanah, Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila Fakultas Psikologi,

Universitas Pancasila of Psychology, University of Pancasila

Sri Juwita Kusumawardhani, Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Sri Juwita

Kusumawardhani, Fakultas Psikologi, Universitas Pancasila di Jakarta

Kontak: sjkusumawardhani@gmail.com
121

THE EFFECTS OF MARITAL SATISFACTION

Abstract

Marital satisfaction is one of many factors causing postpartum depression. This

study aims to determine the effects of marital satisfaction on postpartum

depression in primiparous mothers. The sample of this study was mothers who

never gave birth before (primiparous) with a period from two weeks to one year

after delivery. Those mothers were recruited using purposive sampling. Data were

collected using ENRICH Marital Satisfaction to measure marital satisfaction and

the Edinburgh Postpartum Depression Scale to measure postpartum depression.

The result showed that there was a significant negative effect of marital

satisfaction on postpartum depression. The contribution value of marital

satisfaction to postpartum depression is 14,8%.

Keywords: Postpartum depression; marital satisfaction; primiparous

women
122

Running Head: STRATEGI MENYEIMBANGKAN KARIR DAN KELUARGA

Strategi Menyeimbangkan Karir dan Keluarga pada Pasangan di daerah

Urban

Alfiana Indah Muslimah

Tentang Penulis

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Alfiana Indah

Muslimah

Kontak: alfianaherawan@gmail.com
123

STRATEGI MENYEIMBANGKAN KARIR DAN KELUARGA

Abstrak

Pasangan suami istri memiliki tugas perkembangan yang menuntutnya untuk

mampu menyeimbangkan antara karir dan keluarga. Sebagai seorang

individu dituntut performansi yang optimal dalam bekerja. Seiring dengan itu

peran sebagai orang tua juga diharapkan dapat membentuk keluarga yang

harmonis yang mampu menjadi landasan bagi pengasuhan yang positif bagi

putra-putrinya. Kajian mengenai strategi menyeimbangkan karir dan keluarga

menjadi topik yang relevan terutama bagi pasangan yang tinggal di daerah

urban. Tantangan lingkungan sosial yang berat, kemacetan dan situasi yang

khas, membuat pasangan di daerah urban membutuhkan strategi khusus

dalam menyeimbangkan karir dan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui strategi yang dilakukan oleh pasangan muda dalam

menyeimbangkan karir dan pekerjaan. Responden dari penelitian ini adalah

pasangan yang telah menikah, usia pernikahannya tidak lebih dari 10 tahun,

memiliki anak, kedua-duanya bekerja (baik suami maupun istri), tinggal

bersama (dalam satu rumah), dan maksimal usia pasangan 25 hingga 40

tahun. Pasangan yang menjadi responden juga harus berdomisili di daerah

JABODETABEK (Jakarta Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dengan minimal

domisili 2 tahun. Sejumlah 20 pasangan telah disebarkan pertanyaan yang

terkait strategi dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga dan kerja.

Kemudian jawaban mereka, dianalisis dengan menggunakan Sofware N-vivo

versi 12. Jawaban akan ditabulasikan dengan menggunakan aksial koding

yang kemudian akan diperoleh pola strategi yang digunakan pasangan muda
124

untuk menyeimbangkan karir dan keluarga. Hasil dari penelitian ini didapatkan

beberapa strategi pasangan dalam menyeimbangkan karir dan keluarga, yaitu

komunikasi, resolusi konflik, coping stress, dan manajemen waktu. Kesimpulan

dari penelitian ini, pasangan di daerah urban berusaha untuk

menyeimbangkan kehidupan kerja dengan keluarga dengan menjalin

komunikasi yang efektif, hangat, dan romantis denga n pasangan. Mereka

juga berusaha menggunakan resolusi konflik dan coping stress yang adaptif

ketika mengalami masalah. Selain itu pengaturan waktu yang baik menjadi

penting diterapkan agar kehidupan rumah dan kantor menjadi seimbang.

Kata kunci : Keluarga, pasangan, karir, coping stress , resolusi konflik


125

Running Head: PEMAKNAAN INDIVIDU DEWASA AWAL

Pemaknaan Individu Dewasa Awal Terhadap Tantangan Yang Dihadapi

Keluarga: Studi Pendahuluan Mengenai Konsep Ketahanan Keluarga Indonesia

Annastasia Ediati, Dian Veronika Sakti Kaloeti, dan Salma Salma

Universitas Diponegoro

Tentang Penulis

Annastasia Ediati, Pusat Pemberdayaan Keluarga, Fakultas Psikologi, Universitas

Diponegoro

Dian Veronika Sakti Kaloeti, Pusat Pemberdayaan Keluarga, Fakultas Psikologi,

Universitas Diponegoro

Salma Salma, Pusat Pemberdayaan Keluarga, Fakultas Psikologi, Universitas

Diponegoro

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Annastasia Ediati,

Pusat Pemberdayaan Keluarga, Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro, di

Semarang.

Kontak: aediati@gmail.com
126

PEMAKNAAN INDIVIDU DEWASA AWAL

Abstrak

Keluarga merupakan sistem yang paling mengikat dan berpengaruh secara

psikologis bagi individu. Beberapa penelitian sebelumnya telah mendapati bahwa

keluarga memainkan perananan penting bagi kesehatan mental masing-masing

individu di dalamnya. Penelitian ini merupakan bagian dari upaya pembuatan

konstruk ketahana keluarga Indonesia. Sebanyak 1.010 partisipan yang berusia

17-24 tahun dari sejumlah universitas di Indonesia mengisi sejumlah pertanyaan

terbuka tertutup yang disusun berdasarkan konsep ketahanan keluarga menurut

Walsh. Partisipan diminta untuk mengisi pertanyaan yang berhubungan dengan

pandangan, pengalaman serta efikasi diri mereka terhadap kesulitan yang dihadapi

oleh keluarga. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa

masalah utama yang timbul dalam keluarga antara lain, masalah terkait keuangan,

konflik antar anggota keluarga, masalah yang muncul karena faktor eksternal,

sakitnya anggota keluarga, dan kematian anggota keluarga. Sebanyak 78.27%

responden sangat yakin bahwa kesulitan yang dihadapi keluarganya akan

terselesaikan atau mampu dihadapi dengan baik. Melalui analisis konten tematik

dengan pendekatan grounded research, respon partisipan dikode kedalam 2

domain utama: (1) faktor keyakinan internal, (2) faktor keyakinan eksternal.

Setiap domain terdiri dari kategori-kategori tematik dan sub kategori. Keyakinan

internal terdiri dari harapan, strategi pengatasan masalah dan cara berpikir

terhadap masalah. Keyakinan eksternal meliputi dukungan keluarga dan stabilitas

finansial. Lebih lanjut, penelitian ini mengungkap bahwa remaja memaknai secara

positif masalah yang dihadapi. Pemaknaan tersebut muncul dalam bentuk nilai-
127

nilai kesetiaan, empati, kegigihan, kejujuran, kebersyukuran, moralitas,

spiritualitas, harmoni, kemandirian, optimisme, serta fleksibilitas. Selain itu,

pemaknaan positif ini mendorong partisipan untuk memiliki efikasi diri yang

tinggi untuk mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Terdapat faktor

internal dan eksternal yang memengaruhi efiksi diri partisipan yang akan dibahas

lebih lanjut.

Kata kunci: Keluarga, tantangan, pemaknaan, efikasi, dewasa awal


128

Running Head: FLOW STATE, HIPERAROUSAL FISIOLOGIS, KECEMASAN

SOSIAL

Flow State, Hiperarousal Fisiologis dan Kecemasan Sosial Remaja

Ahyani Radhiani Fitri, Ivan Muhammad Agung, dan Dody Leyno Amperawan

UIN Sultan Syarif Kasim

Tentang Penulis

Ahyani Radhiani Fitri, Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Ivan Muhammad Agung, Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Dody Leyno Amperawan, Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Ahyani Radhiani

Fitri, Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, kontak: ahyani.rf@uin-

suska.ac.id ; Ivan Muhammad Agung, Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif

Kasim Riau, kontak: ivan.agung@uin-suska.ac.id ; dan Dody Leyno Amperawan,

Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, kontak:

dody.psikolog@gmail.com
129

FLOW STATE, HIPERAROUSAL FISIOLOGIS, KECEMASAN SOSIAL

Abstrak

Berbagai penelitian telah meneliti tentang kecemasan sosial baik di kalangan

remaja dengan keadaan klinis dan non klinis. Kecemasan sosial di kalangan

remaja memiliki ekspresi dan pengalaman yang berbeda – beda. Kecemasan sosial

dapat terjadi karena adanya perbedaan persepsi terhadap kenyataan di lingkungan

sosialnya. Flow state sebagai pengalaman optimal atau pengalaman positif dalam

kehidupan sehari-hari merupakan keseimbangan pribadi yang berhubungan

dengan kecemasan sosial. Hiperaorusal fisiologis diharapkan mampu

memprediksi hubungan antara flow state dan kecemasan sosial. Penelitian

restrospektif ini dilakukan untuk mengetahui prediktor kecemasan sosial (flow

state, dan hiperarousal fisiologis) di antara 407 remaja. Penelitian ini berusaha

memahami adanya pengalaman visualisasi diri yang berhasil digunakan untuk

menginduksi perilaku yang menganalisis hubungan antara flow state dan

hiperarousal fisiologis dengan kecemasan sosial remaja. Pengambilan data

penelitian melalui skala flow state yang terdiri dari 36 aitem, disusun berdasarkan

teori flow state dari Csikszntmihalyi dengan reliabilitas Alpha sebesar 0,86; dan

skala hiperarousal psikologis serta kecemasan social berdasarkan modifikasi skala

Chorpita dengan reliabilitas Alpha sebesar 0,775 pada skala hiperaorusal

psikologis sedangkan skala kecemasan sosial dengan reliabilitas Alpha sebesar

0,767. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Analisis statistik penelitian

menggunakan analisis regresi dengan bantuan software SPSS 23. Seperti yang
130

diperkirakan, hyperarousal fisiologis mampu membuktikan adanya mediasi

keadaan aliran dan kecemasan sosial. Akhirnya, meskipun berbeda dalam hal

statistik, hiperarousal fisiologis memediasi hubungan antara flow state dan

kecemasan sosial. Flow state berhubungan negatif dengan hiperarousal fisiologis,

flow state berhubungan negatif dengan gangguan kecemasan sosial, dan

hiperarousal fisiologis berhubungan positif dengan kecemasan sosial. Hasil

penelitian mendukung adanya prediksi kecemasan sosial. Implikasi dari penelitian

ini untuk pemahaman deteksi dini dan keadaan flow state yang adekuat adalah

penting untuk mengurangi rangsangan hiperarousal fisiologis yang berhubungan

dengan kecemasan sosial pada remaja non klinis.

Kata kunci: flow state, hiperarousal fisiologis, kecemasan sosial, remaja


131

Running Head: PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS

Perkembangan Sosioemosional dan Permasalahannya Pada Anak Berkebutuhan

Khusus

Brigitta Erlita Tri Anggadewi

Universitas Sanata Dharma

Tentang Penulis

Brigitta Erlita Tri Anggadewi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Brigitta Erlita Tri

Anggadewi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta

Kontak: brigitta.erlita@gmail.com
132

PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS

Abstrak

Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek yaitu perkembangan fisik,

kognitif, sosioemosi, moral dan spiritual. Untuk anak yang tidak mengalami

kebutuhan secara khusus tentunya akan berkembang sesuai dengan standar pada

umumnya. Pada dasarnya perkembangan anak berkebutuhan khusus dengan anak

yang tidak berkebutuhan khusus secara umum memiliki aspek yang tidak jauh

berbeda. Hanya saja ada beberapa hal yang menunjukkan secara jelas perbedaan

yang muncul seperti perkembangan kognitif (gifted, slow learner, tunagrahita)

atau perkembangan fisik (tunadaksa, cerebral palsy). Untuk perkembangan

sosioemosi tidak hanya dilihat dari karakteristik namun juga tergantung dari pola

pendampingan atau pengasuhan pada anak. Maka tujuan dari penelitian ini untuk

melihat bagaimana permasalahan sosioemosional secara umum pada anak

berkebutuhan khusus. Peneliti mencoba menguraikan berdasarkan hasil

pendampingan terhadap 2 (dua) anak berkebutuhan khusus. Metode yang

digunakan adalah dengan menggunakan studi literature primer dimana penulis

menjabarkan hasil pendampingan serta aspek atau gejala yang muncul untuk

kemudian dikaitkan dengan teori sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan

bentuk sosioemosi yang muncul pada 2 (dua) anak tersebut. Dari hasil penjabaran,

ditemukan bahwa pada 2 anak berkebutuhan khusus tersebut mengalami

permasalahan pengendalian diri (fungsi eksekutif) sehingga secara sosioemosi

mereka mengalami permasalahan yang perlu untuk diperhatikan lebih lanjut.


133

Kata kunci: Perkembangan, sosioemosional, anak berkebutuhan khusus

SUB TEMA 3

PSIKOLOGI KLINIS DALAM KASUS KEKERASAN, BENCANA DAN


SITUASI LAIN (POLITIK, SOSIAL, BUDAYA)
134

Running Head: DEMEN UNTUK MENURUNKAN PTSD

DEMEN (Dance Movement Therapy) Untuk Menurunkan PTSD Pada Korban

Pemerkosaan

Fahrool Khanafi, Fia Sari Kusumawati, Fitria Khairun Nisa, dan Diany Ufieta

Syafitri

Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Tentang Penulis

Fahrool Khanafi, Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Fia Sari Kusumawati, Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung

Semarang.

Fitria Khairun Nisa, Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Diany Ufieta Syafitri, Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung

Semarang.

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Fahrool Khanafi

di Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Jl. Kaligawe

Raya Km. 4 Semarang, kontak : fahroolkhanafi@std.unissula.ac.id; dan Diany

Ufieta Syafitri, di Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang,

Jl. Kaligawe Raya Km. 4 Semarang, kontak : dianysyafitri@unissula.ac.id


135

DEMEN UNTUK MENURUNKAN PTSD

Abstrak

Pada tahun 2017 dalam kurun waktu Januari - Februari terjadi 58 kasus

pemerkosaan dan 72,31% perempuan menjadi korban di Kota Semarang. Dari

data tersebut terlihat masih tingginya angka pemerkosaan pada perempuan.

Pemerkosaan memiliki dampak yang sangat serius salah satunya yaitu PTSD

(Post Traumatic Stress Disorder). PTSD menimbulkan gejala seperti gangguan

secara emosi yang berupa mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan nafsu makan,

depresi, ketakutan dan stress. Tujuan penelitian ini menguji DEMEN (Dance

Movement Therapy) untuk menurunkan PTSD pada korban pemerkosaan.

DEMEN terdiri atas 6 pertemuan dengan durasi masing-masing 120 menit.

Metode teraupetik DEMEN tidak menekankan pada keindahan gerakan namun

memadukan gerakan bebas, ekspresi emosi, dan imagery. Metode penelitian

adalah eksperimen single case single subject design dengan metode ABA, di

mana pada fase baseline dan endline dilakukan 3 kali pengukuran. Teknik

pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria wanita

berusia 18-25 tahun yang pernah menjadi korban pemerkosaan. Pengumpulan data

menggunakan skala IES-R (Impact Event Scale) 22 aitem. Analisis data

menggunakan inspeksi visual pada grafik perubahan skor IES R saat fase sebelum

dan sesudah intervensi. Penelitian ini melibatkan satu partisipan perempuan

dengan usia 23 tahun yang pernah menjadi korban pemerkosaan. Hasil penelitian
136

menujukkan adanya penurunan PTSD yang signifikan antara sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi.

Kata kunci: Dance movement therapy, post traumatic stress disorder, korban

pemerkosaan
137

Running Head: TERAPI PEMAAFAN KORBAN KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

Terapi Pemaafan Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Pada Perempuan

Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Desi Ratna Sari, Qurrotul Uyun, dan Rumiani

Universitas Islam Indonesia

Tentang Penulis

Desi Ratna Sari, Magister Profesi Psikologi, Universitas Islam Indonesia

Qurrotul Uyun, Magister Profesi Psikologi, Universitas Islam Indonesia

Rumiani, Magister Profesi Psikologi, Universitas Islam Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Desi Ratna Sari,

Magister Profesi Psikologi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Kontak: desiratnasari.1712@gmail.com
138

TERAPI PEMAAFAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Abstrak

Setiap pasangan suami istri menginginkan kehidupan rumah tangga yang

harmonis dan selalu diliputi kebahagiaan. Namun faktanya, banyak dijumpai

kehidupan rumah tangga yang penuh masalah, kurang harmonis, bahkan

melibatkan kekerasan di dalamnya. Peristiwa kekerasan dalam rumah tangga tentu

saja berdampak negatif bagi korban, salah satunya dari segi kesehatan mental

seperti munculnya perasaan tidak percaya diri, cemas, gangguan emosi, stres,

merasa tidak berharga, rendah diri, menutup diri serta depresi. Tanda-tanda

depresi merupakan salah satu tanda ketidaksejahteraan psikologis individu,

disamping perasaan tidak puas dengan hidup dan merasa tidak bahagia (Ryff,

1995). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi pemaafan

terhadap kesejahteraan psikologis pada perempuan yang mengalami kekerasan

dalam rumah tangga. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 5 orang perempuan

korban kekerasan dalam rumah tangga yang memiliki tingkat kesejahteraan

psikologis dalam kategori sedang sampai rendah. Penelitian ini merupakan

penelitian one group pretest-posttest design. Pengukuran kesejahteraan psikologis

menggunakan Ryff’s Scale Psychological Well-Being, yang telah diadaptasi untuk

kondisi di Indonesia oleh Talamati (2012). Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terapi pemaafan tidak dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pada

perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga dengan nilai Z=-1,753 dan p=

0,080(p>0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis peneliti ditolak,


139

yaitu tidak ada pengaruh pemberian terapi pemaafan untuk meningkatkan

kesejahteraan psikologis pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga.

Meski demikian, menurut hasil analisis secara kualitatif diketahui bahwa terapi

pemaafan memberikan dampak bagi subjek-subjek penelitian seperti perasaan

lega, tenang, memperoleh kekuatan karena merasa tidak sendiri dalam

menghadapi masalah, hadirnya keikhlasan untuk menerima apa yang telah terjadi

dan berusaha memaafkan individu yang telah menyakiti dengan cara mendoakan.

Terdapat beberapa hal yang menyebabkan penelitian ini tidak memberikan

perubahan kepada subjek, diantaranya ialah extraneous variable yang tidak dapat

dikendalikan oleh peneliti. Terdapat juga hal-hal teknis selama pelaksanaan terapi

seperti kelemahan dari fasilitator dan situasi pada saat terapi berlangsung.

Kata kunci: Terapi pemaafan, kesejahteraan psikologis, perempuan,

korban kekerasan dalam rumah tangga


140

Running Head: SELF-HARM DAN BUDAYA

Self-Harm dan Budaya: Perbedaan Tingkat dan Faktor Pendorong Self-Harm Pada

Kelompok Etnik di Indonesia.

Intan Putri Maghfiroh dan Nugraha Arif Karyanta

Universitas Airlangga dan Universitas Sebelas Maret

Tentang Penulis

Intan Putri Maghfiroh, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga

Nugraha Arif Karyanta, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran,

Universitas Sebelas Maret

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Intan Putri

Maghfiroh, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Surabaya.


141

SELF-HARM DAN BUDAYA

Abstrak

Di antara berbagai gangguan mental lain, Self Harm merupakan salah satu

gangguan dengan percepatan prevalensi kejadian yang sangat tinggi dan semakin

mengkhawatirkan terutama pada populasi remaja. Beberapa penelitian

mengkaitkan tingginya peningkatan gangguan tersebut dengan paparan internet

dan media sosial yang semakin intens, menurunnya kemampuan menghadapi

stres, rendahnya keterampilan regulasi emosi, dan berbagai faktor anteseden lain.

Budaya sebagai ruang sosio-psikologis bagi perilaku manusia ditemukan memiliki

pengaruh kuat terhadap manifestasi perilaku self-harm ini sebagaimana tergambar

dalam berbagai penelitian. Penelitian mengenai kaitan antara budaya dan etnik

dengan perilaku self-harm ini sebagian besar dilaksanakan di Amerika Utara dan

Eropa, dan belum pernah dilaksanakan di Indonesia meskipun merupakan salah

satu negara dengan keragaman etnis yang paling tinggi di dunia. Dengan

demikian, belum didapatkan data mengenai perbedaan tingkat serta faktor

pendorong self-harm pada berbagai etnik di Indonesia. Penelitian ini mencoba

mengkaji perbedaan tingkat self-harm pada berbagai etnik di Indonesia, serta

faktor kultural yang mempengaruhi pada berbagai kelompok etnik yang ada.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif

dengan statistik diskriptif – komparatif untuk mengetahui tingkat self-harm pada

berbagai kelompok etnik di indonesia. Analisis kualitatif terhadap kuesioner

terbuka dilakukan untuk mendapatkan dukungan data atas faktor kultural yang

mempengaruhi self-harm.
142

Kata kunci : Self Harm, Etnik, Faktor Budaya, Indonesia

Running Head: TEKNIK RESOURCES DEVELOPMENT AND INSTALLATION

Efektivitas Teknik Resources Development and Installation untuk Mengurangi

Gejala Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) pada Perempuan Korban Kekerasan

Yudi Kurniawan, Agung Santoso Pribadi, dan Anindita Nova Ardhani

Universitas Semarang

Tentang Penulis

Yudi Kurniawan, Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Semarang

Agung Santoso Pribadi, Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas

Semarang

Anindita Nova Ardhani, Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas

Semarang

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Yudi Kurniawan,

Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Semarang di Semarang.

Kontak: yudikurniawan@usm.ac.id
143

TEKNIK RESOURCES DEVELOPMENT AND INSTALLATION

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas teknik Resources Development and

Installation (RDI) untuk mengurangi gejala Posttraumatic Stress Disorder (PTSD)

pada perempuan korban kekerasan di Kota Semarang. Kota Semarang merupakan

wilayah dengan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan tertingi di Jawa

Tengah. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak (DP3A) Kota Semarang, pada 2018 ada 298 kasus kekerasan terhadap

perempuan (DP3A Kota Semarang, 2018). Dari jumlah tersebut, sekitar 60

persennya adalah kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah

domestik (rumah tangga). Kasus kekerasan terhadap perempuan yang terdata di

DP3A Kota Semarang ditangani oleh Pusat Pelayanan Terpadu Seruni (PPT

Seruni) sebagai unit teknis penanganan kasus. Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan peneliti terhadap korban, diperoleh data bahwa proses konseling awal

sering terhambat oleh kondisi emosi yang tidak stabil. Perasaan tertekan, takut,

kebingungan akan masa depan sering kali menjadi keluhan para korban. Ingatan

korban juga sering terakses kembali pada peristiwa kekerasan yang pernah

dialami. Beberapa gejala tersebut merupakan bagian dari gejala stres pascatrauma.

Resource Development and Installation (RDI) merupakan salah satu prosedur

stabilisasi psikologis dalam EMDR yang dilakukan dengan tujuan untuk


144

membangkitkan resource positif pada individu yang terpapar pengalaman

traumatik (Sarid & Huss, 2010). Metode penelitian yang digunakan adalah single

case research, yaitu penelitian yang dilaksanakan pada subjek kasus spesifik

dengan tujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari perlakuan yang diberikan

secara berulang-ulang dalam waktu tertentu. Subjek dalam penelitian ini adalah

delapan perempuan korban kekerasan yang mengalami gejala stres pascatrauma.

Skala yang digunakan adalah Harvard Trauma Questionnaire (HTQ). Teknik

analisis data yang digunakan analisis uji beda wilcoxon. Hasil penelitian

menunjukkan ada perbedaan skor gejala stres pascatrauma pada perempuan

korban kekerasan antara sebelum dan setelah diberikan teknik RDI dengan

p=0,001 (p<0,05).

Kata kunci: perempuan korban kekerasan, postraumatic stress disorder,

resources development and installation


145

Running Head: CERITA UNIK PECANDU NARKOBA

Cerita Unik Penyalahguna dan Pecandu Narkoba Dalam Proses Konseling

Gartika Nurani Erawan


146

CERITA UNIK PECANDU NARKOBA

Abstrak

Penelitian-penelitian yang melibatkan penyalahguna atau pecandu narkoba selama

ini banyak mengkaji tentang efektivitas dan metode intervensi yang tepat untuk

membantu pemulihan para pecandu. Penelitian seperti ini berusaha melihat

perubahan perilaku para pecandu sesuai dengan dasar teori dari metode intervensi

yang digunakan, sehingga hal-hal lain yang dilakukan untuk pulih yang tidak

sesuai dengan kriteria tersebut cenderung terabaikan. Pada tulisan ini, penulis

ingin menunjukkan cerita unik dari pengalaman praktiknya dengan 3 orang klien

yang merupakan penyalahguna maupun pecandu narkoba. Berdasarkan hasil

asesmen dan konseling, Penulis menemukan adanya cerita unik dari masing-

masing klien tentang bagaimana mereka berusaha untuk lepas dari ketergantungan

narkoba, meskipun acapkali menemukan kegagalan. Cerita unik tersebut

menunjukkan bahwa ketiga klien setidaknya pernah mencoba untuk menghentikan

penggunaan narkoba. Cerita unik ini sangat bermanfaat ketika dibawa dalam

proses konseling. Klien kemudian memiliki pandangan yang lebih optimis

terhadap keberdayaan dirinya untuk dapat pulih setelah cerita unik tersebut

terungkap. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan cerita unik para klien

yang mengandung makna keberdayaan dan keinginan untuk pulih.

Kata kunci: Penyalahguna atau pecandu, cerita unik, dan keberdayaan


147

Running Head: MODUL PSYCHOLOGICAL FIRST AID

Validasi Modul Pelatihan Psychological First Aid Dalam Bencana Alam

Emanuel Radityo Hapsoro Ekoputranto dan Sofia Retnowati

LPDK Kemuning Kembar dan Universitas Gadjah Mada

Tentang Penulis

Emanuel Radityo Hapsoro Ekoputranto, LPDK Kemuning Kembar

Sofia Retnowati, Magister Psikologi Profesi Universitas Gadjah Mada

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Emanuel Radityo

Hapsoro Ekoputranto, di Margoyasan PA II/470, Jl. Sultan Agung, Gang Bromo,

Daerah Istimewa Yogyakarta, 55111

Kontak : (0274) 4469822, 085100102150.

ditradityo@gmail.com
148

MODUL PSYCHOLOGICAL FIRST AID

Abstrak

Psychological First Aid (PFA) merupakan salah satu tindakan dalam pelaksanaan

pemberian bantuan pasca bencana. Dewasa ini masih sedikit publikasi yang

membuktikan secara empirik mengenai pelatihan PFA di Indonesia. Penelitian ini

bertujuan untuk melakukan validasi terhadap Modul Pelatihan PFA dalam

Bencana Alam. Uji validitas modul dilakukan melalui uji validitas isi dan

konstruk. Hasil uji validitas isi modul berdasarkan penilaian dari 3 ahli

mendapatkan koefisiensi Aiken’s V sebesar 0,779 (V>0,50). Uji validitas

konstruk dengan desain eksperimen pretest-posttest control group design.

Partisipan di dalam eksperimen dan kontrol masing-masing terdiri atas 26

relawan. Pengukuran terhadap dampak pelatihan dilakukan menggunakan Tes

Pengetahuan PFA dan Skala K-PFA. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan

peningkatan Pengetahuan (p = 0,001) dan Keyakinan Menerapkan Keterampilan

PFA (p = 0,001) pada kelompok eksperimen. Hasil Mann-Whitney menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol (p = 0,001). Hal ini menunjukkan bahwa Modul Pelatihan

Psychological First Aid dalam Bencana Alam memiliki validitas isi yang baik dan

konstruk yang baik.


149

Kata kunci: bencana, bantuan psikososial, psychological first aid,

pelatihan

Running Head: PERAN PSIKOLOGI KLINIS KASUS KEKERASAN

Peran Psikologi Klinis Dalam Penanganan Kasus Kekerasan di UPTD PPA

Bantul, Studi dan Evaluasi Kasus SWN, Disabilitas Intelektual

Nobelina Adicondro

UPTD PPA Bantul


150

PERAN PSIKOLOGI KLINIS KASUS KEKERASAN

Abstrak

Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan Anak (UPTD PPA)

Bantul merupakan lembaga pelayanan pemerintah dibawah Dinas Sosial

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bantul yang

berfungsi untuk melayani bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan

perlindungan dari tindak kekerasan perempuan dan anak. Untuk menangani kasus

kekerasan, UPTD memiliki tim multidisiplin dan keahlian. Hal ini dilakukan

karena sebagai UPTD menjadi rujukan klien yang memerlukan pendampingan.

Dalam pengelolaan kasus terutama dalam memberikan pelayanan pada kasus

kekerasan, psikolog klinis memiliki peranan yang penting Kasus kekerasan

semakin banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan,

di tahun 2019, ada kenaikan 14% kasus kekerasan perempuan yaitu sejumlah

406.178 kasus. Korban kekerasan pun menyasar berbagai kelompok usia dan

bahkan mereka dengan disabilitas kerap menjadi korban kekerasan. Kelompok

disabilitas yang seharusnya perlu mendapatkan perlindungan sering menjadi

korban kekerasan. Terutama mereka yang disabilitas intelektual. Perempuan

disabilitas intelektual rentan menjadi korban kekerasan. Perempuan dengan

disabilitas intelektual ketika mendapatkan kekerasan tidak mampu untuk membela


151

diri dan cenderung terabaikan sehingga memerlukan bantuan dan pendampingan

khusus. Melalui tulisan ini, penulis lebih memfokuskan pada penanganan kasus

SWN, yang merupakan disabilitas intelektual dan mengalami kekerasan seksual.

Seperti apa tugas psikolog dalam tim, ilmu psikologi apa saja yang dibutuhkan

dalam penanganan kasus dan bagaimana layanan psikologi klinis mengambil

peran dalam intervensi penanganan kasus kekerasan akan dideskripsikan dalam

tulisan ini. Serta peran psikologi klinis sebagai saksi ahli dalam upaya

perlindungan hukum terhadap kasus. Keberadaan psikologi klinis di UPTD sudah

mulai dimanfaatkan sebagai bagian dari pelayanan komprehensif terhadap

penanganan korban kekerasan terutama hasil pemeriksaan psikologi (HPP) yang

dapat dijadikan data pendukung dalam proses hukum dan diperkuat dengan peran

psikolog klinis sebagai saksi ahli dalam persidangan. Diharapkan dari tulisan ini,

sumbangsih dan keterlibatan psikolog dalam penanganan kasus kekerasan di

UPTD PPA di masa mendatang bisa lebih maksimal lagi, terutama dalam

intervensi penanganan kasus kekerasan seksual pada disabilitas intelektual.

Kata kunci : Psikolog klinis, intervensi kasus kekerasan, disabilitas

intelektual, UPTD PPA


152

SUB TEMA 4

PSIKOLOGI KLINIS DALAM MENGHADAPI ERA 5.0 DALAM


KONTEKS BUDAYA INDONESIA
153

Running Head: COLOR THERAPY MENINGKATKAN SELF-ACCEPTANCE

Color Therapy: Red Lipstick Meningkatkan Self-Acceptance Mahasiswa Dalam

Menghadapi Beauty Norms

Risma Fernanda, Maya Rizky R., Bella Nadia A., dan Elda Trialisa Putri

Universitas Mulawarman

Tentang Penulis

Risma Fernanda, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Maya Rizky R., Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Bella Nadia A., Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Elda Trialisa Putri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Mulawarman

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Risma Fernanda,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.

Kontak: rismafernanda30@gmail.com
154

COLOR THERAPY MENINGKATKAN SELF-ACCEPTANCE

Abstrak

Di masa sekarang ini, terdapat kategori standar kecantikan yang secara tidak

langsung telah ditetapkan di masyarakat. Dampak dari munculnya kategori ini

menjadikan para remaja selalu berusaha agar dapat terlihat sesuai dengan standar

yang telah ditetapkan. Remaja dengan penerimaan diri yang baik diharapkan

mampu menghadapi standar kecantikan yang selama ini marak dikalangan

masyarakat. Salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan diri adalah dengan

metode color therapy. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan tingkat self-acceptance mahasiswi Fisipol Unmul setelah diberi metode

color therapy dengan media lipstick merah. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif eksperimen dan desain yang digunakan adalah Static

Group Comparison. Subjek penelitian ini adalah 15 orang kelompok eksperimen

dan 15 orang kelompok kontrol. Data yang diperoleh kemudian dianalisis

menggunakan uji analisis regresi linear berganda dengan bantuan program

Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 23.0 for Windows. Berdasarkan

hasil uji paired t test diperoleh hasil: (1) tidak ada perbedaan self acceptance

mahasiswi FISIPOL unmul setelah diberi color therapy red lisptick yang

ditunjukan dengan hasil pre test-post test kelompok eksperimen, dengan t hitung =

-0,180 (< t tabel = 2,145) dan 𝑝 = 0,860 (𝑝> 0.05). Dan hasil post test-follow up, t

hitung = -0,327 (< t tabel = 2,145) dan 𝑝 = 0,748 (𝑝> 0.05); (2) tidak ada

perbedaan self-acceptance mahasiswi FISIPOL Unmul setelah diberikan materi

tentang self acceptance dan beauty norms yang ditunjukan dengan hasil pre test-
155

post test kelompok kontrol, dengan t hitung = 2.033 (< t tabel = 2,145) dan 𝑝 =

0,061 (𝑝> 0.05). Dan hasil post-test follow up t hitung = -1.047 (< t tabel = 2,145)

dan 𝑝 = 0,313 (𝑝> 0.05). Sedangkan berdasarkan hasil uji independent sample t

test; (3) ada perbedaan self-acceptance mahasiswi Fisipol Unmul setelah

diberikan treatment color therapy disertai penyampaian materi yang diukur

menggunakan independent sample t-test. Hasil post-test kedua kelompok

menunjukkan nilai t hitung = 2.655 (> t tabel = 2.048) dan 𝑝 = 0,015 (𝑝< 0.05).

Sedangkan hasil follow up kedua kelompok menunjukkan nilai t hitung = 2.907 (

> t tabel = 2.048) dengan 𝑝 = 0,008 (𝑝< 0.05). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa treatment color therapy red lipstick tidak efektif untuk

meningkatkan self acceptance mahasiswa menghadapi beauty norms.

Kata kunci: Color therapy, self acceptance, beauty norms


156

Running Head: PROMOSI KESEHATAN MENTAL DI KAMPUS

Strategi Promosi Kesehatan Mental di Kampus Melalui Optimalisasi Layanan

Unit PDC Sebagai Peningkatan Kualitas Lulusan

Ni Gusti Made Rai, Tony Dwi Susanto, dan Eka Dian Savitri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Tentang Penulis

Ni Gusti Made Raim, Departemen Studi Pembangunan, Fakultas Bisnis

Manajemen Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Tony Dwi Susanto, Departemen Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi

dan Komunikasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Eka Dian Savitri, Departemen Studi Pembangunan Fakultas Bisnis Manajemen

Teknologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Ni Gusti Made

Raim, Departemen Studi Pembangunan, Fakultas Bisnis Manajemen Teknologi,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kontak: ni.gusti@its.ac.id
157

PROMOSI KESEHATAN MENTAL DI KAMPUS

Abstrak

Salah satu tujuan pendidikan merupakan mencetak generasi yang tangguh dan

berkualitas. Kampus ITS sebagai salah satu institusi pendidikan memiliki

perhatian khusus terhadap pengembangan kualitas mahasiswa dari generasi ke

generasi. Adanya pelayanan khusus untuk mahasiswa yang mengedepankan

peningkatan kualitas kesehatan mental dianggap masih relatif kurang optimal.

Adanya kebutuhan dari stakeholder internal yakni dosen ataupun mahasiswa itu

sendiri mengenai layanan kesehatan mental dan psikologis semakin mendesak.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada mahasiswa menunjukkan adanya

kebutuhan yang perlu mendapat perhatian. Berdasarkan data survei awal

menunjukkan adanya kecenderungan stres pada mahasiswa diberbagai tingkat.

Dengan penelusuran lebih lanjut melalui skala Sheehan-Suicidality Tracking

Scale (S-STS) terdapat sejumlah mahasiswa dengan potensi resiko keinginan

bunuh diri. Hal ini menguatkan adanya harapan dikembangkannya layanan yang

berfokus pada peningkatan kualitas mental dan psikologis bagi mahasiswa.

Layanan pendidikan yang berfokus dengan mengedepankan kesejahteraan

psikologis mahasiswa perlu dikembangkan dalam rangka mencetak lulusan yang

tangguh sebagai cerminan dari kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia.

Kata kunci: kualitas kesehatan mental dan psikologis, kesejahteraan psikologis

mahasiswa, stres mahasiswa, resiko bunuh diri,


158

Running Head: DINAMIKA GANGGUAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT

Studi Awal Dinamika Gangguan Psikologis Masyarakat di Daerah Istimewa

Yogyakarta

Yoga Padma Wanny dan Lucia Peppy Novianti

Wiloka Workshop Yogyakarta

Tentang Penulis

Yoga Padma Wanny, Wiloka Workshop Yogyakarta

Lucia Peppy Novianti, Wiloka Workshop Yogyakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Yoga Padma

Wanny, Wiloka Workshop Yogyakarta, di Yogyakarta


159

DINAMIKA GANGGUAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT

Abstrak

Gangguan psikologis secara umum digambarkan sebagai disfungsi

psikologis seseorang yang muncul dalam wujud distress, kesulitan adaptasi,

menurunnya daya fungsi subjek atau respon yang tidak sesuai dengan norma.

Persoalan abnormalitas juga ditandai dengan adanya risiko kematian,

meningkatnya rasa sakit, atau hilangnya kebebasan. Di sisi lain, gangguan

psikologis dapat dikaji melalui keadaan biologis, psikologis, dan sosial. Ketiga

faktor ini membentuk model biopsikososial. Mengenali bagaimana dinamika

gangguan psikologis secara tepat akan memberikan manfaat bagi praktisi

psikologi dalam memahami klien secara holistik. Evaluasi internal pada kasus-

kasus yang ditangani Wiloka Workshop pada satu tahun terakhir menemukan

adanya kesamaan pola dan tema latar belakang tertentu. Dilakukan penelitian

dengan metode studi kasus terhadap pendampingan psikologis di Wiloka

Workshop. Data dikumpulkan dari tiga subjek yang merupakan pendamping

psikologis. Proses pengumpulan data dilakukan dengan in-depth interview. Hasil

penelitian menunjukkan tentang tema gangguan psikologis, pola latar belakang

pemicu gangguan, serta hal-hal yang berkontribusi terhadap gangguan yang

dimiliki. Tiga tema gangguan psikologis yang ditemui yakni gangguan psikologis

yang disebabkan oleh permasalahan studi atau karir, permasalahan internal

psikologis, dan permasalahan relasi. Gangguan psikologis pada umumnya dimiliki

kelayan bersumber dari kurangnya dukungan keluarga, hambatan komunikasi,

dimilikinya pengalaman tidak menyenangkan, pengalaman stigma sosial negatif,

dan adanya jarak dengan significant others. Ditemui pula bahwa hal yang
160

berkontribusi terhadap munculnya gangguan psikologis dari dalam diri antara lain

pengelolaan emosi yang cenderung negatif, kemampuan adaptasi yang lemah, dan

kurangnya kemampuan menjalin relasi interpersonal. Sementara hal dari luar diri

yang berperan adalah situasi keluarga yang kurang mendukung serta lemahnya

sistem sosial pendukung yang dimiliki. Analisis mendalam tentang keterkaitan

aspek biopsikososial terhadap pembentukan dinamika perjalanan kasus dijelaskan

lebih mendalam dalam diskusi.

Kata kunci: gangguan psikologi, biopsikososial, keluarga, Daerah

Istimewa Yogyakarta
161

Running Head: INTENSI MENGAKSES LAYANAN KONSELING

Intensi Pemuda Dalam Mengakses Layanan Konseling Secara Daring: Analisis

Deskriptif Atribut Personal dan Situasional

Shahnaz Safitri dan Jordan Brahmansyah

Universitas Indonesia dan PT. Sahabat Kariib Impian

Tentang Penulis

Shahnaz Safitri, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

Jordan Brahmansyah, PT. Sahabat Kariib Impian

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Shahnaz Safitri,

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, di Depok, kontak:

shahnazsafitri@ui.ac.i; dan Jordan Brahmansyah, di PT. Sahabat Kariib Impian,

kontak : jordan@kariib.com

Email: shahnazsafitri@ui.ac.id ,
162

INTENSI MENGAKSES LAYANAN KONSELING

Abstrak

Perkembangan teknologi yang pesat dalam satu dasawarsa terakhir memfasilitasi

tercapainya pemenuhan kebutuhan manusia dan ketersediaan akses terhadap

layanan pada berbagai aspek kehidupan. Penetrasi teknologi dalam aspek

kehidupan manusia juga berlangsung pada bidang pelayanan psikologi tanpa

terkecuali. Diketahui bahwa penggunaan teknologi sedikit banyak mengubah

bagaimana layanan psikologis dapat dilangsungkan kepada yang membutuhkan.

Adapun salah satu inovasi yang muncul dari penerapan teknologi di bidang

psikologi ialah munculnya bentuk konseling yang dijalankan secara daring, yang

kerap disebut sebagai konseling daring (online counseling). Adapun Joyce (2002)

adalah salah satu peneliti awal yang menelisik dinamika berjalannya konseling

daring, yang memberikan garis batas bahwa konseling daring ialah segala bentuk

pelayanan psikologis antara konselor dan klien melalui perantara internet.

Meskipun layanan konseling daring sudah berkembang sejak dekade yang lalu, di

Indonesia model layanan tersebut baru mulai berkembang sebagai alternatif dari

model layanan konseling tatap muka (tradisional). Dengan kehadirannya yang

menawarkan diri sebagai alternatif untuk memperluas akses layanan psikologis,

kemunculan konseling daring masih diwarnai oleh beragam pertanyaan seputar

ketepatan proses teurapetik, isu etis, dan efektivitas yang dihasilkan. Diketahui

bahwa secara umum riset mengenai konseling daring memang masih terbatas

jumlahnya. Untuk itu, tulisan ini berusaha memaparkan hasil penelusuran awal

mengenai penerimaan layanan konseling daring dan intensi penggunaannya pada

konteks masyarakat khususnya pemuda Indonesia. Mengacu pada kerangka teori


163

intensi oleh Ajzen (2005), intensi dalam menggunakan layanan konseling daring

diperkirakan berkaitan dengan sejumlah faktor meliputi sikap terhadap konseling

daring, norma sosial yang dipersepsikan seputar penggunaan konseling daring,

dan persepsi kemampuan individu dalam mengakses layanan tersebut. Lebih

lanjut, karakteristik personal meliputi gender, usia, penghasilan, persepsi

kebutuhan akan konseling, pengetahuan serta pengalaman seputar pelayanan

psikologis turut ditelusuri dalam kaitannya dengan intensi menggunakan layanan

konseling daring. Hasil survei yang dilakukan secara daring menggunakan

kuesioner menunjukkan bahwa intensi untuk menggunakan konseling daring

berbeda antar pemuda dengan karakteristik personal dan situasional yang berbeda.

Kata kunci: intensi, layanan konseling daring, pemuda


164

Running Head: HUBUNGAN ANTARA JARAK NYATA DENGAN STRES

Apakah Jarak Memberi Dampak? Hubungan Antara Jarak Nyata Dengan Stres

Akulturatif Pada Mahasiswa Migran Internal di Indonesia

Nugraha Arif Karyanta, Suryanto, dan Andik Matulessy

Universitas Airlangga, Universitas Sebelas Maret, dan

Universitas Tujuh Belas Agustus

Tentang Penulis

Nugraha Arif Karyanta, Doctoral Psychology Program, Universitas Airlangga

Suryanto, Department of Psychology, Faculty of Medicine, Universitas Sebelas

Maret

Andik Matulessy, Faculty of Psychology, Universitas Tujuh Belas Agustus

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Nugraha Arif

Karyanta pada Doctoral Psychology Program, Universitas Airlangga, Surabaya.

Kontak : nugrahaarif@staff.uns.ac.id
165

HUBUNGAN ANTARA JARAK NYATA DENGAN STRES

Abstrak

Perpindahan merupakan salah satu sumber stres, apalagi apabila terjadi dalam

budaya yang berbeda. Meskipun terjadi pada negara yang sama, berbagai studi

telah menunjukkan bahwa migrasi internal memiliki potensi untuk mengakibatkan

terjadinya stres akulturatif. Berbagai studi telah menunjukkan pengaruh jarak

budaya terhadap stres akulturatif yang dialami oleh migran, namun belum ada

yang melihat bagaimana pengaruh jarak nyata antara home culture dengan host

culture terhadap stres akulturatif yang dialami oleh mahasiswa migran internal.

Studi ini ingin melihat apakah terdapat hubungan antara jarak nyata pada

mahasiswa yang melakukan migrasi internal dengan stres akulturatif yang

dialami. Stres akulturatif diukur dengan menggunakan adaptasi dari Acculturative

Stress Scale for International Students (ASSIS), sedangkan jarak nyata diukur

dengan menggunakan estimasi jarak dari google maps. Sampel penelitian

sebanyak 253 mahasiswa yang menempuh pendidikan di Jawa Tengah dan Daerah

Istimewa Yogyakarta. Hipotesis yang dibangun adalah bahwa tidak terdapat

hubungan antara jarak nyata dengan tingkat stres akulturatif yang dialami, namun

lebih terkait dengan jarak budaya antara home culture dengan host culture.

Implikasi, limitasi dan arah penelitian masa depan didiskusikan.

Kata kunci: stres akulturatif, jarak budaya, jarak nyata, google maps.
166

Running Head: DINAMIKA GANGGUAN PSIKOLOGIS GENERASI Z

Studi Awal Dinamika Gangguan Psikologis pada Generasi Z: Anteseden dan

Kesesuaian Proses Pendampingan Psikologis

Nico Wilson dan Lucia Peppy Novianti

Wiloka Workshop Yogyakarta

Tentang Penulis

Nico Wilson, Wiloka Workshop Yogyakarta

Lucia Peppy Novianti, Wiloka Workshop Yogyakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Nico Wilson di

Wiloka Workshop Yogyakarta, Yogyakarta; dan Lucia Peppy Novianti, Wiloka

Workshop Yogyakarta, Yogyakarta


167

DINAMIKA GANGGUAN PSIKOLOGIS GENERASI Z

Abstrak

Kesehatan mental didefinisikan sebagai keadaan kesejahteraan individu yang

ditandai oleh kesadaran akan potensinya, kemampuan mengatasi tekanan

kehidupan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi

kepada komunitasnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut

adalah lingkungan sekitarnya. Hubungan timbal-balik individu dengan

lingkungannya menjadi kontributor terhadap perkembangan diri termasuk kualitas

kondisi psikologisnya. Sistem masyarakat yang kompleks dan saling

mempengaruhi seseorang serta karakter suatu generasi juga merupakan

lingkungan hidup bagi seseorang. Ini berarti lingkungan hidup manusia juga

termasuk manusia lainnya. Kegagalan atau permasalahan pada interaksi proses

timbal-balik ini dapat mendorong munculnya gangguan psikologis pada individu.

Ketika seseorang tidak mampu menyesuaikan diri atau beradaptasi dalam

menyikapi proses timbal balik, maka besar kemungkinan masalah ini akan

berkembang menjadi gangguan psikologis. Gangguan psikologis ditandai dengan

individu tidak mampu berfungsi, mengalami kondisi tertekan atau distress, dan

berperilaku tidak sesuai dengan norma masyarakat. Oleh karena itu, perlu

dipahami lebih mendalam tentang kekhasan suatu generasi yang sedang berjalan

maupun sistem ekologi seseorang dalam rangka melakukan pendampingan

psikologis secara lebih efektif. Meningkatnya jumlah klien pada Generasi Z di

Wiloka Workshop menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji lebih mendalam.

Penelitian secara kualitatif dilakukan untuk memahami pola gangguan psikologis

dan pendampingan psikologis berdasarkan konteks lingkungan dan generasi Z.


168

Pendekatan kualitatif case study digunakan untuk memahami gejala ini. Tim

peneliti menggunakan metode wawancara terhadap tiga orang subjek yang

merupakan pendamping psikologis di Wiloka Workshop Yogyakarta. Hasil

wawancara dianalisis dengan mengacu pada konsep ekologi dan disajikan dalam

bentuk infografis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan pola

permasalahan yang memiliki tema serupa pada konteks mikrosistem klien-klien

generasi Z yang didampingi oleh subjek, yakni pengalaman dan relasi yang buruk

dengan keluarga, sulit beradaptasi dengan lingkungan sekitar, dan relasi sosial

yang buruk. Selain itu, Proses pendampingan yang digunakan dalam menangani

klien menunjukkan pola tujuan yang serupa yaitu membantu klien untuk relaksasi

dan katarsis, menggali akar permasalahan klien, dan membantu klien dalam

mengelola emosi diri.

Kata kunci: ekologi, mikrosistem, gangguan psikologis, dan proses pendampingan

psikologis.
169

Running Head: PERANAN DONGENG PADA KARAKTER REMAJA

Peranan Dongeng Dalam Mengembangkan Karakter Remaja Mengatasi Gangguan

Jiwa

Dra. Ni Desak Made Santi Diwyarthi, M. Si1


170

PERANAN DONGENG PADA KARAKTER REMAJA

Abstrak

Kesehatan mental merupakan faktor utama dalam mencapai prestasi maksimal

pada kehidupan seseorang. Terdapat 4,4% populasi global dunia yang mengalami

gangguan mental dan perilaku di seluruh dunia. Data memperlihatkan 3,6%

penduduk menderita gangguan jiwa berat/psikosis/skizofrenia pada tahun 2013 di

Indonesia. 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di Indonesia. Penelitian Didik

Budiyanto mengatakan bahwa 2,3 juta remaja mengalami gangguan emosional di

Indonesia. Pada tahun 2017, indeks kebahagiaan orang Bali mencapai 72,48 dari

skala 0-100, yang lebih tinggi dibanding rata-rata kebahagiaan orang Indonesia

yang hanya 70,69. Dimensi kebahagiaan antara lain kepuasan hidup, perasaan,

dan makna hidup. Peranan keluarga, kerabat, tetangga, sahabat, dan guru atau

tokoh panutan sangat utama bagi tumbuh dan berkembangnya karakter remaja.

Salah satunya dalam dongeng, mendongeng, bermain peran sebagai sosok tokoh

tertentu, dalam kegiatan terkait dongeng. Di Bali, dongeng hadir salah satunya

dalam bentuk Cerita Tantri atau Fabel, dunia binatang. Tulisan ini menggunakan

analisis deskriptif eksploratif, melalui tinjauan literatur dan kajian data sekunder.

Unit analisis yaitu situasi kesehatan mental remaja di Bali. Kesimpulan

menggambarkan bahwa dongeng merupakan salah satu bentuk edukasi bagi

remaja dalam mengembangkan fisik dan emosi. Dongeng di Bali juga hadir dalam

bentuk Cerita Tantri, dongeng membantu mempererat hubungan keluarga,

Dongeng membantu remaja mengatasi gangguan jiwa. Keluarga merupakan titik

awal mengenalkan dongeng sebagai warisan leluhur, keluarga memiliki peranan

utama dalam membantu remaja mengatasi konflik akibat gangguan jiwa, remaja
171

Bali termasuk memiliki gangguan mental relatif kecil dibanding dengan tingkat

gangguan mental yang dialami remaja pada provinsi lainnya. Remaja Bali lebih

berbahagia bila terlibat dalam aktivitas terkait dongeng, seperti bermain gong

dalam cerita Tantri, bermain peran sebagai salah satu tokoh dalam cerita Tantri.

Kata kunci: dongeng, karakter remaja, gangguan mental


172

Running Head: HUMOR SPESIAL SUKU BANJAR

“Mahalabiu” Humor Spesial Suku Banjar

Achmad Faisal dan Aziza Fitriah

University Muhammadiyah Banjarmasin

Tentang Penulis

Achmad Faisal, Departement Of Psychology, University Muhammadiyah

Banjarmasin

Aziza Fitriah, Departement Of Psychology, University Muhammadiyah

Banjarmasin

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Achmad Faisal, Departement Of Psychology, University M

Kontak: achmadfaisal89@gmail.com

HUMOR SPESIAL SUKU BANJAR

Abstrak
173

Indonesia merupakan negeri yang memiliki ribuan suku dan budaya, serta

perkembangan kearifan lokal dari masing-masing suku merupakan hal yang

menarik dikaji dari sudut pandang perilaku. Mahalabiu adalah jenis sastra lisan

yang mengandung makna ganda (ambigu), memiliki makna ucapan, biasanya

pendengar mendefinisikan makna atau tujuan lain di balik humor Mahalabiu.

Masyarakat Banjar menyukai aktivitas Mahalabiu, karena dapat menciptakan

suasana berkomunikasi lebih akrab dan bersahabat. Penelitian ini bertujuan untuk

mendiskripsikan humor Mahalabiu sebagai budaya masyarakat Banjar dalam

berkomunikasi, berekspresi dan media untuk melepas kepenatan serta refreshing

setelah mereka bekerja. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan

teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi. Berdasarkan

dari hasil wawancara informan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang, satu

orang berlatar belakang seorang budayawan dan dua orang belatarbelakang

sebagai akademisi. Mahalabiu merupakan kebudayaan lisan masyarakat yang

berasal salah satu daerah di Kalimantan Selatan, yaitu dari daerah yang mayoritas

masyarakat terbiasa bercanda dengan lelucon khas daerah tersebut; (1) Mahalabiu

adalah humor khas dari kota Alabio dan sekarang menyebar di seluruh

Kalimantan Selatan, (2) Orang yang berhasil membawa humor Mahalabiu

biasanya orang tersebut aktif secara verbal dan memiliki kemampuan komunikasi

lancar, (4) Mahalabiu biasanya dilakukan di warung atau tempat berkumpul

masyarakat, (5) Mahalabiu mampu membuat orang-orang yang mendengarnya

untuk berpikir kritis, (6) Mahalabiu merupakan sarana masyarakat untuk melepas

lelah setelah pulang bekerja (bertani, berladang, berdagang). Penelitian ini

diharapkan dapat memperkenalkan Mahalabiu sebagai kearifan lokal suku Banjar


174

yang lazim dilakukan dalam berkomunikasi, menjalin hubungan interpersonal,

dan media melepaskan stres dan kepenatan setelah bekerja. Kedepan diharapkan

penelitian ini dapat mengidentifikasi jenis humor apa saja yang ada dalam

Mahalabiu.

Kata kunci: banjar, budaya, humor, mahalabiu


175

Running Head: KULIAH WHATSAPP SEBAGAI MEDIA PSIKOEDUKASI

Kuliah WhatsApp Sebagai Media Psikoedukasi Menurunkan Stigma Terhadap

Orang dengan Gangguan Jiwa: Sebuah Penemuan Awal

Diany Ufieta Syafitri

Universitas Islam Sultan Agung

Tentang Penulis

Diany Ufieta Syafitri, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Sultan Agung

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Diany Ufieta

Syafitri, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Sultan Agung.

Kontak: dianysyafitri@unissula.ac.id
176

KULIAH WHATSAPP SEBAGAI MEDIA PSIKOEDUKASI

Abstrak

Stigma terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) masih menjadi salah satu

permasalahan utama pada masyarakat Indonesia. Stigma ini membuat ODGJ di

Indonesia sulit diterima oleh masyarakat dan bahkan mendapat perlakuan yang

buruk. Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk psikoedukasi yang bertujuan untuk

mengedukasi masyarakat tentang ODGJ agar stigma negatif yang ada dapat

menurun. Dengan adanya kemajuan teknologi dan perlunya

mengimplementasikan teknologi ke dalam intervensi psikologi, penelitian ini

menggunakan modalitas aplikasi messenger WhatsApp sebagai sarana melakukan

psikoedukasi Koin Jiwa yang bertujuan untuk menurunkan stigma terhadap ODGJ

atau disebut juga Kuliah WhatsApp (KulWapp). KulWapp dilakukan selama satu

minggu, terdiri atas tiga kali pertemuan secara daring melalui group WhatsApp

dengan durasi masing-masing 2-3 jam, di mana pemateri yang merupakan

psikolog klinis memberikan materi terkait dengan ODGJ lalu setelahnya peserta

dapat bertanya. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester satu dan

tiga di Fakultas Psikologi Unissula. Metode yang digunakan adalah eksperimen

kuasi dengan desain dua kelompok dengan pre-test dan post-test, dimana pada

kelompok eksperimen terdapat 9 orang subjek dan kelompok kontrol 8 orang

subjek. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Stigma. Analisis data

menggunakan mixed ANOVA menunjukkan ada perbedaan signifikan antara

kelompok kontrol dan eksperimen pada pre-test dan post-test, di mana pada post-

test kelompok kontrol menunjukkan peningkatan stigma yang tinggi dibandingkan

dengan kelompok eksperimen, dengan F = 4,756, p = 0,046 (p < 0,05). Hal ini
177

menunjukkan bahwa modalitas Kuliah WhatsApp dapat menjadi pilihan metode

yang potensial untuk kegiatan psikoedukasi.

Kata kunci: kuliah WhatsApp, psikoedukasi, stigma


178

Running Head: RESILIENSI DIGITAL

Resiliensi Digital: Analisis Eksploratori Peran Guru Menghadapi Teknologi

Digital dan Dampaknya Bagi Siswa Sekolah Dasar

Dian Veronika Sakti Kaloeti dan Rouli Manalu

Universitas Diponegoro dan Universitas Diponegoro

Tentang Penulis

Dian Veronika Sakti Kaloeti, Pusat Pemberdayaan Keluarga, Fakultas Psikologi,

Universitas Diponegoro

Rouli Manalu, Departemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,

Universitas Diponegoro

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Dian Veronika

Sakti Kaloeti, Pusat Pemberdayaan Keluarga, Fakultas Psikologi, Universitas

Diponegoro

Kontak: dvs.kaloeti@live.undip.ac.id
179

RESILIENSI DIGITAL

Abstrak

Keyakinan guru akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri dan kompetensinya

dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan melakukan eksplorasi keterlibatan

dan pandangan guru terhadap teknologi digital dan keterkaitannya dengan

pembelajaran serta dampak bagi siswa didik. Kemampuan dan peran guru akan

berpengaruh pada keterampilan siswa menghadapi perkembangan teknologi.

Sebanyak dua puluh guru sekolah dasar di Semarang berpartisipasi dalam

wawancara mengenai pandangan mereka mengenai teknologi, kegunaan dan

tantanganya bagi pembelajaran dan siswa didik. Hasil menunjukkan adanya

kebutuhan yang besar bagi guru untuk mengimbangi pesatnya perkembangan

teknologi, dan usaha yang aktif untuk terlibat dalam perilaku digital siswanya.

Keyakinan guru tentang kompetensi digitalnya akan mempengaruhi kepercayaan

dirinya dan keterampilan yang diajarkan ke siswa untuk menjadi resilien dalam

perilaku digital. Implikasi terhadap temuan akan lebih jauh didiskusikan.

Kata Kunci: kompetensi guru, resiliensi digital, siswa, sekolah dasar,

teknologi digital
180

Running Head: PEMILIHAN SOSIAL MEDIA GENERASI 4.0

Pemilihan Sosial Media Sebagai Bentuk Pemenuhan Kebutuhan Individu

Generasi 4.0

Laelatus Syifa Sari Agustina

Universitas Sebelas Maret

Tentang Penulis

Laelatus Syifa Sari Agustina, Universitas Sebelas Maret

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Laelatus Syifa

Sari Agustina, Universitas Sebelas Maret


181

PEMILIHAN SOSIAL MEDIA GENERASI 4.0

Abstrak

Digital native menghabiskan 79% waktunya untuk mengakses internet setiap hari.

Sosial media menjadi cara baru masyarakat dalam berkomunikasi. Sosial media

adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna mempresentasikan

dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan

pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual. Terdapat beberapa media

sosial yang memiliki perbedaan dan ciri khas tertentu dalam menawarkan konten

ke pengguna. Berbagai jenis media sosial tersebut berusaha memenuhi berbagai

kebutuhan individu. Media sosial pun dapat memainkan peran unik dalam

kehidupan remaja. Identitas mereka dibangun oleh interaksi offline dan online.

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sosial media pada digital native dengan

mengetahui ketertarikan individu pada aplikasi online yang memenuhi

kebutuhannya dan alasan individu tertarik pada sosial media tertentu. Penelitian

ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini meliputi sosial

media apa yang paling mereka sukai dan alasan pemilihan sosial media tersebut.

Berdasar kategorisasi yang dihasilkan menunjukkan bahwa sosial media yang

paling disukai adalah Instagram (41%), Line (37%) dan Whatsapp (20%). Mereka

menyatakan pertimbangan yang membuat sosial media tertentu menarik karena

ketersediaan informasi yang disajikan sosial media tersebut, penyediaan hiburan

untuk bersenang-senang dan keterhubungan dengan teman-teman dari komunitas

mereka sendiri menjadi alasan utama yang membuat mereka menyukai sosial

media tertentu.

Kata kunci: digital native, pemenuhan kebutuhan, sosial media


182

Running Head: ADAPTASI COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY

Studi Rancangan Kerangka Acuan Adaptasi Cognitive Behaviour Therapy

Berdasarkan Budaya Dan Konteks Indonesia Pada Mahasiswa

Muhana Sofiati Utami, Primadhani Setyaning Galih, dan Alifah Sri Sabekti

Universitas Gadjah Mada

Tentang Penulis

Muhana Sofiati Utami, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Primadhani Setyaning Galih, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Alifah Sri Sabekti, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Muhana Sofiati

Utami, Primadhani Setyaning Galih, dan Alifah Sri Sabekti di Fakultas Psikologi,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


183

ADAPTASI COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY

Abstrak

Permasalahan kesehatan mental mahasiswa di Indonesia saat ini mendapatkan

sorotan dan perhatian cukup besar di masyarakat. Peran psikolog sangat diperlukan

dalam memperkuat kesehatan mental pada mahasiswa. Untuk menjalankan peran

tersebut psikolog harus memiliki keterampilan klinis, antara lain menguasai

psikoterapi. Cognitive Behaviour Therapy (CBT) sebagai salah satu jenis

psikoterapi yang sudah terbukti menjadi sangat penting dikuasai oleh psikolog

untuk diterapkan kepada klien mahasiswa. Meskipun begitu faktor budaya

ternyata berpengaruh pada penerapan CBT yang berdasarkan budaya Barat.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kerangka acuan (framework) sebagai

dasar untuk adaptasi CBT yang sesuai dengan budaya Indonesia dalam

penerapannya untuk mahasiswa. Subjek penelitian terdiri dari 26 mahasiswa yang

tidak berlatar belakang ilmu psikologi maupun kedokteran. Pengambilan data

dilakukan dengan Visual Analogue Scale (VAS) dengan rentang 1-10 yang

menanyakan kesesuaian konsep yang disajikan dengan nilai pribadi, nilai sosial-

budaya, nilai keluarga, dan nilai agama. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis

dengan mencari rata-rata dari setiap item. Data kualitatif yang diperoleh dianalisis

dengan analisis konten untuk memperkaya data kuantitatif yang sudah diperoleh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep dasar, model psikopatologi dan

proses CBT, serta contoh video yang dibuat sesuai dengan nilai-nilai pribadi,

sosial budaya, keluarga, dan agama.

Kata kunci : CBT, Mahasiswa, Indonesia


184

Running Head: PENGASUHAN BERBASIS NILAI JAWA

Pengaruh Pengasuhan Berbasis Nilai Jawa dan Trait Anak Terhadap

Kesejahteraan Subjektif Anak Di Yogyakarta

Agnes I. Etikawati, Juke R. Siregar, Hanna Widjaja, dan Ratna Jatnika

Universitas Sanata Dharma dan Universitas Padjadaran

Tentang Penulis

Agnes I. Etikawati, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma

Juke R. Siregar, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadaran

Hanna Widjaja, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadaran

Ratna Jatnika, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadaran

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Agnes I.

Etikawati, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, di Sleman

Kontak: agnes.indar@gmail.com
185

PENGASUHAN BERBASIS NILAI JAWA

Abstrak

SDGs ditujukan untuk memastikan bahwa semua manusia dapat memiliki

kehidupan yang sejahtera. Kesejahteraan bagi anak-anak tidak hanya berkenaan

dengan kecukupan materiil, pendidikan, dan kesehatan fisik. Kesejahteraan bagi

anak juga terkait dengan keadaan batin yang bersumber pada pengalaman-

pengalaman yang membahagiakan. Oleh karena itu kesejahteraan subjektif anak-

anak menjadi penting untuk mendapatkan perhatian. Kesejahteraan subjektif

meliputi penilaian dan perasaan positif seseorang terhadap hidupnya. Hasil

penelitian survei pada anak-anak kelas 5 di DIY (n=1151), menunjukkan bahwa

pengasuhan berbasis nilai-nilai budaya Jawa memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kesejahteraan subjektif anak. Subjek penelitian diperoleh secara

proporsitional stratified random sampling di lima wilayah DIY. Hasil penelitian

ini juga menunjukkan bahwa faktor pengasuhan memiliki pengaruh yang jauh

lebih besar dibandingkan trait kepribadian anak. Pengasuhan yang dilandasi nilai-

nilai budaya Jawa, utamanya nilai hormat, rukun, disiplin, dan nrimo,

mengembangkan kompetensi sosial yang dapat digunakan anak untuk

memperoleh lebih banyak relasi positif dan pengalaman hidup yang

membahagiakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesejahteraan

psikologis tidak terlepas dari konteks budaya dan nilai-nilai keutamaan kultural

merupakan faktor protektif yang mendukung perkembangan dan fungsi optimal

anak.

Kata kunci: anak, kesejahteraan subjektif, kompetensi sosial, nilai-nilai

budaya, pengasuhan
186

Running Head: KESEHATAN MENTAL PEREMPUAN PAPALELE

Gambaran Kesehatan Mental Perempuan Papalele di Kota Ambon

Jeanete Ophilia Papilaya

Universitas Pattimura

Tentang Penulis

Jeanete Ophilia Papilaya, FKIP Universitas Pattimura

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Jeanete Ophilia

Papilaya, FKIP Universitas Pattimura.

Kontak: jeaneteophilia@gmail.com
187

KESEHATAN MENTAL PEREMPUAN PAPALELE

Abstrak

Papalele merupakan suatu bentuk wiraswasta tradisional yang dijalankan sebagian

besar oleh kaum perempuan. Kaum perempuan tersebut menopang ekonomi

keluarga dengan cara berjualan buah-buahan, sayur-sayuran, ikan, dan komoditas

lainnya dari hasil kebun atau laut mereka sendiri. Perempuan Papalele

menjalankan peran perempuan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.

Mereka harus mencari nafkah dan menambah ekonomi keluarga untuk kehidupan

sehari-hari serta pendidikan anak-anak. Sehingga mereka harus menyeimbangkan

antara kebutuhan ekonomi, tuntutan keluarga, kesehatan fisik dan emosi mereka.

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kesehatan mental

perempuan papalele di Kota Ambon. Tipe penelitian yaitu kualitatif dengan

menggunakan lima orang subjek penelitian. Subjek penelitian merupakan lima

orang perempuan Papalele di Kota Ambon. Metode pengambilan data dengan

menggunakan wawancara dan observasi. Adapun wawancara yang digunakan

yaitu wawancara terstruktur dengan berdasarkan pada pendapat Maslow dan

Mittlemenn (2005) tentang 11 dimensi kesehatan mental yaitu (a) adequate

feeling of security; (b) adequate self-evaluation; (c) adequate spontaneity and

emotionally; (d) efficient contact with reality; (e) adequate bodily desires and

ability to gravity them; (f). adequate self-knowledge; (g) integration and

consistency of personality; (h) adequate of life goal; (i) ability to learn from

experience; (j) ability to statisfy to requirements of the group; (k) adequate

emancipation from the group or culture. Data dianalisis dengan reduksi data,

analisis, interpretasi data, dan triangulasi. Hasilnya hasil penelitian yaitu tiga
188

orang subjek menunjukkan kurangnya ability to statisfy to requirements of the

group. Ini menunjukkan mereka tidak terlalu peduli dengan pendapat kelompok

mereka tentang standar kehidupan yang harus mereka jalani dan mereka lebih

cenderung dengan menyesuaikan tuntutan kehidupan mereka dengan penghasilan

harian yang mereka dapatkan. Sedangkan dua subjek lainnya memiliki dimensi

kesehatan mental yang baik dan mereka mampu menempatkan diri dalam tuntutan

ekonomi keluarga, sosial, dan pekerjaan mereka.

Kata kunci: kesehatan mental, perempuan papalele


189

SUB TEMA 5
PSIKOLOGI KLINIS DALAM SETTING MEDIS/KESEHATAN
190

Running Head: COMPARE EFFECTIVENESS OF EMOTIONAL FREEDOM

Randomized Control Trial to Compare Effectiveness of Emotional Freedom

Technique and Therapeutic Communication to Reduce the Anxiety in Cancer

Patients at Sanglah Hospital Bali

Retno Indaryati, Ni Made Swasti Wulanyani, dan Desak Putu Yuli Kurniati

Sanglah Hospital Denpasar dan Universitas Udayana

Tentang Penulis

Retno Indaryati, Sanglah Hospital Denpasar, Bali, Indonesia

Ni Made Swasti Wulanyani, Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, Bali, Indonesia,

Desak Putu Yuli Kurniati, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Retno Indaryati di

Sanglah Hospital Denpasar, Bali, Indonesia

Kontak: retnoigeka@gmail.com
191

COMPARE EFFECTIVENESS OF EMOTIONAL FREEDOM

Abstract

Cancer has quite a complex impact on physical, mental and social health, until the

passing of the patients. The effect of cancer often accepted as great suffering

because it needs long term medication and causing anxiety throughout the

process. Anxiety becomes a critical topic due to its frequent presence in cancer

patients at any stage. Anxiety is presumed to be suffered more by female patients

than male patients, due to the multi-functional roles of a female. Therapeutic

Communication Methods which have been applied show less-favorable results,

particularly at times the patients display their anxiety. The objective of this

research is to compare the Therapeutic Communication (TC) Methods to

Emotional Freedom Technique (EFT), to reduce the anxiety of female cancer

patients. There were 62 female cancer patients at the stage of I to IV, followed by

Karnofsky score at the range of 50 to 80, were involved as the research sample.

This experimental research was conducted using the Randomized Control Trial

(RCT) design. The sample was selected by block randomization methods and

divided into two groups, an intervention group (IG) and a control group (CG). The

intervention was held three times with EFT and TC for the intervention group.

The control group was held three times with TC only. The anxiety score measured

by HSCL-25, the result showed that the score of anxiety on the IG was decreased

at 0.38 after the intervention. CG was decreased at 0.34 after the intervention. To

conclude the research, the Emotional Freedom Technique showed the same

decrease significantly in anxiety level with the Therapeutic Communication

Method in female cancer-patient.


192

Keywords: emotional freedom technique, communication therapeutic,

female-cancer patient anxiety


193

Running Head: PENANGANAN KASUS OCD DENGAN CBT

Penanganan Kasus Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dengan Cognitive

Behavioral Therapy (CBT) pada Klien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

Sepi Indriati

RSJD Surakarta

Tentang Penulis

Sepi Indriati saat ini adalah Psikolog RSJD Surakarta

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Sepi Indriati di

Psikolog RSJD Surakarta

Kontak: indriatisepi@gmail.com
194

PENANGANAN KASUS OCD DENGAN CBT

Abstrak

Obsesive Compulsive Disorder (OCD) terjadi hanya dua sampai tiga persen dari

populasi atau masyarakat umum, namun bukan berarti kondisi tersebut dapat

diabaikan. Gangguan ini muncul sama seringnya pada laki-laki dan perempuan.

Seseorang yang mengalami gangguan OCD tidak mampu mengontrol diri dari

pikiran-pikiran tidak masuk akal dan berlebihan yang sebenarnya tidak

diharapkannya, maupun mengulang beberapa kali perilaku tertentu untuk

menurunkan tingkat kecemasannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat

efektivitas Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yang merupakan gabungan dari

terapi kognitif dan terapi perilaku dalam menangani penderita gangguan obsesif

kompulsif. Tujuan terapi ini adalah untuk membantu klien merubah distorsi

pikirannya diganti dengan konstruksi pikiran yang lebih baik. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam laporan kasus ini adalah wawancara,

observasi, dan tes psikologi. Subyek penelitian adalah klien yang datang ke

Instalasi Psikologi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Subjek merupakan

seorang pelajar SLTA usia 15 tahun, berjenis kelamin perempuan dengan keluhan

dalam 3 bulan terakhir ketakutan subjek terhadap najis semakin menjadi,

akibatnya ia harus cuci tangan dan keluar-masuk kamar mandi berkali-kali serta

selalu mempermasalahkan cara ibunya mencuci pakaiannya. Selain itu, dalam 3

bulan ini juga ia mudah lupa, sulit konsentrasi, mudah panik, merasa was-was dan

merasa sangat tidak nyaman, kurang mau bergaul, ataupun merasa tidak berharga.

Terkadang muncul ide bunuh diri (saat merasa tidak berharga) dengan

membayangkan terjun dari lantai dua sekolahnya dan curiga temannya mengamati
195

perilakunya. Subjek sadar hal itu bertentangan dengan ajaran agamanya, sehingga

subjek selalu dapat menepis ide bunuh dirinya. Subjek merasakan ada yang aneh

dalam dirinya, merasa sebagai orang yang ‘rusak’ dan tidak tahu harus berobat

kemana. Peran ibu sebagai orang tua yang cukup peka dan perduli terhadap

kondisi anaknya sangat berarti dengan membawa ke psikolog klinis. Dalam

beberapa sesi pertemuan dan diberikan intervensi dengan melibatkan peran ibu,

subjek menunjukkan perubahan pemikiran negatif dan perilaku kompulsif. Sejak

pertama kali melakukan program terapi, subjek merasa lebih nyaman dan perilaku

kompulsif dapat dikendalikan. Subjek mulai dapat memberikan persepsi yang

lebih positif terhadap sikap dan pandangan temannya.

Kata kunci: Obsesive Compulsif Disorder (OCD), Cognitive Behavior

Therapy (CBT)
196

Running Head: TERAPI KOGNITIF-PERILAKU PADA GAY

Terapi Kognitif-Perilaku untuk Menurunkan Depresi pada Gay dengan HIV/AIDS

di Yayasan X Surabaya

Ni Luh Indah Desira Swandi dan Tri Kurniati Ambarini

Universitas Udayana dan Universitas Airlangga

Tentang Penulis

Ni Luh Indah Desira Swandi, Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana

Tri Kurniati Ambarini, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Ni Luh Indah

Desira Swandi, Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana di Bali

Kontak: indahdesira.swandi@gmail.com
197

TERAPI KOGNITIF-PERILAKU PADA GAY

Abstrak

Kasus HIV/AIDS di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Di Jawa Timur,

peningkatan kasus HIV/AIDS lebih banyak pada kaum gay atau pada kaum laki-

laki yang melakukan seks dengan sesama laki-laki. Kaum gay dengan HIV/AIDS

mengalami berbagai permasalahan, baik secara fisik maupun psikososial. Secara

fisik, kaum gay dengan HIV/AIDS sangat rentan terhadap berbagai penyakit

karena sistem kekebalan tubuh menurun. Secara psikososial, gay dengan

HIV/AIDS seringkali mengucilkan diri sendiri dan menyalahkan diri sendiri. Di

samping itu, orang dengan HIV/AIDS seringkali mendapatkan stigma dan

diskriminasi dari lingkungan. Kondisi tersebut yang menyebabkan kaum gay

dengan HIV/AIDS rentan mengalami depresi (Lee, Oliffe, Kelly, & Ferlatte,

2017). Depresi terjadi karena adanya pandangan negatif tentang diri sendiri,

dunia, dan masa depan. Terapi kognitif-perilaku diberikan kepada gay dengan

HIV/AIDS yang mengalami depresi untuk mengubah pikiran-pikiran negatif atau

irasional menjadi pemikiran yang lebih positif. Tujuan penelitian ini adalah

mengetahui efektivitas terapi-kognitif perilaku untuk menurunkan depresi pada

gay dengan HIV/AIDS di Yayasan X Surabaya. Intervensi diberikan kepada tiga

orang gay dengan HIV/AIDS yang mengalami depresi. Rancangan penelitian

menggunakan single subject research, yaitu reverse AB. Data dianalisis

menggunakan analisis visual dan analisis nonparametrik Wilcoxon sign rank test.

Intervensi yang diberikan adalah sebanyak enam sesi. Hasil analisis dengan Uji

Wilcoxon (p < 0.109) menunjukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam

penurunan tingkat depresi pada gay dengan HIV/AIDS. Namun, hasil penelitian
198

melalui analisis visual menunjukan terdapat penurunan tingkat depresi setelah

diberikan intervensi. Begitu pula pengukuran effect size menunjukan intervensi

memberikan pengaruh yang besar dalam penurunan tingkat depresi. Setiap subjek

dapat melakukan tugas terapi dengan baik dan mampu melakukan perubahan

pikiran negatif menjadi lebih positif.

Kata kunci: restrukturisasi kognitif, kontrak perilaku, depresi, gay dengan

HIV/AIDS
199

Running Head: PENGARUH ACT PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA

Pengaruh Intervensi Psikologi Acceptance Commitment Therapy (ACT) terhadap

Kadar TNF-α pada Penderita Kanker Payudara Lanjut Lokal

Dini Latifatun Nafi’ati dan Husnul Ghaib


200

PENGARUH ACT PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA

Abstrak

Pendahuluan: Jumlah penderita kanker payudara (KPD) stadium lanjut (III/IV) di

Indonesia mencapai 60-70%. Keterlambatan untuk datang ke fasilitas kesehatan

terkait erat dengan perasaan tertekan, cemas berkepanjangan, hingga depresi

karena memikirkan penyakitnya. Kondisi ini bisa menghambat proses pengobatan

dengan kemoterapi, karena tingginya kadar hormon stres dan sitokin proinflamasi,

seperti TNF-α. Respon pengobatan kemoterapi yang kurang baik menyebabkan

waktu pengobatan yang lebih lama, sehingga menambah tingkat stres dan

berpengaruh terhadap peningkatan kadar TNF-α. Pengelolaan melalui intervensi

psikologi dengan Acceptance Commitment Therapy (ACT) diharapkan dapat

berpengaruh terhadap penurunan kadar TNF-α dalam darah, sehingga

menghasilkan respon yang lebih baik terhadap kemoterapi dan menurunkan efek

samping kemoterapi maupun gejala lain yang berkaitan dengan kanker, seperti

mual, muntah, dan nafsu makan yang menurun. Dengan begitu, intervensi yang

dilakukan dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis (psychological wellbeing)

penderita KPD. ACT merupakan langkah intervensi dengan menggunakan konsep

penerimaan (acceptance), dimana suatu proses aktif dari self-affirmation untuk

menerima dan berani merasakan/mengalami pikiran negatif. Tujuan ACT yakni

untuk meningkatkan kualitas hidup agar lebih bermakna dengan penerimaan

terhadap rasa sakit yang tidak dapat dihindari, membangun komitmen perubahan,

dan menjalani kehidupan sehari – hari sesuai dengan nilai dan tujuan hidupnya

dengan fleksibilitas psikologis yang meningkat. Metode: Desain penelitian yang

digunakan adalah double blind randomized control trial dengan subjek penelitian
201

adalah wanita KPD lanjut lokal yang mendapatkan kemoterapi. Intervensi ACT

diberikan berjumlah tiga sesi pada kelompok perlakuan. Sebelum dan sesudah

perlakuan, diukur tingkat stres menggunakan skala Acceptance and Action

Questionnaire-II (AAQ-II) dan diukur kadar TNF-α di dalam tubuh. Hasil:

Intervensi psikologi ACT dapat menurunkan kadar TNF-α dengan rata–rata

sebesar 1.21 pg/ml dari 5.42 ± 1.99 pg/ml menjadi 4.22 ± 1.58 pg/ml, dengan nilai

ρ = 0.026. Uji korelasi Pearson juga menunjukkan kadar TNF-α berkorelasi positif

dengan tingkat stres (skor AAQ-II) dengan nilai ρ = 0.043. Kesimpulan: Pada

kelompok perlakuan dengan intervensi psikologi ACT terbukti dapat menurunkan

tingkat stres subyek penelitian. Tingkat stres juga berkorelasi positif dengan kadar

TNF-α plasma darah.

Kata kunci: kanker payudara lanjut lokal, kemoterapi, Acceptance Commitment

Therapy (ACT), TNF-α


202

Running Head: PEMAHAMAN DAN MINAT MAHASISWA PADA

KESMAWAS

Pemahaman dan Minat Mahasiswa Magister Profesi Psikolog Klinis pada

Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat (Keswamas)

Osi Kusuma Sari dan Subandi

Universitas Gadjah Mada

Tentang Penulis

Osi Kusuma, Kementerian Kesehatan RI; Fakultas Psikologi Universitas Gadjah

Mada

Subandi, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Osi Kusuma, Fakultas

Psikologi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, kontak: osi_k@yahoo.com;

Subandi, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, kontak:

Subandi@ugm.ac.id
203

PEMAHAMAN DAN MINAT MAHASISWA PADA KESMAWAS

Abstrak

Mahasiswa magister profesi psikolog klinis (mapronis) akan menghasilkan

psikolog klinis yang nantinya berperan dan bertugas sebagai tenaga kesehatan

sesuai densgan aturan dan kaidah kesehatan dalam sistem yang ada. Tingginya

tuntutan dan kebutuhan pelayanan psikologi klinis, baik individu, kelompok

maupun komunitas di Indonesia dengan keterbatasan SDM yang ada, memberikan

tantangan bagi calon-calon psikolog klinis untuk menjawab tantangan tersebut

dengan lebih mampu memberikan kontribusinya dalam sistem kesehatan dengan

cakupan yang lebih luas. Tujuan penelitian ini untuk memberikan gambaran minat

mahasiswa mapronis terhadap kesehatan jiwa masyarakat secara luas dilihat dari

literasi dan pengalaman studinya. Metode penelitian ini adalah deskriptif analitik.

Teknik pengambilan data dengan survei dengan bantuan google form yang

diperoleh 117 mahasiswa magister profesi psikolog klinis dari berbagai

universitas swasta dan negeri di Indonesia yang menyediakan program studi

magister psikolog klinis, baik yang telah melaksanakan praktek kerja lapangan

maupun yang belum. Survei diawali dengan demografi, kemudian dilanjutkan

dengan beberapa pertanyaan terbuka tentang pemahaman keseahtan jiwa

masyarakat dan intervensi dengan pendekatan komunitas. Hasil survei sementara

menunjukkan terdapat perbedaan pemahaman kesehatan jiwa masyarakat antara

mahasiswa yang telah menyelesaikan praktek kerja profesi psikolog di beberapa

tempat, dengan mahasiswa yang belum melaksanakan PKPP. Demikian halnya

dengan minat mahsaiswa terhadap intervensi dengan pendekatan individu,

kelompok, maupun komunitas. Saran dari penelitian adalah perlunya


204

meningkatkan penguatan kompetensi bagi mahasiswa magister profesi psikolog

klinis dalam memberikan pelayanan yang lebih efektif dengan cakupan yang lebih

luas (makro).

Kata kunci: pemahaman mahasiswa, psikologi kesehatan, kesehatan jiwa

komunitas, minat
205

Running Head: PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP

SEXUALITY NEED

Studi Deskriptif mengenai Pengetahuan Kesehatan Reproduksi terhadap Sexuality

Need pada Istri-istri Pelaut

Windah Riskasari

Fakultas Psikologi
206

PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SEXUALITY

NEED

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran atau

deskripsi pengetahuan kesehatan reproduksi terhadap sexuality need pada istri-

istri pelaut. Kualitas pertemuan antara istri dengan suami seorang pelaut, karena

secara tidak langsung pengetahuan seorang istri terhadap kesehatan reproduksinya

akan berpengaruh pada kualitas akan kebutuhan seks nya pada suami. Adapun

indikator pada permasalahan kesehatan reproduksi adalah gender, kemiskinan,

pendidikan yang rendah, kawin muda, kekurangan gizi, dan beban kerja yang

berat. Sedangkan sexuality need, meliputi aspek biologis, aspek psikologis, dan

aspek budaya. Subyek penelitian ini adalah istri-istri pelaut yang berjumlah 81

orang, terdiri dari 63 orang yang tinggal di Flat armada timur Surabaya juga

berstatus sebagai istri anggota (Tamtama, dan Bintara), dan 18 orang yang

terdapat di Flat armada timur juga berstatus sebagai istri Perwira. Sampel

penelitian ditentukan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan

sampel yang karakteristiknya sudah ditentukan dan diketahui terlebih dahulu

berdasarkan ciri-ciri tertentu. Hasil penelitian didapat didapatkan bahwa Uji

reliabilitas alat ukur sebesar 0.915 untuk variable x dan 0.896 untuk variable y,

hal ini berarti kurangnya pengetahuan istri-istri terhadap pengetahuan akan

kesehatan reproduksi yang mana hal ini dapat mempengaruhi kualitas hubungan

seksual pada pasangan. Kurangnya pengetahuan tersebut bisa terjadi karena

tingkat pendidikan yang kurang, kemiskinan, dan faktor-faktor lainnya.


207

Kata kunci: pengetahuan kesehatan reproduksi, sexuality need, istri-istri pelaut


208

Running Head: PENGARUH FUNGSI KOGNITIF DAN KECEMASAN

Pengaruh antara Fungsi Kognitif dan Tingkat Kecemasan terhadap Penyesuaian

Diri Penyandang Disabilitas Mental di UPT Rehabilitasi Sosial Bina Laras Kediri

Tatik Imadatus Sa’adati


209

PENGARUH FUNGSI KOGNITIF DAN KECEMASAN

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh antara fungsi kognitif dan tingkat

kecemasan terhadap penyesuaian diri penyandang diasabilitas mental di UPT

Rehabilitasi Sosial Bina Laras Kediri. Secara lebih luas akan dipaparkan

klasifikasi status mental, tingkat kecemasan, dan penyesuaian diri pada

penyandang disabilitas mental. Penyesuaian diri menurut Schneiders adalah usaha

individu untuk menetralkan tekanan akibat dorongan kebutuhan dan usaha untuk

menyeimbangkan hubungan individu dengan kenyataan. Fungsi kognitif menurut

Strub adalah merupakan aktivitas mental secara sadar, seperti berpikir, mengingat,

belajar dan menggunakan bahasa. Cattel, Scheier, dan Spielbrerger,

mendefinisikan kecemasan sebagai state anxiety (reaksi emosi sementara yang

muncul pada kondisi tertentu yang dirasakan sebagai ancaman) dan trait anxiety

(sifat yang dimiliki seseorang yang cukup stabil yang memberikan interpretasi

suatu kondisi sebagai keadaan yang mengancam. Dalam penelitian ini, variabel

bebas pertama adalah adalah fungsi kognitif yang menggunakan alat ukur MMSE

(Mini Mental Status Examination) dengan 11 pertanyaan, variabel bebas kedua

adalah tingkat kecemasan yang menggunakan alat ukur Promis Adult-Anxiety

dengan 7 pernyataan. Sedangkan variabel terikatnya adalah penyesuaian diri yang

diukur dengan skala, pengembangan 16 indikator penyesuaian diri yang efektif

dari Schneiders. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling

dengan jumlah sampel 50 orang. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah statistik parametrik uji analisis regresi ganda. Hasil penelitian

menunjukkan gambaran tingkat penyesuaian diri penyandang disabilitas mental


210

di UPT Bina Laras Kediri, yakni terdapat 4 subjek dengan tingkat penyesuaian

diri yang sangat tinggi, 14 subjek tingkat tinggi, tingkat sedang sejumlah 19

subjek, dan 8 subjek dalam tingkat rendah, serta ada 5 subjek dengan tingkat

penyesuaian yang sangat rendah. Gambaran fungsi kognitif diketahui bahwa ada

22 subjek yang memiliki kategorisasi normal, 16 subjek berkategorisasi ada

kecenderungan gangguan fungsi kognitif dan 12 subjek yang lainnya masuk

dalam kategorisasi ada gangguan fungsi kognitif. Sedangkan pada gambaran

tingkat kecemasan, terdapat 1 subjek yang memiliki tingkat kecemasan yang

tinggi, 22 subjek dengan tingkat kecemasan sedang, tingkat kecemasan yang

ringan sejumlah 14 subjek, dan 13 subjek dengan tingkat kecemasan yang sedikit.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah Ha diterima atau dapat pula

dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat kecemasan terhadap

penyesuaian diri penyandang disabilitas mental di UPT Bina Laras Kediri.

Kata kunci: fungsi kognitif, tingkat kecemasan, penyesuaian diri, penyandang

disabilitas mental
211

Running Head: SINDROM DIABETES BURNOUT

Sindrom Diabetes Burnout: Apakah Itu?

Nida Ul Hasanat

Universitas Gadjah Mada

Tentang Penulis

Nida Ul Hasanat, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Nida Ul Hasanat,

Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada, di Yogyakarta

Kontak: nida@ugm.ac.id
212

SINDROM DIABETES BURNOUT

Abstrak

Pada penyandang penyakit kronik, salah satu upaya yang harus dilakukan agar

kondisi kesehatannya tetap stabil dan terhindar atau memperlambat terjadinya

komplikasi, yaitu dengan melakukan manajemen diri. Demikian pula yang harus

dilakukan oleh penyandang penyakit diabetes. Penyandang harus mengikuti

aturan-aturan yang diberikan oleh dokter, ahli gizi, dan profesional lain. Beberapa

penyandang melakukannya dengan rela, sedangkan penyandang lain

melakukannya dengan terpaksa. Beberapa keluhan yang disampaikan oleh

penyandang antara lain mereka jenuh harus diet, mengatur asupan makanan, atau

jenuh harus minum obat. Dalam kajian tentang diabetes, beberapa contoh tersebut

disebut sebagai sindrom diabetes burnout. Diabetes burnout ini dapat menjadi

hambatan seseorang dalam melakukan manajemen diri diabetes. Tulisan ini berisi

pengenalan istilah tentang diabetes burnout, yang masih belum banyak dibahas di

Indonesia. Tulisan ini berisi definisi, ciri-ciri, dan cara untuk mengatasi sindrom

diabetes burnout. Diharapkan melalui tulisan ini menambah pemahaman tentang

aspek psikologi yang terdapat pada penyandang diabetes, sehingga dapat

digunakan sebagai materi untuk penyusunan program intervensi psikologis bagi

penyandang diabetes.

Kata kunci: diabetes, burnout, manajemen diri, intervensi


213

Running Head: FUNGSI KOGNITIF PADA ANAK DENGAN EPILEPSI

Fungsi Kognitif pada Anak dengan Epilepsi

Bayu Pramana Putra, Agung Triono, dan Dwi Susilawati

Universitas Gadjah Mada dan RSUP Dr Sardjito

Tentang Penulis

Bayu Pramana Putra, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan

(FKKMK UGM)

Agung Triono, Divisi Neurologi, Departemen Kesehatan Anak, FKKMK UGM –

RSUP Dr Sardjito,

Dwi Susilawati, Divisi Tumbuh Kembang, Departemen Kesehatan Anak,

FKKMK UGM – RSUP Dr Sardjito

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Bayu Pramana

Putra, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan (FKKMK

UGM), Yogyakarta

FUNGSI KOGNITIF PADA ANAK DENGAN EPILEPSI


214

Abstrak

Epilepsi adalah masalah kesehatan anak yang umum terjadi dan ada pada banyak

negara. Salah satu dampaknya ada pada aspek kerusakan kognitif yang akan

berpengaruh pada perkembangan kognitif anak dan kualitas hidup. Tujuan

penelitian ini adalah untuk menemukan apakah epilepsi berdampak pada fungsi

kognitif pada anak. Penelitian ini adalah deskripsi cross-sectional menggunakan

data sekunder dari catatan medis rumah sakit. Pengumpulan data dilakukan dari

tahun 2004 sampai dengan 2014 pada dokumen dari anak epilepsi yang telah

menjalani pengobatan dan evaluasi di poli saraf anak dan poli tumbuh kembang

RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Fungsi kognitif anak epilepsi mengacu pada

rendahnya skor IQ yang diperoleh anak. Data dianalisa menggunakan metode

Fischer`s exact dan tes Kolmogorov-Smirnov. Jumlah data yang diolah sebanyak

40 sampel, ada 19 anak (42.5 %) dengan kerusakan kognitif (IQ < 70) dan 21 anak

(57.5 %) tanpa kerusakan kognitif (IQ > 70). Dari dua puluh lima anak yang

dilakukan tes kecerdasan dengan skala Stanford-Binet, ada 15 anak dengan

kerusakan kognitif. Sedangkan dari 15 anak yang diukur menggunakan tes

kecerdasan skala Wechsler (WISC), ada 4 anak. Hasil penelitian menunjukkan

lebih banyak anak dengan epilepsi yang tidak memiliki kerusakan kognitif (11

anak). Kondisi anak epilepsi dengan komorbid gangguan neuro-developmental

secara jelas menimbulkan kerusakan kognitif (p = 0.034, 95% CI 1.08 – 21.76).

Kesimpulan: Lebih banyak anak dengan epilepsi tanpa kerusakan kognitif

ditemukan. Penelitian selanjutnya dibutuhkan sampel yang lebih besar

menggunakan rancangan prospektif untuk menemukan hubungan yang lebih baik

antara epilepsi pada anak dan kerusakan kognitif.


215

Kata kunci: anak, epilepsi, kerusakan kognitif


216

Running Head: KETERLIBATAN PSIKOLOG KLINIS

Keterlibatan Psikolog Klinis dalam Upaya Kesehatan Mental Masyarakat

Melalui TPKJM

Osi Kusuma Sari dan Subandi

Psikologi Universitas Gadjah Mada

Tentang Penulis

Osi Kusuma Sari, Kementerian Kesehatan RI/Fakultas Psikologi, Universitas

Gadjah Mada

Subandi, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Osi Kusuma Sari,

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, di Yogyakarta,

kontak:osi_k@yahoo.com; dan Subandi, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah

Mada, kontak: Subandi@ugm.ac.id


217

KETERLIBATAN PSIKOLOG KLINIS

Abstrak

Kontribusi psikolog klinis sebagai tenaga kesehatan dalam upaya pelayanan

kesehatan jiwa tentunya perlu berkolaborasi dengan sistem kesehatan yang ada,

baik melalui program-program pemerintah yang dicanangkan, maupun kebijakan

daerah yang ada terkait kesehatan mental. Beberapa regulasi dan program

kesehatan yang dicanangkan pemerintah menjadi salah satu sarana pendukung

dan peluang dalam tercapainya kesehatan mental masyarakat secara holistik,

seperti TPKJM (Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa masyarkat) yang sampai saat ini

menjadi program kesehatan mental di masyarakat. Tujuan penelitian ini

memberikan gambaran kesediaan psikolog klinis dalam memberikan pelayanan

kesehatan mental yang lebih luas, baik dalam komunitas maupun bekerjasama

dengan TPKJM, sebagai salah satu program kesehatan mental yang ada. Metode

penelitian yang dilakukan berupa deskriptif analisis dengan pengambilan data

secara random dengan bantuan google form, diperoleh 110 orang responden yang

merupakan psikolog klinis berpraktek, baik di institusi kesehatan negeri, maupun

swasta, serta institusi lainnya. Data diperoleh menunjukkan keterlibatan psikolog

klinis dalam pelayanan kesehatan komunitas di masyarakat didominasi oleh

psikolog di pelayanan dasar, dengan keterlibatan lintas sektor di luar kesehatan,

terutama dalam memberikan psikoedukasi, baik dalam kelompok-kelompk

masyarakat maupun institusi seperti sekolah, dan lain sebagainya.

Kata kunci: psikolog klinis, kesehatan mental masyarakat, TPKJM


218

Running Head: PENGARUH PELATIHAN SELF-MANAGEMENT

Pengaruh Pelatihan Self-Management untuk Meningkatkan Kontrol Diri terhadap

Makanan pada Orang yang Mengalami Obesitas

Zulfa Khofifa dan Dessy Pranungari

Universitas Gadjah Mada

Tentang Penulis

Zulfa Khofifa, Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan

Dessy Pranungari, Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Zulfa Khofifa,

Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta; dan Dessy

Pranungari, Fakultas Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan di Yogyakarta


219

PENGARUH PELATIHAN SELF-MANAGEMENT

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan self-management

untuk meningkatan kontrol diri terhadap makanan pada orang yang mengalami

obesitas. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimen dengan desain one

group pretest and posttest, dimana hanya ada satu kelompok yang diberi perlakuan

tanpa adanya kelompok kontrol ataupun kelompok perlakuan lainnya. Subjek

dalam penelitian ini berjumlah enam orang yang masuk dengan kriteria IMT > 30,

perempuan dengan usia 22 hingga 26 tahun. Perlakuan yang diberikan dalam

penelitian ini adalah pelatihan self-management. Hasil analisis penelitian diuji

menggunakan Uji Wilcoxon menunjukkan p = 0.028 (p < 0.05) dan z = 2.201

yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah diberi

perlakuan pelatihan self-management. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pelatihan self-management dapat

meningkatkan kontrol diri terhadap makanan pada orang yang mengalami

obesitas.

Kata kunci: kontrol diri, obesitas


220

Running Head: ASESMEN KOMUNITAS PENGALAMAN PSIKOTIK

Analisis Jaringan Asesmen Komunitas terhadap Pengalaman Psikotik

Suriatmaja, H., Hermanto, E., dan Jaya, E.S.

Universitas Indonesia

Tentang Penulis

Suriatmaja, H., Kelompok Riset Studi Psikosis, Fakultas Psikologi, Universitas

Indonesia

Hermanto, E., Kelompok Riset Studi Psikosis, Fakultas Psikologi, Universitas

Indonesia

Jaya, E.S, Kelompok Riset Studi Psikosis, Fakultas Psikologi, Universitas

Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Suriatmaja, H.,

Kelompok Riset Studi Psikosis, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia di

Depok

Kontak: hardaya.suriatmaja@ui.ac.id
221

ASESMEN KOMUNITAS PENGALAMAN PSIKOTIK

Abstrak

Asesmen Komunitas terhadap Pengalaman Psikotik (AKPP) merupakan kuesioner

yang mengukur tentang gejala psikosis dan merupakan adaptasi dari kuesioner

Community Assessment of Psychic Experiences (CAPE). Gejala psikotik yang

diukur adalah gejala positif (pengalaman aneh, halusinasi, paranoia, pemikiran

magis, dan waham kebesaran), negatif (afek datar, penarikan sosial, dan

amotivasi), dan depresi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat jaringan gejala

yang dipetakan oleh AKPP. Partisipan penelitian ini merupakan sampel komunitas

(N = 464) yang terdiri dari orang tanpa diagnosis mental (sehat), orang dengan

diagnosis mental, dan orang dengan diagnosis skizofrenia. Analisis jaringan

dilakukan menggunakan paket qgraph dari program statistik R. Hasil analisis

jaringan menunjukkan bahwa aitem-aitem yang mengukur gejala paranoia berada

di tengah jaringan, dimana nampaknya paranoia dapat diinterpretasikan sebagai

gejala inti dari gejala psikotik. Selain itu, paranoia juga nampaknya berfungsi

menjadi jembatan yang menghubungi berbagai gejala psikotik yang lain. Kami

juga menemukan bahwa pemikiran magis dan waham kebesaran merupakan

gejala-gejala yang ada di pinggir jaringan, yang berarti kedua gejala tersebut

merupakan gejala sampingan dan tidak terlalu mempengaruhi gejala-gejala

lainnya. Bila penemuan ini dapat direplikasikan pada sampel pasien skizofrenia

dan secara longitudinal, penemuan ini dapat membawa implikasi penting untuk

praktek klinis: terapi psikologis pada orang dengan skizofrenia harus menyasar

gejala paranoia dahulu, dan mungkin gejala yang lainnya bisa hilang dengan

sendirinya.
222

Kata kunci: jaringan, psikotik, depresi, AKPP


223

Running Head: DEPRESI PADA ODHA PEREMPUAN

Depresi pada ODHA Perempuan: Adakah Layanan Psikologis di Layanan Primer?

Madyastha Aji Bhirawa dan Evi Sukmaningrum


224

DEPRESI PADA ODHA PEREMPUAN

Abstrak

Perempuan dengan HIV-AIDS adalah kelompok yang mengalami stigma ganda.

Tidak hanya stigma karena infeksi virus tersebut, namun juga dikaitkan dengan

asumsi negatif terkait nilai dan moralitas mengenai perempuan dengan HIV.

Banyak studi yang menunjukkan bahwa masalah stigma dan diskriminasi terjadi

di bidang kesehatan, pekerjaan, dan pendidikan, yang pada akhirnya

memunculkan masalah kesehatan jiwa pada mereka. Kondisi tersebut juga masih

diperberat oleh penyesuaian diri dengan penyakit yang dideritanya. Depresi,

merupakan salah satu gangguan psikologis yang paling banyak dialami oleh

ODHA perempuan. Sayangnya, masih sangat sedikit profesional, khususnya

psikolog, yang dapat memberikan layanan psikologis di layanan primer bagi

ODHA perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, bertujuan

untuk memaparkan bagaimana gambaran depresi pada ODHA perempuan yang

tinggal di Jakarta. Metode pengambilan data bersifat kualitatif dengan wawancara

mendalam. Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah dua ODHA

perempuan dewasa awal dalam rentang usia 21-40 tahun dan mengalami depresi

sesuai dengan tingkatan depresi pada BDI-II. Hasil studi menunjukkan adanya

pemikiran negatif terhadap diri sendiri, pengalaman, dan masa depan. Partisipan

mengalami kesedihan, perasaan bersalah, kegagalan terhadap masa lalu dan

menganggap diri mereka tidak berharga. Derajat depresi yang dialami oleh kedua

responden dipengaruhi oleh permasalahan yang dialaminya, baik pembukaan

status HIV, stigma dan diskriminasi, kematian suami serta masalah kesehatan

anak diikuti minimnya dukungan sosial yang diterima dari keluarga dan orang
225

terdekat. Selain itu, permasalahan terkait pengasuhan dan perawatan anggota

keluarga yang juga terinfeksi HIV, serta harus menjadi tulang punggung keluarga

membuat beban tersendiri pada ODHA perempuan. Dukungan psikososial terbatas

dari kelompok dukungan sebaya yang disediakan oleh LSM dan belum

sepenuhnya dapat mengakses layanan professional dari psikolog. Pentingnya

integrasi layanan kesehatan jiwa dengan menyediakan psikolog klinis di layanan

primer, sehingga dapat membantu kelompok yang terpinggirkan, seperti individu

dengan HIV-AIDS, dalam mendapatkan bantuan psikologis secara profesional

dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang dialami. Selain itu, pelibatan

jejaring psikolog klinis dengan LSM yang mendampingi ODHA perempuan perlu

dilakukan untuk memudahkan proses rujukan bagi mereka yang membutuhkan.

Kata kunci : Depresi, ODHA, Layanan Psikologi


226

Running Head: PENGEMBANGAN MODEL KONSELING Comment [DAM1]:

Pengembangan Modul Konseling dengan Pendekatan Motivational Interviewing

untuk Meningkatkan Inisiasi dan Kepatuhan ARV pada ODHA

Evi Sukmaningrum, Lydia Verina Wongso, Sarasita Hendrianti, Prisilia Riski,

Desy Natalia, dan Follen Salindeho


227

PENGEMBANGAN MODEL KONSELING

Abstrak

Orang yang hidup dengan HIV-AIDS (ODHA) saat ini dapat meningkatkan

kesehatan mereka dengan mengakses pengobatan anti retroviral (ARV). Namun,

Indonesia masih memiliki masalah terkait dengan kemauan pasien untuk memulai

pengobatan dan mempertahankan kepatuhan untuk minum ARV. Data

Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa kaskade perawatan masih jauh dari

target 90-90-90, yang merupakan target universal untuk mengakhiri epidemik

HIV-AIDS. Sejumlah intervensi medis telah dilakukan, namun masih sangat

sedikit intervensi psikologis yang disediakan untuk meningkatkan kaskade HIV.

Padahal, kebanyakan masalah dalam inisiasi dan kepatuhan pengobatan ARV

tidak hanya disebabkan masalah medis, namun juga psikologis, seperti keyakinan

yang salah arah tentang efek ART, ketakutan akan stigma dan diskriminasi dari

anggota keluarga, kelelahan (fatique) akibat pengobatan, serta masalah kesehatan

mental yang dialami. Pengembangan modul konseling yang terstruktur dengan

pendekatan Motivational Interviewing (MI) merupakan tahap awal sebelum

memulai studi kami tentang intervensi psikologis dalam meningkatkan inisiasi

pengobatan dan kepatuhan pengobatan pada ODHA pengguna jarum suntik.

Metode klinis pendekatan MI berangkat dari pendekatan Carl Rogers yang

berpusat pada klien untuk membantu komitmen mereka dalam mencapai

kesejahteraan psikologis yang diharapkan. MI merupakan pendekatan yang

sederhana dan singkat untuk meningkatkan motivasi dalam mengubah perilaku

atau mempertahankan perilaku sehat. Masih sangat sedikit penelitian yang

menunjukkan bagaimana model ini bekerja dalam meningkatkan kepatuhan ART


228

untuk ODHA di Indonesia. Pengembangan modul MI untuk meningkatkan

inisiasi dan kepatuhan minum ARV dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu (1)

adaptasi modul; (2) uji coba modul; (3) pelatihan modul untuk tenaga kesehatan;

(4) monitoring dan evaluasi; serta (5) Evaluasi feasibility dan penerimaan

intervensi di layanan primer. Saat ini, modul pendekatan MI sudah digunakan oleh

2 puskesmas di Jakarta yang menjadi pilot studi intervensi MI. Di masa

mendatang, diharapkan bahwa intervensi psikologis ini dapat menjadi layanan

kegiatan baru baik di layanan kesehatan dan dapat dikembangkan lebih lanjut

menjadi pendekatan perawatan yang lebih holistik, yang akan mendukung

perilaku pencarian kesehatan ODHA dalam mengakses layanan kesehatan dan

psikologis untuk membantu meningkatkan inisiasi dan kepatuhan minum ARV.

Kata kunci : Modul Konseling, Motivation Interviewing, ARV, ODHA


229

Running Head: MENGEKSPLORASI INTERVENSI PSIKOLOGI

Pengelompokan Gejala pada Mahasiswa Baru yang Memiliki Gangguan Mental

Emosional untuk Mengekplorasi Intervensi Psikologi

Ika Malika, Fadhilah Amalia, dan Yuanita Zandy Putri

Universitas Indonesia

Tentang Penulis

Ika Malika, Klinik Satelit Universitas Indonesia

Fadhilah Amalia, Klinik Satelit Universitas Indonesia

Yuanita Zandy Putri, Klinik Satelit Universitas Indonesia

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Fadhilah

Amalia, Klinik Satelit Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, Depok.

Kontak: fadhilah.amalia18@gmail.com
230

MENGEKSPLORASI INTERVENSI PSIKOLOGI

Abstrak

Kesehatan yang menyeluruh haruslah meliputi kesehatan secara fisik maupun

mental. Untuk memenuhi kondisi tersebut, sebuah Universitas di Jakarta

melakukan pemeriksaan kesehatan pada mahasiswa baru yang bertujuan menilai

kondisi kesehatan fisik dan mental. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran pengelompokan gejala pada Mahasiswa Baru di Sebuah Universitas di

Jakarta. Adanya gambaran mengenai pengelompokan gejala ini diharapkan dapat

digunakan untuk menentukan intervensi psikologi yang efektif dan efisien.

Pemeriksaan kesehatan mental dilakukan dengan menggunakan instrumen SRQ-

20 (Self-Reported Questionnaire) yang diselenggarakan oleh Klinik Universitas

tersebut. Mahasiswa baru dinilai mengalami gangguan mental emosional apabila

menjawab minimal enam pertanyaan dengan jawaban ‘ya’. Pertanyaan dalam

SRQ-20 dibagi menjadi empat kelompok gejala, yaitu: energi menurun, keluhan

somatik, perasaan depresif, dan pikiran depresif. Penelitian dilakukan dengan

menggunakan metode deskriptif terhadap skor SRQ-20 ≥ 6 yang diisi oleh sekitar

7000 mahasiswa baru setiap tahunnya, pada saat proses pendaftaran ulang di

tahun 2016, 2017, 2018 dan 2019. Berdasarkan uji statistik SPPS 25.0, ditemukan

adanya peningkatan jumlah mahasiswa baru yang dinilai mengalami masalah

gangguan mental emosional. Sedangkan berdasarkan pengelompokan gejala,

terlihat adanya pola yang sama pada setiap tahun di tahun 2016-2019 yaitu

berurutan mulai dari yang terbanyak adalah (1) perasaan depresif, (2) keluhan

somatik, (3) pikiran depresif dan (4) energi menurun. Dari gambaran tersebut,

diketahui bahwa kelompok gejala perasaan depresif selalu lebih tinggi pada setiap
231

tahunnya dibandingkan kelompok gejala lainnya. Intervensi psikologi yang

bertujuan untuk mengelola perasaan depresif bisa dilakukan secara individual

maupun berkelompok. Intervensi yang dilakukan secara individual, yaitu

konseling dengan penekanan pada proses mendengar aktif sebagai sarana

pelepasan emosi dan teknik relaksasi pernafasan. Sedangkan intervensi

berkelompok dilakukan dengan mengajarkan beberapa teknik relaksasi. Masih

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perubahan kondisi mental

emosional yang dialami mahasiswa baru setelah mengikuti intervensi psikologi.

Selain itu, juga diperlukan eksplorasi lebih lanjut mengenai berbagai intervensi

psikologi lainnya yang bertujuan untuk menurunkan kelompok gejala perasaan

depresif.

Kata kunci: gangguan mental emosional, SRQ-20, perasaan depresif,

konseling, relaksasi
232

Running Head: STUDI AWAL GAMBARAN STRES DAN COPING

Studi Awal Gambaran Stres dan Coping Stress pada

Tenaga Ahli Kesehatan Kandungan

Denrich Suryadi dan Widya Risnawaty

Universitas Tarumanagara

Tentang Penulis

Denrich Suryadi, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Widya Risnawaty Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Denrich

Suryadi, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara, di Jakarta, kontak:

denrichs@fpsi.untar.ac.id; dan Widya Risnawaty Fakultas Psikologi, Universitas

Tarumanagara di Jakarta, konta: widyar@fpsi.untar.ac.id


233

STUDI AWAL GAMBARAN STRES DAN COPING

Abstrak

Stres di tempat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Juga, beberapa jenis

pekerjaan diasumsikan lebih mudah menimbulkan stres dibandingkan pekerjaan

yang lain. Profesi yang dianggap lebih rentan menimbulkan stres adalah profesi

yang melibatkan kontak dengan manusia serta keterampilan mengambil keputusan

secara cepat, sementara keputusan tersebut dapat menimbulkan dampak serius

secara finansial, sosial, dan lainnya. Secara khusus, profesi dalam bidang

medis/kesehatan dikenal sebagai pekerjaan dengan level distres psikologis yang

tinggi, karena pekerjaan mereka terkait dengan tanggung jawab yang besar bagi

pasien, dampak hambatan emosional yang besar, dan risiko mengalami

penderitaan secara negatif. Penelitian ini menggunakan alat ukur survei deskriptif

untuk mengidentifikasi bentuk stres dan alat ukur The Ways of Coping Revised

(Lazarus & Folkman). Penelitian tahap awal berlangsung mulai dari tanggal 15

Mei sampai 15 Juli 2019 dan melibatkan 38 partisipan. Hasil penelitian

memperlihatkan sumber stres didominasi oleh faktor beban kerja, kekurangan

sumber bantuan, tuntutan tinggi pada diri sendiri dan orang lain, berhadapan

dengan kematian dan menjelang kematian, konflik secara emosional dan fisik,

ekspektasi dan tuntutan pasien, konflik dengan sesama tenaga medis lainnya,

kurangnya waktu untuk berolahraga atau aktivitas rekreasi lainnya, serta

kurangnya waktu luang. Strategi coping yang cenderung banyak digunakan adalah

escape avoidance dan positive reappraisal.

Kata kunci: coping stress, stres, tenaga ahli kesehatan kandungan


234

Running Head: GAMBARAN DAILY HASSLE STESS

Gambaran Daily Hassle Stress Pada Remaja

Sandi Kartasasmita, Denrich Suryadi dan Maretta Caroline

Universitas Tarumanagara

Tentang Penulis

Sandi Kartasasmita, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Denrich Suryadi, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Maretta Caroline, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Sandi

Kartasasmita, Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara di Jakarta

Kontak: sandik@fpsi.untar.ac.id
235

GAMBARAN DAILY HASSLE STESS

Abstrak

Kehilangan pasangan hidup masih dianggap sebagai sumber stres hingga saat ini.

Namun kenyataannya, kejadian tersebut bukanlah satu-satunya sumber stres.

Berbagai macam stres yang dialami dalam kehidupan sehari-hari dapat pula

menjadi penyebabnya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran

daily hassle stress yang dirasakan oleh remaja dan juga bagaimana bentuk coping

stress yang dilakukan. Stres merupakan kondisi setiap hari yang dialami oleh

setiap individu dan tidak dapat dihindari. Namun, cara individu dalam

menghadapi stres dan cara mengatasinya tentu berbeda satu dengan yang lain.

Persepsi individu terhadap stimulus tertentu yang menyebabkan kondisi tersebut

menjadi sumber stres. Partisipan Penelitian ini berjumlah 4225 remaja dengan

rentang usia 19-22 tahun. Metode yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian

ini adalah survey dengan menggunakan alat ukur PSS (Perceived Stress Scale) 10

yang dikembangkan oleh Lazarus dan kolega. Hasil penelitian menunjukan bahwa

daily hassle stress pada remaja terletak pada hal - hal yang berkaitan dengan

pendidikan, hubungan dengan orang lain, hubungan dengan pasangan, hubungan

dengan keluarga, serta kepercayaan pada diri sendiri. Sedangkan coping utama

yang paling banyak dilakukan adalah emotional focus coping

Kata kunci: daily hassles, stress, remaja, coping stress


236

Running Head: PELATIHAN MINDFULNESS

Pelatihan Mindfulness untuk Meningkatkan Empati dalam Proses Konseling

Umniyah Saleh dan Istiana Tajuddin

Universitas Hasanuddin

Tentang Penulis

Umniyah Saleh, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Hasanuddin

Istiana Tajuddin, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Hasanuddin

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Umniyah Saleh,

Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, kontak:

unee_saleh@yahoo.com; dan Istiana Tajuddin, Program Studi Psikologi, Fakultas

Kedokteran, Universitas Hasanuddin, kontak: istiana84@gmail.com


237

PELATIHAN MINDFULNESS

Abstrak

Empati merupakan salah satu kemampuan penting dan harus dikuasai dalam

proses konseling yang dilakukan oleh konselor. Pada kenyataannya, banyak

konselor yang belum mengembangkan kemampuan empati dan kemampuan

mendengarkan aktif selama proses konseling. Berdasarkan data awal dari hasil

wawancara mahasiswa psikologi yang telah mengikuti mata kuliah psikologi

konseling, diperoleh gambaran bahwa hambatan utama dalam proses konseling

adalah kurangnya kemampuan berempati dan kurang dapat fokus untuk

mendengarkan keluhan klien dari awal hingga akhir sesi konseling. Upaya untuk

meningkatkan empati merupakan hal yang harus dilakukan dalam rangka

meningkatkan kualitas konseling dan kepuasan klien. Dibutuhkan sebuah

pendekatan untuk meningkatkan empati yang tidak hanya menitikberatkan pada

aspek kognitif dan behavioral saja, namun juga meliputi aspek afektif dan moral.

Pelatihan mindfullness merupakan suatu metode meditasi yang dapat

meningkatkan empati dan terdiri dari kombinasi dimensi afektif, kognitif, moral,

intrapersonal, dan interpersonal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh pelatihan mindfulness terhadap peningkatan empati dalam proses

konseling. Pelatihan mindfulness yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

delapan sesi pelatihan dengan lima teknik, yaitu short breathing, compassionate

body scan, body Sensation, open awareness, dan wanting release. Partisipan

dalam penelitian ini adalah mahasiswa prodi psikologi yang sedang mengikuti

mata kuliah psikologi konseling, berjumlah 20 orang dengan pembagian 10 orang

kelompok eksperimen dan 10 orang kelompok kontrol. Desain penelitian adalah


238

two group pre and post test design. Instrumen pengukuran menggunakan skala

empati, observasi, wawancara, dan sharing. Hasil analisis data menggunakan

independent sample t-test menunjukan bahwa p< 0.05, hal tersebut

menggambarkan bahwa ada pebedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Selain itu, dapat dilihat dari perbedaan gain score yang menunjukan mean

pada kelompok eksperimen sebesar 2.4 sementara mean pada kelompok kontrol (-

0.3). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pelatihan

mindfullness terhadap peningkatan empati dalam proses konseling.

Kata kunci: mindfulness, empati, konseling


239

Running Head: SURVEI KEBUTUHAN PERTEMUAN DUKUNGAN SOSIAL

Survei Kebutuhan Pertemuan Dukungan Sosial bagi Orang Tua

dari Anak Penyandang Kanker

Dwi Susilawati

RSUP Dr Sardjito

Tentang Penulis

Dwi Susilawati, Kelompok Kerja Fungsional (KKF) Psikologi RSUP Dr Sardjito

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Dwi Susilawati,

Kelompok Kerja Fungsional (KKF) Psikologi RSUP Dr Sardjito


240

SURVEI KEBUTUHAN PERTEMUAN DUKUNGAN SOSIAL

Abstrak

Dalam mengelola pengaruh psikologis orang tua dari anak penyandang kanker,

dibutuhkan program dukungan sosial untuk meningkatkan tingkat penyesuaian

diri dan kemampuan mengelola situasi yang penuh dengan tekanan. Penelitian

tahap awal ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan para orang tua dari anak

kanker terhadap kemungkinan adanya program pertemuan dukungan bagi orang

tua dan melihat hubungan antara kebutuhan dengan karakteristik klinis anak dan

sosio-demografi orang tua. Sampel terdiri dari 89 orang tua dari anak berusia 1-18

tahun yang sedang menjalani pengobatan di RSUP Dr Sardjito. Survei dilakukan

dengan menggunakan kuesioner yang dianalisa secara deskripsi dengan uji Mann-

Whitney, Chi-squared dan tes Fisher. Hampir semua responden (92%) tertarik

terlibat pertemuan kelompok orangtua dari anak kanker, khususnya selama masa

pengobatan (70%) dengan jadwal yang fleksibel saat kedatangan ke rumah sakit

(77%) dan satu kali dalam sebulan (46%) setelah selesai periksa atau saat sore

hari. Tidak ada perbedaan dalam manfaat dari cara bertemu antara online/group

whatsapp (60%) dengan pertemuan secara fisik bersama profesional (59%). Lebih

dari responden (64%) menginginkan bahwa selama pertemuan kelompk ini

dipimpin tenaga kesehatan bersama perwakilan orangtua. Kesimpulan dari

penelitian ini adalah hampir semua responden tertarik dan ingin terlibat dalam

kegiatan pertemuan dukungan sosial bagi orangtua dari anak kanker yang

dilakukan secara berkelompok.


241

Kata kunci: kanker anak, survei, dukungan sosial

Running Head: ACCEPTABILITY TO COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY

Acceptability to Cognitive Behaviour Therapy (CBT): Perspective of

Psychologists Working in Primary Health Care

Diana Setiyawati dan Theo Bouman

Universitas Gadjah Mada dan University of Groningen

Tentang Penulis

Diana Setiyawati, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada

Theo Bouman, University of Groningen

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Diana

Setiyawati, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta

Kontak: diana@ugm.ac.id
242

ACCEPTABILITY TO COGNITIVE BEHAVIOUR THERAPY

Abstract

Background. The recent literature review by many professional associations

around the globe shows that CBT is still the most evidence-based therapy. Despite

its popularity in Indonesia, psychologists especially those who work in primary

health care believe that CBT does not work for their clients with low education.

While many kinds of research in Indonesia show the effort to modify CBT to be

incorporated with local beliefs, especially religious belief, there is no single

research in Indonesia previously done by a team consist of people from Western

and Indonesian researchers. This study aims to adapt CBT into Indonesian culture

and investigate its acceptability. The perspectives of psychologists who work in

primary health care were being assessed. Method. To translate the video from the

Western version to the Indonesian version, Southampton Adaptation Framework

(Naeema, Gobbic, Ayub, & Kingdon, 2009) was utilized. The nine sessions

videos were produced by TB and ML as CBT experts. Then DS, Indonesian

Psychologist who has to learn and practice CBT, writing a script for the

Indonesian version. After intensive discussions and trial with local Indonesian

audience, the Indonesian version video then produced based on the script. The 31

psychologists working in primary health care then watched the videos and

expressed their opinion through filling a questionnaire and group interviews.

Conclusion. According to psychologists working in primary health care, overall

CBT is acceptable but for only specific clients. Analysis of misconception and its

implication is being discussed in this paper.


243

Keywords: cultural adapted CBT, psychologists working in primary

health care, cultural adaptation


244

Running Head: TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF

Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan Gejala pada Penderita

Bipolar di Rumah Sakit Umum Daerah La Temmamala Kabupaten Soppeng

Diah Ayu Permatasari, Widyastuti, dan Ahmad Ridfah

Universitas Negeri Makassar

Tentang Penulis

Diah Ayu Permatasari, Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar

Widyastuti, Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar

Ahmad Ridfah, Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Diah Ayu

Permatasari, Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar, kontak

diahayupermatasari59@gmail.com; Widyastuti, Fakultas Psikologi, Universitas

Negeri Makassar, kontak: widya_prasthya@yahoo.com; dan Ahmad Ridfah,

Fakultas Psikologi, Universitas Negeri Makassar, kontak:

ahmad.ridfah@unm.ac.id
245

TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF

Abstrak

Bipolar merupakan salah satu penyakit gangguan kesehatan mental, yakni

gangguan mood yang ekstrim dengan dua episode, yaitu depresi dan mania, yang

diderita oleh individu. Pada penderita gangguan jiwa bipolar, perasaan penderita

sering berayun dari tingkat rendah, yaitu depresi, kemudian berubah keatas

menjadi mania. Ketika berada pada tingkat depresi, penderita merasa sedih tak

berdaya, serta merasa berputus asa. Sedangkan pada tingkat mania, penderita

terlihat riang gembira dan penuh energi. Perawatan yang tepat dapat membantu

banyak orang dengan gangguan bipolar, bahkan mereka dengan bentuk yang

paling parah dari penyakit tersebut mendapatkan kontrol yang lebih baik terhadap

perubahan suasana hati serta gejala-gejala terkait. Tetapi, karena merupakan

penyakit seumur hidup dan jangka panjang, sehingga perawatan terus menerus

diperlukan untuk mengontrol gejala-gejala yang muncul. Rencana pengobatan

perawatan yang efektif bagi penderita gangguan bipolar biasanya mencakup

kombinasi obat dan psikoterapi. Selama ini, terapi relaksasi otot progresif

digunakan untuk mengobati simtom-simtom kecemasan, namun akhir-akhir ini

terapi relaksasi otot progresif ditemukan efektif untuk mengobati gangguan

bipolar. Ketika dilakukan kombinasi terhadap obat-obatan, psikoterapi dapat

menjadi pengobatan yang efektif untuk penderita gangguan bipolar. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi relaksasi otot progresif untuk

menurunkan gejala pada penderita bipolar. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah eksperimen single subject design dengan dua orang subjek
246

yang mengalami gangguan bipolar. Pengukuran terapi relaksasi otot progresif

menggunakan instrument Mood Disorder Questionnaire sebagai pedoman

pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah diberikan

terapi relaksasi otot progresif, subjek mengalami penurunan terhadap gejala

bipolar yang dialami. Hasil penelitian ini diharapkan berimplikasi bagi rumah

sakit dan pasien ataupun keluarga pasien agar dapat memberikan terapi relaksasi

otot progresif untuk menurunkan gejala pada penderita bipolar.

Kata kunci: terapi relaksasi otot progresif, gangguan bipolar


247

Running Head: ANALIS BUKU AUTOBIOGRAFI

Cara Berbeda itu Menenangkanku: Perilaku Stereotip Suatu Bentuk Regulasi

Emosi pada anak Autis (Analisis Buku Autobiografi Donna Williams, Dunia

Dibalik Kaca ’Kisah Nyata Seorang Anak Autistik’)

Subandi dan Retty Thiomina


248

ANALIS BUKU AUTOBIOGRAFI

Abstrak

Salah satu gangguan yang dialami oleh penyandang autisme adalah adanya

perilaku streriotip, repetitif dan pola minat terbatas. Perilaku-perilaku anak autis,

seperti rocking, flapping, perilaku berulang (repetitif), toe-walking (berjalan

jinjit), menutup telinga, spinning (memutar-mutarkan tubuh) yang dikategorikan

sebagai pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, dan stereotif merupakan

sebuah cara anak autis agar dapat mengendalikan diri. Masih cukup banyak

perbedaan pendapat mengenai perilaku tersebut. Sebagian ingin

menghilangkannya agar kemampuan belajar dan perkembangan anak autis

meningkat, dan sebagian lagi mengatakan perilaku ini tidak semata-mata

dihentikan tetapi diarahkan menjadi perilaku yang bermakna, sehingga anak-anak

akhirnya menggunakan perilaku ini untuk mengarahkan perilakunya sendiri dan

akhirnya dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Fokus penelitian ini adalah

studi literatur mengenai dinamika yang terjadi pada perilaku stereotip dan repetitif

serta pola minat terbatas. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana

proses suatu perilaku stereotip dapat digunakan sebagai suatu bentuk regulasi

emosi pada anak autis. Perilaku tersebut didapatkan melalui alur cerita dalam

buku autobiografi Dunia Di balik Kaca’ Kisah Nyata Gadis Autis’. Dideskripsikan

menjadi bentuk perilaku yang membuat tenang dan proses ketika perilaku tersebut

membuat tenang. Metode penelitian berupa teknik catat, karena data-datanya

berupa teks, dilakukan dengan membaca buku secara berulang-ulang, mencatat

kalimat-kalimat yang menyatakan pertanyaan penelitian, yaitu perilaku seperti apa

yang membuat tenang dan prosesnya sehingga perilaku itu membuat tenang.
249

Kata kunci: autisme, perilaku steriotip-repetitif, dan pola minat

terbatas, pengendalian emosi


250

SUB TEMA 6
PSIKOLOGI KLINIS DALAM MEMAHAMI POLA DAN
GANGGUAN KEPRIBADIAN
251

Running Head: KASUS BORDERLINE PERSONALITY DISORDER

Contoh Kasus Borderline Personality Disorder Dengan Kebiasaan Self-harm yang

Sukses Menjalani Dialectical Behavior Therapy di Indonesia

Edo S. Jaya , Steffi Hartanto, dan Sri Wulandari

Indonesian Psychological Healthcare Center, Universitas Indonesia dan Atma

Jaya University

Tentang Penulis

Edo S. Jaya , Indonesian Psychological Healthcare Center dan Psychosis Studies

Research Group, Faculty of Psychology, Universitas Indonesia

Steffi Hartanto, Indonesian Psychological Healthcare Center dan Psychosis

Studies Research Group, Faculty of Psychology, Universitas Indonesia

Sri Wulandari, Indonesian Psychological Healthcare Center Faculty of

Psychology, Atma Jaya University

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Edo S. Jaya ,

Indonesian Psychological Healthcare Center dan Psychosis Studies di Jakarta.

Kontak : edojaya@indopsycare.com
252

KASUS BORDERLINE PERSONALITY DISORDER

Abstrak

Dialectical Behavioral Therapy (DBT) adalah terapi yang umum digunakan dalam

penanganan orang dengan Borderline Personality Disorder (BPD), orangorang

yang telah melakukan percobaan bunuh diri secara berulang, dan orang-orang

yang telah berkali-kali melakukan tindakan menyakiti diri sendiri. Namun

demikian, belum banyak laporan empiris yang menunjukkan bahwa teknik terapi

tersebut bermanfaat untuk orang dengan BPD di Indonesia. Kami melaporkan

kasus dari seorang pasien Indonesia yang saat ini menjalani DBT pada tahap

akhir, yaitu terminasi, dimana kami pertama kali bertemu dengannya pada bulan

Mei 2018. Pasien adalah seseorang perempuan berusia 28 tahun, didiagnosis

dengan BPD oleh psikiater pada usia 20 tahun. Pasien telah menyakiti diri sendiri

sejak usia 16 tahun dengan menyilet pergelangan tangan. Sejak itu, pasien telah

bertemu berbagai psikolog dan psikiater. Pada pertemuan pertama, pasien tengah

mengonsumsi obat vortioxetine, risperidone, dan trihexyphenidyl. Hasil

anamnesis menunjukkan bahwa pasien memenuhi kriteria untuk diagnosis

Serangan Panik, Episode Depresi Mayor, Gangguan Kecemasan Umum, dan juga,

BPD. Pasien sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri hingga masuk unit

gawat darurat rumah sakit sebanyak tiga kali. Pasien memiliki pemikiran bunuh

diri yang selalu menyertainya setiap hari, bahkan pada saat wawancara dengan

terapis dilakukan. Saat ini, pasien sudah menjalani 30 sesi DBT dan selama

sebulan terakhir secara konsisten sudah tidak lagi menunjukkan simtom-simtom

BPD. Pada pertemuan awal pasien memperoleh skor total 52 di Borderline


253

Symptoms List-23 (BSL-23) pada minggu tersebut, hampir satu tahun kemudian

di pertemuan 29 dan seterusnya, pasien memiliki skor total antara 0 hingga 1

setiap minggunya selama tiga minggu. Selain itu, mendekati akhir rangkaian sesi

terapi pasien mulai dapat menjalin kembali hubungan dengan orang tua, teman-

teman, dan juga pasangannya. Pasien mulai dapat menerima situasi-situasi

keluarganya yang tidak ideal dan mulai mencari jalan untuk tetap menjalin

hubungan dengan mereka. Pasien juga mulai memiliki makna hidup dan tujuan

hidup, yaitu untuk membangun karier. Selain itu, selama proses berjalannya

terapi, ditemukan berbagai tantangan seperti masalah finansial pasien, masalah

jadwal pertemuan, dan masalah resistensi psikologis. Secara umum, kasus ini

menunjukkan bahwa mengikuti manual DBT untuk menanganani BPD dapat

bermanfaat. Akan tetapi, diperlukan kesiapan untuk menghadapi tantangan

resistensi dan administratif, serta kesiapan jadwal untuk bertemu dalam jangka

waktu yang cenderung lama.

Kata kunci: gangguan kepribadian ambang, terapi perilaku dialektikal,

Cognitive Behavioral Therapy, Evidence-Based Therapy, Self-harm, Non-suicidal

Selfinjury
254

Running Head: PROACTIVE COPING PADA GENDER DYSPHORIA

Contoh Kasus Penggunaan Proactive Coping Pada klien Yang Mengalami Stress

Dan Penolakan Pada Gender Dysphoria

Sukma Noor Akbar, Muhammad Abid Mujaddid

Tentang Penulis

Sukma Noor Akbar, Muhammad Abid Mujaddid

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi

Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani km. 36 Banjarbaru,

Telp/fax : (0511) 4774405, HP: 081330121200,

Email : snakbar@ulm.ac.id
255

PROACTIVE COPING PADA GENDER DYSPHORIA

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat aspek-aspek proactive coping pada gender

dysphoria. Proactive coping yang dimaksud adalah coping yang multi

dimensional dan berorientasi masa depan. Proactive coping mengintegrasikan

proses kualitas manajemen hidup individu dengan pengaturan diri dalam

mencapai tujuan. Proactive coping memiliki enam aspek, meliputi proactive

coping, reflective coping, strategic planning, preventive coping, instrumental

support seeking dan emotional support seeking. Penelitian ini melibatkan 3 (tiga)

orang partisipan gender dysphoria dan 3 (tiga) orang significant other. Ketiga

subjek berdomisili di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Subjek I (25

tahun), subjek II (35 tahun), subjek III (36 tahun) merupakan pekerja salon.

Meskipun ketiga subjek sama-sama gender dysphoria, namun ketiganya memiliki

latar belakang hidup dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan inilah yang

kemudian mempengaruhi proactive coping pada ketiga subjek. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ketiga subjek mengalami stres dan penolakan serta

menggunakan proactive coping, dalam mengatasi stres dan penolakan tersebut

karena gender dysphoria. Proactive coping yang dilakukan ketiga subjek meliputi

keenam aspek, yaitu proactive coping, reflective coping, strategic planning,

preventive coping, instrumental support seeking dan emotional support seeking.

Kata Kunci: proactive coping, gender dysphorya, banjarbaru


256

Running Head: PERGERAKAN GAY DI LINGKUNGAN SOSIAL

Analisa Fenomenologis : Gambaran Ranah Pergerakan Gay Di Lingkungan Sosial

Yang Terjadi Di Indonesia

Rino Ariyanto Akhmad, Lutfi Putri Kholfiyah

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta


257

PERGERAKAN GAY DI LINGKUNGAN SOSIAL

Abstrak

Gay adalah perbuatan penyelewengan seksual pada pria yang dapat menganggu

kondisi psikologis, kepribadian maupun kesehatan dalam hal tersebut sudah di

jelaskan dan diperingatkan dalam agama maupun dari segi kesehatan, akan

munculnya dampak negatif dari Gay. Dalam agama sendiri melarang keras karena

itu adalah perbuatan yang membuat murka tuhan. Seiring perkembangan zaman

ini sudah banyak terjadi kasus Homoseksual terutama Gay di Indonesia, karena

kekurangan waspadaan orang tua terhadap anaknya maupun kekurangan perhatian

remaja dalam pergaulannya. Norma masyarakat yang mengutuk berbagai macam

penyimpangan seksual,mendapatkan tantangan dari kelompok yang dirugikan dari

norma-norma tersebut. Indonesia menjadi negara dengan penduduk LGBT

terbanyak ke-5 setelah Cina, India, Eropa, dan Amerika. Beberapa lembaga survei

independen dalam maupun luar negeri menyebutkan bahwa Indonesia memiliki

3% penduduk LGBT, yang berarti 7,5 juta dari 250 juta penduduk Indonesia

adalah LGBT atau lebih sederhananya dari 100 orang yang berkumpul di suatu

tempat maka 3 orang diantaranya adalah LGBT (Santoso, 2016). Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil dari penelitian kebanyakan

diantara mereka melakukan hal tersebut karena padangan pertama dalam melihat

fisiologis seseorang teman, rasa ingin tahu atau iseng (try to try ) dan faktor

lingkungan sosial, maka dalam menghadapai hal tersebut diperlukan terapi


258

psikologis dalam menangani hal tersebut dan kewaspadaan kaum pria terhadap

pergaulannya. Sebagian besar yang mengalami Gay dia menggunakan pesona

untuk berinteraksi terhadap lingkungan sekitar, supaya bisa diterima oleh

lingkungan sekitar dan memiliki spesifikasi kepribadian yang introvert.

Kata kunci : Gay, Seksual, Psikologis. Homoseksual


259

Running Head: PROFIL KEPRIBADIAN GENERASI MILLENIAL

Profil Kepribadian Generasi Millenial (sebuah tinjauan kepribadian dengan alat

tes psikologi 16 pf)

Adhyatman Prabowo, M.Psi., Psikolog

Tentang Penulis

Adhyatman Prabowo, M.Psi., Psikolog


Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang; GKB IV Lt. 5

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi Jl. Raya Tlogomas No.

246 Malang Telepon : 0341 – 464318 psw 233

e-mail: (1)adhyatmanprabowo@umm.ac.id
260

PROFIL KEPRIBADIAN GENERASI MILLENIAL

Abstrak
Mempelajari karakteristik generasi millenial merupakan hal krusial untuk

dilakukan dalam mewujudkan negara Indonesia yang semakin berkembang dan

berkemajuan di tengah kehidupan global. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui profil kepribadian generasi millenial ditinjau dari alat tes 16 pf.

Metode penelitian menggunakan desain penelitian kuantitatif deskriptif dengan

subjek generasi Milineal yang berjumlah 76 responden. Pengambilan data

mengunakan alat tes psikologi 16 PF dan analisa data menggunakan metode

deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan beberapa hal, yaitu; pertama, durasi

generasi milenial dalam menggunakan sosial media paling tinggi (41,8 %) lebih

dari 30 menit dalam 1 hari. Sedangkan intensitas dalam menggunakan sosial

media paling tinggi (43,8 %) 20 kali dalam 1 hari. Kedua, pola kepribadian 16 pf

menunjukkan skor dominan pada aspek Q2 (Self-Sufficiency), L

(Suspiciousness), M (Imagination), E (Dominance), G (Group-Confornity) dan

aspek yang kurang dominan C (Ego-Strength), Q1 (Rebelliousness), Q3

(Compulsiveness), A (Warmth) dan B (Intelligence). Ketiga, bidang pekerjaan

yang sesuai dengan generasi milenial adalah pekerja yang berhubungan dengan

kreatifitas dan pekerjaan yang kurang diminati adalah pekerja sosial.

Kata kunci: Profil kepribadian, Generasi Millenial, tes psikologi 16 PF


261

Running Head: KESEHATAN MENTAL PENDERITA DIABETES MELLITUS

Efektivitas Konseling Online sebagai Media Pengelolaan Stres dan Peningkatan

Kesehatan Mental Bagi Penderita Diaetes Mellitus Tipe 2 Usia Muda

Tiara Diah Sosialita, Dian Kartika Amelia Arbi, dan Denia Martini Machdan

Tentang Penulis

Tiara Diah Sosialita, Dian Kartika Amelia Arbi, dan Denia Martini Machdan

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi

Departemen Klinis dan Kesehatan Mental, Universitas Airlangga, Airlangga 4-6,

Surabaya, Indonesia, 60286

tiarasosialita@psikologi.unair.ac.id
262

KESEHATAN MENTAL PENDERITA DIABETES MELLITUS

Abstrak

Penelitian “Efektivitas Konseling Online Sebagai Media Pengelolaan Stres dan

Peningkatan Kesehatan Mental Bagi Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Usia

Muda” ditujukan untuk menguji efektivitas konseling online sebagai media

pengelolaan stres dan peningkatan kesehatan mental. Efektivitas konseling online

diukur dalam menurunkan stres dan meningkatkan kesehatan mental pada

penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan menggunakan desain eksperimen one

group pretest posttest design pada 200 orang penderita diabetes mellitus tipe 2 di

wilayah Surabaya Barat dan Pusat. Sejumlah 200 orang penderita diabetes

mellitus tipe 2 dimasukkan ke dalam kelompok eksperimen kemudian diukur

tingkat stres dan kesehatan mental sebelum dan sesudah diberikan konseling

online. Intervensi berupa konseling online akan melibatkan tenaga psikologi di

masing-masing Puskesmas yang menjadi wilayah penelitian. Sesi-sesi konseling

dilakukan secara online setiap dua (2) kali seminggu selama sebulan dan

pertemuan tatap muka dua (2) kali sebulan. Sesi konseling secara online dilakukan

oleh konselor di tiap Puskesmas bersama peneliti. Tiap sesi memiliki durasi waktu

selama 2 jam untuk melakukan konseling online maupun tatap muka. Alat ukur

berupa skala stres adaptasi Perceived Stress Scale (PSS) Cohen dan skala General

Health Questionnaire (GHQ-12). Analisa data menggunakan uji-t melalui SPSS

20 for windows menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara skor

stres pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pemberian konseling

online. Terdapat perbedaan signifikan antara skor stres sebelum dan sesudah
263

pemberian konseling online (p = 0.035) serta perbedaan signifikan antara skor

kesehatan mental sebelum dan sesudah pemberian konseling online (p = 0.013).

Nilai efektivitas konseling online tergolong besar untuk variabel stres (ES = 3.86)

dan variabel kesehatan mental (ES = 1.84). Hal ini membuktikan bahwa konseling

online efektif untuk menurunkan stres dan meningkatkan kesehatan mental

penderita diabetes mellitus tipe 2 usia muda.

Kata kunci: Kesehatan mental, Konseling online, Stres, Diabetes mellitus, Usia

muda
264

Running Head: BORDERLINE PERSONALITY DISORDER

Borderline Personality Disorder: Studi Kasus Pada Pria Dewasa Muda Ditinjau

Dari Adlerian

Lina, Untung Subroto

Tentang Penulis

Lina, Untung Subroto

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi

Program Studi Magister Profesi Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara

Jl. Letjen S. Parman No.1, RT.6/RW.16, Tomang, Kec. Grogol petamburan, Kota

Jakarta Barat, DKI - Jakarta 11440. Telepon: (021) 5671747


(1)
Email: biksuni76lina@gmail.com ; Untungs@fpsi.untar.ac.id ( 2)
265

BORDERLINE PERSONALITY DISORDER

Abstrak

Terdapat beberapa jenis gangguan kepribadian, di antaranya adalah Borderline

Personality Disorder (BPD). BPD ditandai dengan pola ketidakstabilan dalam

hubungan interpersonal, self-image, afek, dan perilaku impulsif yang dimulai pada

awal masa dewasa. Penelitian ini merupakan studi kasus tunggal pada pria dewasa

muda berusia 23 tahun dengan inisial AHY. Keluhan awal yang disampaikan

adalah merasa takut dan cemas dengan masa depannya, karena ia tidak memahami

siapa dirinya. AHY seringkali memiliki emosi yang tidak stabil dan tidak paham

apa yang dilakukannya benar atau salah. Setiap rasa takut dan cemas datang, maka

akan muncul suara-suara yang membuat kepalanya sakit. AHY akan merasakan

tubuhnya seperti disengat listrik, dan tubuhnya menjadi kebas. Sejak kecil AHY

sering sakit, mengalami bullying, dan bingung dengan didikan orang tua yang

tidak sepaham. Dia menerima didikan orang tua yang keras dan tidak merasakan

kasih sayang dari figur ayah. AHY semakin bingung dengan dirinya sendiri sejak

orang terdekatnya, ibu dan adik dari ibunya meninggal. AHY juga lebih banyak

menghindar dari pergaulannya dikarenakan ia takut mendapat penolakan.

Individual Psychology, dikembangkan oleh Adler yang menggambarkan

pandangan optimis dari manusia berpegang pada gagasan social interest, yaitu

perasaan menyatu dengan semua umat manusia. Menurutnya bahwa manusia

dilahirkan dengan tubuh yang lemah dan inferior. Sebuah kondisi yang mengarah

pada perasaan-perasaan inferioritas dan ketergantungan pada orang lain. Oleh

karena itu, kepedulian sosial sangat inheren dalam manusia dan menjadi standar
266

tertinggi kesehatan psikologis. Pengambilan data ini melalui wawancara yang

dimulai tanggal bulan Februari sampai pertengahan bulan Juli 2019. Proses

penegakan diagnosis turut dibantu dengan alloanamnesa (dengan ayah AHY) dan

beberapa tes psikologi (BAUM, DAP, HTP, Wartegg, EPPS, dan BDI). Selama

menjalankan wawancara, beberapa perubahan yang dialami oleh AHY. AHY

sering muntah setiap kali mandi, yang mana ia mengalami kondisi tersebut sejak

di bangku SMA. Namun, sebulan sejak berlangsungnya konseling, muntah yang

dialami AHY berkurang dan akhirnya hilang. Selain itu, ia mulai belajar

mengatasi rasa takut ditolak, berawal berkomunikasi kembali dengan ayahnya.

AHY mulai percaya diri mencari pekerjaan sesuai dengan hobinya, yaitu

mengajar. Selanjutnya setelah sesi konseling, rencana terapi yang akan diberikan

kepada AHY adalah art therapy dan mindfulness-art therapy.

Kata Kunci: Borderline Personality Disorder, Studi Kasus, Adlerian


267

Running Head: KEKERASAN SEKSUAL MASA ANAK

Dinamika Psikologis Korban Kekerasan Seksual Masa Anak

Cystarini Dian Samodra, Ira Paramastri

Tentang Penulis

Cystarini Dian Samodra, Ira Paramastri

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi

LPDK Kemuning Kembar, Magister Psikologi Profesi Universitas Gadjah Mada

Margoyasan PA II/470, Jl. Sultan Agung, Gang Bromo,

Daerah Istimewa Yogyakarta, 55111 (0274) 4469822, 085100102150

email : samodra.cysta@gmail.com
268

KEKERASAN SEKSUAL MASA ANAK

Abstrak

Kekerasan seksual anak semakin marak terjadi di Indonesia. Korban KSA tidak

hanya perempuan tetapi juga laki-laki. Namun, penelitian mengenai korban laki-

laki masih sangat minim. Psikoanalisa sering digunakan untuk mengungkap KSA

karena menitikberatkan pada perkembangan psikoseksual dan pengalaman

individu hingga dewasa. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran

dinamika psikologis korban KSA. Penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber

acuan pemberian intervensi bagi korban KSA, baik preventif maupun kuratif.

Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan desain studi kasus. Subjek

penelitian adalah dua orang korban KSA laki-laki. Pengambilan data

menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, dan tes psikologi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa adanya hambatan dalam tahap psikoseksual,

traumatic event, serta kurangnya partisipasi keluarga turut mempengaruhi

kepribadian dan kehidupan subjek di masa dewasa.

Kata kunci: Kekerasan seksual anak, korban laki-laki, psikoanalisa, tahap

psikoseksual
269

Running Head: PROFIL KEPRIBADIAN MAHASISWA KEDOKTERAN

Gambaran Profil Kepribadian Mahasiswa Kedokteran Preklinik Tingkat Akhir

Dengan Alat Ukur PID-5 (Studi Pada Mahasiswa Kedokteran Preklinik Di

Jabodetabek)

Clarisa Sutjiatmadja

Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya


270

PROFIL KEPRIBADIAN MAHASISWA KEDOKTERAN

Abstrak

Melihat adanya tekanan baik di tahap preklinik maupun klinik, mahasiswa

fakultas kedokteran preklinik perlu memiliki kesiapan diri dalam menghadapi

masa transisi ini. Hal ini penting karena mahasiswa kedokteran preklinik yang

tidak bisa mengatasi tekanan tersebut dapat memicu timbulnya potensi

permasalahan dalam diri mereka. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi

munculnya potensi permasalahan tersebut adalah kepribadian, sehingga penelitian

ini bertujuan untuk melihat gambaran kepribadian mahasiswa preklinik tingkat

akhir agar dapat menggambarkan potensi permasalahan yang mungkin terjadi dan

meninjau kesiapan mahasiswa tingkat akhir menuju tahap kepaniteraan klinik.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif.

Partisipan penelitian ini adalah 411 mahasiswa preklinik tingkat akhir se-

Jabodetabek dengan usia 18 – 30 tahun (M = 20.5, SD = 1.0), terdiri dari 131

mahasiswa laki-laki dan 280 mahasiswa perempuan. Peneliti menggunakan teknik

convenience sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Personality Inventory for DSM-5 (PID-5) yang sudah diadaptasi ke versi Bahasa

Indonesia. Peneliti melakukan uji statistik deskriptif untuk menggambarkan

kepribadian mahasiswa preklinik secara umum, kemudian dilanjutkan dengan

melakukan analisis tambahan dengan teknik uji beda nonparametrik Mann

Whitney U- test untuk mengetahui perbedaan skor rata-rata antara jenis perguruan

tinggi dan jenis kelamin.Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum

mahasiswa preklinik tingkat akhir tidak memiliki ciri trait patologis tertentu,
271

karena skor yang didapatkan masih berada dalam kategori rata-rata. Secara umum

domain Detachment dan facet Intimacy Avoidance memiliki rata-rata skor yang

relatif lebih tinggi di antara domain dan facet lainnya, yang mengindikasikan

mahasiswa cenderung menutupi perasaannya atau lebih senang sendiri, namun

bukan berarti mereka tidak bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

Walaupun demikian, ditemukan adanya sejumlah partisipan yang berada pada

kategori skor tinggi (9.77%) dan sangat tinggi (1.68%), yang sudah menunjukkan

adanya potensi masalah berdasarkan karakter kepribadian pada domain dan facet.

Berdasarkan hasil penelitian, saran untuk pengembangan diri mahasiswa adalah

adanya penanganan atau intervensi tertentu kepada mahasiswa preklinik tingkat

akhir sebelum memasuki jenjang kepaniteraan klinik, seperti pelatihan atau

roleplay terkait bagaimana membangun hubungan dengan pasien.

Kata Kunci: profil kepribadian, mahasiswa fakultas kedokteran preklinik, PID-5


272

Running Head: FAKTOR KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN SHYNESS

Hubungan Faktor Kepribadian Big Five Dan Shyness Pada Mahasiswa Baru

Yusmita M, Sitti Murdiana, Ahmad Ridfah

Tentang Penulis

Yusmita M, Sitti Murdiana, Ahmad Ridfah

Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar

Bagi yang tertarik pada artikel ini, silakan menghubungi

Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar

Surel: Yusmitaa25@gmail.com, sittimurdiana@gmail.com,

ahmad.ridfah@unm.ac.id
273

FAKTOR KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN SHYNESS

Abstrak

Mahasiswa baru yang berada pada masa transisi akan mengalami perubahan

lingkungan yang akan menyebabkan mereka akan sulit berosialisasi apabila

mengalami shyness. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

antara faktor kepribadian big five dengan shyness pada mahasiswa baru. Subjek

penelitian dalam penelitian ini berjumlah 378 orang mahasiswa baru Universitas

Negeri Makassar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dalam penelitan ini adalah cluster

sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala Big Five Inventory dan

skala Shyness. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tipe kepribadian

extraversion memiliki hubungan dengan shyness (r= -0,396, p= 0,000), tipe

kepribadian agreeableness memiliki hubungan dengan shyness (r=0,393, p=

0,000) tipe kepribadian conscienstiousness memiliki hubungan dengan shyness

(r=0,160, p=0,002), tipe kepribadian neuroticsm tidak memiliki hubungan dengan

shyness (r=0,96, p= 0,061), dan tipe kepribadian openness to experience memiliki

hubungan dengan shyness (r=0,219, p=0,000). Penelitian ini dapat menjadi

masukan bahwa shyness yang dialami mahasiswa dapat dilihat dari tipe

kepribadian yang dimiliki.

Kata Kunci: Shyness, Big Five, Mahasiswa Baru.

Anda mungkin juga menyukai