Mini Riset
Disusun sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana
profesi keperawatan
OLEH:
Taufik Kurniawan, Skep
Tutik Susilowati, Skep
Nurjanah, Skep
Desy Rosia, Skep
Wahyu Arum Siwi, SKep
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh
Syukur Alhamdulillah, kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan limpahan nikmat iman, kesehatan, dan ilmunya sehingga kelompok
kami dapat merampungkan mini riset yang berjudul “Gambaran Manajemen
Spiritual Pada Pasien Gangguan Jiwa di Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino
Gondhohutomo Semarang”, dimana hasil penelitian ini merupakan salah satu
tugas didalam praktek profesi ners pada stase jiwa.
Tak lupa kami ucapkan salam dan salawat yang senantiasa tercurahkan
kepada teladan kebaikan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga beliau, para
sahabat, dan para pengikut beliau sampai akhir zaman. Penyelesaian tugas akhir
ini tidak luput dari bantuan beberapa pihak yang dengan kerendahan hati dan
senantiasa memberikan sumbangsih berupa tenaga, dukungan moril serta
ilmunya. Melalui kesempatan ini, penulis menghanturkan terimakasih yang tak
terhingga kepada :
1. Direktur RSJD Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang
2. Ns. Sujarwo, Skep selaku kepala ruang Srikandi RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang
3. Ns. Desi Ariyana Rahayu, M.Kep selaku koordinator mata ajar keperawatan
jiwa
4. Ns. Eni Nurhidayati, M.Kep. selaku dosen pembimbing
5. Responden penelitian ini yang telah bersedia membantu berlangsungnya
penelitian ini
Penulis menyadari bahwa mini riset ini tidak lepas dari kekurangan maka
dari itu penulis berharap adanya saran, maupun kritikan konstruktif agar
penulisan–penulisan berikutnya lebih sempurna.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan.................................................................................. 30
B. Saran ............................................................................................ 31
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu permasalahan kesehatan di dunia adalah gangguan jiwa
psikotik. WHO menyebutkan fenomena gangguan jiwa mncapai 350 juta jiwa.
Semakin modern dan industrial masyarakat, semakin besar pula stressor
psikososialnya yang pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena
tidak mampu mengatasinya dan individu yang kemudian menjadi pasien
gangguan jiwa psikotik. Hal ini disebabkan karena hidupnya menderita
ketidakpastian tentang dirinya dan keberadaanya. Pasien gangguan jiwa
psikotik merasa dirinya penting, besar dan ada yang sering sangat fanatik
religious, berlebih-lebihan sekali. Pasien psikotik juga diliputi berbagai macam
delusi dan halusinasi yang terus menerus berganti coraknya, dan tidak teratur
sifatnya sering merasa iri hati, cemburu, curiga, dendam, emosinya pada
umumnya beku dan sangat apatis.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa prevalensi
gangguan mental emosional yang dengan gejaladepresi dan kecemasan
mencapai 14 juta orang. Presentasi penderita gangguan gangguan jiwa di Jawa
Tengah mencapai 3,3% dari seluruh populasi yang ada. Semarang sendiri
memiliki kurang lebih sebanyak 39.935 jiwa (Balitbangkes RI, 2013).
Gangguan jiwa yaitu suatu pola perilaku yang secara klinis bermakna
yangberhubungan dengan distress/penderitaan dan menimbulkan gangguan
padasatu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011). Tehnik
penyembuhan dapat dilakukan secara medis dan nonmedis. Salah satu tehnik
pengobatan non-medis ialah terapi spiritualitas. Spiritual diartikan sebagai
peristiwa yang menggambarkan keseluruhan diri manusia dan hubungannya
dengan kekuatan yang lebih tinggi sebagai integrasi dari faktor pencarian arti
dan tujuan hidup (Kim, 2016). Menurut badan kesehatan jiwa dunia,upaya
penyembuhan gangguan jiwa tidak hanya melalui keilmuan saja namun
juga dari sisi keagamaan. Faktor keagamaan merupakan faktor pelindung dari
segala penyebab masalah (WFMH, 2015).
Spiritualitas mempunyai pengaruh yang besar terhadap penderita
gangguan jiwa. Penelitian oleh Sarjana, Fitrikasari & Sari (2015) menyatakan
bahwa faktor terbesar yang berpengaruh terhadap prosespenyembuhan ialah
doa dan agama ditambah dengan dukungan dari keluarga dan lingkungan.
Hasil penelitian lain mengenai terapi keagamaan pada penderitagangguan
jiwa menyatakan bahwasanya terapi keagamaan ini memberikan dampak
positif pada penderita gangguan jiwa yaitu berupa kesembuhan dan jugadapat
beradaptasi terhadap lingkungan sekitar (Zabidi, 2010). Hal ini senada dengan
penelitian Wijayanti & Sari (2013) menyatakan bahwa pengalaman hidup
yang spiritual pada pasien dengan skizofrenia yang tinggal dipondok
pesantren memberikan dampak yang positif yaitu emosi mereka lebih
terkontrol dan dampak yang paling penting ialah spiritualitas adalah salah
satu faktor penyembuhan disamping secara medikasi.
Menyadari pentingnya spiritualitas terutama dalam penyembuhan
penderita gangguan jiwa, maka penelitian ini dibutuhkan untuk mengetahui
gambaran spiritualitas pada penderita gangguan jiwa di Ruang Srikandi
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, fokus masalah dalam penelitian ini adalah,
“Bagaimana Manajemen Spiritual Pada Pasien Gangguan Jiwa” Di Ruang
Srikandi RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Semarang?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui gambaran spiritual pada pasien gangguan jiwa di ruang
Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik pasien gangguan jiwa di ruang
Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
b. Mendeskripsikan gambaran spiritualitas penderita gangguan jiwa di
ruang Srikandi RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang.
2
c. Mendeskripsikan gambaran kedekatan penderita gangguan jiwa
dengan Tuhan di ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan.
Diharapkan dapat menciptakan generasi penerus yang dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam hal penelitian tentang
manajemen spiritual pada pasien dnegan gangguan kejiwaan.
2. Bagi Responden.
Diharapkan pasien dengan gangguan jiwa untuk lebih teratur dalam
menjalankan kegiatan spiritual khususnya dalam menjalankan sholat
wajib 5 waktu.
3. Bagi perawat atau teman sejawat.
Dapat memberikan wawasan baru dan informasi tambahan tentang
seperti apa gambaran manajemen spiritual pasien dengan gangguan jiwa.
Sehingga diharapkan dapat mendukung perkembangan praktik tidak
hanya dirumah sakit namun juga di komunitas
4. Bagi Peneliti.
Diharapkan dapat dijadikan sebagai pengalaman yang nyata dalam
melaksanakan penelitian secara ilmiah dalam rangka mengembangkan
pengetahuan keperawatan jiwa
3
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
e. Faktor Presipitasi
Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan seseorang.
Sebagai faktor stimulus dimana setiap individu mempersepsikan
dirinya melawan tantangan, ancaman, atau tuntutan untuk koping.
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi
dimana individu tidak mampu menyesuaikan. Lingkungan dapat
mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Lingkungan dan
stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya
bagian badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan
struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur
tindakan serta pengobatan (Stuart&Sundeen, 2008).
3. Klasifikasi Gangguan jiwa
Menurut Dalami (2009) klasifikasi berdasarkan diagnosis gangguan jiwa
dibagi menjadi :
a. Gangguan Jiwa Psikotik
Gangguan jiwa psikotik yang meliputi gangguan otak organik ditandai
dengan hilangnya kemampuan menilai realita, ditandai waham
(delusi) dan halusinasi, misalnya skizofrenia dan demensia.
1) Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan
berbagai tingkat kepribadian diorganisasi yang mengurangi
kemampuan individu untuk bekerja secara efektif dan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Gejala klinis skizofrenia sering
bingung, depresi, menarik diri atau cemas.
2) Demansia
Demansia diklasifikasikan sebagai gangguan medis dan kejiwaan,
demensia terkait dengan hilangnya fungsi otak. Demensia
melibatkan masalah progresif dengan memori, perilaku, belajar,
dan komunikasi yang mengganggu fungsi sehari-hari dan kualitas
hidup.
6
3) Gangguan Jiwa Neurotik
Gangguan kepribadian dan gangguan jiwa yang lainnya
merupakan suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik
dalamjiwanya, namun umumnya penderita tidak menyadari bahwa
ada hubungan antara gejala-gejala yang dirasakan dengan konflik
emosinya. Gangguan ini tanpa ditandai kehilangan intrapsikis atau
peristiwa kehidupan yang menyebabkan kecemasan (ansietas),
dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif
4) Depresi
Depresi merupakan penyakit jiwa akibat dysphoria (merasa sedih),
tak berdaya, putus asa, mudah tersinggung, gelisah atau kombinasi
dari karakteristik ini. Penderita depresi sering mengalami kesulitan
dengan memori, konsentrasi, atau mudah terganggu dan juga
sering mengalami delusi atau halusinasi. Ketika seseorang dalam
keadaan depresi ada penurunan signifikan dalam personal hygiene
dan mengganggu kebersihan mulut.
B. Konsep Spiritual
1. Pengertian Spiritual
Salah satu bagian yang sangat penting bagi manusia adalah
spirituaitas. Spiritual berasal dari kata latin yaitu spiritus, yang bermakna
hembusan nafas. Makna ini berkonotasi sebagai sesuatu yang
memberikan kehidupan atau sesuatu yang amat penting bagi hidup
manusia. Berdasarkan asal kata tersebut, maka spiritualitas merupakan
bagian yang sangat penting bagi manusia. Beberapa teori mengemukakan
definisi spiritual menurut sudut pandang masing-masing namun memiliki
makna yang sama.
Spiritual adalah keyakinan seseorang terhadap Sang Pencipta dan
Yang Maha Kuasa, dimana terdapat hubungan antara manusia dengan
Tuhannya (Hawari, 2002). Spiritual merupakan sesuatu yang dipercayai
manusia terhadap kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), alami atau kepada
tujuan yang lebih besar dari kekuatan diri sendiri (Mauk &Schmidt, 2004
7
dalam Potter & Perry, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
spiritualitas merupakan suatu konsep keyakinan yang ditunjukkan dengan
hubungan batiniah dengan Tuhan, sesama manusia, alam dan lingkungan.
Wright mendefinisikan spiritualitas adalah apapun atau siapapun yang
memberikan makna tertinggi dan tujuan dalam kehidupan seseorang yang
mengundang cara-cara tertentu berada di dunia dalam kaitannya dengan
orang lain, diri sendiri dan alam semesta.
Agama berhubungan dengan perbuatan atau bagian dari perbuatan.
Agama merupakan suatu sistem yang terorganisir dan praktik pemujaan
seseorang dalam mengekspresikan spiritualitasnya. Individu dalam setiap
agama akan memiliki spiritualitas yang berbeda, misalnya pada umat
Budha mereka mempercayai adanya empat kebenaran mulia sedangkan
umat Kristen memandang bahwa dalam mencari tujuan hidup dengan
cara mencintai Tuhan (Potter & Perry, 2009).
2. Indikator spiritual
Indikator yang mempengaruhi manusia dalam mencapai
kebermaknaan dalam hidupnya yaitu dengan menjalankan kegiatan
spiritual yang kaitannya dengan ibadah(Bastaman, 2005). Semakin
banyak seseorang melakukankegiatan spiritual maka akan semakin baik
hubungannya dengan Tuhan, dirinya sendiri, orang lain dan
lingkungan(Gultom, Bidjuni dan Kallo, 2016). Ruang lingkup aktivitas
spiritual meliputi semua jenis kegiatan spiritual yang berhubungan
dengan ibadah (Mustiadi, 2016).
Spiritualitas dapat mempengaruhi proses penyembuhan dan
penguatan diri atau koping pada pasien dalam menghadapi penyakitnya.
Pendekatan sistematis terhadap perawatan spiritual pasien menjamin
perawatan yang tepat dan efektif. Spiritualitas merupakan suatu refleksi
dari pengalaman internal (inner experience) yang diekspresikan secara
individual, maka spiritualitas mempresentasikan dari banyak aspek dalam
diri manusia, antara lain agama, keyakinan/kepercayaan, harapan,
transendensi, dan pengampunan. Kegiatan spiritual yang terarah diatur
8
oleh agama, sehingga diperlukan pendekatan diri dengan agama dan serta
mendapatkan ketenangan dalam menghadapi persoalan. Individu akan
merasa tenang karena berdoa, meditasi maupun kegiatan spiritual dapat
mengaktivasi kerja otak dalam pengaturan emosi.
3. Karakteristik Spiritual
Karakteristik spiritualitas menurut Hamid, antara lain:
a. Hubungan dengan diri sendiri
Hubungan dengan diri sendiri berasal dari kekuatan dalam individu
atau kemandirian. Hubungan tersebut seperti pengetahuan diri
tentang siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya, dan sikap
percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa depan, dan
memiliki ketenangan pikiran, harmoni atau selarasan dengan diri
sendiri.
b. Hubungan dengan alam harmonis
Mampu mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa, dan iklim.
Selain itu juga mampu berkomunikasi dengan alam dengan cara
bertanam, berjalan kaki dan melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain harmonis/suportif
Mampu berhubungan baik dengan orang lain, seperti mengasuh
anak, orang tua dan orang sakit, serta meyakini kehidupan dan
kematian (mengunjungi, melayat, dan lain-lain).
d. Hubungan dengan ketuhanan
Hubungan dengan ketuhanan dapat dilihat dari individu agamis atau
tidak agamis, seperti teratur melaksanakan ibadah, selalu berdoa, dan
menjaga alam.
4. Aspek Spritual
Terdapat empat aspek spiritual pada setiap individu, baik pada remaja
maupun dewasa ( Busing, 2010):
9
a. Orientasi agama
Orientasi agama yaitu pandangan individu tentang kepercayaan dan
keyakinan adanya Tuhan. Hal tersebut diaplikasikan dalam bentuk
ritual agama seperti beribadah dan berdoa.
b. Mencari dan mengembangkan pengetahuan
Individu yang memiliki keyakinan spiritualitas tinggi akan memiliki
dorongan lebih untuk mencari tahu tentang makna kehidupan,
keinginan untuk mengembangkan kemampuan diri, dan selalu ingin
meningkatkan kebaikan.
c. Kesadaran berinteraksi
Kesadaran berinteraksi menjadi hal penting dalam kehidupan, karena
sebagai makhluk sosial akan saling membutuhkan. Individu yang
memiliki keyakinan spiritualitas tinggi akan menjaga hubungan baik
dengan sesama. Adapun macam-macam kesadaran berinteraksi
meliputi hubungan interaksi dengan diri sendiri, dengan orang lain,
dan lingkungan sekitar.
d. Keyakinan kepada Tuhan
Keyakinan kepada Tuhan merupakan elemen penting dalam aspek
spiritualitas. Meyakini adanya kekuatan yang lebih tinggi
menjadikan individu meyakini bahwa manusia merupakan makhluk
spiritual.
5. Faktor – faktor yang mempengaruhi spiritualitas
Faktor yang mempengaruhi spiritualitas yaitu (Hawari 2002) :
1. Usia
Usia sangat berpengaruh terhadap tingkat spiritualitas
seseorang. Usia anak, remaja, dewasa, dan lansia cara pandang
mereka terhadap spiritual akan berbeda. Masa anak-anak
merupakan masa bermain dimana anak belum begitu mengerti
tentang spiritual dan bagaimana cara menerapkannya. Masa remaja
adalah masa peralihan dari anak ke dewasa dimana dalam tahap ini
seseorang sedang mencari jati diri dan pendalaman spiritual. Pada
10
masa dewasa seseorang lebih banyak disibukkan oleh pekerjaan
dan waktu untuk beribadah lebih sedikit dibandingkan usia lansia.
2. Kebudayaan
Latar belakang sosial budaya dan tradisi agama di dalam
keluarga maupun lingkungan tempat tinggal akan mempengaruhi
tingkat spiritual, sikap, tingkah laku, kepercayaan dan nilai-nilai
yang diyakini.
3. Keluarga
Peran keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan
spiritualitas anak terutama peran orang tua. Hal ini dikarenakan
keluarga merupakan lingkungan terdekat dan pengalaman pertama
anak dalam mempersepsikan kehidupan di dunia.
4. Pengalaman hidup
Cara pandang dalam memaknai pengalaman hidup dan
kemampuan koping seseorang dipengaruhi oleh spiritualitas.
Pengalaman hidup positif membuat seseorang bersyukur dan
pengalaman negatif dianggap sebagai cobaan untuk menguji
keimananan seseorang.
11
tersendiri bagi pasien yaitu pasien merasa kehilangan kebebasan
pribadi. Semakin lama pasien terpisah dari ikatan spiritual, maka
dapat beresiko terjadinya perubahan fungsi spiritualnya.
7. Isu moral terkait dengan terapi
Terapi medis sering dipengaruhi oleh keyakinan agama pasien,
sehingga konflik antara terapi dengan keyakinan agama sering
dialami oleh pasien dan tenaga kesehatan.
8. Terapi Spiritual
Terapi spiritual berdasarkan Nursing Intervention Classificatin
(NIC) meliputi:
1) Tunjukkan kepedulian dan berikan kenyamanan dengan
menghabiskan waktu bersama pasien dan keluarga pasien.
2) Dorong percakapan yang membantu pasien dalam memilah
masalah spiritual.
3) Bantu pasien mengidentifikasi hambatan dan sikap yang
menghambat pertumbuhan atau penemuan diri.
4) Tawarkan individu dan kelompok prayer support.
5) Dorong pasien untuk mengkaji komitmen spiritualnya
berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai.
6) Fasilitasi lingkungan yang menunjang meditasi atau perilaku
merenung untuk merefleksikan diri.
7) Merujuk untuk mengikuti support grup
9. Mengembangkan spiritual
1) Perlakukan pasien dengan bermartabat dan hormat
2) Dorong pasien untuk menggunakan komitmen spiritualnya
untuk mengatasi hambatan dan sikap yang menghambat
perkembangan spiritual.
3) Gunakan alat untuk memonitor dan mengevaluasi
kesejahteraan spiritual pasien
4) Gunakan tehnik klarifikasi nilai untuk membantu pasien
mengklarifikasi kepercayaan dan nilai
12
10. Terapi spiritual
Dukungan spiritual dilakukan untuk membantu pasien merasa
seimbang dan memiliki hubungan dengan kekuatan yang lebih
besar. Berikut beberapa intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:
1) Gunakan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan
kepercayaan dan kepedulian.
2) Dorong individu untuk merenungkan kehidupan di masa lalu
dan fokus pada peristiwa dan hubungan yang memberikan
kekuatan dan dukungan spiritual.
3) Berikan privasi dan waktu sendiri bagi pasien untuk melakukan
kegiatan spiritual.
4) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan support
group.
5) Ajarkan metode relaksasi, meditasi, dan guide imagery
6) Fasilitasi pasien untuk melakukan meditasi, beribadah, dan
kegiatan keagamaan lainnya
7) Berdoa bersama dengan pasien
13
sangat penting untuk menyimpulkan masalah yang sedang terjadi
pada pasien.
2) Perubahan perilaku
Perubahan perilaku pada pasien seperti perasaan bersalah, takut,
depresi, cemas mungkin menunjukkan adanya distres spiritual.
Reaksi setiap pasien dalam menghadapi akan berbeda-beda, dan
pada orang dengan skizofrenia (ODS) lebih sering terlihat
perilaku maladaptif seperti bereaksi secara emosional.
12. Hubungan Spiritualitas terhadap Kesehatan
Penelitian tentang hubungan antara agama dan kesehatan sudah
banyak dilakukan, dan mayoritas mendapatkan hasil hubungan yang
positif dan dignifikan. Hasil penelitian Koenig tentang hubungan
spiritual terhadap kesehatan, adalah sebagai berikut.
1) Koping dan depresi
Pasien yang dirawat di rumah sakit dan mengandalkan agama
memiliki koping yang lebih baik daripada mereka yang tidak
mengandalkan agama. Selain itu, pasien yang mengandalkan
agama memiliki kemungkinan kecil mengalami depresi, dan
bahkan jika mengalami depresi mereka akan pulih lebih
cepat.Sekitar dua pertiga (65%) dari studi observasional
menemukan tingkat signifikan gangguan depresi lebih rendah
atau gejala depresi lebih sedikit pada mereka yang
mengandalkan agama, dan 68% dari studi prospektif menemukan
bahwa seseorang yang memiliki keyakinan spiritual lebih tinggi
diperkirakan lebih kecil kemungkinan mengalami depresi.
2) Bunuh diri dan penyalahgunaan zat
Dari 68 penelitian yang meneliti bunuh diri, 84% menemukan
bahwa kemungkinan kecil bunuh diri atau sikap yang sedikit
negatif yaitu pada orang dengan keyakinan agama tinggi. Dari
hampir 140 studi yang telah meneliti keterlibatan agama dan
14
penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, 90% menemukan
korelasi terbalik yang signifikan secara statistik antara keduanya
3) Emosi positif
Kesejahteraan dan emosi positif meliputi kegembiraan, harapan,
dan optimisme. Dari 100 studi yang meneliti hubungan ini, 79
menemukan bahwa seseorang yang beragama tinggi memiliki
kesejahteraan, kebahagiaan, dan kepuasan hidup, daripada
mereka yang kurang beragama. Dari 16 penelitian yang meneliti
hubungan antara agama dan tujuan atau makna hidup, 15
menemukan bahwa seseorang yang beragama memiliki tujuan
dan makna dalam hidup lebih besar.
4) Dukungan sosial
Hampir semua penelitian (19 dari 20 studi) yang meneliti agama
dan dukungan sosial menemukan korelasi yang signifikan bahwa
seseorang yang beragama tidak hanya memiliki jaringan
dukungan yang lebih besar, tetapi juga memiliki kualitas jaringan
sosial yang lebih tinggi.
5) Kesehatan fisik
Bidang psikoneuroimunologi menyatakan bahwa emosi positif
dan dukungan sosial berdampak pada fungsi kekebalan tubuh
yang lebih baik dan kesehatan jantung yang lebih kuat. Depresi
dan isolasi sosial pada penderita dapat memperburuk kesehatan
dan pemulihan yang lambat dari penyakit.
6) Memerlukan layanan kesehatan
Penelitian terhadap 542 pasien (usia enam puluh atau lebih) yang
sering dirawat di Duke University Medical Center, orang-orang
yang menghadiri pelayanan keagamaan 1x/minggu atau lebih
adalah 56% dan memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk
dirawat di rumah sakit (p <0,0001)
15
7) Implikasi
Ada bukti yang berkembang dari penelitian sistematis bahwa
keyakinan dan praktik keagamaan berkaitan dengan kesehatan
mental yang lebih baik, kesehatan fisik yang lebih baik, dan
frekuensi menggunakan pelayanan kesehatan yang minimal.
16
15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey,
dengan menggunakan jenis penelitian kuantitatif, sedangan tehnik yang
digunakan dalam analisa data menggunakan statistik deskriptif. Menurut
Sugiyono, ( 2010 ), jenis peneltan kuantitatif merupakan jenis penelitian
dengan menggunakan angka angka dan analisis menggunakan statistik.
Statistik deskripif digunakan untuk melihat gambaran fenomena yang terjadi
di populasi dan digunakan untukmembuat penilaian terhadap suatukondisi
dan penyelenggaraan suatu program dimasa sekarang (Notoatmodjo, 2010).
Cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach) dgunakan dalam pendekatan penelitian ini.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono, ( 2010) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
pasien yang ada di Ruang Srikandi RSJD Dr Amino Gondohutomo
Semarang.
2. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2010). Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah total sampling. Metode total sampling yaitu
pengambilan sampel penelitian dari keseluruhan total populasi yang ada
(Notoatmodjo, 2010). Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang ada
di ruang Srikandi RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang.
Kriteria yang digunakan dalam penelitian menurut setiadi, (2013)
sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi ialah karakteristik umum dari subyek peneliti dari
suatu populasi target yang layak untuk diteliti .Adapun kriterianya
adalah pasien yang berada di ruang RIPD RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Semarang.
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi ialah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang
memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab . Pasien
yang tidak setuju menjadi responden.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional ialah penjelasan semua variabel dan istilah yang
akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya
mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2013).
Definisi operasional adalah memberi pengertian suatu variabel dan
mengambarkan aktivitas yang diperlukan untuk mengukur ( Notoatmojo,
2010).
Tabel 3.1.
Definisi operasional, variabel penelitian dan skala pengukuran
Definisi
Variabel Alat ukur Hasil ukur Skala
Operasional
Umur Lama hidup Kuesioner 1. 12-18 tahun Ordinal
pasien dari data (Remaja)
sekunder yaitu 2. 19-25 tahun (Dewasa
sejak dilahirkan awal)
sampai saat 3. 26-38 tahun (Dewasa
penelitian pertengahan)
4. 39-65 tahun (Dewasa
akhir)
Tingkat Jenjang Kuesioner 1. SD Ordinal
Pendidikan pendidikan 2. SMP
terakhir yang 3. SMA
telah ditamatkan
pasien
16
Tingkat keyakinan Kuesioner Hasil ordinal
Spiritualitas pasien Daily pengukuran
jiwa Spiritual 15
kepada Experience item
Yang Scale pernyataan
Maha (DSES) yaitu :
Kuasa 1. Nilai 64
tentang -
kekuatan hidup 88
yang : tingkat
merupakan spiritualitas
aspek rendah
besar 2. Nilai 39
dalam -
setiap 63: tingkat
kehidupan spiritualitas
manusia sedang
3. Nilai 15
-
38:
tingkat
spiritualitas
tinggi.
Hasil
pengukuran 1
item
pertanyaan
yaitu :
1. Nilai 1 :
sama
sekali tidak
2. Nilai 2 :
agak dekat
3. Nilai 3 :
sangat
dekat
4. Nilai 4 :
sedekat
mungkin.
17
2. Lembar Jika data terdistribusi
kuesioner normal, maka:
kedekatan
dengan 1. Tinggi Mean
Tuhan yang 2. Rendah > Mean
terdiri dari 1
item
pertanyaaan.
Skor 1 - 6
Masalah Masalah yang Kuesioner 1. HDR Ordinal
Keperawatan dialami pasien 2. Halusinasi
ketika masuk ke 3. RPK
RSJ sampai 4. ISOS
sekarang 5. RBD
6. DPD
7. Waham
D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.
Amino Gondohutomo Semarang.
E. Waktu Penelitian
Waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 27 Agustus 2018 sampai 31
Agustus 2018 yang terdiri dari tiga tahap yaitu, penyusunan proposal,
pengumpulan data, dan pelaporan hasil penelitian.
F. Etika Penelitian
Masalah yang sangat penting dalam penelitian adalah Etika penelitian
keperawatan. Etika penelitian harus diperhatikan karena keperawaan
merupakan cabang ilmu yang berhubungan langsung dengan manusia.
Menurut Hidayat (2009), masalah etika yang harus diperhatikan oleh seorang
peneliti meliputi :
Peneliti membuat surat permohonan sebagai calon responden penelitian.
1. Lembar persetujuan (Informed concent)
Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden. Informed concent diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
2. Tanpa nama (Anonimity)
18
Anonimity adalah tidak memberikan nama responden pada lembar alat
ukur tapi hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Confidentiality adalah menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan kepada hasil riset.
G. Alat pengumpul Data
Menurut Hidayat, ( 2007), Alat ukur yang digunakan untuk
menggumpulkan data yaitu sejumlah pertanyaan tertulis untuk memperoleh
sejumlah informasi dari responden. Adapun alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan kuesioner tentang
spiritual.
H. Prosedur pengumpulan data
Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan melalui tahap sebagai
berikut:
1. Peneliti membagikan kuesioner untuk diisi pasien.
2. Peneliti mengecek ulang kuesioner yang telah diisi responden
3. Mengentry data dan mengolahnya dengan komputer.
I. Analisa data
1. Pengolahan Data
Pengumpulan data ini dilakukan setelah kegiatan penelitian selesai.
Alat ukur pengumpulan data perlu diperhatikan kembali agar dapat
memperkuat hasil penelitian (Hidayat, 2007). Data dalam peneitian ini
diolah melalui tahap sebagai berikut :
a. Editing
Peneliti melakukan proses editing yang berupa pengecekan
jumlah lembar kuesioner, kelengkapan data seperti identitas atau data
yang masih rancau.
19
b. Coding
Peneliti melakukan proses coding yang merupakan pemberian
kode berupa angka agar tidak menyebabkan kerancuan dalam
mengklarifikasi data. Beberapa kategori, yaitu
Untuk item pengetahuan dapat menggunakan coding sebagai
berikut :
1 = berkali-kali dalam sehari
2 = setiap hari
3= kebanyakan hari
4 = beberapa hari
5 = sesekali
6 = tidak pernah
c. Processing
Setelah dilakukan editing dan coding selanjutnya peneliti
memproses data yang didapatkan melalui progam komputer.
d. Cleansing
Setelah peneliti memproses data yang didapatkan selanjutnya
peneliti melakukan cleansing yang merupakan kegiatan mengecek
kembali data yang diolah apakah ada kesalahan atau tidak.
2. Analisa data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis
univariat.Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik, nilai spiritual, dan masalah keperawatan
pasien. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Analisis univariat dalam
penelitian ini mendeskripsikan karakteristik sampel penelitian,
mendeskripsikan variabel penelitian yaitu pengetahuan dan sikap.
Deskripsi data berbentuk numerik akan dilakukan perhitungan nilai mean,
median, modus, minimal, maksimal, dan standar deviasi. Data berbentuk
kategorik dilakukan dengan pengujian distribusi frekuensi (Notoatmodjo,
2010).
20
3. Uji kenormalan data
Sebelum dilakukan analisa bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji
kenormalan data pada tiap-tiap variabel. Uji kenormalan data dilakukan
dengan uji Saphiro Wilk karena jumlah sampel penelitian kurang dari 50.
(Dahlan, 2008).
21
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karateristik Responden
Karakteristik pasien di ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah digambarkan berdasarkan tabel dibawah ini:
1. Analisa Univariat
a. Umur Responden
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Ruang Srikandi RSJD Dr.
Amino Gondhoutomo Semarang (n=16)
N Maximum Minimum Mean
Umur 16 40 20 30
Berdasarkan table 4.1 diatas umur tertua yaitu 40 tahun dan termuda
yaitu 20 tahun dengan rata-rata umur yaitu 30 tahun.
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Tahapan Umur di Ruang
Srikandi RSJD Dr. Amino Gondhoutomo Semarang (n=16)
Tahapan Umur Frequency Persent %
Dewasa Awal 6 37,5
Dewasa Pertengahan 9 56,3
Dewasa Akhir 1 6,3
Total 16 100
23
spiritualitas 0,607,serta tingkat kedekatan 0,013 sehingga disimpulkan
data berdisribusi normal
3. Analisa Bivariat
a. Spiritual
Tabel 4.7
Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Spiritual berdasarkan
Pertanyaan Kuesioner DSES (Daily Spiritual Experience Scale) di
Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang (n = 16)
24
melalui orang lain
10 Saya secara rohani tersentuh oleh keindahan 10 62,2
penciptaan
11 Saya merasa bersyukur atas berkah tuhan 10 62,2
kepada saya
12 Saya merasakan kepedulian tanpa pamrih 4 25
terhadap orang lain
13 Saya menerima orang lain bahkan ketika 6 37,5
mereka melakukan sesuatu
yang menurut saya salah
14 Saya ingin lebih dekat dengan Tuhan atau 9 47,1
bersatu dengan
Dia
15 Secara umum, seberapa dekat perasaa anda 9 47,1
kepada Tuhan ?
25
dengan jumlah responden 1 yaitu 6,3 % pada pasien dewasa sedang 1
responden .
26
Berdasarkan table 4.11 diatas nilai spiritual rendah dengan
responden bekerja 1 responden yaitu 6,3%, nilai spiritual sedang
dengan responden tidak bekerja 3 responden yaitu 18,8%, bekerja 6
responden yaitu 37,5%, nilai spiritual tinggi responden tidak bekerja 5
responden yaitu 31,3% serta pada responden bekerja 1
responden(6,3%).
27
awal(18,8%),2 responden dewasa menengah(12,5%) serta 1 responden
dewasa akhir (6,3%). 6 responden dewasa pertengahan(37,5%) (26-38
tahun )dan 3 responden dewasa awal(18,8%) dengan nilai spiritual sedang
serta nilai spiritual rendah dengan jumlah responden 1 yaitu (6,3%)
dewasa pertengahan (26 – 38)
Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki spiritual
sedang yaitu sebanyak 9 (56,3,%) semua responden dengan kategori umur
26 – 38 (dewasa pertengahan)
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Jalaludin
(2015) dengan hasil penelitian adanya hubungan yang signifikan antara
perkembangan spiritualitas dan tingkat usia. Namun demikian selain
tingkat usia masih di jumpai faktor faktor lainyang mempengaruhi pada
tingkat perkembangan spiritual. Adapun faktor faktor tersebut adalah : tipe
kepribadian, lingkungan masa kecil dan pemahaman terhadap materi.
Konfersi agama tidak lepas kaitanya dengan kondisi dan situasi yang
dialami seseorang.termasuk kedalamnya tingkat usia. Sehingga tingkat
usia memiliki kaitan yang cukup erat dengan pertumbuhan fisik dan
spiritual manusia.
Menapak pertambahan usia di tahap tahap pertumbuhan itu pula
berlangsung proses pertumbuhan fisik, dan juga spiritual. Melalui proses
pertumbuhan secara bertahap, fisik mencapai tingkat kematangannya.
Mencapai puncak pertumbuhan, yakni di usia dewasa. Sementara psikologi
perkembangan belum mampu memberi spiritual batas yang jelas tentang
batas usia kematangan spiritual. Apakah puncak perkembangan dimasksud
terjadi pada usia usia tertentu. Berdasarkan hadis Qudsi menunjukan
munculnya kecenderungan manusia untuk “ memantasdiri” adalah pada
usia 60 tahun. Normalnya pada usia ini manusia terdorong untuk kembali
kenilai nilai fitrahnya melalui upaya menyesuaikan diri kepada hakekat
penciptanya.
Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Spiritual dan
Pendidikan Responden di Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino
28
Gondohutomo Semarang didapat data dari 16 responden yang memiliki
tingkat pendidikan SD dengan spiritual sedang 3 (18,8%) responden,
tingkat pendidikan SMP dengan spiritual sedang 3 (18,8%) , tingkat
pendidikan SMA dengan spiritual sedang yaitu 3 (18,8%) responden ,
serta responden dengan spiritual tinggi yaitu 1 (6,3%) responden
berpendidikan SMP, 4 responden (25%) serta 1 responden(6,3%)
responden dengan nilai spiritual rendah berpendidikan SMA dengan 1
responden (6,3%),
Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden
memiliki nilai spiritual sendang 9 (56,3%) . Responden yang terdiri dari 3
(18,8%) responden dengan tingkat pendidikan SD, 3 (18,8%) responden
dengan tingkat pendidikan SMP, dan 3 (18,8%) responden dengan tingkat
pendidikan SMA. Sesuai dengan teori Craven dan Himle yang mengatakan
semakin tinggi pengetahuan yang diperoleh maka semakin luas atau
pengalaman yang diperoleh untuk nilai-nilai spiritual (Yosep, 2013).
Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Spiritual dan
Pekerjaan Responden di Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang didapat data dari 16 responden dengan nilai spiritual rendah
dengan responden bekerja 1 (6,3%) . Responden dengan tingkat spiritual
sedang yaitu responden tidak bekerja 3 (18,8%) dan Responden, bekerja 6
(37,5%). responden, dengan nilai spiritual tinggi yaitu responden tidak
bekerja 5 (31,3%),dan responden bekerja (6,3%). Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa sebagian besar responden memiliki nilai spiritual
sedang 9 (56,3%) responden yang terdiri dari 3 (18,8%) responden tidak
bekerja, 6 (43,8%) responden bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa
pasientidak bekerja memiliki nilai spiritual sedang. Sesuai dengan teori
Craven dan Himle yang mengatakan tanpa pengalaman hidup seseorang
baik itu pengalaman negatif maupun positif dapat mempengaruhi spiritual
seseorang, dengan seseorang yang belum mendapat pekerjaan akan lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan agar diberi rezeki (Yosep, 2013).
29
Hasil Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Masalah
Keperawatan di Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondohutomo di dapat
data responden dengan nilai spiritual rendah dengan masalah keperawatan
resiko perilaku kekerasan 1 (6,3%), responden, nilai spiritual sedang
dengan masalah keperawatan halusinasi 4 (25%), resiko perilaku
kekerasan 5 responden (31,3%) serta nilai spiritual tinggi 2
responden(12,5%) dengan halusinasi serta 4 responden(25%) dengan
masalah resiko perilaku kekerasan.
Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden
memiliki nilai spiritual sedang 9 (56,3%) dengan masalah keperawatan
halusinasi sebanyak 4 (25%) responden dan resiko perilaku kekerasan
sebanyak 5 (31,3%) responden. Sesuai dengan teori Yosep (2013), yang
mengatakan bahwa pasien gangguan jiwa memiliki nilai spiritual sedang
apabila tindakan yang dilakukannya melanggar nilai moral dan agama
seperti tindakan kekerasan, maka salah satu strategi pelaksanaan RPK
adalah berdo’a dan shalat agar lebih dekat dengan pencipta-Nya (Yosep,
2013).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syam (2010),
Menunjukkan hasil bahwa pasien dengan gangguan RPK sebanyak 5
pasien (31,3%) memiliki nilai spiritual sedang (Syam, 2010). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuck, el al
(2006) tentang implementasi dari perilaku spiritual salah satunya adalah
menjalin hubungan dengan orang lain dalam rangka mendapatkan
pengetahuan dan penyelesaian masalah (Tuck, el al 2006).
30
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti kepada 16
responden terkait gambaran manajemen spirituali pada pasien gangguan
jiwa di Ruang Srikandi RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Semarang, maka
dapat di ambil kesimpulan bahwa :
1. Berdasarkan umur dapat diketahui bahwa sebagian besar responden
berada pada kategorik dewasa menengah sebanyak 9 orang (56,3%).
Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA
sebanyak 8 orang (50%). Berdasarkan distribusi frekuensi responden
berdasarkan pekerjaan dapat diketahui bahwa 8 responden bekerja dan
8 responden tidak bekerja. Berdasarkan distribusi frekuensi responden
berdasarkan diagnose klien terbanyak adalah diagnose dengan RPK
yakni sebanyak 10 orang (62,6%)
2. Berdasarkan kategori spiritual pasien memiliki kategori spiritual yang
sedang dimana terdapat 9 pasien (56,3%) serta berdasarkan tabel
diatas menunjukkan pasien lebih banyak merasakan cinta Tuhan
kepada pasien melalui orang lain sebanyak 11 responden ( 68,8 %),
dan untuk item pertanyan nomor 15, terbanyak klien merasakan agak
dekat dengan Tuhan sebanyak 8 responden (47,1%) dan dekat sekali 1
responden (6,3%).
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menciptakan generasi penerus
yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam hal penelitian
tentang manajemen spiritual pada pasien dnegan gangguan kejiwaan.
2. Bagi Responden.
Diharapkan pasien dengan gangguan jiwa untuk lebih teratur dalam
menjalankan kegiatan spiritual khususnya dalam menjalankan sholat
wajib 5 waktu.
3. Bagi perawat atau teman sejawat.
Dapat memberikan wawasan baru dan informasi tambahan tentang
seperti apa gambaran manajemen spiritual pasien dengan gangguan
jiwa. Sehingga diharapkan dapat mendukung perkembangan praktik
tidak hanya dirumah sakit namun juga di komunitas
4. Bagi Peneliti.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengalaman
yang nyata dalam melaksanakan penelitian secara ilmiah dalam
rangka mengembangkan diri dalam melaksanakan fungsi perawatan
sebagai perawat peneliti yang dapat digunakan dalam penelitiannya.
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti mengenai faktor-
faktor apa saja yang dapat memotivasi pasien dengan gangguan jiwa
dalam melakukan spiritul.
32
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, 2010. Stres Tanpa Distres: Seni Mengolah Stres. Yogyakarta: Kanisius.
Gultom, P., Bidjuni, H., & Kallo, V. 2016. Hubungan Aktivitas Spiritual dengan
Tingkat Depresi di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Kota
Manado. E-Journal Keperawatan (e-Kp), 4, 1-7.
Gunarsa, S.D. 2009. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Hawari, Dadang. 2002. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Jalaludin. 2015. Tingkat Usia Dan Perkembangan Spiritualitas Serta Faktor Yang
Melatarbelakanginya Di Majelis Tamasyarohani Riyadhul Jannah
Palembang Tahun 2015. Jurnal. Program Pasca Sarjana Universitas Islam
Negeri Raden Fattah Palembang. Vol 21, No 2.
Kim, N.-Y., Huh, H.-J., & Chae, J.-H. 2015. Effects of religiosity and
spirituality on the treatment response in patients with depressive
disorders. Comprehensive Psychiatry, 60, 26–34.
http://doi.org/10.1016/j.comppsych.
33
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
34